Aku perempuan dengan usia lebih dari setengah abad yang punya kelemahan tidak biasa.
Parno, istilah populer untuk menyebut gangguan paranoid, yakni kondisi saat seseorang merasa cemas berlebihan dan terancam. Ya, aku memiliki parno berlebih yang tidak bisa aku tangani. Perasaan itu bisa muncul kapan saja. Misalnya... Aku takut berjalan sendirian di malam hari. Kecemasan menguasaiku saat berbagi lift dengan pria asing. Dan aku selalu membeku ketakutan ketika ada orang asing yang tiba-tiba mengetuk pintu rumahku. Begitulah jika perempuan penakut tinggal sendirian. Dunia adalah tempat yang menakutkan untuk seorang pengecut sepertiku. Pikiranku sering melompat ke hal terburuk dalam skenario sebuah tragedi. Misalnya saat di malam hari, ketika aku melewati seorang pria yang memakai topi baseball atau masker, aku langsung ketakutan oleh sebuah pemikiran mengerikan: Bagaimana jika dia tiba-tiba datang berlari ke arahku sambil membawa sebuah pisau..? Tapi itu tidak pernah terjadi. Tentu saja. Bahkan tidak sekali pun. Tapi tetap saja, seperti suatu kelainan, aku tidak pernah berhenti memikirkannya sampai jarak kami cukup jauh. Aku pernah ingin mencoba mengubah pemikiran ku seperti ini, tentang seseorang yang dibunuh oleh pria yang tidak dikenal menjadi sebuah novel. Aku merasa ingin mencoba mengubahnya menjadi fiksi karena memikirkan kejadian itu benar-benar membuatku takut. Dan mungkin saja banyak orang diluar sana yang memiliki pemikiran sepertiku. Jika tidak, berarti memang aku sudah hilang akal. Kendati begitu, aku benci gagasan dibunuh oleh pria jelek, meskipun itu hanya sebuah novel. Mungkin itu sedikit menyimpang, tetapi jika aku akan dibunuh, aku lebih baik mati di tangan seorang pria tampan. Jadi aku menjadikan pembunuhnya sangat tampan. Kemudian, beralih pada korban yang dimana itu aku. Maksudku... Aku tidak ingin mati, meskipun kematian itu hanyalah sebuah novel. Rasanya meresahkan. Jadi aku memutuskan untuk menciptakan seorang wanita imajiner menggantikan diriku sendiri. Tapi meski itu hanya sebuah novel, aku tidak menyukai gagasan membunuh wanita yang tak bersalah. Aku merenung cukup lama, kira-kira dosa apa yang dilakukan korban? Saat itulah aku tersadar. Mengapa tidak membunuh seseorang yang pantas mendapatkannya saja? Dengan sekelibat pemikiran itu, aku mengubah korban menjadi penjahat. Novel horor pertamaku, Endless Night, sukses besar. Itu adalah cerita tentang serial wanita pembunuh yang membunuh dan menikah lagi dari suami ke suami, tapi akhirnya, seorang laki-laki bernama Hades membunuhnya sebagai pembalasan. Hades. Kalian pasti sudah menyadarinya begitu membaca namanya. Ya, secara harfiah Hades merupakan Dewa dunia bawah dalam metodelogi Yunani Kuno. Namanya memiliki arti, 'Yang Tak Terlihat'. Dewa Hades bersifat abadi, kebal terhadap senjata fana, dan dapat menghakimi jiwa orang mati berdasarkan tindakan mereka semasa hidup. Aku tidak terlalu kreatif dalam membuat nama. Dan menurutku nama dan karakter dewa Hades mirip dengan karakter Hades dalam novelku. Bagaimana aku bisa tahu? Aku tidak tahu orang dengan nama klise ini akan melakukan tindakan dan menjadi seorang Freischiütz (sosok makhluk mitologi yang menjelma sebagai sniper), lebih tepatnya memikat hati pembaca wanita berusia dua puluhan dan tiga puluhan. Jika aku tahu peminatnya sebanyak ini, mungkin aku akan pergi ke peramal yang berspesialisasi dalam nama agar sosok 'Hades' bisa lebih diterima. Termasuk cetakan ulangnya, Endless Night telah terjual lebih dari satu juta eksemplar dan terjual sebelum penerbit meminta ku untuk menulis seri dengan Hades sebagai karakter utamanya. Sekali lagi, Endless Night adalah novel horor. Itu berarti perannya mirip dengan hantu, zombie, alien, atau pembunuh berantai. Dia adalah seorang pemburu; dia tidak akan pernah bisa menjadi karakter utama. Tapi pembaca tergila-gila dengan Hades si Pemburu, dan penerbitnya mengetahui hal ini. Mereka menginginkan multi-seri yang mana Hades selalu membunuh tokoh utama. Aku tidak punya alasan untuk menolak. Siapa yang akan menolak tambang emas? Haha... Dengan penuh semangat, aku menulis sekuelnya. Malam yang Ditangkap. Malam Merah. Meratap Malam. Dan seterusnya... Hingga lahirlah apa yang disebut Night Series. Narator dari Night Series terus berubah, tapi pembunuhnya tidak pernah berubah. Hades adalah yang sebenarnya karakter utama serial ini. Buku-buku tersebut menjadi buku terlaris reguler. Sebagai seorang penulis, aku juga menjadi bintang besar. Bak banjir permintaan wawancara dan narasumber berdatangan, tapi aku tolak semuanya dengan putus asa, bertekad untuk tidak pernah mengungkapkan identitasku. Ya, Aku seorang penulis anonim. Sebagai penulis horor, Aku menggunakan nama pena yang terdengar maskulin: Ed Scar. Tapi jika kamu mengatur ulang karakternya, kamu akan menemukan makna sebenarnya yang tersembunyi dari nama penakut yakni: Scared (takut) Satu-satunya teman yang mengetahui aku adalah Ed Scar, penulis Night Series, berkata sambil terkekeh, "Sungguh ironis bahwa film horor paling terkenal di Korea Selatan penulis sebenarnya adalah pengecut terbesarnya." Nama asliku adalah Ji-an Ha. Aku seorang wanita lajang berusia dua puluh sembilan tahun. Aku memiliki kehidupan ganda sebagai penulis horor terlaris nomor satu di Korea dan mengajar di sekolah menengah. Memang benar aku mendapat banyak uang dari Night Series, tapi aku tidak punya niatan untuk berhenti mengajar. Stabilitas keuangan adalah yang utama, bukan? Ding dong. Aku terlonjak, kaget. Bel pintu di tengah malam juga membuatku takut. Kukira aku punya satu hal lagi untuk ditambahkan ke daftar ketakutanku. Setelah bunyi bel tadi, aku mendengar suara seseorang meletakkan sebuah kotak dan tak lama suara langkah kakinya menghilang. Paket. Saat ini sudah lewat jam 11 malam. Itu adalah salah satunya pengantar barang yang pekerja keras. Aku menuju ke pintu depan, jantungku berdebar kencang. Tanpa perlu menebak-nebak aku bisa tahu apa isi paket itu- keyboard. Itu adalah keyboard yang sangat aku inginkan sejak lama, sayangnya produksinya dihentikan dan tidak lagi tersedia untukku. Ditambah produksinya yang sedikit membuatnya sulit ditemukan. Sampai suatu hari aku berteriak ketika menemukannya terdaftar di salah satu situs barang bekas di luar negeri. Butuh waktu seminggu untuk mengirimkannya, bukan penantian yang lama jika dibandingkan dengan langkanya barang itu. Untuk berjaga-jaga, aku menggantungkan kaitan pintu terlebih dahulu sebelum membuka pintu. Seorang perampok yang berpura-pura menjadi kurir bisa jadi menunggu... Tapi ketika aku mengintip ke luar pintu depan, tak ada seorang pun di luar— hanya tersisa kotak datar yang diletakkan di lantai. Aku segera membawanya ke dalam. Sekarang, untuk unboxingnya. Dengan jantung berdebar-debar, aku membuka kotak itu, dan datanglah keyboard impianku. Rapi dan hitam. Tidak ada yang tidak aku sukai dari desainnya. Namun kondisi keyboardnya adalah yang paling menakjubkan. Itu sangat bersih dan utuh; aku tidak percaya itu barang bekas. Mari kita mulai. Aku menyimpan keyboard lama ku dan menghubungkan keyboard baru di komputer ku. Setelah membuka dokumen kosong, aku berpikir keras sambil menatap serin putih. Apa yang akan aku tulis adalah tambahan terbaru untuk Night Series. Adegan apa yang harus aku mulai? Ed Scar, penguasa dunia horor, terkenal karena menanamkan rasa takut ke dalam kehidupan sehari-hari. Triknya adalah mengubah hal biasa menjadi sesuatu yang menakutkan. Sesaat setelah aku berpikir, sebuah ide muncul di benak ku. Dengan sudut bibirku yang melengkung ke atas, aku mulai mengetik [Kerincingan mainan. Gagang pintu bergetar hebat.] Saat aku mengetik titik, aku mendengar suara berderak yang mengerikan dari belakangku.Karena ngeri, aku berbalik. Tapi pintunya sunyi seolah tidak pernah ada suara sama sekali. Apakah aku salah dengar? Tapi tiba-tiba tubuhku merinding dan denyut nadi ku berlari ke seluruh tubuhku, seolah menunjukkan yang sebaliknya. Aku bingung harus memeriksanya atau tidak. Sebenarnya yang harus aku lakukan hanyalah membuka pintu, tapi aku terlalu takut untuk bergerak. Bagaimana jika aku tidak salah dengar? Bagaimana jika betulan ada seseorang disana? Pintu kamarku bahkan tidak dikunci. Aku tinggal sendirian, jadi mengapa aku harus melakukannya? Tak mungkin ada tamu yang berkunjung di jam segini. Karena aku tidak memiliki siapapun. Lega rasanya karena pintunya sudah tua dan sulit dibuka. Tidak, aku hanya bersikap bodoh. Bagaimana mungkin ada orang di sana? Aku baru saja mulai mendapatkan kegelisahan ini ketika aku mulai menulis. Meski begitu, tidak ada salahnya berhati-hati. Sambil menahan napas, aku bangkit dan berjingkat ke pintu. Bayangkan saja hanya dengan memega
"Jian-ku." Dengan bisikan lembut, Hades mendekatkan bibirku ke bibirnya. Aku kaget dan tiba-tiba dunia menjadi putih bersih. Sebuah ciuman... Aku sedang mencium seorang pembunuh berantai. Rasanya seperti seekor binatang lapar sedang menggerogoti mulutku seolah-olah dia akan mencabik-cabikku. Tangan Hades yang lain melingkari pinggangku dan menarikku mendekat, menyeret tubuhku yang tak berdaya ke dalam pelukannya. Membelah bibirku, lidahnya memaksa masuk lebih jauh ke dalam mulutku. Ini adalah pria berdarah dingin yang telah membunuh beberapa orang di novelku, lidahnya terasa panas. Aku terkejut sekaligus lega melihat kehangatan itu. Itu berhasil. Tulisanku berhasil. Saat aku menerima ciuman penuh gairah dari Hades, aku melirik ke arah teks di sana, memantau. [Ji-an menolak membuka pintu, yang membuat hati Hades patah. Dia tidak punya niat menyakitinya. Ji-an adalah kekasih Hades. Hades tidak akan pernah membunuh kekasihnya.] Tapi kemudian, aku melihat kursornya berput
Ketika aku pulang, rumah tampak seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Hening dan rapi seperti penampakan biasanya. Tampak normal, jadi aku bisa melakukan aktivitas ku dengan tenang. Setelah makan malam, aku duduk di depan komputer untuk memulai draf baru. Tapi aku justru mengingat mimpi malam itu yang membuatku curiga dengan keyboard baru. Aku mencoba mengabaikan semuanya. Dia itu hanya mimpi sialan. Aku mengutuk diriku sendiri dan menyalakan komputer. Saat aku melihat layarnya menyala. Komputer ku dalam mode hemat daya (sleep). Aku menyadari aku tidak ingat pernah mematikan komputer. Aku bahkan tidak dapat mengingat kejadian hingga aku tertidur semalam. Secara naluriah, aku menekan sebuah tombol. Layar langsung berkedip dan sebuah dokumen berisi tipe hitam muncul. Seketika rasa dingin merambat di punggungku. "Apa...?" Itu adalah sebuah novel. Sebuah novel yang tidak aku tulis, tetapi sebuah novel yang aku kerjakan. Yang meresahkannya, dokumen itu merinci mimpiku dari malam
Saat terjatuh, benda berat itu membuat papan lantai penyok. Tapi itu adalah hal yang paling kecil dari kekhawatiran dalam diriku. Dengan terengah-engah, aku berpaling dari Hades. Aku penasaran seperti apa ekspresi di wajahnya. Aku sangat takut, aku tidak sanggup melihatnya. "Apakah itu sakit?" Hades bertanya, suaranya khawatir. Siapa yang mengkhawatirkan siapa sekarang? Aku yakin dia mencoba menipuku. "Aku minta maaf." Ujung jarinya menyentuh tangan kananku. Aku tersentak. Sentuhan Hades yang tiba-tiba namun hangat dan lembut. Mataku tanpa sadar mengikuti saat dia menarik tanganku. Aku memperhatikan saat Hades memeriksanya dengan cermat. Kekhawatiran diwajahnya tampak tulus. Itu membuatku semakin takut. Sepertinya dia ingin menurunkan kewaspadaanku sebelum dia membunuhku. Tiba-tiba, mata kami bertemu. Hades tersenyum nakal sebelum dia menukik ke bawah untuk memberi tanganku kecupan kecil. "Ya Tuhan." Aku menjauh karena terkejut. Melihat reaksiku, Hades mengelus rambutku.
"YAA!" Teriakan marah Jeong-an meledak dari interkom. Karena terkejut, aku terdiam sejenak sebelum menjawab, "Hei." "Apa kau gila? Kau tidak tahu jam berapa sekarang? Dan bersantailah saat memencet bel pintu, oke? Apa yang sedang terjadi?" "Maaf, aku hanya butuh bantuan saat ini. Tolong buka pintunya." "Ah." Sesaat kemudian, pintu terbuka. Rambutnya acak-acakan seperti baru saja terbangun, Jeong-an muncul, menggerutu padaku dengan wajah keriput. "Ini hari Sabtu, dasar pengganggu. Ini fajar di hari Sabtu..." "Sembunyikan aku." Aku mendorong Jeong-an ke dalam. Saat dia melihatku menutup pintu dan bahkan mengunci kaitan pintunya, raut wajah Jeong-an berubah. "Apa yang terjadi?" Aku dengan panik masuk ke tempat tidur Jeong-an dan berjongkok di samping dinding dengan selimut menutupi kepalaku. Aku lebih suka bersembunyi di ruang tertutup seperti closet bawaan, tapi itu bukanlah pilihan di studio sempit di apartemen ini. "Kamu membuatku takut. Apa yang terjadi? Ada apa?"
Hal pertama yang menyambut ku ketika aku kembali ke rumah adalah sepatu pria berwarna hitam yang tertata rapi di serambi. Hades sepertinya sedang mandi. Karena dari kamar mandi, aku mendengar suara pancuran air mengalir. Sementara itu, suara pengetikan terdengar dari kamarku. Keyboard terkutuk itu masih ada di tempat kerja. Keyboard mulai mengetik pada pukul 04.44. Aku pasti ingat karena memang begitu momen sial dimulai lagi. Sekarang jam 10:38. Jadi sudah mengetik selama enam jam? Apa yang dilakukan Hades selama enam jam? Aku berjingkat ke kamarku, melirik ke pintu kamar mandi sepanjang jalan. Ketakutan dengan saraf yang terasa menggerogotiku, tapi aku tidak punya pilihan lain. Bagaimana jika Hades bersiap untuk membunuhku? Aku harus memeriksa naskahnya. Begitu memasuki ruangan, aku buru-buru menyalakan komputer dan membuka naskah terkutuk itu. Kalimat terakhir, kursor masih berkedip, menarik perhatian ku. [Setelah dia menyelinap ke kamarnya, Ji-an buru-buru menyalakan ko
Air liur kami bercampur dan nafas kami menjadi satu. Aku merasa seperti aku tercekik. Aku menghindari ciuman itu sejenak untuk bernapas tetapi bibir Hades segera menyusulku. Tanpa pikir panjang, aku mundur selangkah tapi Hades menahan pergelangan tanganku, dia memeluk pinggangku dengan tangannya yang lain. Kemudian, sambil memegang tanganku di dadanya, dia bergerak di belakang bahunya. Tiba-tiba, aku menemukan tanganku sudah melingkar sempurna di leher Hades. Seolah itu belum cukup, Hades meraih tanganku yang lain dan membungkusnya di sekitar pinggangnya. Sepanjang waktu, ciuman itu tidak berhenti. Tidak. Dia akan memakanku hidup-hidup. Erangan datang dari dalam tenggorokanku. Sudut mulut Hades melengkung sebelum dia memiringkan kepalanya, untuk memperdalam ciumannya. Inikah rasanya digigit ular berbisa? Tubuhku terasa lemas dan pikiranku redup. Tapi sesaat kemudian, nada dering tiba-tiba dari ponselku mengagetkanku dan membuatku kembali terjaga dari kelumpuhan ku tadi. Karen
Sebuah firasat buruk mendorongku untuk menoleh ke arah pintu masuk. Aku melihat Hades memasuki restoran. Di konter depan, pelanggan membayar tagihan mereka dan karyawan yang membantu mereka semua menatap Hades dengan ekspresi kaget. Ini bukan halusinasi, astaga. itu nyata. Dia bukan orang sungguhan, tapi dia ada dalam kehidupan nyata. Bagaimana dia menemukanku di sini? Apakah dia mengikutiku? Hades memiliki watak penguntit handal. Begitu dia mengarahkan pandangannya pada mangsanya, dia melingkari mereka, memperhatikan dan mengamati mereka lama sekali; itu adalah hobi yang selalu ia lakukan. Apakah dia melakukan hal yang sama padaku? Apakah kemunculannya di sini berarti seorang kekasih tidak dikecualikan dari perburuan? Tenggorokanku tercekat. "Apakah kamu tidak jadi pergi ke kamar kecil?" Suara teman kencanku menginterupsi pikiran ku untuk kembali sadar. Dengan enggan, aku menuju kamar kecil. Area toilet yang dekat dengan keberadaan Hades membuat pertemuan dengan Hades tidak bisa
"Terima kasih sudah menunggu." Hades, yang berhenti di depan meja, menyapa Jeong-an dengan sopan. Seolah basah kuyup dalam madu, tatapan Hades berubah manis saat dia melihat ke arah Ji-an. Jeong-an, yang sampai saat itu belum bisa menutup mulutnya yang terbuka, bertanya dengan ragu, "Tuan Hades?" "Ya." Apakah dia serius? Apakah itu nama aslinya atau nama panggilannya? Jika Ji-an selama ini menceritakan yang sebenarnya berarti , pria ini adalah seorang pembunuh berantai yang muncul dari novelnya. Tiba-tiba pertanyaan muncul di tenggorokannya. Apakah kamu seorang pembunuh berantai?] "Oh tidak." Aku berhenti sejenak, sambil terengah-engah. Jeong-an berterus terang menunjukkan kepribadiannya, dan dia sering melontarkan nada yang lugas. Jika dia melakukannya lagi kali ini..Jeong-an bisa saja.. Jantung ku tegang dan berdebar-debar seolah-olah akan meledak. Aku perlahan menurunkan bilah gulir, hingga lupa cara bernapas. [Tapi Jeong-an baru saja bertemu dengan Hades. Dia tidak bisa be
Langit-langit yang familiar menyambutku saat aku membuka mata. Aku ada di rumah. Bagaimana aku sampai di rumah? Aku ingat saat minum dengan Jeong-an di restoran ayam goreng. Tiba-tiba, rasa mabuk itu menimpaku, seolah-olah ada yang sedang mengebor sebuah lubang di otakku. "Aduh.." Saat aku memegangi kepalaku yang berdenyut-denyut, suara klik kunci yang familiar mulai terdengar. Aku memutar kepalaku untuk melihat ke meja. Keyboard terkutuk itu bergerak. Begitu aku melihatnya, aku ingat pernah mendengarnya mengetik di restoran dan Jeong-an mengangkat teleponku. Hatiku tenggelam. Saat itulah aku mendengar suara dari luar kamarku. Suara pisau yang bermain seperti drum melawan talenan. Kuharap bukan Jeong-an yang ada di talenan itu. Dengan gemetar karena cemas, aku meninggalkan kamarku. "Selamat pagi." Di dapur yang penuh aroma sedap, dibalut celemek hitam, Hades menyambutku dengan senyum lembut. Aku tidak terkejut sama sekali. Untungnya, dia baru saja memotong daun bawang. Aku m
Setelah makan siang di waktu senggang, dua guru yang dekat dengan Ibu Ye-yeon datang untuk menemuiku. "Ms. Ji-an, bisakah kita bicara?" Mata mereka yang tampak tidak suka merupakan firasat buruk bagiku. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Saat aku mengikuti kedua wanita itu ke halaman belakang sekolah, aku merasa seperti orang buangan yang diseret oleh para pengganggu kelas. Ketika kami tiba, kedua guru itu mengelilingi ku seperti detektif yang menginterogasi penjahat. Mereka mulai menanyai ku tanpa henti. “Mengapa Anda melakukannya, ms. Ji-an?” "Maaf? Apa yang kulakukan...?" "Kencan buta. Yang diatur oleh ms. Ye-yeon untukmu." "Ah." Aku pikir agak tidak masuk akal jika orang lain terlibat seperti ini. Kami bukan anak kecil lagi. Bukankah ini masalah antara aku dan ms. Ye-yeon? Sayangnya, wanita-wanita ini tampaknya tidak berpikir demikian. "Jika kamu punya pacar, seharusnya kamu bilang saja kamu punya pacar." "Yah, kami baru saja mulai berkencan.." “Tetapi kamu tetap harus men
[Hades terbangun karena suara sirene. Dia membuka matanya. Hades mendapati dirinya terjebak di semak-semak, ponsel Ji-an masih di tangannya. Sementara itu, hujan, yang bahkan lebih deras dari sebelumnya, terus menerpa tubuh Hades. Dengan hati-hati, Hades berdiri. Di antara suara hujan dan sirene, dia bisa mendengar suara orang-orang. Tak lama, Hades melihat paramedis membawa targetnya dengan tandu dan polisi dengan senter menggeledah daerah tersebut. Sayangnya, dia harus menunda aktivitas berburunya untuk kedua kali. Memanfaatkan kegelapan dan hujan, Hades melarikan diri dari tempat kejadian. Dia terus berjalan menunduk rendah sambil berlari mengikuti sungai, sampai tiba-tiba dia berhenti. Dia tidak bisa kembalikan ponsel ini ke Ji-an. Hades tidak bisa memberi tahu gadis itu bahwa dialah penyerang berjaket hitam. Tanpa ragu, Hades melemparkan ponsel Ji-an ke sungai. Memetik.] "Ah..!" aku mengerang. Telepon ku. Aku masih memiliki sisa cicilan sepuluh bulan yang harus dibayar. Tap
Meski situasinya tidak terlihat berbahaya, aku tidak bisa membiarkan diriku rileks. Aku merasakan wajahku memanas bersamaan dengan jantungku yang berdetak kencang. Aku tidak perlu bercermin untuk tahu bahwa wajahku menjadi merah padam. "Kau demam," kata Hades muram. "Mungkin kamu hanya kedinginan?" Jawabku dengan suara kecil. Aku bukan satu-satunya yang tadi kehujanan. Rambut Hades juga basah. Sedangkan jas yang dia kenakan garing dan benar-benar kering, jaket kulit hitamnya yang tadinya sudah rusak akibat berjalan-jalan di tengah hujan bersama pemiliknya, basah kuyup. Tangannya yang melingkari leherku sedingin es, meski perlahan semakin hangat. "Apakah kamu kehujanan?" tanya Hades berpura-pura seolah dia tidak melihatku berjalan di tengah hujan tanpa payung. Tentu saja, aku berpura-pura bodoh dan menjawab. "Aku tidak tahu akan turun hujan." “Lain kali, belilah payung. Jangan hanya berjalan-jalan tanpa payung, kamu akan mudah sakit.." Hades bergumam dengan nada mencela sambil men
Seorang pria berjas hitam diam-diam muncul dari kegelapan. Aku tidak bisa percaya mataku. Itu tidak lain adalah Hades. Hades, yang jatuh di bawah jembatan bersama dengan mobilnya, masih hidup. Aku tidak bisa mempercayainya. Kamu sudah mati. Ceritanya selesai dan keyboard berhenti. Bagaimana kamu bisa di Sini? Bagaimana.? Apakah aku sedang bermimpi? Namun, suara mesin ketik dari kamarku membuatku tersadar. Itu bukan sebuah mimpi. Itu terlalu mudah. Ini adalah kenyataan. "Maaf. Saat itu gelap jadi aku tidak melihat vasnya. Aku akan membersihkannya." Meminta maaf dengan acuh tak acuh, Hades mendekat. Aku membeku di tempat. Aku ingin melarikan diri, tapi aku tidak bisa menyeimbangkan diri saat bergerak. Hades mengambil jariku yang berlumuran darah dan menaruhnya ke mulutnya, menghisapnya. Dia tampak seperti vampir. Rasa sakit yang aneh muncul dari ujung jariku, menyebar ke seluruh tubuhku. "Ah..." Aku hanya bisa mengerang. Pembunuhnya, yang menundukkan kepalanya dan menghisap jari
Dalam hati aku mengutuk keyboard sembari berlari menyusuri gang sebelum aku mendengar suara mobil dinyalakan. Kemudian derit ban di trotoar terdengar bersamaan dengan bunyi hujan. Aku bergegas keluar gang. Aku tercengang dengan tubuhku yang kaku saat aku melihat sebuah mobil melaju di jalan yang kosong. Dan seseorang tergantung dari pegangan sisi pintu pengemudi yang setengah terbuka, itu adalah Hades. Sopir itu berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan Hades. Dengan melakukan zigzag liar, mobil melaju ke jembatan sebelum melakukan rem tajam, dan menabrak pagar. Bang! Aku melompat. Untuk sesaat, kupikir itu adalah suara ledakan hatiku. Namun detak jantung ku yang cepat dan kuat segera memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja. Aku bergegas ke jembatan. Melihat ke bawah melalui pagar, aku melihat mobil itu terbalik turun ke rumput. Asap yang mengepul dari kap mesin bukanlah pertanda yang baik. Baik pengemudi maupun Hades tidak terlihat. Aku meragukan mereka bisa selamat. 91
Mataku terbuka lebar Kamu gila, Ji-an Orang ini pembunuh. Aku meraih bahu Hades dan mendorongnya menjauh. Penolakan tanpa keributan, Hades mengusap bibirku dengan ekspresi sedih di wajahnya. "Karena kamu sakit, mau bagaimana lagi." Dia mengira aku mendorongnya karena aku sedang tidak enak badan. “Baiklah, aku pergi. Istirahatlah." Hades mencium keningku dan pergi tanpa berkata apa-apa. Dia bilang dia akan memasak beberapa bubur nasi lalu pergi. Dia telah mengatakan yang sebenarnya. Aku senang Hades baru saja pergi. Memang melegakan.. Tapi sampai kapan kelegaan ini bisa bertahan? Belum ada yang terjadi. Tapi bagaimana dengan besok? Dan lusa? Apa yang diinginkan Hades dariku dan seberapa jauh keinginannya? Tidak tahu Aku membuatku cemas. Dengan rasa cemas yang menusuk, aku duduk di depan meja untuk menyajikan bubur nasi Hades yang telah dibuat untukku. Tidak ada uang sebanyak apapun yang bisa membeli sesuatu yang selezat ini. Lalu, sebuah suara kecil menarik perhati
Kenapa dia bersikap begitu ramah? Aku tidak punya niat untuk akrab dengan seorang pembunuh berantai. Aku mencoba menyembunyikan ketidaknyamananku, aku mengikuti Hades ke tempat administrasi. Saat giliran kami tiba, Hades mengeluarkan kartu dari dompetnya. Dimana itu berasal? Aku adalah penulisnya, tetapi aku tidak tahu apa-apa. Buku Night Series itu bergenre horor, bukan misteri; sumber uang Hades itu tidak penting. Saat kasir melakukan pembayaran, aku berharap ada peringatan suara akan berbunyi, mengumumkan bahwa kartu ini hilang, dibatalkan, dan dicuri. Aku ingin Hades ditangkap polisi. Namun kartu tersebut berfungsi dengan baik dan kami meninggalkan ruang gawat darurat tanpa masalah. Dalam perjalananku menuju halte taksi di depan rumah sakit, Hades meraih pergelangan tanganku. "Mau kemana?" "Aku naik taksi..." Sambil tertawa, Hades menarikku menuju tempat parkir. "Aku mengantarmu ke sini, bodoh. Aku membawa mobilku." Mobil yang dibawa Hades adalah Porsche hitam. Aku kehilan