“Tolong ditangani ya, Alea. Aku benar-benar nggak bisa kerja hari ini.” Aris menelepon Alea, meminta gadis itu untuk menghandle semua pekerjaan hari ini, meski ia tahu bahwa gadis itu kemungkinanan akan sangat kerepotan.“Kalau butuh bantuan kamu bisa minta bantuan anak-anak cabang yang bisa dipercaya,” lanjut Aris bicara.Ia sama sekali tak memberi alasan yang jelas akan ketidakhadirannya hari ini, Aris hanya mengatakan pada Alea bahwa ia sedang tidak fit untuk pekerjaan padat mereka. Pria itu sengaja tak menyebut nama Dinara sebagai alasannya untuk tidak bekerja di tengah padatnya deadline pekerjaannya dan Alea. Aris hanya tak ingin mengganggu mood kerja salah satu orang kepercayaannya itu.“Mas Aris baik-baik saja?”Akan tetapi, Aris lupa bahwa Alea adalah sosok yang dulu begitu perhatian padanya. Meminta Alea untuk menghandle semua pekerjaan tanpa alasan yang jelas tentu saja membuat gadis itu brepikir bahwa Aris mungkin sedang sakit atau kelelahan.“Aku nggak papa, Alea. Cuma sem
Tiga hari menjelang keberangkatannya ke Jepang, Dinara memilih menginap di istana Oma Lili. Menemani wanita tua itu nyaris dua puluh empat jam karena Dinara memilih menginap di kamar Oma Lili dan mengabaikan Aris. Aris sendiri hanya datang sesekali karena sengaja memberi ruang dan waktu bagi Dinara dan Oma Lili. Bagi pria itu, perhatian Dinara pada Oma Lili adalah sebuah kemajuan yang membanggakan.Bahkan karena benar-benar ingin membiarkan Dinara menghabiskan waktu bersama Oma Lili, Aris memberi izin pada gadis itu untuk kembali membawa mobilnya, agar Dinara bisa menyesuaikan sendiri aktifitasnya di luar dan kebersamaannya dengan Oma Lili. Aris sendiri memilih tetap berada di rumahnya karena tak yakin bisa membiarkan Dinara bersama Oma Lili sepanjang malam jika itu turut berada di sana.Di hari ketiga, barulah pria itu pulang ke rumah ibu angkatnya. Besok adalah jadwal keberangkatan Dinara, dan tentu saja bukan hanya Oma Lili yang butuh bersama gadis itu. Karena di malam ketiga, mala
Ada tangis di wajah cantik Alea, dan Aris bisa melihat itu dengan sangat jelas, meski gadis itu sepertinya enggan memahami pertanyaannya lewat tatapan mata seperti biasa. Rooftop ini memang istimewa, bukan hanya bagi Aris tapi juga bagi Alea. Dulu, saat mereka harus diam-diam memadu kasih karena harus menyembunyikan hubungan keduanya, rooftop ini menjadi saksi bagaimana Aris dan Alea datang ke sana hanya untuk sekadar saling memeluk atau mencium. Lalu rooftop ini pula yang menjadi saksi bagaimana Aris dan Alea akhirnya saling berkomitmen untuk berpisah demi banyak hal.Dan pagi ini ... rooftop kembali menjadi tujuan meski kini bukan lagi saling berjanji untuk datang ke sana. Aris hanya ingin melepaskan kegundahannya pagi ini, setelah melepas Dinara pergi ke belahan dunia yang jauh darinya. Semementara Alea ... ia tak tahu sama sekali jika gadis itu juga sedang berasa di sini, entah untuk kegundahan yang mana.Aris melangkah pelan, ingin menghampiri dan mungkin saja bertanya kenapa Ale
Sebulan sudah kepergian Dinara, sebulan pula Alea dan Pras harus menerima perlakuan semena-mena Aris. Sebulan pula Alea menyadari bahwa pria yang pernah mencintainya itu kini telah berpaling sepenuhnya. Alea mungkin menjadi orang yang paling memahami Aris, bahkan bisa mengerti bahasa pria itu hanya dari tatapan mata teduh Aris.Sebulan ini pula hubungan Alea dengan Pras semakin dekat. Pras, pria muda yang ternyata menjadi penolong Alea ketika sang ayah yang tengah berjuang melawan penyakitnya kembali menggaungkan perjodohan. Masih seperti yang dulu, sang ayah ingin sekali melihat Alea menikah seperti adik-adiknya yang telah terlebih dahulu menjalani perjodohan oleh sang ayah.Lalu Pras datang sebagai penolong, ketika Alea memintanya untuk mengaku sebagai kekasih Alea di depan sang ayah, meski setelah itu masalah lain kembali terjadi, yaitu saat sang ayah yang semakin lemah kini menuntut keduanya untuk segera meresmikan hubungan.Sementara Aris justru semakin frustasi, bukan hanya kar
[Bisa temani Oma hari ini?]Sebuah pesan dari dokter Oki masuk ke kotak pesan Aris hari ini. Dokter Oki memang sudah sangat akbar dengan keluarga Oma Lili, maka terkadang dokter cantik itu sudah terlihat seperti anggota keluarga Oma Lili. Wanita pemilik Tulip Corp itu pun memperlakukan dokter Oki seperti keluarga sendiri.[Jam berapa? Aku masih meeting dua jam kedepan.]Aris membalas tanpa bertanya lagi menemani ibu angkatnya itu untuk apa dan ke mana. Aris tahu jika sudah berurusan dengan dokter Oki, sudah pasti itu adalah untuk urusan chek up kesehatan sang ibu angkat.[Satu jam dari sekarang. Aku tak bisa menemani, ada tindakan operasi di waktu bersamaan.]Aris mengumpat. Pilihan antara pekerjaan dan Oma Lili memang akan selalu membuatnya gundah. Ada tanggung jawab besar yang sedang diembannya di Tulip, tetapi Oma Lili tentu saja bukan hal bisa diabaikannya. Jika dalam kondisi seperti ini, Aris akan selalu merasa sangat terbebani. Sendirian menjadi tumpuan keluarga padahal ia hanya
Senyuman di wajah keriput Oma Lili membuat Aris tak menyesal meninggalkan pekerjaannya hari ini. Dokter Oki masih terus menerornya untuk menemani Oma Lili hari ini dan membuat Aris akhirnya kembali harus mengandalkan Pras dan Alea, kedua orang kepercayaannya yang belakangan membuat Aris selalu muak melihat kebersamaan mereka. Komitmen Alea dan Pras yang sedang berpura-pura menjadi sepasang kekasih kerap kali membuat Aris mencibir keduanya.Masih ada sisa cinta itu di dadanya, masih ada perasaan itu untuk Alea. Aris tak pernah memungkiri itu meskipun ia sudah tak berniat untuk mengejar Alea setelah komitmennya pada Dinara. Tetapi hatinya masih tetap panas membara ketika melihat interaksi Alea dan Pras.“Dokter Oki yang nyuruh?” Oma Lili menyambut kedatangan Aris.Aris membalas senyuman ibu angkatnya. “Bukan, Ma. Aris memang mau nemanin.” Ia tentu tak ingin Oma Lili menganggapnya terpaksa.“Sebenarnya Mama sehat, Ris. Tapi mumpung dokter Matt lagi di Jakarta mending sekalian kontrol rut
“Om Aris!” Dinara memlompat menyambut lalu ternganga ketika menyadari kehadiran Aris. Pekikan yang membuat para penghuni lainnya ikut memperhatikan tamu mereka.“Ini beneran Om Aris?” Dinara masih bertanya. “Apa aku berhalusinasi, hey!” tanya Dinara lagi pada rekannya yang lain.Aris mengangguk meyakinkan, tetapi Dinara kembali menunjuk sosok lainnya. “Siapa dia? Kenapa sama cewek, Om?”“Oh, dia guide yang disewa Pras, Nara.”“Ngapain nyewa guide, Om? Kenapa nggak kasih tau Nara aja biar Nara yang jemput?”“Kalo gitu namanya bukan surprised, Nara.”Sementara beberapa teman Dinara sudah sibuk membuka oleh-oleh darinya.“Tapi nggak harus yang cewek juga kali guidenya, Om.”“Ya nggak tau tuh Pras.”Dinara masih menatap tak suka pada sang gadis, sementara Aris menyelesaikan upah gadis itu.“Pake dikasih du
Dua hari berada di Jepang, dua hari pula Dinara tertawan di sebuah kamar tipe suite hotel kelas iinternasional. Dinara benar-benar dibuat kewalahan oleh stamina Aris yang seolah tak ada habisnya. Meski begitu, Aris memperlakukannya dengan sangat lembut. Aris membantu membersihkan tubuhnya dengan sangat hati-hati meski akhirnya pria itu pula lah yang kembali mengacak acak dirinya. Aris menggendongnya ke sudut mana saja di kamar suite dan menciptakan keromantisan hingga suasana panas di setiap sudut kamar. Aris memanjakan lidahnya dengan makanan makanan enak yang entah bagaimana selalu datang tepat waktu di saat Dinara mulai merasa lapar. Seperti pagi ini ketika sarapan paginya kembali tertata di atas meja saji di tempat tidur hotel.“Makan yang banyak. Kamu kurusan, Nara.” Dan setiap kali makanan itu datang, Aris selalu mengomentari tubuhnya yang memang terlihat lebih kurusan dibanding ketika ia masih di Jakarta.Dinara bukan tak menyadari itu. Berada di neg
“Mana ada dokter yang begitu, Om.”“Huhh! Tapi empat puluh hari itu lama, Naraaa! Gimana nasib Om coba?”Dinara mencibir. “Dih! Biasanya juga banyak ide banyak cara banyak ....” Kalimat Dinara tak selesai, karena pria yang sedang digodanya itu kini menarik tangannya dengan sedikit paksaan.“Ikut Om!”“Ke mana?”“Kamar mandi.”“Hah?!”“Tanggung jawab, Nara! Kamu bikin Om jadi kepikiran banyak ide banyak cara.”“Ck!”“Nara ....” Aris kembali memanggil.“Hmm.”“Kalo kata Mama mata cokelat ini dari ibu kandung Om, sekarang Nara tau kan dari mana nakal dan liarnya Om?”Dinara menautkan alis.“Kayaknya itu warisan dari laki-laki nakal dan liar yang sudah membuat Om terlahir ke dunia.”Ada nada getir dari suara Aris, dan Dinara yang memilih untuk segera menetralkan suasana.“Tapi ... kayaknya Nara harus berterima kasih ke orang itu, Om.” Dinara menghampiri lebih dekat. “Karena Nara suka Om Aris yang nakal dan liar seperti ini,” bisiknya lagi.Aris menggigit bibirnya, kegetiran itu sudah berl
Sambil mengenggam selembar foto di tangan kirinya, Aris menggenggam surat itu dengan tangan kanannya lalu mulai membaca.-Aris anakku, wanita cantik di foto ini adalah ibu kandungmu, Nak. Namanya Cecilia, jangan tanyakan mengapa Mama bisa menemukan identitasnya, Papamu melakukan semua itu ketika menyadari betapa Mama menyayangi Aris seperti Mama menyayangi Aldo. Sekarang Aris tahu kan dari mata bola mata cokelat Aris? Ya, itu dari garis keturunan ibumu, Nak.Jika Aris membaca surat ini, itu artinya Mama sudah tak ada lagi di dunia. Mama sengaja hanya memberikan selembar foto ini untuk Aris, tanpa menyertakan keterangan apa pun tentang Cecilia, karena Mama dan ibumu sudah saling berjanji saat kami bertemu.Cecilia meminta agar kamu tak mencarinya, Nak. Bukan karena dia tak menyayangi Aris, tetapi karena ia tahu bahwa Aris sudah menemukan keluarga yang jauh lebih berarti dari pada hanya sekadar ikatan darah. Ibumu sudah memiliki keluarga dan bahagia dengan keluarga barunya, sedan
“Ulangi sekali lagi, Dok.”“Ini alatnya mungkin rusak.”“Coba di bagian yang ini, Dok.”Hanya suara perintah Aris yang terus menerus terdengar di ruang USG sebuah rumah sakit internasional dengan tenaga dokter kelas atas. Dokter wanita yang memeriksa Dinara bahkan harus sesekali menyeka peluhnya ketika mendapati tatapan mematikan Aris.“Ini sudah dicoba berkali-kali, dan kondisi bayinya memang sedang memeluk lutut.” Dokter dengan name tag Rindy itu kembali menjelaskan sambil mengusap kening.Permintaan kliennya kali ini cukup membuatnya repot. Hasil USG harus memperlihatkan jenis kelamin sang bayi, sementara posisi bayi yang terlihat di layar tak menampakkan jenis kelaminnya.“Nggak baik buat Ibunya kalo terlalu lama bersentuhan dengan alat-alat ini.” Sang dokter masih berusaha mengingatkan klien VVIP yang sangat sulit untuk dikendalikan itu.“Tapi aku mau tau jenis kelamin anakku, Dokter Rindyyy!” Aris mendelik menatap papan nama wanita berjubah putih itu.Sayangnya, tatapan tajam Ar
Rambut Aris yang masih basah namun sudah tersusun rapi sedikit mengganggu Dinara. Jika saja tak sedang mengibarkan bendera perang, ia tentu sudah akan mengacak-acak kembali rambut pria itu.“Masih marah?” Tanpa sungkan Aris duduk di sofa di samping Dinara. “Padahal omelet buatanku sudah dihabisin.” Aris masih menggumam menatap piring kosong di atas meja.“Omeletnya nggak enak.”“Oiya? Nggak enak aja ludes gitu.” Aris terkekeh.“Ck! Nanti Nara bayar omeletnya!”Aris terkekeh, menempelkan punggungnya di sofa tanpa melepaskan pandangan matanya dari Dinara.“Seksi ...,” gumamnya. “Om rasanya pengen gigit kamu, Nara. Udah belum merajuknya?”Merasa kemarahannya sama sekali tak berarti bagi Aris, Dinara menoleh dengan tatapan tajam.“Keluar dari kamar Nara, Om. Nara mual cium parfum Om Aris.”Akan tetapi, Aris justru semakin tertawa lebar. “Jangan memutarbalikkan fakta Nara sayang. Bukannya tiap malam Nara tidur meluk kaos Om?”Blush! Pipi Dinara merona merah. Beberapa malam ini ia memang ti
“Maaf ...,” ucap Pras sesaat setelah melepaskan bibirnya dari Alea. Gadis itu hanya menatap pasrah. Dari sekian banyak interaksinya dengan Pras, ini adalah untuk pertama kalinya Pras melakukan hal seekstrem ini padanya.Dada Aris bergerak naik turun sepeninggal Pras dan Alea. Ciuman sepasang kekasih itu ternyata mempengaruhinya dengan begitu kuat. Ia masih bisa melihat Alea meliriknya sekilas tadi. Dulu ciuman seperti itu sudah menjadi kebiasaannya dengan Alea setiap hari, maka Aris dengan jelas-jelas merindukan itu. Pria itu menyugar kasar rambutnya. Hanya Dinara yang bisa membuat gejolak di dadanya ini berhenti, tapi bagaimana ia bisa membujuk wanita hamil yang masih marah padanya itu?***Oma Lili kini sudah berada di rumah. Kondisi Dinara yang tengah hamil tak memungkinkan wanita itu setiap hari bolak balik ke rumah sakit, maka Aris memutuskan Oma Lili-lah yang kembali ke rumah dengan semua peralatan medis yang masih melekat di tubuh wanita renta itu. Sejak Oma Lili kembali ke rum
“Ini perbuatan salah satu penggilamu.”Aris menyipitkan mata memperhatikan beberapa berkas yang disodorkan Alea di atas meja kerjanya.“Dokter Oki?” gumam Aris.“Ya. Dia yang mengirim foto-foto itu ke Nara. Belakangan ini dokter Oki mengirim orang untuk mengikutimu, lalu membidik momen-momen seperti yang ada di foto yang dilhat Nara.”Aris menghela napas berat. Ia bukan tak mencurigai dokter kepercayaan ibu angkatnya itu, tetapi kedekatan dan jasa dokter Oki pada keluarga Oma Lili selama ini juga tak bisa diabaikannya begitu saja.“Oke, makasih atas kerja kerasmu, Alea.” Aris mengangguk pada gadis cantik di depannya. “Ehhh! Tapi tunggu! Bukannya aku nyuruh Pras untuk menyelidiki ini? Kenapa kamu yang melaporkan?” Mata Aris beralih menatap sosok pria yang lebih memilih berdiri mengambil jarak beberapa meter dari meja kerjanya.“Kamu udah ngasih beban pekerjaan terlalu banyak ke Pras, Mas. Dia nggak bisa memiliki kehidupannya sendiri dengan tanggung jawab yang Mas Aris bebankan, padahal
Terbangun dengan Aris di sampingnya, Dinara tersenyum mendapati pria yang semalaman mengingkari janjinya untuk tak membuatnya kelelahan itu masih tertidur lelap. Jemari Dinara bergerak, mengelus pelan rahang Aris yang terasa kasar oleh rambut rambut halus yang tumbuh di sana.“Morning, Wife.” Aris menggeliat, mengubah posisi tidurnya lalu kembali melingkarkan lengannya memeluk Dinara.“Nara lapar, Om. Pengen makan omelet.”Mata Aris membuka malas. “Om masih ngantuk, Nara. Kamu sih semalaman udah bikin Om kelelahan.”Dinara meraih bantal, lalu memukul kepala Aris dengan kesal. “Om tuh yang keterlaluan!”Aris tertawa. “Ntar malam lagi, ya.” Tangannya mengelus perut Dinara. “Senang ditengokin Daddy kan, Nak?” Bujukin Mommy ya biar diizinin sering sering nengokin kamu.”“Nggak! Nara mau konsultasi ke dokter kandungan dulu, Om.”“Ya udah, nanti
“Ris.” Dinara sudah keluar dari ruang VVIP di mana Oma Lili dirawat ketika Aris masih di dalam. Beberapa menit yang lalu, Dinara mengeluh mual dan kesemutan di sana sehingga Aris memutuskan untuk membawa wanita hamil itu untuk pulang.Aris menaikkan alisnya, menunggu dokter Oki kembali bicara.“Kamu yakin mau bawa Oma pulang?”“Ya. Aku dan Nara nggak bisa selalu berada di sini. Kondisi Nara juga lagi hamil dan kamu liat sendiri dia masih sering mual seperti tadi. Akan lebih baik jika Oma di rumah saja, Nara bisa punya waktu lebih banyak bersama Oma.”Dokter Oki mengangguk angguk. “Aku akan mengurusnya.”“Oke, makasih.” Aris menepuk pundak dokter Oki, tetapi baru saja hendak melepas tangannya dari pundak dokter Oki, Aris menghentikan langkah ketika wanita itu menahan punggung tangannya di sana.“Oma Lili mungkin tak akan bertahan lama lagi, Ris. Organ organ vitalnya sudah sanga
Menghadapi sosok renta yang ternyata masih terbaring seperti sebelumnya di atas ranjang rumah sakit, Aris terlihat kesal menatap dokter Oki.“Aku nggak bohong, tadi Oma merespon.” Dokter Oki yang seolah tahu kekesalan Aris, menjelaskan tanpa ditanya.“Dokter gadungan.” Meski hanya menggumam, tetapi suara Aris bisa terdengar jelas oleh dokter Oki dan Dinara.Bugh!Aris hanya meringis ketika dokter Oki meninju lengannya. “Jangan bicara sembarangan! Kurasa kamu tahu mengapa Oma Lili bertahun-tahun menggajiku sebagai dokter pribadinya. Karena beliau tak pernah salah menilai orang, kecuali ....”Aris menggerakkan alisnya naik, menoleh pada dokter Oki yang bicara padanya dengan suara yang sangat pelan.“Kecuali salah menilai anak angkatnya.” Dokter Oki lanjut bicara.Dokter Oki memang sudah bertahun-tahun menjadi dokter keluarga Oma Lili. Wanita yang usianya hanya terpaut beberapa tahun di baw