"Budhe kira kamu perempuan baik-baik. Kerja di luar kota buat bantuin Ibumu sekolahin adek-adekmu yang tinggi, nyatanya malah jadi simpanan. Dulu Budhe udah curiga, kamu cuma lulusan SMA tapi kok bisa biayain sekolah, beliin motor sama benerin rumah. Dasar perempuan nggak bener, kamu. Malu-maluin keluarga besar," ujar Budhe Rahmi.Ya Tuhan, berikanlah hambamu ini kesabaran, agar hamba tidak menyakiti orang lain."Kenapa diem aja. Ini si Dini, anaknya bawa pulang laki-laki kok nggak ditegur, malah dibiarin aja." Budhe masih terus mengatakan hal yang tidak enak di depanku. Ingin rasanya aku menjawab ucapan beliau, tapi aku takut beliau marah dan akan melampiaskan pada mamaku jika aku tidak ada."Ada apa ini?" tanya pak Yogi yang baru keluar dari rumahku."Anda siapa? Jangan ikut campur urusan orang lain!" bentak Budheku."Saya calon suami Linda. Kenapa Ibu marah-marah, apa Linda melakukan kesalahan pada Ibu?""Calon suami? Halah, ngaku aja kalau Linda kamu jadikan simpenan. Nggak usah p
"Nggak Ma, tadi cuma buat tenangin Budhe aja. Mana mungkin pak Yogi mau sama aku, pastinya beliau cari yang selevel," jawabku pada mama."Mama tadi juga mikir gitu. Ya udah kamu istirahat sana, besok kan harus nemenin pak Yogi ke air terjun."Aku mengangguk lalu berpamitan pada mama untuk beristirahat. Mama pasti juga capek dari tadi menemaniku.Aku merebahkan diri di pembaringan, air mata mulai menetes tanpa bisa dicegah. Padahal selama ini aku tidak pernah mengusik kehidupan mereka, tapi mengapa mereka masih saja tidak suka padaku? Selama ini aku berusaha bersikap tegar, tapi nyatanya aku rapuh kalau menyangkut keluarga.Aku merasa bersalah pada mama, karena ketidaksukaan budhe padaku, membuat mama juga dimusuhi. Aku ingin mengurangi beban pikiran mama dengan segera menikah, tapi dengan siapa?Entah pukul berapa aku tertidur. Saat terbangun aku melihat jam di dinding menunjukkan pukul dua dini hari. Tenggorokan terasa kering, aku memutuskan pergi ke dapur untuk mengambil minum karen
"Linda!"Mataku terbuka dengan sempurna, melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Aku bisa bernafas lega karena semua yang aku alami tadi hanyalah mimpi. Aku berjalan dengan gontai untuk membuka pintu."Tidur udah kayak kebo, dibangunin susah banget!" gerutu pak Yogi."Ya Allah, Pak, kenapa harus marah-marah. Ini di rumah orang tua saya, masak masih dimarahin juga," ucapku. Kesal sekali tiap bertemu pak Yogi pasti dimarahi."Dibangunin dari tadi susah banget, buruan bangun terus salat. Katanya mau anterin jalan-jalan."Pede bener, siapa juga yang mau anterin. Padahal rencana dari awal aku akan bermain ke rumah teman-teman, tapi gagal karena pak Yogi ikut mudik."Malah bengong. Buruan sana! Arya udah mandi dari tadi." Pak Yogi berlalu setelah mengatakan itu.Aku bergegas mandi dan melaksanakan ibadah. Maafkan hambamu ya Tuhan, gara-gara mimpi dinikahin aku jadi kesiangan.Memakai celana dan kaos oblong, aku sudah siap untuk pergi ke air terjun dholo yang ada d
Maksudnya apa pak bos satu ini. "Mana ada orang kaya yang mau nikah sama orang biasa kayak saya, biasanya kalau orang biasa nikahnya sama orang biasa, orang kaya nikah sama orang kaya.""Sok tau kamu. Emang nggak boleh kalau orang kaya nikah sama orang biasa? Kamu mau melawan kuasa Tuhan?""Kenapa bawa-bawa Tuhan. Saya kan cuma bilang biasanya, kenapa Bapak marah?""Udah lah, capek ngomong sama kamu!" Pak Yogi pergi dengan amarah. Memang apa salahku? Lagian orang kaya mana yang mau nikah sama aku?Aku juga pergi dari warung setelah membayar pada pemiliknya. Lumayan, uang dua ratus ribu cuma berkurang empat puluh ribu, untung banyak aku. Hahaha."Mau main air nggak?" teriak Arman saat aku baru tiba. Mereka bertiga sudah asik bermain di bawah guyuran air terjun."Mau dong," ucapku. Aku segera meletakkan tas di sebelah tas pak Yogi dan jaket mereka bertiga."Agak deket sini. Di situ banyak cowok yang liatin kamu!" perintah pak Yogi. Beliau sudah menarik tanganku untuk mendekat padanya.A
"Bengong mulu, katanya mau nikah?""Mau sih, tapi masak pak Yogi beneran mau nikahin aku?" tanyaku, masih heran kenapa pak Yogi bilang begitu."Kenapa?""Pak Yogi kan sempurna banget. Udah ganteng, mapan pula. Pasti carinya yang kaya dan cantik juga. Nggak mungkin mau sama aku." Kan memang begitu. Yang kaya akan menikah dengan yang kaya."Emang siapa yang ngelarang?" Pak Yogi mulai tersulut emosi."Nggak ada sih, tapi tanggungan saya banyak, Pak. Saya masih harus kerja buat lulusin adik saya dulu, juga bantuin Mama," jawabku."Memang kamu kira saya nggak mampu biayain sekolah adikmu sama kasih uang Mamamu? Saya ini kaya banget, tujuh turunan juga nggak abis. Kamu tinggal di rumah, masakin sama tungguin saya pulang udah cukup. Nggak usah kerja nanti saya yang tanggung semua," pungkasnya.Kok aku jadi bingung ya, ngapain juga pak Yogi ngotot gitu?"Heh, kalian kalau mau bertengkar jangan di rumahku. Mending sekarang kalian pulang. Aku sibuk, mau buat cerita baru. Hilang nanti ideku kala
Ngapain mama datang ke rumah pak Sobar, setahuku jika ada orang yang pergi ke rumah beliau itu karena minta dicarikan jodoh, entah untuk diri sendiri atau untuk kerabatnya. Pak Sobar akan mencarikan jodoh sesuai kriteria yang diminta, beliau akan mendapatkan mahar setelah berhasil. Mama ada perlu apa ke sana, apa jangan-jangan, "Mama mau dicarikan jodoh?""Ini anak kalau ngomong nggak dipikir dulu. Nggak mungkinlah Mama cari jodoh, Mama udah tua. Lagian mana ada yang mau sama wanita tua dan cacat seperti Mama ini," jawab mama.Aku segera memeluk Mama. Bisa saja Mama menikah lagi setelah ditinggal oleh ayah. Meski kaki mama sudah tidak sempurna, tetapi wajah mama masih sangat cantik dan mama juga termasuk wanita yang lembut. Banyak sekali yang datang melamar, dari orang biasa hingga pejabat pernah ingin meminang mama, tapi beliau selalu menolak dengan dalih ingin mendampingi kami hingga sukses. Aku sangat yakin jika sebenarnya mama juga kesepian dan butuh kasih sayang, tapi mama tetap
"Permisi Pak, ada yang bisa saya ban....""Akhirnya aku bisa ketemu sama kamu juga. Susah banget dimintain nomer telepon?""Yovan!" pekikku. "Ngapain kamu di sini?""Saya kan mau lebih deket sama kamu, dari kemarin nyari kamu tapi tetep nggak ketemu. Masak minta nomer hape aja nggak boleh," ujarnya."Ini. Kamu bisa hubungin nomer itu kalau ada perlu sama resort." Aku menyerahkan kartu nama pada Yovan."Ini kan, nomer telepon resort. Aku maunya nomer pribadi kamu.""Maaf, saya cuma berhubungan sama klien pakai nomer itu. Maaf, saya harus pergi dulu, masih banyak kerjaan," pamitku tanpa menunggu jawaban dari Yovan. Lelaki model begini biasanya hanya manis di depan. Awalnya mengejar dengan berbagai cara, akhirnya akan meninggalkan kalau sudah puas rasa penasarannya."Ngapain kamu pagi-pagi udah berduaan sana Yovan, kamu suka sama dia?" Entah dari mana, tiba-tiba pak Yogi sudah berada di sampingku."Enggak berduaan, Pak. Saya juga nggak tau kalau dia ada di sini," jawabku. Memang kamu tid
"hah." Aku terkejut saat pak Yogi mengulurkan tangannya padaku saat kami baru selesai melaksanakan ibadah, aku lalu meraih tangan beliau untuk bersalaman."Cium," ucapnya."Nggak boleh, Pak. Kita bukan muhrim. Mana boleh main cium-cium," ujarku."Tanganku Lin, tangan, bukan yang lain. Kamu itu kayaknya polos tapi kok ya mesum juga."Aku tertawa dalam hati, malu sekali rasanya. Aku lalu mencium punggung tangan beliau."Nanti kalau sudah halal boleh cium yang lain, kalau sekarang cium tangan dulu. Kalau kamu pengen cepet halal, nanti aku bilang sama Mama kamu," ledeknya.Aku hanya bisa pasrah mendengarkan celotehan pak Yogi, dia memang sangat pandai memojokkan orang lain. Makanya dia bisa menjadi pengusaha sukses seperti sekarang ini. Suka mengatur dan tidak mau dibantah adalah sifat mutlak pak Yogi."Mau ke mana?""Balik kerja, Pak. Nanti dikira makan gaji buta kalau saya nggak kerja," jawabku."Bagus. Nanti saya kasih bonus kalau kamu kerjanya rajin.""Beneran, Pak?" tanyaku, aku sa
"Ya Allah, anak Mama, akhirnya mau nikah juga," ujar mama saat aku baru tiba di rumah."Assalamualaikum, Ma," aku meraih tangan mama lalu menciumnya."Waalaikumsalam. Sampai lupa. Masuk dulu yuk," ajak mama.Aku membantu mama masuk ke rumah dengan tongkat di tangan kirinya. Arman dan Arlan membantu membawa beberapa barangku, aku hanya membawa yang sekiranya tidak diperlukan lagi, sementara baju, sepatu dan barang-barang yang masih bisa dipakai dibawa pak Yogi ke rumahnya."Duduk, Sayang, pasti capek banget ya." Mama mengajakku duduk di kursi ruang tamu."Aku masukin kamar aja ya, Mbak," ujar Arlan."Iya, yang di motornya Arman, taruh di meja makan aja."Arlan dan Arman masuk ke dalam, aku duduk bersama wanita terhebatku."Mama nggak nyangka kalau kamu bakal nikah secepat ini, perasaan baru beberapa bulan lalu kamu masih nggak punya pacar. Jodoh memang nggak bisa ditebak ya, ternyata jodoh kamu yang selama ini ikut jagain kamu," ujar mama."Ini semua juga berkat doa Mama, semua kebaika
Aku segera ke belakang untuk beribadah."Mbak, aku tiduk sini aja. Mbak tidur di ranjang," ujar Arya. Ia sudah merebahkan diri di kasur lantai."Kamu aja yang tidur di ranjang, kamu kan tamu.""Nggak lah, aku kan cowok. Kata Papi, cowok itu harus ngalah sama cewek. Aku udah biasa ngalah sama Tasya," jelasnya.Pak Yogi memang pintar dalam mendidik anaknya. Terbukti Arya menjadi pribadi yang sopan dan pengertian, atau ini didikan maminya dulu? Kalau didikan pak Yogi sepertinya nggak sebagus ini.Sorenya pak Yogi benar-benar tidak pulang, dengan terpaksa aku membawa Arya bersama anak kos untuk berjalan-jalan, kata mereka sebagai kenangan sebelum kami berpisah.[Uangnya sudah kutransfer, traktir anak-anak sepuasnya. Tanya juga sana anak lelakimu apa yang mau dibeli.]Pesan masuk dari pak Yogi. Aku lalu membuka aplikasi M-banking dan ternyata benar sudah masuk uang sebesar lima juta.Hah, lima juta? Aku sampai dua kali mengeceknya, tidak percaya kalau pak Yogi mentransfer uang sebanyak it
"Maaf mbak, tadi Arya kelepasan," ujar Arya, ia lalu menampakkan gigi kelincinya.Jantungku sudah berdebar, eh, dia malah bilang begitu. Padahal sudah senang saja tadi."Sini, mbak ambilin makan. Suka pedes kan?"Daripada pikiranku ke mana-mana, lebih baik aku mengajak Arya makan saja."Suka. Semua masakan mbak Linda aku suka," ujarnya dan membuat senyumku mengembang.Arya makan dengan lahap, di piringnya bahkan tidak ada nasi yang tersisa."Makasih, makanannya enak banget. Arya mau nonton tivi boleh?""Boleh," jawabku.Arya menyalakan televisi, sementara aku membereskan bekas makan kami.Saat sedang menonton televisi bersama Arya, ponselku berbunyi. Panggilan video masuk dari pak Yogi. Aku segera merapikan rambutku yang berantakan, lalu menerima panggilan."Assalamualaikum." Salam dari pak Yogi yang terlihat begitu tampan dengan kaos polo warna hitam."Waalaikumsalam," jawabku."Kamu lagi ngapain?""Lagi nonton tivi sama Arya. Baru selesai makan. Pak Yogi sudah di rumah bu Najwa?""S
Pukul tujuh pagi aku sudah berada di resort, berangkat dengan sopir karena pak Yogi harus mengantar Arya ke sekolah. Arya memang tidak mau berangkat sekolah dengan sopir selagi ayahnya tidak ada pekerjaan di luar kota."Mbak Linda apa kabar?" tanya pak Damar saat kami sudah berada di ruang rapat. Pak Yogi katanya akan tiba dalam lima menit."Baik, pak Damar. Kabarnya mbak Rania gimana?""Baik juga. Mbak Linda dapet salam dari istri saya sama si kembar.""Salam balik ya, Pak. Saya kemarin lihat storynya mbak Rania. Cantik-cantik banget ya si kembar."Belum sempat pak Damar menjawab, pak Yogi sudah masuk ke ruangan."Maaf agak telat, jalanan sedikit macet. Bisa langsung kita mulai?"Pak Damar mengangguk.Kami segera memulai rapat karena sebentar lagi pak Damar harus ke luar kota. Tidak ada yang berbelit-belit, pak Damar adalah orang yang sepaham dengan pak Yogi, jadi semua berjalan dengan lancar.Pak Damar berpamitan, beliau di antar oleh pak Yogi menuju mobilnya. Aku kembali ke ruangan
Sudah bersih-bersih dan bersiap akan tidur, ponsel di sebelahku berbunyi, tanda panggilan masuk. Nama bos galak tertera di layar. Beruntung pak Yogi tidak pernah melihat namanya di ponselnya, kalau tahu pasti beliau akan marah."Assalamualaikum," ucapku."Waalaikumsalam. Sudah mau tidur?" Suara pak Yogi dari seberang."Iya, ada apa Pak?""Nggak apa-apa. Kalau mau tidur ya tidur aja, teleponnya nggak usah dimatiin. Mau ganti video call bisa kan?""Saya mau tidur, Pak. Udah nggak dandan, malu," jawabku.Bagaimana bisa aku melakukan panggilan video dengan pak Yogi, sementara sekarang aku hanya memakai baju tidur tanpa lengan."Biarin aja, nanti juga setiap hari aku liat kamu kayak gitu," jawabnya. Beberapa detik kemudian panggilan sudah beralih ke video.Aku segera meraih sweater yang ada di samping ranjang dan buru-buru memakainya, baru setelah itu aku menerima panggilan video dari pak Yogi."Emang di situ dingin? Mau tidur aja pakek sweater segala," ujarnya."Nggak sih, saya udah biasa
"Silahkan pesanannya," ujar pemilik warung.Kami menikmati makan sore ini, pak Yogi terlihat sangat menikmati makanannya."Mie-nya beda, nggak kayak biasanya," ucapnya."Emang biasanya gimana?" tanyaku dengan serius karena aku belum pernah makan di sini."Biasanya enak.""Yang ini nggak enak? Perasaan punyaku enak kok," ujarku. Ini bahkan lebih enak dari mie ayam keliling yang biasa aku beli di depan indekos."Yang ini enak banget karena makannya ditemenin sama kamu," ucapnya yang sukses membuat pipiku memerah.Haduh, sekarang kok semakin pintar gombalin ya. Bapak duda satu ini memang sangat meresahkan."Udah ah, cepetan abisin makannya, keburu maghrib nanti," ucapku. Sebenarnya aku takut pada kondisi jantungku kalau pak Yogi merayu terus."Minggu ini kamu nggak usah pulang, minggu depan aja sekalian. Undangannya tiga hari lagi jadi, nanti kamu bawa sekalian yang buat temen-temen kamu," ujar pak Yogi.Aku mengangguk. Kami sekarang sudah berada di depan kos. "Besok Bapak ada pertemuan
Yogi, kamu kok bisa ada di sini?" tanya mbak Mia menghampiri pak Yogi.Sepertinya mereka cukup akrab, pak Yogi menerima uluran tangan dari mbak Mia."Kamu juga ngapain di sini? Bukannya ikut suamimu ke jakarta?"Mbak Mia duduk di samping pak Yogi. "Udah balik gue, laki gue udah bikin usaha di sini. Ya ampun nggak nyangka banget bisa ketemu di sini. Kamu ngapain di sini? Sama Nadia?"Pak Yogi menatapku sebentar, lalu beralih pada mbak Mia lagi. "Nadia udah nggak ada dari dua tahun yang lalu," jelasnya."Ya ampun, maafin ya, beneran aku nggak tau. Terakhir reuni empat tahun lalu kamu masih sama dia. Kok gak ada yang kabarin aku ya? Oh, iya lupa. Hape aku ilang dua tahun lalu, jadi nggak punya kontak temen-temen. Baru kontekkan lagi beberapa bulan ini sebelum pulang. Aku turut berduka ya," ucap mbak Mia."Kamu udah kenal sama Linda?"Mbak Mia menatapku lalu tersenyum, beberapa detik beliau sempat terpaku lalu tersadar kembali."Kenal dong. Dia yang baru aja aku dandanin. Katanya mau prew
"Masih banyak, Bapak masih mau?" Kenapa aku jadi salah tingkah begini?"Ya kan, saya yang minta dibawain sarapan. Ya pasti saya makan."Aku lalu menyuapi pak Yogi lagi, sampai nasi di kotak bekal habis tidak bersisa.Sepertinya aku memang harus cepat-cepat pulang kampung, kamu terus-terusan seperti ini, aku takut kena serangan jantung karena setiap hari dibuat berdebar."Katanya Bapak sudah nggak jemput saya?" Aku ingat kemarin pak Yogi bilang kalau aku akan dijemput sopirnya."Nggak jadi. Nanti sopir saya jatuh cinta sama kamu," ucapnya."Astaga, Bapak. Saya itu setia, nggak akan selingkuh kalau sudah punya pasangan. Bapak nih, suka sembarangan kalau ngomong." Kesal sekali dengan ucapan pak Yogi."Saya tau. Lagian nggak mungkin juga kamu sia-siain orang seperti saya, nggak mungkin kamu bisa dapet yang lebih baik dari saya."Kepedean pak Yogi sudah melampaui ambang batas, sudah terlalu berlebihan. Aku lebih memilih diam daripada menanggapi ucapan ngelantur pak Yogi.Kami sudah sampai
"Ini cuma simbol, yang mengikat kita itu cinta," ucap pak Yogi.Ya Tuhan, tolong lindungi hatiku agar tidak meleleh. Kenapa semakin ke sini sikap pak Yogi semakin romantis, kalau seperti ini bisa-bisa aku yang khilaf."Pakek ini, kalau ada yang deketin, bilang kalau kamu udah ada yang punya," ujarnya lalu mengecup punggung tanganku."Udah buruan masuk, bahaya kalau berduaan terus, takut entar si Ai nulis yang iya-iya," lanjut pak Yogi.Aku turun setelah mencium punggung tangan pak Yogi. Pak Yogi melambaikan tangan dan melajukan mobilnya setelah aku membuka gerbang, aku lalu masuk dan mengunci pintu gerbang.Semua pintu kamar kos sudah tertutup dan beberapa pintu terasnya sudah mati, pertanda penghuni di dalamnya sudah terbuai mimpi.Aku membuka pintu kamar, masuk lalu menutup dan mengunci pintunya kembali. Duduk di kursi kecil untuk melepas sepatu, lalu menaruhnya di rak.Berjalan perlahan menuju kamar mandi untuk membersihkan muka, menggosok gigi dan mengosongkan kantung kemih.Menat