Uly duduk di atas kasur dengan dada berdebar kencang. Kata sayang yang tadi ia ucapkan ternyata memberi efek gugup dan salah tingkah yang kini melandanya saat menunggu kedatangan Dewa.
Tak bisa dipungkiri sekarang Uly sangat malu jika harus bertemu Dewa. Ia merutuki diri sendiri yang malah dengan bodohnya memberi kecupan setelah pengakuan sayangnya. Sungguh sangat memalukan jika mengingat hal itu.
Bocah nakal yang tak pernah terlintas di benak Uly akan menjadi suaminya kini malah membuat jantungnya berdebar tak karuan.
Suara pintu kamar terbuka membuat Uly terkesiap, rasa gugupnya kian membubung tinggi. Apalagi saat melihat pemuda yang kini menjadi suaminya itu masuk dengan pakaian berantakan.
"Aku kira kamu udah ketiduran. Lama banget supir jemput dia," gerutu Dewa jengkel seraya melepas kaosnya hingga kini ia hanya shirtless saja.
"Aku ... aku nggak bisa tidur," sahut Uly gugup.
Hari ini Dewa bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Uly yang baru saja memasuki dapur merasa tak enak dan hendak menggantikan Dewa yang tengah menggonggseng nasi goreng."Duduk di sana dan biarkan suami kamu yang memasak pagi ini," ucap Dewa dengan gaya angkuhnya.Uly menggeleng dan hendak mengambil spatula di tangan Dewa."Oh, bandel ya. Nggak nurut sama suami." Dewa menyentil dahi Uly hingga wanita itu memekik."Ini tugas aku," ucap Uly tak mau kalah."Tugas aku bahagiain kamu."Spontan saja Uly terdiam dengan wajah merona hanya karena gombalan receh bocah yang kini menjadi suaminya itu."Isssh ... Pasti dulu kamu playboy yang suka ngerayu-rayu perempuan, kan?" tuduh Uly."Aku yang dirayu-rayu," sahut Dewa seraya meletakkan dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi dan irisan sosis menjadi pelengkapny
********Maharani meremas stir mobil dengan geram, ia sengaja datang pagi-pagi dengan alasan mengantar makanan agar bisa sarapan berdua dengan Dewa. Apalagi ia sudah menambahkan sesuatu di makanan tersebut agar rencananya benar-benar berhasil.Sungguh, ia sudah terlalu lama bersabar untuk meluluhkan hati Dewa, tapi pria itu tampak sangat susah untuk didekati.Padahal sudah kerap kali Maharani sengaja menggoda, dengan pakaian terbuka diiringi desahan manja. Berharap laki-laki itu akan tergoda, tapi nyatanya Dewa tak menggubris dan merasa biasa saja.Kali ini Maharani tak bisa tinggal diam dan menunggu lagi. Wanita di rumah Dewa yang dikatakan kakak sepupunya itu membuat ia merasa was-was.Maharani tak bisa mempercayai begitu saja, sebab jika memang benar wanita itu kakak sepupu Dewa, kenapa ia harus tin
Dewa tersenyum senang melihat kertas yang ada di tangannya saat ini. Surat kepemilikan atas bangunan bengkel yang selama ini masih ia sewa.Setelah kemarin pemuda itu mengurus masalah kebakaran bengkel yang merugikannya hingga ia harus merogoh tabungan cukup besar. Kini, tabungannya sudah terkuras habis. Tapi tak masalah, karena ia akan semakin serius mengurus usahanya ini agar semakin berkembang dan menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk keluarganya.Dewa juga berencana menunda kuliahnya tahun ini karena ingin fokus dengan pekerjaannya.Awal berdirinya bengkel ini memang bukan karena Dewa yang hobi otomotif atau hebat di dalamnya. Dulunya ia hanya membantu Juno menyalurkan bakat pemuda itu yang hobi memodifikasi anggota, lama kelamaan ia menyukai hal-hal yang berbau otomotif dan mulai mempelajarinya. Bahkan sebelum bertemu Uly, ia lebih betah berada di bengkel bersama oli yang kotor daripada di rumah.Hari
🍂🍂🍂Dewa duduk tenang memperhatikan Uly yang diperiksa oleh seorang dokter yang sedang mengolesi krim di atas perut istrinya itu. Jujur saja, kini jantung pemuda itu berdebar tak karuan. Jika benar yang dikatan oleh istri dokter itu, maka artinya ia akan segera menjadi ayah. Hal itu membuat Dewa tak mampu menahan senyumnya."Wah, kantung kehamilannya sudah nampak jelas meski janinnya belum terlihat." Wanita paruh baya yang merupakan dokter kandungan itu tersenyum lebar kala melihat monitor yang Dewa sendiri tak tahu menahu apa yang terlihat di sana."Berapa usianya?" tanya Uly pelan."Enam Minggu," jawab sang dokter seraya membersihkan perut Uly.
Uly menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal karena aktivitas yang mereka lakukan semalam cukup menguras tenaga.Uly sangat tahu Dewa, laki-laki itu tak akan melewatkan kesempatan apalagi suasana di tempat ini sangat nyaman. Walaupun Uly sadar dimana dan bagaimana pun suasananya, darah muda Dewa akan terus mengelora."Good Morning, Wife," bisikan di sebelahnya membuat Uly meremang pasalnya hembusan hangat pemuda itu tepat mengenai telinganya yang kian sensitif."Ini udah hampir siang kalau kamu nggak tahu," sahut Uly seraya menggeliatkan tubuh."Hmm, benarkah?" tanya seraya mengulum senyum, tahu bahwa ini semua karena ulahnya yang tak pernah merasa puas mengejar gelombang asmara.Uly mendengkus dan hendak menggeser lengan Dewa yang membelit tubuhnya. Perlahan Dewa duduk dan mencium perut Uly dengan penuh kelembutan. "Selamat pagi, Anak Daddy."Uly mengulu
Cekidot!Di sebuah cafe pinggiran kota, seorang wanita muda bercelemek abu-abu sedang melayani pembeli di cafe kecilnya. Ibu muda yang memiliki gadis kecil dan membesarkannya seorang diri itu begitu bersemangat melihat pelanggan yang semakin ramai berdatangan.Dendis cafe yang terletak di sebuah kota kecil dengan keramahan penduduk sekitarnya. Wanita itu memilih tinggal di sana setelah melalui banyak lika liku hidup yang membuatnya menyesal hingga saat ini.Bahkan luka fisik yang diterimanya tak sesakit luka batin yang kini terus saja menghantui kemanapun ia pergi.Andai saja waktu bisa diulang kembali, ia pasti tak akan menyia-nyiakan seseorang yang sangat menyayangi dirinya kala itu.Kini, semua hanya tinggal kenangan. Tapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih mengharapkan sebuah kesempatan. Biarlah ia dianggap tak tahu diri, tapi orang tidak akan pernah tahu apa yang dirasakannya kini. Sebuah rasa y
Dewa dan Uly sudah kembali ke rumah mereka setelah menginap satu malam di vila. Hubungan keduanya semakin membaik, bahkan kini Dewa tak segan lagi menunjukkan perhatian manisnya pada sang istri dan calon bayi."Waktunya minum susu, Honey!" seru Dewa dengan gelas berisi susu khusus ibu hamil di tangan.Uly yang sedang merias diri di depan cermin tersenyum geli, masih belum terbiasa dengan panggilan manis ala pasangan kasmaran yang Dewa sebutkan."Jangan dandan cantik-cantik, nanti kamu digodain orang," ujar Dewa masam.Uly yang sedang meminum susu hampir saja tersedak. "Terus aku harus jelek-jelekin wajah aku gitu? Kamu memangnya nggak malu nanti akunya jadi bahan gibahan orang-orang?"Dewa mengedikkan bahu seraya bersandar di meja rias. "Ngapain malu, toh aku tahu kamu cantik," sahutnya kalem.Sialnya hal itu malah membuat jantung Uly berdebar tak k
Sore ini Uly sedang sibuk memasak makan malam untuknya dan Dewa. Suaminya itu sedang mengecek bangunan bengkel yang sedang direnovasi.Kali ini Uly memasak ayam asam manis dan capcay. Sebenarnya Dewa sudah mengatakan untuk mencari pelayan agar pekerjaan Uly tak semakin berat. Pemuda itu selalu mengingatkannya agar tidak kelelahan.Uly meletakkan piring terakhir yang disusunnya di atas meja saat bel rumahnya berbunyi. Wanita itu melepas celemek hang membalut tubuhnya sebelum berjalan menuju pintu depan untuk melihat siapakah gerangan tamu yang bertandang di sore hari ini.Saat membuka pintu utama rasanya Uly begitu menyesal melakukannya karena nyatanya tamu yang sedang berdiri dengan wajah angkuh di depannya adalah orang yang paling tak ingin Uly temui saat ini."Ada apa?" tanya Uly ya
Suatu pagi yang cerah di sebuah kediaman milik Angkasa, matahari menyapa lewat sinarnya yang menembus dari celah gorden. Di atas ranjang yang cukup berantakan itu tidur seorang pria yang masih bergelung dengan selimut bersama sang istri di dalam pelukannya. Kedua manusia itu begitu menikmati waktu istirahat mereka setelah menakhlukkan gelombang asmara yang menggulung keduanya hingga hampir subuh tadi. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu bersama celotehan seorang bocah satu tahun yang merengek di dekat kaki sang kakek. "Cup ... cup ... cup. Tunggu sebentar, opa bangunkan dulu orang tuamu yang seperti kerbau itu," ujarnya berusaha menenangkan sang cucu yang mencari papinya saat baru bangun tidur itu. "Pi ... Pii ... Piii ...." rengek Bara sembari menarik narik celana Abas. "Astaga! Dasar Anak kurang ajar," gerutu pria paruh baya itu sebelum mengumpulkan suara dan menambah
Menjelang fajar, Dewa dan sang Papi tiba di rumah setelah memberi beberapa keterangan di kantor polisi dan menyerahkan semuanya kepada petugas yang berwajib. Rasa lelah dan juga letih yang dirasakan oleh pria itu seolah hilang tak bersisa ketika melihat wajah damai anak dan istrinya yang masih tertidur pulas di dalam kamar. Dewa segera membersihkan diri dengan kilat lalu ikut bergabung di atas ranjang dan memeluk istrinya dengan erat. Hal itu tentu saja langsung membuat Uly terjaga dan membalikkan tubuh menatap wajah suaminya yang tersenyum sangat lebar. "Kamu kenapa?" tanya wanita itu heran karena wajah pria itu yang terlihat sangat cerah. "Kangen kamu," sahut Dewa sembari mengecup sudut bibir wanita itu yang masih terperangah karena merasa heran. "Aneh," gumam Uly Yang masih bisa didengar oleh Dewa.
Arya dan Gladys menyadari bahwa mereka saat ini sudah terkepung dan tidak bisa melarikan diri dengan mudah begitu saja."Papa," ujar Arya yang jauh di lubuk hatinya masih menyimpan rasa hormat dan segan pada orang tua yang telah menyekolahkannya hingga ke luar negeri itu."Sudah kuduga kamu tidak datang sendiri," desis Gladys yang menarik sebuah pistol dari saku Arya."Jangan macam-macam, Gladys! Ingat anakmu," ucap Abas memberi peringatan kepada wanita itu yang sudah mengacungkan senjata ke arah Abbas dan Dewa secara bergantian.Wanita itu menatap keduanya dengan penuh kebencian. "Tidak perlu repot-repot menasehatiku! Anak bukan sesuatu hal yang begitu penting untukku," desis wanita itu.Abbas terperangah tak percaya. Bagaimana bisa wanita yang dulu begitu lugu dan pendiam itu kini menjelma jadi wanita yang tak memiliki perasaan bahkan kepada darah dagingnya sendiri.&nbs
Mereka tiba di kediaman Abbas Angkasa saat matahari mulai terbenam di ufuk barat. Tepat saat sang Papi baru saja pulang dari kantor."Wow ... kalian datang bersama cucu opa!" serunya tampak begitu bahagia seperti dugaan Dewa sebelum mereka datang kemari."Eits. Papi dari luar rumah dan langsung ingin menggendong Bara? Yang benar saja!" tegur Dewa galak.Abas yang tadi sudah mengulurkan tangan ingin mengambil Bara dari gendongan Uly kini mengurungkan niatnya dengan wajah ditekuk masam.Dewa mengabaikan ekspresi berlebihan papinya itu dan segera menarik Uly untuk masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Abbas yang protes karena diabaikan padahal dirinya lah tuan rumah yang sebenarnya di sini.Setelah Abas selesai membersihkan diri, pria paruh baya itu langsung meminta Bara ke dalam gendongannya. Bahkan ketika waktu makan malam tiba, Papi Dewa itu tetap enggan untuk melepaskan Bara dan mengatakan dirinya akan makan malam sendiri nanti setelah Bara tert
Hari ini Dewa dan Uly bersiap untuk memenuhi panggilan dari pihak kepolisian yang akan memintai keterangan pada kedua orang tua bayi tersebut. Sebenarnya bisa saja hanya Dewa yang datang ke kantor polisi karena mengingat Uly yang masih dalam penyembuhan luka pasca melahirkan.Namun wanita itu ngotot ingin ikut dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan berjanji tidak akan berlama-lama di sana membuat Dewa tak kuasa untuk menolak meski sebenarnya ia tak tahu pasti berapa lama waktu yang diperlukan oleh pihak kepolisian dalam memintai keterangan kali ini.Ibu Uly masih tinggal di rumah mereka, sementara Ayahnya sudah lebih dulu pulang ke kampung karena ada beberapa pekerjaan yang harus diurusnya. Maka dari itu Dewa berinisiatif untuk meninggalkan anaknya di rumah bersama mertua dan beberapa pelayan serta bodyguard yang menjaga dengan ketat karena biar bagaimanapun ia cukup merasa trauma dengan kejadian penculikan itu.
Uly menyambut kepulangan anak dan suaminya dengan penuh sukacita. Wanita itu bahkan menangis sesenggukan sembari memeluk bayi mungil yang menatapnya dengan mata berkedip lucu. Tak ada yang bisa Uly katakan selain ucapan penuh syukur.Dewa tersenyum dengan mata berkaca-kaca, sungguh ia lega luar biasa meski sebenarnya masalah ini belum benar-benar selesai karena dalang dari kekacauan ini belum benar-benar bisa dipastikan.Memang Abas sempat mendapat kabar bahwa Arya melarikan diri dari penjara beberapa hari yang lalu. Tapi jika mengingat tentang pengakuan Marina sebelum diseret polisi beberapa jam yang lalu, maka bisa dipastikan bahwa bukan hanya pria itu yang menjadi otak dari penculikan ini.Meski sempat meragu, tapi Dewa meminta pihak kepolisian untuk memeriksa Maharani di mana yang ia tahu wanita itu adalah mantan kencan dari Arya bahkan sempat mengandung anak pria itu yang dulu sempat menjadi sorotan di acara pesta p
Dewa sudah memeriksa semua CCTV, melapor pada pihak kepolisian serta mengerahkan semua orang kepercayaannya serta detektif yang juga papinya sewa. Tak banyak yang mereka dapatkan selain seorang suster yang membawa anak mereka keluar dari ruang bayi karena wanita yang mereka lihat dengan masker putih itu menghilang di zona yang memang tidak terpasang CCTV.Namun ada informasi yang Dewa terima dari seorang satpam yang mencurigai gerak-gerik seseorang saat keluar rumah sakit dengan membawa sebuah tas besar serta memakai topi dan masker dan juga jaket tebal di siang bolong yang terik.Orang itu pergi menggunakan taksi menuju arah barat, dan hal itu cukup membantu bagi Dewa untuk segera menghubungi perusahaan taksi tersebut dan mencari informasi sedetail-detailnya agar mengetahui kemana perginya orang yang mencurigakan itu."Kamu yakin dia orangnya?" tanya Uly masih dengan isak tangis yang benar-benar tak bisa berhenti
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, pukul sepuluh pagi, Uly dan Dewa sudah berada di sebuah rumah sakit yang telah dijanjikan oleh dokter kandungan sebagai tempat Uly menjalani operasi sesar. Papi Dewa dan orang tua Uly juga hadir di sana untuk menemani putra-putri mereka yang jelas terlihat sekali gugup sekaligus cemas.Apalagi Dewa yang bahkan sampai berkeringat karena mengingat banyak sekali kasus kematian seorang ibu setelah melahirkan anaknya. Sungguh, Dewa tak ingin kehilangan salah satu dari mereka."Kamu harus tenang. Malu sama anak kamu nanti kalau pas dia lahir, papinya malah pingsan," ucap Abas berusaha untuk melemparkan lelucon agar suasana hati Dewa sedikit mencair.Tapi ternyata hal itu sia-sia saja karena putra semata wayangnya itu tak menggubris ucapan Abas dan hanya melirik sekilas tanpa respon karena memang saat ini dia tidak ingin berdebat dengan papinya.Uly sendiri sudah memulai
Pagi yang cerah dan begitu membahagiakan apalagi bagi kedua insan yang sedang menikmati udara segar di taman yang terlihat semakin indah dan rapi karena beberapa bulan belakangan mereka sudah menambah beberapa pekerja untuk mengurus rumah mereka hingga kini terlihat lebih rapi dan nyaman untuk ditinggali keluarga kecil mereka. Kehamilan wanita itu sudah hampir tiba di hari perkiraan lahir yang mana dokter telah menjadwalkan operasi sesar untuk Uly dan bayinya. Hal itu disebabkan karena Dewa yang meminta agar wanita itu tidak merasa kesakitan saat melahirkan karena setahu Dewa sikap perempuan yang lahir secara sesar maka dirinya akan diinfus dan tidak merasakan sakit. Padahal Uly sudah memberitahu agar suaminya itu paham bahwa melahirkan secara normal maupun sesar sebenarnya sama-sama menyakitkan karena setelah operasi, kegunaan bius itu juga akan hilang dan semua ibu akan berjuang untuk memulih