Ketika aku pulang, rumah tampak seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Hening dan rapi seperti penampakan biasanya. Tampak normal, jadi aku bisa melakukan aktivitas ku dengan tenang.
Setelah makan malam, aku duduk di depan komputer untuk memulai draf baru. Tapi aku justru mengingat mimpi malam itu yang membuatku curiga dengan keyboard baru. Aku mencoba mengabaikan semuanya. Dia itu hanya mimpi sialan. Aku mengutuk diriku sendiri dan menyalakan komputer. Saat aku melihat layarnya menyala. Komputer ku dalam mode hemat daya (sleep). Aku menyadari aku tidak ingat pernah mematikan komputer. Aku bahkan tidak dapat mengingat kejadian hingga aku tertidur semalam. Secara naluriah, aku menekan sebuah tombol. Layar langsung berkedip dan sebuah dokumen berisi tipe hitam muncul. Seketika rasa dingin merambat di punggungku. "Apa...?" Itu adalah sebuah novel. Sebuah novel yang tidak aku tulis, tetapi sebuah novel yang aku kerjakan. Yang meresahkannya, dokumen itu merinci mimpiku dari malam sebelumnya, bahkan bagian yang tidak kuingat. Dan secara maniak, aku membaca semuanya. [Hades mengangkat Ji-an yang pingsan, dan membaringkannya di tempat tidur, gadis itu berbaring dengan selimut di atasnya. Hades adalah seorang pria sejati. Seorang pria sejati tidak akan pernah mengambil keuntungan dari wanita yang tidak sadarkan diri. Saat dia berbalik, Hades menekan kekecewaannya. Karena jauh di lubuk hatinya, hasrat yang tak terpadamkan berkobar sangat panas. Menginginkan sesuatu untuk dituntaskan saat itu juga] Aku merasakan getaran menjalar dari ujung jari ku hingga ke tengkuk ku. Itu bukanlah sebuah mimpi. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana ini bisa menjadi nyata? Aku merasa seperti berada dalam mimpi buruk. Mataku tertuju pada keyboard. Ini. Ini pasti pelakunya. Jelas sekali Keyboard ini dikutuk. Sambil mengertakkan gigi, aku mencabut keyboard. Untuk sesaat, aku memikirkan banyak hal dengan resah. Mungkin aku harus mencabut kabelnya atau Hades mungkin akan muncul seperti kemarin, dan untungnya kabelnya lepas dengan satu tarikan dan Hades tidak muncul. Segera setelah keyboard terputus, tampilan jendela menghilang dari layar, seperti saat TV dimatikan. Mungkin, mungkin saja, jika aku melakukan semuanya dengan benar dan menyingkirkan keyboard ini, sepertinya semua ini tidak akan pernah terjadi. Aku segera meninggalkan rumah, dengan keyboard di tangan. Tujuan ku adalah tempat pembuangan sampah di tempat parkir luar ruangan di lantai satu. Aku bertanya-tanya apakah dengan membuangnya di tengah jalan mungkin akan berhasil. Tapi semua orang tahu aturan pertama benda terkutuk: benda itu tidak bisa dibuang. Tolong tetap pergi. Kumohooooon.... Aku diam-diam memohon sambil melemparkan keyboard ke tempat sampah. Aku berdoa semuanya akan kembali normal. Selama perjalanan kembali ke apartemen dengan lift, jantungku berdebar kencang hingga terdengar di gendang telingaku. Berdebar, Buk, Buk. Kekhawatirannya sungguh tak tertahankan. Untuk beberapa alasan... Aku takut mengatakan itu mungkin menjadi kenyataan, tetapi untuk beberapa alasan... aku merasa keyboard itu akan menungguku di rumah. Seperti boneka berhantu yang kembali lagi dan lagi. Aku membuka pintu dengan tangan gemetar, tidak mampu menghilangkan hal yang tidak menyenangkan di pikiranku. Seolah-olah tidak pernah hilang, keyboard itu ada di meja ku. Aku pernah mendengar bahwa jika seseorang terlalu takut, bahkan berteriak pun mustahil. Jeritan tanpa suara seperti sebilah pisau tajam yang merobek isi perutku. Saat itulah, saat keyboard mulai berbunyi, seperti malam sebelumnya. [Hades menuju rumah Jian.] Hanya satu kalimat. Itu adalah kalimat paling menakutkan yang pernah aku baca dalam hidup ku. Apa yang bisa aku lakukan? Bagaimana aku bisa menghentikan ini? Dengan gugup, aku mondar-mandir sebelum mengambil keputusan: Aku harus menghancurkannya. Sebuah palu... Dimana palunya? Akhirnya, aku menemukannya di kotak peralatan yang tersembunyi di lemari. Aku kembali ke ruanganku dan mencabut keyboard. Tetap saja, ia terus mengetik, kalimat baru dan terwujud di layar. Dengan gemetar, aku berlari ke ruang tamu. Saat itulah aku melempar keyboard ke meja dapur, paluku terangkat, ketika aku mendengarnya. Tuk...Tuk...Tuk... Aku berbalik ke arah suara keyboard. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari pintu depan. Aku mendengarnya terbuka. Pintu terbuka dan seorang pria yang aku kenal dengan berani berjalan masuk, seolah-olah berjalan di dalam rumahnya sendiri. Aku baru saja bertemu dengannya kemarin, tapi aku mengenal pria ini lebih baik daripada siapa pun di dunia. Pembunuh berantai yang ku buat: Hades. Aku ingin menangis. Bagaimana dia bisa tahu kata sandi rumahku? “Mengapa kamu memegang palu?” Hades bertanya sambil melepas sepatunya sebelum melangkah lebih masuk kedalam rumahku. "Hah?" Aku menatap palu itu. Apakah ini cukup untuk melindungi diriku sendiri? Bisakah aku menggunakannya untuk membunuh bajingan itu? Meski begitu, keyboard terus mengetik. Tapi Hades sepertinya tidak melihat pergerakan tombol atau mendengar suara pengetikan. Sambil melirik ke keyboard, dia bertanya, “Apakah itu rusak?” Itu bukanlah reaksi seseorang yang melihat keyboard terkutuk itu sedang mengetik sendiri. "Hah?" "Apakah kamu mencoba untuk menghancurkannya?" "Eh..." Saat aku tergagap, Hades mengulurkan tangannya. “Berikan padaku. Aku akan memecahkannya untukmu.” Tiba-tiba aku mendapat gambaran Hades mengambil palu untuk menghancurkan kepalaku, seperti membuka kenari. Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. "Aku bisa melakukannya sendiri, terima kasih." Hades berbicara dengan suara rendah, “Kamu akan terluka.” Apakah ini peringatan atau ancaman? Aku tidak yakin apakah maksudnya aku akan melukai diriku sendiri atau jika aku tidak mendengarkan, dia akan menyakiti ku. "Berikan padaku," ulang Hades dengan tegas. Apakah dia akan mengayunkannya padaku jika aku memberikannya padanya? Pemikiran itu membuat cengkeramanku semakin erat pada palu. Hades menghela nafas, lalu tiba-tiba mengulurkan tangan. Aku tidak punya waktu untuk menghindarinya sebelum tanganku yang memegang palu berada dalam genggamannya. Hades menarikku yang tak berdaya ke dalam pelukan lengannya. Punggungku bertemu dengan dadanya yang lebar dan kokoh. Terjebak dalam pelukan Hades, aku merasa seperti terperangkap dalam balutan ular. Aku tidak bisa bernapas, dada dan lengannya bagaikan tembok besi yang membekapku. Tangan besar yang melingkari tanganku mengingatkanku pada rahang seekor binatang buas yang siap menelan mangsanya kapanpun. Di telingaku, napas Hades terasa panas, membuat bulu kudukku merinding dan berdiri tegak. Sebuah getaran meluncur di punggungku. "Sangat keras kepala." Dengan lembut memarahiku, Hades mengangkat palu di dalam tangan kami yang memegang bersamaan. Bang! Bang! Bang! Tombol-tombol keyboard berpencar ke segala arah. Retak, patah, terkelupas. Hades terus mengayunkan palu tapi tanganku sakit, seperti neraka dalam genggamannya. Aku tidak tahu apakah itu aku atau keyboard itu yang mendapat pukulan. "Hentikan..." Protes lemahku nyaris tidak sampai ke telingaku sendiri. Hades tidak berhenti. "'HENTIKAAAN!" Aku menjerit sambil mendorong Hades menjauh. Dan aku melemparkan palu ke samping.Saat terjatuh, benda berat itu membuat papan lantai penyok. Tapi itu adalah hal yang paling kecil dari kekhawatiran dalam diriku. Dengan terengah-engah, aku berpaling dari Hades. Aku penasaran seperti apa ekspresi di wajahnya. Aku sangat takut, aku tidak sanggup melihatnya. "Apakah itu sakit?" Hades bertanya, suaranya khawatir. Siapa yang mengkhawatirkan siapa sekarang? Aku yakin dia mencoba menipuku. "Aku minta maaf." Ujung jarinya menyentuh tangan kananku. Aku tersentak. Sentuhan Hades yang tiba-tiba namun hangat dan lembut. Mataku tanpa sadar mengikuti saat dia menarik tanganku. Aku memperhatikan saat Hades memeriksanya dengan cermat. Kekhawatiran diwajahnya tampak tulus. Itu membuatku semakin takut. Sepertinya dia ingin menurunkan kewaspadaanku sebelum dia membunuhku. Tiba-tiba, mata kami bertemu. Hades tersenyum nakal sebelum dia menukik ke bawah untuk memberi tanganku kecupan kecil. "Ya Tuhan." Aku menjauh karena terkejut. Melihat reaksiku, Hades mengelus rambutku.
"YAA!" Teriakan marah Jeong-an meledak dari interkom. Karena terkejut, aku terdiam sejenak sebelum menjawab, "Hei." "Apa kau gila? Kau tidak tahu jam berapa sekarang? Dan bersantailah saat memencet bel pintu, oke? Apa yang sedang terjadi?" "Maaf, aku hanya butuh bantuan saat ini. Tolong buka pintunya." "Ah." Sesaat kemudian, pintu terbuka. Rambutnya acak-acakan seperti baru saja terbangun, Jeong-an muncul, menggerutu padaku dengan wajah keriput. "Ini hari Sabtu, dasar pengganggu. Ini fajar di hari Sabtu..." "Sembunyikan aku." Aku mendorong Jeong-an ke dalam. Saat dia melihatku menutup pintu dan bahkan mengunci kaitan pintunya, raut wajah Jeong-an berubah. "Apa yang terjadi?" Aku dengan panik masuk ke tempat tidur Jeong-an dan berjongkok di samping dinding dengan selimut menutupi kepalaku. Aku lebih suka bersembunyi di ruang tertutup seperti closet bawaan, tapi itu bukanlah pilihan di studio sempit di apartemen ini. "Kamu membuatku takut. Apa yang terjadi? Ada apa?"
Hal pertama yang menyambut ku ketika aku kembali ke rumah adalah sepatu pria berwarna hitam yang tertata rapi di serambi. Hades sepertinya sedang mandi. Karena dari kamar mandi, aku mendengar suara pancuran air mengalir. Sementara itu, suara pengetikan terdengar dari kamarku. Keyboard terkutuk itu masih ada di tempat kerja. Keyboard mulai mengetik pada pukul 04.44. Aku pasti ingat karena memang begitu momen sial dimulai lagi. Sekarang jam 10:38. Jadi sudah mengetik selama enam jam? Apa yang dilakukan Hades selama enam jam? Aku berjingkat ke kamarku, melirik ke pintu kamar mandi sepanjang jalan. Ketakutan dengan saraf yang terasa menggerogotiku, tapi aku tidak punya pilihan lain. Bagaimana jika Hades bersiap untuk membunuhku? Aku harus memeriksa naskahnya. Begitu memasuki ruangan, aku buru-buru menyalakan komputer dan membuka naskah terkutuk itu. Kalimat terakhir, kursor masih berkedip, menarik perhatian ku. [Setelah dia menyelinap ke kamarnya, Ji-an buru-buru menyalakan ko
Air liur kami bercampur dan nafas kami menjadi satu. Aku merasa seperti aku tercekik. Aku menghindari ciuman itu sejenak untuk bernapas tetapi bibir Hades segera menyusulku. Tanpa pikir panjang, aku mundur selangkah tapi Hades menahan pergelangan tanganku, dia memeluk pinggangku dengan tangannya yang lain. Kemudian, sambil memegang tanganku di dadanya, dia bergerak di belakang bahunya. Tiba-tiba, aku menemukan tanganku sudah melingkar sempurna di leher Hades. Seolah itu belum cukup, Hades meraih tanganku yang lain dan membungkusnya di sekitar pinggangnya. Sepanjang waktu, ciuman itu tidak berhenti. Tidak. Dia akan memakanku hidup-hidup. Erangan datang dari dalam tenggorokanku. Sudut mulut Hades melengkung sebelum dia memiringkan kepalanya, untuk memperdalam ciumannya. Inikah rasanya digigit ular berbisa? Tubuhku terasa lemas dan pikiranku redup. Tapi sesaat kemudian, nada dering tiba-tiba dari ponselku mengagetkanku dan membuatku kembali terjaga dari kelumpuhan ku tadi. Karen
Sebuah firasat buruk mendorongku untuk menoleh ke arah pintu masuk. Aku melihat Hades memasuki restoran. Di konter depan, pelanggan membayar tagihan mereka dan karyawan yang membantu mereka semua menatap Hades dengan ekspresi kaget. Ini bukan halusinasi, astaga. itu nyata. Dia bukan orang sungguhan, tapi dia ada dalam kehidupan nyata. Bagaimana dia menemukanku di sini? Apakah dia mengikutiku? Hades memiliki watak penguntit handal. Begitu dia mengarahkan pandangannya pada mangsanya, dia melingkari mereka, memperhatikan dan mengamati mereka lama sekali; itu adalah hobi yang selalu ia lakukan. Apakah dia melakukan hal yang sama padaku? Apakah kemunculannya di sini berarti seorang kekasih tidak dikecualikan dari perburuan? Tenggorokanku tercekat. "Apakah kamu tidak jadi pergi ke kamar kecil?" Suara teman kencanku menginterupsi pikiran ku untuk kembali sadar. Dengan enggan, aku menuju kamar kecil. Area toilet yang dekat dengan keberadaan Hades membuat pertemuan dengan Hades tidak bisa
Begitu kami berada di luar, Hades melepaskan tanganku dari lengannya, lalu tiba-tiba menggenggam tanganku, bahkan menyatukan jari-jari kami. Jari-jarinya yang panjang seperti tangan pianis dan telapak tangannya lembut. Sepertinya itu bukan tangan seorang pembunuh. Mereka besar dan hangat. Kehangatan yang tak terduga membuatku bingung. Apa yang ada di kepalanya? Aku ingin membuka tengkoraknya dan melihat ke dalam dengan sangat detail. Kenapa dia meraih tanganku? Kenapa dia mengikutiku ke restoran? Apa yang dia rencanakan? Apa yang akan dia lakukan padaku? Ada begitu banyak hal yang ingin kutanyakan tetapi tidak ada satupun yang bisa kutanyakan, aku memilih terus berjalan. Tiba-tiba, Hades angkat bicara. “Jangan curang.” Hatiku mencelos. Kedengarannya lebih seperti peringatan daripada permintaan. Dengan buru-buru, aku menjawab, "Aku tidak selingkuh. ms. Ye-yeon meminta ku untuk melakukannya, jadi aku tidak punya pilihan. Aku tidak akan pernah bertemu pria itu lagi." Alasanku s
Mengapa? Aku mencari dokumen terkutuk itu di komputerku, tapi komputerku tidak menghasilkan apa-apa. Aku bingung. Filenya baru saja ada di sana pagi ini. Aku belum menghapusnya, lalu kenapa? Tiba-tiba aku mendengar suara mesin tik lagi. Keyboard sedang menulis tanpa aku melakukan apapun. Aku melihatnya lagi. Mungkinkah itu? Aku menghubungkan keyboard terkutuk itu ke komputer milikku dan, seperti yang sudah ku duga, sebuah file muncul di layar desktop. Aku mengklik dokumen terkutuk itu. [Ji-an menekan tombol delete berulang kali, tetapi tidak ada yang berhasil. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihapus atau diubah seperti masa lalu.] Reflek aku menundukkan kepalaku, mengacak-ngacak rambutku dengan frustasi. Aku tidak tahu, tidak ada isyarat. Aku terjebak di dalam rawa yang gelap. Aku tidak pernah menginginkan draf naskah ini, naskah yang pernah aku buat tapi tidak aku inginkan lagi, naskah yang akan kembali lagi dan terus menghantuiku seperti ini. Mengapa aku menulis itu?
Kenapa dia bersikap begitu ramah? Aku tidak punya niat untuk akrab dengan seorang pembunuh berantai. Aku mencoba menyembunyikan ketidaknyamananku, aku mengikuti Hades ke tempat administrasi. Saat giliran kami tiba, Hades mengeluarkan kartu dari dompetnya. Dimana itu berasal? Aku adalah penulisnya, tetapi aku tidak tahu apa-apa. Buku Night Series itu bergenre horor, bukan misteri; sumber uang Hades itu tidak penting. Saat kasir melakukan pembayaran, aku berharap ada peringatan suara akan berbunyi, mengumumkan bahwa kartu ini hilang, dibatalkan, dan dicuri. Aku ingin Hades ditangkap polisi. Namun kartu tersebut berfungsi dengan baik dan kami meninggalkan ruang gawat darurat tanpa masalah. Dalam perjalananku menuju halte taksi di depan rumah sakit, Hades meraih pergelangan tanganku. "Mau kemana?" "Aku naik taksi..." Sambil tertawa, Hades menarikku menuju tempat parkir. "Aku mengantarmu ke sini, bodoh. Aku membawa mobilku." Mobil yang dibawa Hades adalah Porsche hitam. Aku kehilan
"Terima kasih sudah menunggu." Hades, yang berhenti di depan meja, menyapa Jeong-an dengan sopan. Seolah basah kuyup dalam madu, tatapan Hades berubah manis saat dia melihat ke arah Ji-an. Jeong-an, yang sampai saat itu belum bisa menutup mulutnya yang terbuka, bertanya dengan ragu, "Tuan Hades?" "Ya." Apakah dia serius? Apakah itu nama aslinya atau nama panggilannya? Jika Ji-an selama ini menceritakan yang sebenarnya berarti , pria ini adalah seorang pembunuh berantai yang muncul dari novelnya. Tiba-tiba pertanyaan muncul di tenggorokannya. Apakah kamu seorang pembunuh berantai?] "Oh tidak." Aku berhenti sejenak, sambil terengah-engah. Jeong-an berterus terang menunjukkan kepribadiannya, dan dia sering melontarkan nada yang lugas. Jika dia melakukannya lagi kali ini..Jeong-an bisa saja.. Jantung ku tegang dan berdebar-debar seolah-olah akan meledak. Aku perlahan menurunkan bilah gulir, hingga lupa cara bernapas. [Tapi Jeong-an baru saja bertemu dengan Hades. Dia tidak bisa be
Langit-langit yang familiar menyambutku saat aku membuka mata. Aku ada di rumah. Bagaimana aku sampai di rumah? Aku ingat saat minum dengan Jeong-an di restoran ayam goreng. Tiba-tiba, rasa mabuk itu menimpaku, seolah-olah ada yang sedang mengebor sebuah lubang di otakku. "Aduh.." Saat aku memegangi kepalaku yang berdenyut-denyut, suara klik kunci yang familiar mulai terdengar. Aku memutar kepalaku untuk melihat ke meja. Keyboard terkutuk itu bergerak. Begitu aku melihatnya, aku ingat pernah mendengarnya mengetik di restoran dan Jeong-an mengangkat teleponku. Hatiku tenggelam. Saat itulah aku mendengar suara dari luar kamarku. Suara pisau yang bermain seperti drum melawan talenan. Kuharap bukan Jeong-an yang ada di talenan itu. Dengan gemetar karena cemas, aku meninggalkan kamarku. "Selamat pagi." Di dapur yang penuh aroma sedap, dibalut celemek hitam, Hades menyambutku dengan senyum lembut. Aku tidak terkejut sama sekali. Untungnya, dia baru saja memotong daun bawang. Aku m
Setelah makan siang di waktu senggang, dua guru yang dekat dengan Ibu Ye-yeon datang untuk menemuiku. "Ms. Ji-an, bisakah kita bicara?" Mata mereka yang tampak tidak suka merupakan firasat buruk bagiku. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Saat aku mengikuti kedua wanita itu ke halaman belakang sekolah, aku merasa seperti orang buangan yang diseret oleh para pengganggu kelas. Ketika kami tiba, kedua guru itu mengelilingi ku seperti detektif yang menginterogasi penjahat. Mereka mulai menanyai ku tanpa henti. “Mengapa Anda melakukannya, ms. Ji-an?” "Maaf? Apa yang kulakukan...?" "Kencan buta. Yang diatur oleh ms. Ye-yeon untukmu." "Ah." Aku pikir agak tidak masuk akal jika orang lain terlibat seperti ini. Kami bukan anak kecil lagi. Bukankah ini masalah antara aku dan ms. Ye-yeon? Sayangnya, wanita-wanita ini tampaknya tidak berpikir demikian. "Jika kamu punya pacar, seharusnya kamu bilang saja kamu punya pacar." "Yah, kami baru saja mulai berkencan.." “Tetapi kamu tetap harus men
[Hades terbangun karena suara sirene. Dia membuka matanya. Hades mendapati dirinya terjebak di semak-semak, ponsel Ji-an masih di tangannya. Sementara itu, hujan, yang bahkan lebih deras dari sebelumnya, terus menerpa tubuh Hades. Dengan hati-hati, Hades berdiri. Di antara suara hujan dan sirene, dia bisa mendengar suara orang-orang. Tak lama, Hades melihat paramedis membawa targetnya dengan tandu dan polisi dengan senter menggeledah daerah tersebut. Sayangnya, dia harus menunda aktivitas berburunya untuk kedua kali. Memanfaatkan kegelapan dan hujan, Hades melarikan diri dari tempat kejadian. Dia terus berjalan menunduk rendah sambil berlari mengikuti sungai, sampai tiba-tiba dia berhenti. Dia tidak bisa kembalikan ponsel ini ke Ji-an. Hades tidak bisa memberi tahu gadis itu bahwa dialah penyerang berjaket hitam. Tanpa ragu, Hades melemparkan ponsel Ji-an ke sungai. Memetik.] "Ah..!" aku mengerang. Telepon ku. Aku masih memiliki sisa cicilan sepuluh bulan yang harus dibayar. Tap
Meski situasinya tidak terlihat berbahaya, aku tidak bisa membiarkan diriku rileks. Aku merasakan wajahku memanas bersamaan dengan jantungku yang berdetak kencang. Aku tidak perlu bercermin untuk tahu bahwa wajahku menjadi merah padam. "Kau demam," kata Hades muram. "Mungkin kamu hanya kedinginan?" Jawabku dengan suara kecil. Aku bukan satu-satunya yang tadi kehujanan. Rambut Hades juga basah. Sedangkan jas yang dia kenakan garing dan benar-benar kering, jaket kulit hitamnya yang tadinya sudah rusak akibat berjalan-jalan di tengah hujan bersama pemiliknya, basah kuyup. Tangannya yang melingkari leherku sedingin es, meski perlahan semakin hangat. "Apakah kamu kehujanan?" tanya Hades berpura-pura seolah dia tidak melihatku berjalan di tengah hujan tanpa payung. Tentu saja, aku berpura-pura bodoh dan menjawab. "Aku tidak tahu akan turun hujan." “Lain kali, belilah payung. Jangan hanya berjalan-jalan tanpa payung, kamu akan mudah sakit.." Hades bergumam dengan nada mencela sambil men
Seorang pria berjas hitam diam-diam muncul dari kegelapan. Aku tidak bisa percaya mataku. Itu tidak lain adalah Hades. Hades, yang jatuh di bawah jembatan bersama dengan mobilnya, masih hidup. Aku tidak bisa mempercayainya. Kamu sudah mati. Ceritanya selesai dan keyboard berhenti. Bagaimana kamu bisa di Sini? Bagaimana.? Apakah aku sedang bermimpi? Namun, suara mesin ketik dari kamarku membuatku tersadar. Itu bukan sebuah mimpi. Itu terlalu mudah. Ini adalah kenyataan. "Maaf. Saat itu gelap jadi aku tidak melihat vasnya. Aku akan membersihkannya." Meminta maaf dengan acuh tak acuh, Hades mendekat. Aku membeku di tempat. Aku ingin melarikan diri, tapi aku tidak bisa menyeimbangkan diri saat bergerak. Hades mengambil jariku yang berlumuran darah dan menaruhnya ke mulutnya, menghisapnya. Dia tampak seperti vampir. Rasa sakit yang aneh muncul dari ujung jariku, menyebar ke seluruh tubuhku. "Ah..." Aku hanya bisa mengerang. Pembunuhnya, yang menundukkan kepalanya dan menghisap jari
Dalam hati aku mengutuk keyboard sembari berlari menyusuri gang sebelum aku mendengar suara mobil dinyalakan. Kemudian derit ban di trotoar terdengar bersamaan dengan bunyi hujan. Aku bergegas keluar gang. Aku tercengang dengan tubuhku yang kaku saat aku melihat sebuah mobil melaju di jalan yang kosong. Dan seseorang tergantung dari pegangan sisi pintu pengemudi yang setengah terbuka, itu adalah Hades. Sopir itu berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan Hades. Dengan melakukan zigzag liar, mobil melaju ke jembatan sebelum melakukan rem tajam, dan menabrak pagar. Bang! Aku melompat. Untuk sesaat, kupikir itu adalah suara ledakan hatiku. Namun detak jantung ku yang cepat dan kuat segera memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja. Aku bergegas ke jembatan. Melihat ke bawah melalui pagar, aku melihat mobil itu terbalik turun ke rumput. Asap yang mengepul dari kap mesin bukanlah pertanda yang baik. Baik pengemudi maupun Hades tidak terlihat. Aku meragukan mereka bisa selamat. 91
Mataku terbuka lebar Kamu gila, Ji-an Orang ini pembunuh. Aku meraih bahu Hades dan mendorongnya menjauh. Penolakan tanpa keributan, Hades mengusap bibirku dengan ekspresi sedih di wajahnya. "Karena kamu sakit, mau bagaimana lagi." Dia mengira aku mendorongnya karena aku sedang tidak enak badan. “Baiklah, aku pergi. Istirahatlah." Hades mencium keningku dan pergi tanpa berkata apa-apa. Dia bilang dia akan memasak beberapa bubur nasi lalu pergi. Dia telah mengatakan yang sebenarnya. Aku senang Hades baru saja pergi. Memang melegakan.. Tapi sampai kapan kelegaan ini bisa bertahan? Belum ada yang terjadi. Tapi bagaimana dengan besok? Dan lusa? Apa yang diinginkan Hades dariku dan seberapa jauh keinginannya? Tidak tahu Aku membuatku cemas. Dengan rasa cemas yang menusuk, aku duduk di depan meja untuk menyajikan bubur nasi Hades yang telah dibuat untukku. Tidak ada uang sebanyak apapun yang bisa membeli sesuatu yang selezat ini. Lalu, sebuah suara kecil menarik perhati
Kenapa dia bersikap begitu ramah? Aku tidak punya niat untuk akrab dengan seorang pembunuh berantai. Aku mencoba menyembunyikan ketidaknyamananku, aku mengikuti Hades ke tempat administrasi. Saat giliran kami tiba, Hades mengeluarkan kartu dari dompetnya. Dimana itu berasal? Aku adalah penulisnya, tetapi aku tidak tahu apa-apa. Buku Night Series itu bergenre horor, bukan misteri; sumber uang Hades itu tidak penting. Saat kasir melakukan pembayaran, aku berharap ada peringatan suara akan berbunyi, mengumumkan bahwa kartu ini hilang, dibatalkan, dan dicuri. Aku ingin Hades ditangkap polisi. Namun kartu tersebut berfungsi dengan baik dan kami meninggalkan ruang gawat darurat tanpa masalah. Dalam perjalananku menuju halte taksi di depan rumah sakit, Hades meraih pergelangan tanganku. "Mau kemana?" "Aku naik taksi..." Sambil tertawa, Hades menarikku menuju tempat parkir. "Aku mengantarmu ke sini, bodoh. Aku membawa mobilku." Mobil yang dibawa Hades adalah Porsche hitam. Aku kehilan