Sebuah firasat buruk mendorongku untuk menoleh ke arah pintu masuk. Aku melihat Hades memasuki restoran. Di konter depan, pelanggan membayar tagihan mereka dan karyawan yang membantu mereka semua menatap Hades dengan ekspresi kaget.
Ini bukan halusinasi, astaga. itu nyata. Dia bukan orang sungguhan, tapi dia ada dalam kehidupan nyata. Bagaimana dia menemukanku di sini? Apakah dia mengikutiku? Hades memiliki watak penguntit handal. Begitu dia mengarahkan pandangannya pada mangsanya, dia melingkari mereka, memperhatikan dan mengamati mereka lama sekali; itu adalah hobi yang selalu ia lakukan. Apakah dia melakukan hal yang sama padaku? Apakah kemunculannya di sini berarti seorang kekasih tidak dikecualikan dari perburuan? Tenggorokanku tercekat. "Apakah kamu tidak jadi pergi ke kamar kecil?" Suara teman kencanku menginterupsi pikiran ku untuk kembali sadar. Dengan enggan, aku menuju kamar kecil. Area toilet yang dekat dengan keberadaan Hades membuat pertemuan dengan Hades tidak bisa dihindari. Saat dia melihatku, Hades berhenti dan tersenyum, tampak senang. "Ji-an." Dia bahkan tidak terkejut. Seolah-olah dia mengetahui bahwa aku yang akan terkejut disini. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku dengan kaku. Jawabannya singkat. "Bagaimana denganmu?" Aku ingin berbohong, tapi aku takut dengan apa yang mungkin terjadi jika dia mengetahui kebenarannya sendiri. Aku dengan lemah lembut mengaku. "Aku di sini untuk kencan buta." Alis Hades berkerut. "Kupikir kamu akan bertemu guru lain." "Aku minta maaf. Ini adalah bantuan yang dia butuhkan. Kencan buta." "Tapi kita berkencan." "Aku belum bisa memberitahunya bahwa aku punya pacar." “Apakah kamu yakin itu tidak disengaja?” Suara Hades tenang tapi dia tepat sasaran. Seketika, aku tidak bisa berbicara. Dia benar; aku telah memilih untuk tidak mengatakan apa pun. Apa yang bisa aku katakan? " Maaf, aku punya pacar." "Ya Tuhan, benarkah? Sejak kapan?" "Sudah dua hari." "Bagaimana kamu bertemu?" " Aku mulai mengetik pada keyboard terkutuk dan dia tiba-tiba menjadi muncul di hadapanku." "Apa pekerjaannya?" "Dia seorang pembunuh berantai." Seperti ini? Saat aku tidak menjawab, Hades berkata pelan, "Tenang. Aku tidak marah." "Benar...?" "Kamu mungkin punya alasan untuk tidak memberitahuku. Benar?" Hades tersenyum dengan penuh pengertian. Orang yang melihat ini mungkin salah mengira dan berpikir dia sebagai orang suci padahal faktanya, dia adalah seorang pembunuh. “Jangan khawatirkan aku.” Hades berbisik lembut sebelum melewatiku, dengan santai mengabaikan tatapan dari segala arah. Aku terlambat sadar bahwa aku belum mendapat jawaban darinya. Kenapa dia ada di sini? Saat aku melihat kembali ke Hades, aku merasakan tatapan yang menyengat. Teman kencanku sedang melihat ke arah ku dengan ekspresi ragu. Jika dia mengetahui sifat asli Hades, dia tidak akan menatapku seperti itu. Aku pergi ke kamar kecil untuk menghindari kecurigaan. Namun ketika aku kembali, aku menemukan kejutan besar yang menungguku. Hades duduk di meja di belakang meja kami. Tepat di belakang bahu teman kencanku, aku bisa melihat wajahnya. Menyadari aku sedang menatap, Hades tersenyum dan melambai. Apa yang dia rencanakan? Aku terus melirik Hades saat aku duduk. Memperhatikan arah tatapanku, teman kencanku mulai terlihat tidak nyaman. "Apakah kamu kenal dia?" "Maaf?" Dengan sedikit memiringkan kepalanya, teman kencanku menunjuk ke belakangnya. Dia sedang berbicara tentang Hades. Saat aku secara tidak sengaja melakukan kontak dengan Hades, aku tersenyum ragu dan mengangkat bahuku. Jantungku bersiap melompat ke dalam mulutku. Hades adalah tipe orang yang bisa dengan santai tertawa bahkan ketika dia benar-benar marah. Meskipun tersenyum begitu, tidak ada cara untuk mengetahui apakah itu asli. Bagaimana jika dia benar-benar marah? Aku membayangkan Hades mengikuti teman kencanku menyusuri gang belakang yang gelap dan kosong, dan menyekik leher pria itu. Tidak, aku terlalu banyak berpikir. Hades tidak akan membunuh siapa pun begitu saja. Tetap saja, aku tetap merasa takut. "Ah. Ya..." “Bagaimana kalian bisa saling mengenal?” Teman kencanku menggangguku. Kenapa dia begitu penasaran? Apakah orang biasanya penasaran dengan hubungan seseorang meskipun mereka baru saja bertemu? Hades juga menunggu jawabanku. Aku terpojok. Bagaimana seharusnya aku memberikan jawaban yang aman? Jika aku tidak ingin membuat Hades kesal, aku harus mengatakan bahwa dialah pacarku. Tapi kalau aku tak mau melanggar prinsip perjodohanku, aku harus berbohong. Aku sedang mencari-cari jawaban ketika tiba-tiba, seorang wanita mendekat, dengan tumitnya mengklik di lantai, sebelum dia duduk tanpa berkata-kata di seberang meja dari Hades. Bagian belakang kepalanya yang dikeriting menghalangi pandanganku ke wajahnya. Aku terperangah. Aku pikir dia mengikuti ku ke sini. Apakah Hades sebenarnya punya rencana sendiri? Tapi aku salah. Suara Hades pelan saat dia bertanya pada wanita itu, "Siapa anda?" "Seseorang yang ingin mengenalmu." Ucap perempuan itu tanpa ragu. Dia pasti melakukannya karena terpesona oleh penampilan Hades. Aku lebih memilih memasukkan kepalaku ke dalam mulut buaya daripada menonton ini. Gadis yang telah jatuh cinta pada seorang pembunuh berantai tampan bertanya dengan nada menggoda, "kamu menunggu seseorang?" "Aku sedang menunggu pacarku." Jawaban Hades membuat bulu kudukku berdiri. Jadi tebakan ku benar bahwa Hades mengikutiku ke sini. Mendengar jawaban Hades, teman kencanku memandangku dengan curiga seolah bertanya, Apakah yang dia maksud adalah kamu? Di belakang teman kencanku, wanita itu menghela nafas, "Aku tahu kamu tidak akan lajang." "Saya turut berbela sungkawa." ucap Hades terdengar geli. Aku tidak terhibur sama sekali. "Ms. Ji-an." Teman kencanku menunjuk ke belakangnya dengan matanya, menekanku untuk menjawab. Aku tidak punya jalan keluar. "Ya, itu pacarku." "Kamu datang ke kencan buta padahal kamu sudah punya pacar?" respon teman kencanku tidak percaya. "Saya minta maaf. Saya minta maaf." Aku sangat malu dan tidak nyaman, aku tidak tahan lagi. Meminta maaf sebesar-besarnya, aku melarikan diri ke meja Hades. Ekspresi tidak percaya pada wajah wanita itu tidak jauh berbeda dengan teman kencanku. "Tunggu. Kamu sedang menunggu pacarmu saat dia sedang kencan buta?" wanita itu bertanya pada Hades. Tapi Hades hampir tidak melirik ke arah orang yang bertanya padanya, jangankan melihat Hades bahkan tidak memberikan jawaban sekalipun hanya sebuah anggukan kecil. Hades hanya menatapku dengan mata berseri-seri. Dia tampak senang dengan apa yang ku lakukan dengan mengumumkan dia sebagai pacarku. Wanita yang lebih muda dan lebih cantik dariku itu melihatku dari atas hingga bawah, dan mencibir, "Dia bukan levelmu." Aku belum pernah bertemu orang asing yang kasar seperti itu. Komentarnya menyakitkan, tapi aku tidak mau memperburuk situasi, aku hanya menarik lengan Hades. Namun Hades menolak untuk berdiri. Sebaliknya, dia balas mengejek wanita itu, "Sepertinya matamu bermasalah" "Apa?" “Oh, telingamu juga? Menurutku sebaiknya kamu membuang bagian tubuh yang tidak berguna itu" Rasa dingin merambat di punggungku. Psikopat itu hampir saja mengiris wanita itu berkeping-keping. Namun ancaman terselubung Hades membungkam wanita itu. Apa? Otakku berputar. Hades yang aku buat bahkan tidak akan berkedip jika ada seseorang menghinanya. Sebaliknya, dia akan tersenyum dan menganggapnya sebagai pujian. Tapi sepertinya Hades tidak tahan jika ada yang menghina kekasihnya. Demi wanita yang hampir kehilangan penglihatan dan pendengarannya karena kesalahan bodoh, aku mulai memohon pada Hades, "Ayo pergi. Sekarang. Ku mohon?" Hades mengikutiku keluar tanpa protes lebih lanjut. Saat aku menyeretnya keluar dari restoran, aku sangat berdoa agar tidak terjadi hal buruk pada wanita itu.Begitu kami berada di luar, Hades melepaskan tanganku dari lengannya, lalu tiba-tiba menggenggam tanganku, bahkan menyatukan jari-jari kami. Jari-jarinya yang panjang seperti tangan pianis dan telapak tangannya lembut. Sepertinya itu bukan tangan seorang pembunuh. Mereka besar dan hangat. Kehangatan yang tak terduga membuatku bingung. Apa yang ada di kepalanya? Aku ingin membuka tengkoraknya dan melihat ke dalam dengan sangat detail. Kenapa dia meraih tanganku? Kenapa dia mengikutiku ke restoran? Apa yang dia rencanakan? Apa yang akan dia lakukan padaku? Ada begitu banyak hal yang ingin kutanyakan tetapi tidak ada satupun yang bisa kutanyakan, aku memilih terus berjalan. Tiba-tiba, Hades angkat bicara. “Jangan curang.” Hatiku mencelos. Kedengarannya lebih seperti peringatan daripada permintaan. Dengan buru-buru, aku menjawab, "Aku tidak selingkuh. ms. Ye-yeon meminta ku untuk melakukannya, jadi aku tidak punya pilihan. Aku tidak akan pernah bertemu pria itu lagi." Alasanku s
Mengapa? Aku mencari dokumen terkutuk itu di komputerku, tapi komputerku tidak menghasilkan apa-apa. Aku bingung. Filenya baru saja ada di sana pagi ini. Aku belum menghapusnya, lalu kenapa? Tiba-tiba aku mendengar suara mesin tik lagi. Keyboard sedang menulis tanpa aku melakukan apapun. Aku melihatnya lagi. Mungkinkah itu? Aku menghubungkan keyboard terkutuk itu ke komputer milikku dan, seperti yang sudah ku duga, sebuah file muncul di layar desktop. Aku mengklik dokumen terkutuk itu. [Ji-an menekan tombol delete berulang kali, tetapi tidak ada yang berhasil. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihapus atau diubah seperti masa lalu.] Reflek aku menundukkan kepalaku, mengacak-ngacak rambutku dengan frustasi. Aku tidak tahu, tidak ada isyarat. Aku terjebak di dalam rawa yang gelap. Aku tidak pernah menginginkan draf naskah ini, naskah yang pernah aku buat tapi tidak aku inginkan lagi, naskah yang akan kembali lagi dan terus menghantuiku seperti ini. Mengapa aku menulis itu?
Kenapa dia bersikap begitu ramah? Aku tidak punya niat untuk akrab dengan seorang pembunuh berantai. Aku mencoba menyembunyikan ketidaknyamananku, aku mengikuti Hades ke tempat administrasi. Saat giliran kami tiba, Hades mengeluarkan kartu dari dompetnya. Dimana itu berasal? Aku adalah penulisnya, tetapi aku tidak tahu apa-apa. Buku Night Series itu bergenre horor, bukan misteri; sumber uang Hades itu tidak penting. Saat kasir melakukan pembayaran, aku berharap ada peringatan suara akan berbunyi, mengumumkan bahwa kartu ini hilang, dibatalkan, dan dicuri. Aku ingin Hades ditangkap polisi. Namun kartu tersebut berfungsi dengan baik dan kami meninggalkan ruang gawat darurat tanpa masalah. Dalam perjalananku menuju halte taksi di depan rumah sakit, Hades meraih pergelangan tanganku. "Mau kemana?" "Aku naik taksi..." Sambil tertawa, Hades menarikku menuju tempat parkir. "Aku mengantarmu ke sini, bodoh. Aku membawa mobilku." Mobil yang dibawa Hades adalah Porsche hitam. Aku kehilan
Mataku terbuka lebar Kamu gila, Ji-an Orang ini pembunuh. Aku meraih bahu Hades dan mendorongnya menjauh. Penolakan tanpa keributan, Hades mengusap bibirku dengan ekspresi sedih di wajahnya. "Karena kamu sakit, mau bagaimana lagi." Dia mengira aku mendorongnya karena aku sedang tidak enak badan. “Baiklah, aku pergi. Istirahatlah." Hades mencium keningku dan pergi tanpa berkata apa-apa. Dia bilang dia akan memasak beberapa bubur nasi lalu pergi. Dia telah mengatakan yang sebenarnya. Aku senang Hades baru saja pergi. Memang melegakan.. Tapi sampai kapan kelegaan ini bisa bertahan? Belum ada yang terjadi. Tapi bagaimana dengan besok? Dan lusa? Apa yang diinginkan Hades dariku dan seberapa jauh keinginannya? Tidak tahu Aku membuatku cemas. Dengan rasa cemas yang menusuk, aku duduk di depan meja untuk menyajikan bubur nasi Hades yang telah dibuat untukku. Tidak ada uang sebanyak apapun yang bisa membeli sesuatu yang selezat ini. Lalu, sebuah suara kecil menarik perhati
Dalam hati aku mengutuk keyboard sembari berlari menyusuri gang sebelum aku mendengar suara mobil dinyalakan. Kemudian derit ban di trotoar terdengar bersamaan dengan bunyi hujan. Aku bergegas keluar gang. Aku tercengang dengan tubuhku yang kaku saat aku melihat sebuah mobil melaju di jalan yang kosong. Dan seseorang tergantung dari pegangan sisi pintu pengemudi yang setengah terbuka, itu adalah Hades. Sopir itu berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan Hades. Dengan melakukan zigzag liar, mobil melaju ke jembatan sebelum melakukan rem tajam, dan menabrak pagar. Bang! Aku melompat. Untuk sesaat, kupikir itu adalah suara ledakan hatiku. Namun detak jantung ku yang cepat dan kuat segera memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja. Aku bergegas ke jembatan. Melihat ke bawah melalui pagar, aku melihat mobil itu terbalik turun ke rumput. Asap yang mengepul dari kap mesin bukanlah pertanda yang baik. Baik pengemudi maupun Hades tidak terlihat. Aku meragukan mereka bisa selamat. 91
Seorang pria berjas hitam diam-diam muncul dari kegelapan. Aku tidak bisa percaya mataku. Itu tidak lain adalah Hades. Hades, yang jatuh di bawah jembatan bersama dengan mobilnya, masih hidup. Aku tidak bisa mempercayainya. Kamu sudah mati. Ceritanya selesai dan keyboard berhenti. Bagaimana kamu bisa di Sini? Bagaimana.? Apakah aku sedang bermimpi? Namun, suara mesin ketik dari kamarku membuatku tersadar. Itu bukan sebuah mimpi. Itu terlalu mudah. Ini adalah kenyataan. "Maaf. Saat itu gelap jadi aku tidak melihat vasnya. Aku akan membersihkannya." Meminta maaf dengan acuh tak acuh, Hades mendekat. Aku membeku di tempat. Aku ingin melarikan diri, tapi aku tidak bisa menyeimbangkan diri saat bergerak. Hades mengambil jariku yang berlumuran darah dan menaruhnya ke mulutnya, menghisapnya. Dia tampak seperti vampir. Rasa sakit yang aneh muncul dari ujung jariku, menyebar ke seluruh tubuhku. "Ah..." Aku hanya bisa mengerang. Pembunuhnya, yang menundukkan kepalanya dan menghisap jari
Meski situasinya tidak terlihat berbahaya, aku tidak bisa membiarkan diriku rileks. Aku merasakan wajahku memanas bersamaan dengan jantungku yang berdetak kencang. Aku tidak perlu bercermin untuk tahu bahwa wajahku menjadi merah padam. "Kau demam," kata Hades muram. "Mungkin kamu hanya kedinginan?" Jawabku dengan suara kecil. Aku bukan satu-satunya yang tadi kehujanan. Rambut Hades juga basah. Sedangkan jas yang dia kenakan garing dan benar-benar kering, jaket kulit hitamnya yang tadinya sudah rusak akibat berjalan-jalan di tengah hujan bersama pemiliknya, basah kuyup. Tangannya yang melingkari leherku sedingin es, meski perlahan semakin hangat. "Apakah kamu kehujanan?" tanya Hades berpura-pura seolah dia tidak melihatku berjalan di tengah hujan tanpa payung. Tentu saja, aku berpura-pura bodoh dan menjawab. "Aku tidak tahu akan turun hujan." “Lain kali, belilah payung. Jangan hanya berjalan-jalan tanpa payung, kamu akan mudah sakit.." Hades bergumam dengan nada mencela sambil men
Aku perempuan dengan usia lebih dari setengah abad yang punya kelemahan tidak biasa.Parno, istilah populer untuk menyebut gangguan paranoid, yakni kondisi saat seseorang merasa cemas berlebihan dan terancam. Ya, aku memiliki parno berlebih yang tidak bisa aku tangani. Perasaan itu bisa muncul kapan saja. Misalnya...Aku takut berjalan sendirian di malam hari. Kecemasan menguasaiku saat berbagi lift dengan pria asing. Dan aku selalu membeku ketakutan ketika ada orang asing yang tiba-tiba mengetuk pintu rumahku. Begitulah jika perempuan penakut tinggal sendirian.Dunia adalah tempat yang menakutkan untuk seorang pengecut sepertiku. Pikiranku sering melompat ke hal terburuk dalam skenario sebuah tragedi.Misalnya saat di malam hari, ketika aku melewati seorang pria yang memakai topi baseball atau masker, aku langsung ketakutan oleh sebuah pemikiran mengerikan: Bagaimana jika dia tiba-tiba datang berlari ke arahku sambil membawa sebuah pisau..?Tapi itu tidak pernah terjadi. Tentu saja.
Meski situasinya tidak terlihat berbahaya, aku tidak bisa membiarkan diriku rileks. Aku merasakan wajahku memanas bersamaan dengan jantungku yang berdetak kencang. Aku tidak perlu bercermin untuk tahu bahwa wajahku menjadi merah padam. "Kau demam," kata Hades muram. "Mungkin kamu hanya kedinginan?" Jawabku dengan suara kecil. Aku bukan satu-satunya yang tadi kehujanan. Rambut Hades juga basah. Sedangkan jas yang dia kenakan garing dan benar-benar kering, jaket kulit hitamnya yang tadinya sudah rusak akibat berjalan-jalan di tengah hujan bersama pemiliknya, basah kuyup. Tangannya yang melingkari leherku sedingin es, meski perlahan semakin hangat. "Apakah kamu kehujanan?" tanya Hades berpura-pura seolah dia tidak melihatku berjalan di tengah hujan tanpa payung. Tentu saja, aku berpura-pura bodoh dan menjawab. "Aku tidak tahu akan turun hujan." “Lain kali, belilah payung. Jangan hanya berjalan-jalan tanpa payung, kamu akan mudah sakit.." Hades bergumam dengan nada mencela sambil men
Seorang pria berjas hitam diam-diam muncul dari kegelapan. Aku tidak bisa percaya mataku. Itu tidak lain adalah Hades. Hades, yang jatuh di bawah jembatan bersama dengan mobilnya, masih hidup. Aku tidak bisa mempercayainya. Kamu sudah mati. Ceritanya selesai dan keyboard berhenti. Bagaimana kamu bisa di Sini? Bagaimana.? Apakah aku sedang bermimpi? Namun, suara mesin ketik dari kamarku membuatku tersadar. Itu bukan sebuah mimpi. Itu terlalu mudah. Ini adalah kenyataan. "Maaf. Saat itu gelap jadi aku tidak melihat vasnya. Aku akan membersihkannya." Meminta maaf dengan acuh tak acuh, Hades mendekat. Aku membeku di tempat. Aku ingin melarikan diri, tapi aku tidak bisa menyeimbangkan diri saat bergerak. Hades mengambil jariku yang berlumuran darah dan menaruhnya ke mulutnya, menghisapnya. Dia tampak seperti vampir. Rasa sakit yang aneh muncul dari ujung jariku, menyebar ke seluruh tubuhku. "Ah..." Aku hanya bisa mengerang. Pembunuhnya, yang menundukkan kepalanya dan menghisap jari
Dalam hati aku mengutuk keyboard sembari berlari menyusuri gang sebelum aku mendengar suara mobil dinyalakan. Kemudian derit ban di trotoar terdengar bersamaan dengan bunyi hujan. Aku bergegas keluar gang. Aku tercengang dengan tubuhku yang kaku saat aku melihat sebuah mobil melaju di jalan yang kosong. Dan seseorang tergantung dari pegangan sisi pintu pengemudi yang setengah terbuka, itu adalah Hades. Sopir itu berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan Hades. Dengan melakukan zigzag liar, mobil melaju ke jembatan sebelum melakukan rem tajam, dan menabrak pagar. Bang! Aku melompat. Untuk sesaat, kupikir itu adalah suara ledakan hatiku. Namun detak jantung ku yang cepat dan kuat segera memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja. Aku bergegas ke jembatan. Melihat ke bawah melalui pagar, aku melihat mobil itu terbalik turun ke rumput. Asap yang mengepul dari kap mesin bukanlah pertanda yang baik. Baik pengemudi maupun Hades tidak terlihat. Aku meragukan mereka bisa selamat. 91
Mataku terbuka lebar Kamu gila, Ji-an Orang ini pembunuh. Aku meraih bahu Hades dan mendorongnya menjauh. Penolakan tanpa keributan, Hades mengusap bibirku dengan ekspresi sedih di wajahnya. "Karena kamu sakit, mau bagaimana lagi." Dia mengira aku mendorongnya karena aku sedang tidak enak badan. “Baiklah, aku pergi. Istirahatlah." Hades mencium keningku dan pergi tanpa berkata apa-apa. Dia bilang dia akan memasak beberapa bubur nasi lalu pergi. Dia telah mengatakan yang sebenarnya. Aku senang Hades baru saja pergi. Memang melegakan.. Tapi sampai kapan kelegaan ini bisa bertahan? Belum ada yang terjadi. Tapi bagaimana dengan besok? Dan lusa? Apa yang diinginkan Hades dariku dan seberapa jauh keinginannya? Tidak tahu Aku membuatku cemas. Dengan rasa cemas yang menusuk, aku duduk di depan meja untuk menyajikan bubur nasi Hades yang telah dibuat untukku. Tidak ada uang sebanyak apapun yang bisa membeli sesuatu yang selezat ini. Lalu, sebuah suara kecil menarik perhati
Kenapa dia bersikap begitu ramah? Aku tidak punya niat untuk akrab dengan seorang pembunuh berantai. Aku mencoba menyembunyikan ketidaknyamananku, aku mengikuti Hades ke tempat administrasi. Saat giliran kami tiba, Hades mengeluarkan kartu dari dompetnya. Dimana itu berasal? Aku adalah penulisnya, tetapi aku tidak tahu apa-apa. Buku Night Series itu bergenre horor, bukan misteri; sumber uang Hades itu tidak penting. Saat kasir melakukan pembayaran, aku berharap ada peringatan suara akan berbunyi, mengumumkan bahwa kartu ini hilang, dibatalkan, dan dicuri. Aku ingin Hades ditangkap polisi. Namun kartu tersebut berfungsi dengan baik dan kami meninggalkan ruang gawat darurat tanpa masalah. Dalam perjalananku menuju halte taksi di depan rumah sakit, Hades meraih pergelangan tanganku. "Mau kemana?" "Aku naik taksi..." Sambil tertawa, Hades menarikku menuju tempat parkir. "Aku mengantarmu ke sini, bodoh. Aku membawa mobilku." Mobil yang dibawa Hades adalah Porsche hitam. Aku kehilan
Mengapa? Aku mencari dokumen terkutuk itu di komputerku, tapi komputerku tidak menghasilkan apa-apa. Aku bingung. Filenya baru saja ada di sana pagi ini. Aku belum menghapusnya, lalu kenapa? Tiba-tiba aku mendengar suara mesin tik lagi. Keyboard sedang menulis tanpa aku melakukan apapun. Aku melihatnya lagi. Mungkinkah itu? Aku menghubungkan keyboard terkutuk itu ke komputer milikku dan, seperti yang sudah ku duga, sebuah file muncul di layar desktop. Aku mengklik dokumen terkutuk itu. [Ji-an menekan tombol delete berulang kali, tetapi tidak ada yang berhasil. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihapus atau diubah seperti masa lalu.] Reflek aku menundukkan kepalaku, mengacak-ngacak rambutku dengan frustasi. Aku tidak tahu, tidak ada isyarat. Aku terjebak di dalam rawa yang gelap. Aku tidak pernah menginginkan draf naskah ini, naskah yang pernah aku buat tapi tidak aku inginkan lagi, naskah yang akan kembali lagi dan terus menghantuiku seperti ini. Mengapa aku menulis itu?
Begitu kami berada di luar, Hades melepaskan tanganku dari lengannya, lalu tiba-tiba menggenggam tanganku, bahkan menyatukan jari-jari kami. Jari-jarinya yang panjang seperti tangan pianis dan telapak tangannya lembut. Sepertinya itu bukan tangan seorang pembunuh. Mereka besar dan hangat. Kehangatan yang tak terduga membuatku bingung. Apa yang ada di kepalanya? Aku ingin membuka tengkoraknya dan melihat ke dalam dengan sangat detail. Kenapa dia meraih tanganku? Kenapa dia mengikutiku ke restoran? Apa yang dia rencanakan? Apa yang akan dia lakukan padaku? Ada begitu banyak hal yang ingin kutanyakan tetapi tidak ada satupun yang bisa kutanyakan, aku memilih terus berjalan. Tiba-tiba, Hades angkat bicara. “Jangan curang.” Hatiku mencelos. Kedengarannya lebih seperti peringatan daripada permintaan. Dengan buru-buru, aku menjawab, "Aku tidak selingkuh. ms. Ye-yeon meminta ku untuk melakukannya, jadi aku tidak punya pilihan. Aku tidak akan pernah bertemu pria itu lagi." Alasanku s
Sebuah firasat buruk mendorongku untuk menoleh ke arah pintu masuk. Aku melihat Hades memasuki restoran. Di konter depan, pelanggan membayar tagihan mereka dan karyawan yang membantu mereka semua menatap Hades dengan ekspresi kaget. Ini bukan halusinasi, astaga. itu nyata. Dia bukan orang sungguhan, tapi dia ada dalam kehidupan nyata. Bagaimana dia menemukanku di sini? Apakah dia mengikutiku? Hades memiliki watak penguntit handal. Begitu dia mengarahkan pandangannya pada mangsanya, dia melingkari mereka, memperhatikan dan mengamati mereka lama sekali; itu adalah hobi yang selalu ia lakukan. Apakah dia melakukan hal yang sama padaku? Apakah kemunculannya di sini berarti seorang kekasih tidak dikecualikan dari perburuan? Tenggorokanku tercekat. "Apakah kamu tidak jadi pergi ke kamar kecil?" Suara teman kencanku menginterupsi pikiran ku untuk kembali sadar. Dengan enggan, aku menuju kamar kecil. Area toilet yang dekat dengan keberadaan Hades membuat pertemuan dengan Hades tidak bisa
Air liur kami bercampur dan nafas kami menjadi satu. Aku merasa seperti aku tercekik. Aku menghindari ciuman itu sejenak untuk bernapas tetapi bibir Hades segera menyusulku. Tanpa pikir panjang, aku mundur selangkah tapi Hades menahan pergelangan tanganku, dia memeluk pinggangku dengan tangannya yang lain. Kemudian, sambil memegang tanganku di dadanya, dia bergerak di belakang bahunya. Tiba-tiba, aku menemukan tanganku sudah melingkar sempurna di leher Hades. Seolah itu belum cukup, Hades meraih tanganku yang lain dan membungkusnya di sekitar pinggangnya. Sepanjang waktu, ciuman itu tidak berhenti. Tidak. Dia akan memakanku hidup-hidup. Erangan datang dari dalam tenggorokanku. Sudut mulut Hades melengkung sebelum dia memiringkan kepalanya, untuk memperdalam ciumannya. Inikah rasanya digigit ular berbisa? Tubuhku terasa lemas dan pikiranku redup. Tapi sesaat kemudian, nada dering tiba-tiba dari ponselku mengagetkanku dan membuatku kembali terjaga dari kelumpuhan ku tadi. Karen