Pagi ini Uly sedang sibuk di dapur memasak sarapan untuk dirinya dan juga Dewa. Ini adalah hari libur dan kebetulan tak ada jadwal pertemuan dengan siapa pun.
Menu pagi ini ia memasak salad sayur yang dipadukan dengan sedikit daging dan pasta.
Uly melakukan semuanya dengan ulet, dia memang terbiasa memasak jika berada di kampung. Hanya saja saat tinggal di kampus, ia lebih sering makan di kantin atau di luar dengan rekan-rekannya.
"Hm, harum." Suara serak dari balik punggungnya membuat Uly menoleh.
"Selamat pagi," sapa wanita itu sat mendapati Dewa berdiri dengan wajah baru bangun tidurnya.
"Pagi, My Wife." Dewa melingkarkan lengan di perut wanita itu dan menempelkan bibir di pundak terbuka wanita itu.
Pekikan kecil dari bibir Uly pun terdengar. "Aku lagi masak, Wa," protesnya.
"Yaudah masak, aku nggak ganggu kok," sahutnya acuh.
Tidak men
Terimakasih. Jangan lupa tinggalkan komentar.
Mobil berhenti di halaman luas rumah megah milik keluarga Angkasa. Dewa menghela napas panjang sebelum melepas safety belt dan menoleh ke arah istrinya yang sudah siap sedia.Pemuda itu mendengus samar. "Sangat siap bertemu mantan?" Sindirnya jelas.Uly menoleh dan menggeleng pelan. "Jangan cari masalah sekarang, Wa," sahut wanita itu.Dewa mencebik kesal. "Kamu jangan dekat-dekat sama Arya nanti," ucapnya mengingatkan."Kamu suruh dia makan di Amazon!" sahut Uly jengkel. Makin ke sini, kesabaran Uly makin dikikis habis.Sungguh, dulu dia memang menyukai Arya. Pria itu baik, bijaksana dan terlihat dewasa sehingga ia berpikir bahwa Arya adalah lelaki idamannya yang pasti bisa mengayomi. Tapi nyatanya semua hanya omong kosong.Lalu kini, setelah ia menikah. Perasaan itu sudah tidak ada. Meski awalnya ia begitu kecewa karena cita-cita hubungan semanis romansa yang dibayangkan nya h
Enjoy 🌹Uly dan Dewa terpaksa menginap karena tiba-tiba saja kesehatan sang papi terganggu. Pria tua itu mengalami pusing serta tubuh yang katanya sangat melemah.Dewa yang melihat hal itu memutuskan pulang keesokan hari saja sambil memantau kondisi papinya.Meski marah dan sedikit kecewa, dia tak mungkin meninggalkan sang papi dslam keadan seperti ini. Apalagi dengan sikap dan prilaku Tere yang sudah mulai terlihat aslinya, mungkin dia sudah bosan berpura-pura lembut dan penuh kasih sayang.Dewa tahu, Tere memang punya rasa sayang yang tulus untuknya. Tapi sikap ambisius serta ingin mengatur semua sesuai keinginannya membuat Dewa gerah. Tere bukan ibu kandungnya, wanita itu tak memiliki hak memaksakan kehendak di hidup Dewa.Pemuda itu menghela napas seraya memandang lembut wanita yang sedang sibuk dengan kompor dan spatu
Pagi ini Uly bangun lebih awal dan segera menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi di rumah besar keluarga Angkasa. Bersama Bulek Atik ia membuat sandwich roti panggang dengan isian irian alpukat serta telur orak-arik. Uly juga memasak bubur untuk papi mertuanya, tak lupa pula membuatkan kopi yang menurut Bulek Atik selalu di konsumsi Arya.Semua telah selesai dan tersaji di atas meja. Uly hendak naik ke lantai dua dan membangunkan Dewa, tapi kedatangan Arya yang menyapanya membuat ia berhenti sejenak."Wow, sarapan istimewa karena di masak oleh menantu keluarga Angkasa," ucapnya dramatis.Uly berdehem pelan, merasa malas untuk meladeni, tapi harus karena demi kesopanan.
Full 21+Harap perhatikan umur.__Enjoy__Olahraga kecil yang dikatakan pemuda itu ternyata hanyalah bualan belaka, ternyata yang mereka lakukan adalah olahraga besar yang memakan waktu hingga jam makan siang. Itu pun karena Uly mengeluh dan berucap harus masuk kelas di sore hari."Wajahmu lelah sekali," ucap Dewa dengan senyum lebar."Karena kamu," sahut Uly dengan suara rajukan.Dewa terkekeh geli dan menggerakkan tubuh bawah keduanya yang masih menyatu."Dewa ...!" geram Uly menahan gejolak yang kembali terpancing.Mereka masih memeluk satu sama lain di atas sofa.Dewa mengerang dan kembali bergerak menggoda. "Enak, Ly. Mau lagi," bisiknya."Aku harus kerja," gerutu Uly seraya ber
Uly melangkah terburu-buru di lorong kampus karena dirinya sudah hampir terlambat. Ini semua karena ulah suami berondongnya itu yang tak mau berhenti dan terus menerus menempel padanya.Meski merasa lelah, Uly harus tetap pergi melaksanakan tanggung jawabnya.Sayangnya, karena kurang fokus wanita itu menabrak seorang rekan sesama dosen di sana hingga ia hampir terjatuh. Untung saja pria itu sigap menahan tangannya.Uly meringis tak enak karena ternyata pria itu merupakan anak dari pemilik kampus ini."Aduh, maaf Pak Gama, saya nggak hati-hati," ucap Uly tak enak."Tidak masalah, Bu, lain kali hati-hati," ucap pria itu tegas.Uly mengangguk dan berusaha berdiri tegak saat pria itu melepaskan tangannya."Ekhm ...."Spontan keduanya menoleh dan mendapati seorang pemuda berdiri tegak di belakang mereka dengan tatapan menghunus tajam.
Malam hari, Uly menunggu Dewa pulang karena pemuda itu ternyata tak berada di rumah saat Uly kembali dari kampus.Uly menebak bahwa Dewa belum pulang sejak pagi.Wanita itu yang ngun menghuni tapi sadar bahwa ponsel pria itu tertinggal di rumah, dan yang bisa Uly lakukan hanya menunggu dan menunggu.Saat ia sedang berjalan mondar mandir dengan hati gelisah, terdengar suara bel pintu.Uly mengerutkan dahi seraya berjalan ke depan. Siapakah gerangan yang bertamu malam hari begini?"Ngapain kamu?" tanya Uly kaget saat membuka pintu dan mendapati Arya berdiri dengan wajah dan baju berantakan.Pria itu tertawa seperti orang gila, hingga membuat Uly mengambil kesimpulan bahwa Arya sedang mabuk apalagi tercium bau menyengat dari mulutnya."Kamu ... kamu kenapa buat hidup aku berantakan, Ly?" rancau pria itu.Uly mengerutkan dahi, sementara tangan
Uly duduk di atas kasur dengan dada berdebar kencang. Kata sayang yang tadi ia ucapkan ternyata memberi efek gugup dan salah tingkah yang kini melandanya saat menunggu kedatangan Dewa.Tak bisa dipungkiri sekarang Uly sangat malu jika harus bertemu Dewa. Ia merutuki diri sendiri yang malah dengan bodohnya memberi kecupan setelah pengakuan sayangnya. Sungguh sangat memalukan jika mengingat hal itu.Bocah nakal yang tak pernah terlintas di benak Uly akan menjadi suaminya kini malah membuat jantungnya berdebar tak karuan.Suara pintu kamar terbuka membuat Uly terkesiap, rasa gugupnya kian membubung tinggi. Apalagi saat melihat pemuda yang kini menjadi suaminya itu masuk dengan pakaian berantakan."Aku kira kamu udah ketiduran. Lama banget supir jemput dia," gerutu Dewa jengkel seraya melepas kaosnya hingga kini ia hanya shirtless saja."Aku ... aku nggak bisa tidur," sahut Uly gugup.
Hari ini Dewa bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Uly yang baru saja memasuki dapur merasa tak enak dan hendak menggantikan Dewa yang tengah menggonggseng nasi goreng."Duduk di sana dan biarkan suami kamu yang memasak pagi ini," ucap Dewa dengan gaya angkuhnya.Uly menggeleng dan hendak mengambil spatula di tangan Dewa."Oh, bandel ya. Nggak nurut sama suami." Dewa menyentil dahi Uly hingga wanita itu memekik."Ini tugas aku," ucap Uly tak mau kalah."Tugas aku bahagiain kamu."Spontan saja Uly terdiam dengan wajah merona hanya karena gombalan receh bocah yang kini menjadi suaminya itu."Isssh ... Pasti dulu kamu playboy yang suka ngerayu-rayu perempuan, kan?" tuduh Uly."Aku yang dirayu-rayu," sahut Dewa seraya meletakkan dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi dan irisan sosis menjadi pelengkapny
Suatu pagi yang cerah di sebuah kediaman milik Angkasa, matahari menyapa lewat sinarnya yang menembus dari celah gorden. Di atas ranjang yang cukup berantakan itu tidur seorang pria yang masih bergelung dengan selimut bersama sang istri di dalam pelukannya. Kedua manusia itu begitu menikmati waktu istirahat mereka setelah menakhlukkan gelombang asmara yang menggulung keduanya hingga hampir subuh tadi. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu bersama celotehan seorang bocah satu tahun yang merengek di dekat kaki sang kakek. "Cup ... cup ... cup. Tunggu sebentar, opa bangunkan dulu orang tuamu yang seperti kerbau itu," ujarnya berusaha menenangkan sang cucu yang mencari papinya saat baru bangun tidur itu. "Pi ... Pii ... Piii ...." rengek Bara sembari menarik narik celana Abas. "Astaga! Dasar Anak kurang ajar," gerutu pria paruh baya itu sebelum mengumpulkan suara dan menambah
Menjelang fajar, Dewa dan sang Papi tiba di rumah setelah memberi beberapa keterangan di kantor polisi dan menyerahkan semuanya kepada petugas yang berwajib. Rasa lelah dan juga letih yang dirasakan oleh pria itu seolah hilang tak bersisa ketika melihat wajah damai anak dan istrinya yang masih tertidur pulas di dalam kamar. Dewa segera membersihkan diri dengan kilat lalu ikut bergabung di atas ranjang dan memeluk istrinya dengan erat. Hal itu tentu saja langsung membuat Uly terjaga dan membalikkan tubuh menatap wajah suaminya yang tersenyum sangat lebar. "Kamu kenapa?" tanya wanita itu heran karena wajah pria itu yang terlihat sangat cerah. "Kangen kamu," sahut Dewa sembari mengecup sudut bibir wanita itu yang masih terperangah karena merasa heran. "Aneh," gumam Uly Yang masih bisa didengar oleh Dewa.
Arya dan Gladys menyadari bahwa mereka saat ini sudah terkepung dan tidak bisa melarikan diri dengan mudah begitu saja."Papa," ujar Arya yang jauh di lubuk hatinya masih menyimpan rasa hormat dan segan pada orang tua yang telah menyekolahkannya hingga ke luar negeri itu."Sudah kuduga kamu tidak datang sendiri," desis Gladys yang menarik sebuah pistol dari saku Arya."Jangan macam-macam, Gladys! Ingat anakmu," ucap Abas memberi peringatan kepada wanita itu yang sudah mengacungkan senjata ke arah Abbas dan Dewa secara bergantian.Wanita itu menatap keduanya dengan penuh kebencian. "Tidak perlu repot-repot menasehatiku! Anak bukan sesuatu hal yang begitu penting untukku," desis wanita itu.Abbas terperangah tak percaya. Bagaimana bisa wanita yang dulu begitu lugu dan pendiam itu kini menjelma jadi wanita yang tak memiliki perasaan bahkan kepada darah dagingnya sendiri.&nbs
Mereka tiba di kediaman Abbas Angkasa saat matahari mulai terbenam di ufuk barat. Tepat saat sang Papi baru saja pulang dari kantor."Wow ... kalian datang bersama cucu opa!" serunya tampak begitu bahagia seperti dugaan Dewa sebelum mereka datang kemari."Eits. Papi dari luar rumah dan langsung ingin menggendong Bara? Yang benar saja!" tegur Dewa galak.Abas yang tadi sudah mengulurkan tangan ingin mengambil Bara dari gendongan Uly kini mengurungkan niatnya dengan wajah ditekuk masam.Dewa mengabaikan ekspresi berlebihan papinya itu dan segera menarik Uly untuk masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Abbas yang protes karena diabaikan padahal dirinya lah tuan rumah yang sebenarnya di sini.Setelah Abas selesai membersihkan diri, pria paruh baya itu langsung meminta Bara ke dalam gendongannya. Bahkan ketika waktu makan malam tiba, Papi Dewa itu tetap enggan untuk melepaskan Bara dan mengatakan dirinya akan makan malam sendiri nanti setelah Bara tert
Hari ini Dewa dan Uly bersiap untuk memenuhi panggilan dari pihak kepolisian yang akan memintai keterangan pada kedua orang tua bayi tersebut. Sebenarnya bisa saja hanya Dewa yang datang ke kantor polisi karena mengingat Uly yang masih dalam penyembuhan luka pasca melahirkan.Namun wanita itu ngotot ingin ikut dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan berjanji tidak akan berlama-lama di sana membuat Dewa tak kuasa untuk menolak meski sebenarnya ia tak tahu pasti berapa lama waktu yang diperlukan oleh pihak kepolisian dalam memintai keterangan kali ini.Ibu Uly masih tinggal di rumah mereka, sementara Ayahnya sudah lebih dulu pulang ke kampung karena ada beberapa pekerjaan yang harus diurusnya. Maka dari itu Dewa berinisiatif untuk meninggalkan anaknya di rumah bersama mertua dan beberapa pelayan serta bodyguard yang menjaga dengan ketat karena biar bagaimanapun ia cukup merasa trauma dengan kejadian penculikan itu.
Uly menyambut kepulangan anak dan suaminya dengan penuh sukacita. Wanita itu bahkan menangis sesenggukan sembari memeluk bayi mungil yang menatapnya dengan mata berkedip lucu. Tak ada yang bisa Uly katakan selain ucapan penuh syukur.Dewa tersenyum dengan mata berkaca-kaca, sungguh ia lega luar biasa meski sebenarnya masalah ini belum benar-benar selesai karena dalang dari kekacauan ini belum benar-benar bisa dipastikan.Memang Abas sempat mendapat kabar bahwa Arya melarikan diri dari penjara beberapa hari yang lalu. Tapi jika mengingat tentang pengakuan Marina sebelum diseret polisi beberapa jam yang lalu, maka bisa dipastikan bahwa bukan hanya pria itu yang menjadi otak dari penculikan ini.Meski sempat meragu, tapi Dewa meminta pihak kepolisian untuk memeriksa Maharani di mana yang ia tahu wanita itu adalah mantan kencan dari Arya bahkan sempat mengandung anak pria itu yang dulu sempat menjadi sorotan di acara pesta p
Dewa sudah memeriksa semua CCTV, melapor pada pihak kepolisian serta mengerahkan semua orang kepercayaannya serta detektif yang juga papinya sewa. Tak banyak yang mereka dapatkan selain seorang suster yang membawa anak mereka keluar dari ruang bayi karena wanita yang mereka lihat dengan masker putih itu menghilang di zona yang memang tidak terpasang CCTV.Namun ada informasi yang Dewa terima dari seorang satpam yang mencurigai gerak-gerik seseorang saat keluar rumah sakit dengan membawa sebuah tas besar serta memakai topi dan masker dan juga jaket tebal di siang bolong yang terik.Orang itu pergi menggunakan taksi menuju arah barat, dan hal itu cukup membantu bagi Dewa untuk segera menghubungi perusahaan taksi tersebut dan mencari informasi sedetail-detailnya agar mengetahui kemana perginya orang yang mencurigakan itu."Kamu yakin dia orangnya?" tanya Uly masih dengan isak tangis yang benar-benar tak bisa berhenti
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, pukul sepuluh pagi, Uly dan Dewa sudah berada di sebuah rumah sakit yang telah dijanjikan oleh dokter kandungan sebagai tempat Uly menjalani operasi sesar. Papi Dewa dan orang tua Uly juga hadir di sana untuk menemani putra-putri mereka yang jelas terlihat sekali gugup sekaligus cemas.Apalagi Dewa yang bahkan sampai berkeringat karena mengingat banyak sekali kasus kematian seorang ibu setelah melahirkan anaknya. Sungguh, Dewa tak ingin kehilangan salah satu dari mereka."Kamu harus tenang. Malu sama anak kamu nanti kalau pas dia lahir, papinya malah pingsan," ucap Abas berusaha untuk melemparkan lelucon agar suasana hati Dewa sedikit mencair.Tapi ternyata hal itu sia-sia saja karena putra semata wayangnya itu tak menggubris ucapan Abas dan hanya melirik sekilas tanpa respon karena memang saat ini dia tidak ingin berdebat dengan papinya.Uly sendiri sudah memulai
Pagi yang cerah dan begitu membahagiakan apalagi bagi kedua insan yang sedang menikmati udara segar di taman yang terlihat semakin indah dan rapi karena beberapa bulan belakangan mereka sudah menambah beberapa pekerja untuk mengurus rumah mereka hingga kini terlihat lebih rapi dan nyaman untuk ditinggali keluarga kecil mereka. Kehamilan wanita itu sudah hampir tiba di hari perkiraan lahir yang mana dokter telah menjadwalkan operasi sesar untuk Uly dan bayinya. Hal itu disebabkan karena Dewa yang meminta agar wanita itu tidak merasa kesakitan saat melahirkan karena setahu Dewa sikap perempuan yang lahir secara sesar maka dirinya akan diinfus dan tidak merasakan sakit. Padahal Uly sudah memberitahu agar suaminya itu paham bahwa melahirkan secara normal maupun sesar sebenarnya sama-sama menyakitkan karena setelah operasi, kegunaan bius itu juga akan hilang dan semua ibu akan berjuang untuk memulih