Pekik tangis mewarnai ruang sempit itu, mereka bertumpuk-tumpuk dalam ruangan berteralis besi yang terkunci. Puluhan wanita muda meringkuk, ada yang menangis, terluka bahkan pingsan. Suara derap kaki mendekat, dua orang pria menarik 3 orang wanita yang diikat secara berbaris. Seorang pria membuka kunci pintu lalu memasukkan ketiga gadis tadi setelah melepas ikatannya. "Lepaskan kami," teriak gadis berbaju biru, tampak gurat di lengan dan kakinya, sepertinya dia salah satu gadis yang tertangkap oleh siluman nyamuk. "Diam kalau kau tidak ingin menjadi mangsa yang pertama.""Mangsa? Apa maksudmu. Cepat keluarkan kami dari sini!""Huhu ... aku mau pulang huhu ....""Tolong, hiks, tanganku berdarah."BRAKK! Penjaga menggebrak jeruji membuat mereka semua ketakutan. "Sudah, jangan menangis lagi, sini aku balut lukamu," bisik wanita bertudung merah yang ikut tertangkap pada wanita muda yang baru masuk. Mereka semua senyap menanti apa yang akan terjadi pada nasib mereka selanjutnya. "L
"Argh ... " Arumi mengerang dengan mata masih terpejam. "Arumi, kau sudah sabar?" Zhan An menyentuh bahunya. Ketika membuka mata, Arumi dikelilingi wanita berbaju putih yang terlihat sibuk memeriksa tubuhnya, setelah memperlihatkan suntikan besar, petugas itu berubah menjadi siluman nyamuk yang menusuknya dari segala arah. "Argh, sakiit Ma, sakiiit ....""Arumi, sadarlah, buka matamu." Zhan An menatapnya cemas, gadis itu menggeliat sekan hendak melarikan diri, lalu tangannya menyentuh dahi Arumi yang terasa panas. "Dia demam. Arumi ... Arumi ... " Dia memeriksa lengan Arumi yang berdarah, Hati-hati dia mengangkat kain lengannya dan terpana melihat lebam ungu dan luka gesekan di siku bagian dalam. Luka itu tampak parah, Arumi mengerang kesakitan saat Zhan An menyentuhnya pelan. Zhan An memandang sekeliling, saat ini sulit baginya mencari obat karena dia membawa Arumi ke tempat paling aman yaitu goa tempat She Xian berdiam. Dia membutuhkan obat untuk Arumi, namun itu bisa membah
Yongshen mengamati langit, menurut perkiraan malam ini bulan purnama, jadi sebaiknya dia menyuruh pasukan untuk beristirahat dan libur selama dua hari. Pria bercadar itu menemui siluman banteng dan mengutarakan maksudnya. "Malam ini bulan purnama, sebaiknya kau istirahatkan pasukan selama dua hari. Jangan sampai satu pun berkeliaran di lembah ini," katanya tegas, "Kalian boleh turun ke desa.""Sudah bulan purnama lagi?" tanya pria plontos sambil menggaruk kepala, 'Baiklah. Aku akan segera menyampaikannya pada anak buahku. Apa kau baik-baik saja? Tak ingin ikut bersama kami?" tanya pria botak itu penasaran. Setiap bulan purnama Yongshen pasti menyuruh mereka keluar dari lembah. Ketika mereka kembali pria bercadar itu pasti tidak terlihat selama beberapa hari, menurut kabar yang beredar dia terluka. Anehnya itu hanya terjadi setiap bulan purnama. "Cepat pergi," tukas Yongshen sambil membalikkan tubuh menuju ruang pertemuan. Tubuh Hei An bergetar hebat, dia terbaring gelisah dengan k
"Ming Hou, apa yang mereka lakukan di situ?" tanya Gong Fai melirik sejoli yang berdiri di depan markas. "Mereka ingin bertemu Jendral,"jawab Ming Hou cuek. "Bukankah mereka yang membuat keributan beberapa hari yang lalu? untuk alasan apa mereka hendak menemui Jendral Yu.""Bagaimana mungkin aku tahu isi kepala mereka, kau lihat gadis itu? uuh, menyeramkan. Sudah kuusir tapi mereka bersikeras menemui-" Ucapannya terpotong saat mendengar suara langkah kaki yang sudah dihafalnya. "Jendral! Anda datang hari ini." Sambutnya segera. "Pantas saja hari lebih cerah dan udara terasa sejuk, ternyata karena Jendral akan berkunjung." Gegas dia berlari kecil dan mengitari Jiao Yu. "Aku ingin melihat perkembangan kasus penyerangan kemarin, apa kau sudah menangkap bandit yang sering meresahkan masyarakat.""Saya sudah menahan beberapa orang yang tertangkap, sebagian masih dalam pengejaran. Kaki tangan dan mata-mata mereka cukup banyak sehingga sulit mendapatkan informasi yang benar. Mereka serin
Jia li? Arumi mengingat-ingat apakah ada tokoh bernama itu dalam drama Pendekar Awan? Entahlah, bagaimanapun drama ini belum selesai tayang, selain itu banyak sekali kejutan yang baru diketahuinya setelah berada di Wangliang. Bahkan sampai saat ini pun dia belum pernah bertemu pendekar awan. Entah mati atau berada di suatu tempat. Namun dia berharap suatu saat mereka bisa bertemu. Berbeda dengan komik yang dia baca tentang seseorang yang tiba-tiba masuk dalam dunia novel, dia bisa bertahan karena sudah tau alur dan akhir cerita, tapi dia berbeda karena drama yang dia masuki masih on going. "Aku Arumi, Bi. Salam kenal.""Aku bukan cenayang, tapi aku bisa lihat kalau kau berbeda.""Be-da?"Jia Li mengangguk. Jemarinya meraih tangan Arumi yang terluka dan menyentuhnya. "Ini pasti sangat sakit.""Tidak terlalu."Bibir wanita itu menyunggingkan senyum tipis,"Kau seorang gadis yang kuat. Aku akan mengobati luka lama ini sehingga kau bisa terbebas lebih cepat."Apa maksud bibi ini, luka
Lien Hua mendelik, Jiao Yu menahan serangannya. Di memutar tubuh dan berbalik menendang Jiao Yu. "Jendral!" pekik Ming Hao melihat Jiao Yu terpukul mundur. "Kenapa kau memukul jendral? Salah apa dia padamu!" tanyanya geram. Entah makan apa gadis itu hingga sebrutal ini. Jendral Jiao Yu yang tak berdosa pun kena hantamannya. "Dia menghalangiku.""Astaga. kau gila, ya. Jendral menyelamatkanmu sebelum kau jadi pembunuh." ujarnya kesal. "Bagaimana keadaanmu, Jendral Yu?" Tergopoh-gopoh dia menghampiri Jiao Yu. Yuwen menatap waspada, sungguh di luar perkiraan Lien Hua menjatuhkan pukulan pada Jendral Jiao Yu. Namun tidak masalah karena dia sudah siap dengan apapun yang akan terjadi selanjutnya. Gong Fei sudah memasang kuda-kuda untuk menyerang namun Jiao Yu memberi isyarat untuk berhenti. Bibir jendral gagah itu mengulas senyum membuat Ming Hao terkesima. Entah terbuat dari apa hatimu Jendral, kebaikanmu seluas samudera. Aku berjanji akan mengabdikan seumur hidupku untukmu. "Sebai
Jia li menenteng hasil buruan Arumi sumringah, senyumnya mengembang tanpa henti sambil melirik 3 ekor ayam hutan di tangannya. Usahanya tidak sia-sia. Anak itu semakin berkembang. Mungkin dia sedikit bersikap keras, namun itu sengaja dia lakukan untuk melatih kepekaan dan keterampilan. Jia Li tidak pernah salah. Dia tahu sejak pertama kali melihatnya tergeletak di depan pintu rumah. Anak itu seorang pemburu. Sedangkan pemuda itu tampak sangat jelas menunjukkan rasa tidak sukanya pada Jia Li. "Apa Bibi memberi kami makanan yang sama?" ujarnya mempertanyakan seekor burung panggang yang tersaji. "Hemm." Jia Li mengangguk singkat. "Gadis itu bersikeras memberi seekor hanya untuk karena kau sedang terluka, berterimakasihlah padanya."Sepasang mata itu berbinar-binar lalu bersuara lantang, " Maaf, Arumi. Terimakasih. Ini burung panggang terenak yang pernah aku makan,"ujarnya sebelum menyantapnya dengan lahap. Keesokan harinya dia menatap tajam saat Jia Li memberinya sup ayam dalam porsi
Yeye terlihat gelisah, matanya melirik cermin penghubung yang tergeletak di ranjang. Tidak ada kabar sama sekali sejak kepergian Lien Hua beberapa minggu yang lalu. Kenapa anak itu lupa memberi kabar. "Ketua An, ini minumanmu." Paman Li masuk sembari membawa mampan berisi teh hijau. Melihat mata Yeye yang kerap melirik cermin, dia sudah tahu apa yang terjadi. "Apa Lien Hua belum memberikan kabar?" Tangannya cekatan menuang air ke dalam kelas dan menyodorkannya pada pria berambut putih itu. Yeye menggeleng lemah, dia menatap malas gelas di tangan paman Li, "Aku belum haus, letakkan saja di meja," ujarnya mengenyakkan pinggul ke kursi. Paman Li melakukan hal yang diperintahkan, "Bagaimana kalau Ketua yang menghubungi mereka duluan. Ketua kan sudah faham kelakuan anak nakal itu, mungkin dia keasyikan bermain hingga lupa memberi kabar," ujarnya memberi saran. "Benarkah?" tanya pria tua itu ragu-ragu. "Kita coba saja." Paman Li mengambil cermin dan menyerahkan pada Yeye.Cermin berta