Entah karena gugup atau karena pukulan Arumi yang keras gadis itu malah jatuh terduduk. Et dah, malah ngejogrok."Lin Hua! bangun," teriak Arumi menggoncang tubuhnya, dia ngeri melihat Yuwen yang bergerak lincah menangkis bola bola api dan serangan panah. Sementara Lie Hua tak sadarkan diri, gadis bertudung merah masih tersedu menangisi tubuh kekasihnya. "Nona, cepat tinggalkan tempat ini. Ini berbahaya!""Tidak aku tidak akan meninggalkan Bai Wang. kami berjanji akan selalu bersama.""Jangan bodoh. Cepat pergi dari sini.""Dia mengorbankan diri untuk menyelamatkanku. Aku ingin bersamanya."PLAK! Tertegun, gadis bertudung merah mengusap pipinya yang terasa pedas terkena tamparan Arumi. "Kau mau mati! Mati konyol setelah dia mengorbankan hidupnya untukmu? Apa kau yakin dia akan merasa senang melihat pengorbanannya sia-sia! Dia rela mati untuk memyelamatkanmu! Tapi kau ingin membuang semua itu?! Tetaplah hidup untuk membalas pengorbanannya Bodoh!"Ucapan Arumi membuat gadis itu ters
Pekik tangis mewarnai ruang sempit itu, mereka bertumpuk-tumpuk dalam ruangan berteralis besi yang terkunci. Puluhan wanita muda meringkuk, ada yang menangis, terluka bahkan pingsan. Suara derap kaki mendekat, dua orang pria menarik 3 orang wanita yang diikat secara berbaris. Seorang pria membuka kunci pintu lalu memasukkan ketiga gadis tadi setelah melepas ikatannya. "Lepaskan kami," teriak gadis berbaju biru, tampak gurat di lengan dan kakinya, sepertinya dia salah satu gadis yang tertangkap oleh siluman nyamuk. "Diam kalau kau tidak ingin menjadi mangsa yang pertama.""Mangsa? Apa maksudmu. Cepat keluarkan kami dari sini!""Huhu ... aku mau pulang huhu ....""Tolong, hiks, tanganku berdarah."BRAKK! Penjaga menggebrak jeruji membuat mereka semua ketakutan. "Sudah, jangan menangis lagi, sini aku balut lukamu," bisik wanita bertudung merah yang ikut tertangkap pada wanita muda yang baru masuk. Mereka semua senyap menanti apa yang akan terjadi pada nasib mereka selanjutnya. "L
"Argh ... " Arumi mengerang dengan mata masih terpejam. "Arumi, kau sudah sabar?" Zhan An menyentuh bahunya. Ketika membuka mata, Arumi dikelilingi wanita berbaju putih yang terlihat sibuk memeriksa tubuhnya, setelah memperlihatkan suntikan besar, petugas itu berubah menjadi siluman nyamuk yang menusuknya dari segala arah. "Argh, sakiit Ma, sakiiit ....""Arumi, sadarlah, buka matamu." Zhan An menatapnya cemas, gadis itu menggeliat sekan hendak melarikan diri, lalu tangannya menyentuh dahi Arumi yang terasa panas. "Dia demam. Arumi ... Arumi ... " Dia memeriksa lengan Arumi yang berdarah, Hati-hati dia mengangkat kain lengannya dan terpana melihat lebam ungu dan luka gesekan di siku bagian dalam. Luka itu tampak parah, Arumi mengerang kesakitan saat Zhan An menyentuhnya pelan. Zhan An memandang sekeliling, saat ini sulit baginya mencari obat karena dia membawa Arumi ke tempat paling aman yaitu goa tempat She Xian berdiam. Dia membutuhkan obat untuk Arumi, namun itu bisa membah
Yongshen mengamati langit, menurut perkiraan malam ini bulan purnama, jadi sebaiknya dia menyuruh pasukan untuk beristirahat dan libur selama dua hari. Pria bercadar itu menemui siluman banteng dan mengutarakan maksudnya. "Malam ini bulan purnama, sebaiknya kau istirahatkan pasukan selama dua hari. Jangan sampai satu pun berkeliaran di lembah ini," katanya tegas, "Kalian boleh turun ke desa.""Sudah bulan purnama lagi?" tanya pria plontos sambil menggaruk kepala, 'Baiklah. Aku akan segera menyampaikannya pada anak buahku. Apa kau baik-baik saja? Tak ingin ikut bersama kami?" tanya pria botak itu penasaran. Setiap bulan purnama Yongshen pasti menyuruh mereka keluar dari lembah. Ketika mereka kembali pria bercadar itu pasti tidak terlihat selama beberapa hari, menurut kabar yang beredar dia terluka. Anehnya itu hanya terjadi setiap bulan purnama. "Cepat pergi," tukas Yongshen sambil membalikkan tubuh menuju ruang pertemuan. Tubuh Hei An bergetar hebat, dia terbaring gelisah dengan k
"Ming Hou, apa yang mereka lakukan di situ?" tanya Gong Fai melirik sejoli yang berdiri di depan markas. "Mereka ingin bertemu Jendral,"jawab Ming Hou cuek. "Bukankah mereka yang membuat keributan beberapa hari yang lalu? untuk alasan apa mereka hendak menemui Jendral Yu.""Bagaimana mungkin aku tahu isi kepala mereka, kau lihat gadis itu? uuh, menyeramkan. Sudah kuusir tapi mereka bersikeras menemui-" Ucapannya terpotong saat mendengar suara langkah kaki yang sudah dihafalnya. "Jendral! Anda datang hari ini." Sambutnya segera. "Pantas saja hari lebih cerah dan udara terasa sejuk, ternyata karena Jendral akan berkunjung." Gegas dia berlari kecil dan mengitari Jiao Yu. "Aku ingin melihat perkembangan kasus penyerangan kemarin, apa kau sudah menangkap bandit yang sering meresahkan masyarakat.""Saya sudah menahan beberapa orang yang tertangkap, sebagian masih dalam pengejaran. Kaki tangan dan mata-mata mereka cukup banyak sehingga sulit mendapatkan informasi yang benar. Mereka serin
Jia li? Arumi mengingat-ingat apakah ada tokoh bernama itu dalam drama Pendekar Awan? Entahlah, bagaimanapun drama ini belum selesai tayang, selain itu banyak sekali kejutan yang baru diketahuinya setelah berada di Wangliang. Bahkan sampai saat ini pun dia belum pernah bertemu pendekar awan. Entah mati atau berada di suatu tempat. Namun dia berharap suatu saat mereka bisa bertemu. Berbeda dengan komik yang dia baca tentang seseorang yang tiba-tiba masuk dalam dunia novel, dia bisa bertahan karena sudah tau alur dan akhir cerita, tapi dia berbeda karena drama yang dia masuki masih on going. "Aku Arumi, Bi. Salam kenal.""Aku bukan cenayang, tapi aku bisa lihat kalau kau berbeda.""Be-da?"Jia Li mengangguk. Jemarinya meraih tangan Arumi yang terluka dan menyentuhnya. "Ini pasti sangat sakit.""Tidak terlalu."Bibir wanita itu menyunggingkan senyum tipis,"Kau seorang gadis yang kuat. Aku akan mengobati luka lama ini sehingga kau bisa terbebas lebih cepat."Apa maksud bibi ini, luka
Lien Hua mendelik, Jiao Yu menahan serangannya. Di memutar tubuh dan berbalik menendang Jiao Yu. "Jendral!" pekik Ming Hao melihat Jiao Yu terpukul mundur. "Kenapa kau memukul jendral? Salah apa dia padamu!" tanyanya geram. Entah makan apa gadis itu hingga sebrutal ini. Jendral Jiao Yu yang tak berdosa pun kena hantamannya. "Dia menghalangiku.""Astaga. kau gila, ya. Jendral menyelamatkanmu sebelum kau jadi pembunuh." ujarnya kesal. "Bagaimana keadaanmu, Jendral Yu?" Tergopoh-gopoh dia menghampiri Jiao Yu. Yuwen menatap waspada, sungguh di luar perkiraan Lien Hua menjatuhkan pukulan pada Jendral Jiao Yu. Namun tidak masalah karena dia sudah siap dengan apapun yang akan terjadi selanjutnya. Gong Fei sudah memasang kuda-kuda untuk menyerang namun Jiao Yu memberi isyarat untuk berhenti. Bibir jendral gagah itu mengulas senyum membuat Ming Hao terkesima. Entah terbuat dari apa hatimu Jendral, kebaikanmu seluas samudera. Aku berjanji akan mengabdikan seumur hidupku untukmu. "Sebai
Jia li menenteng hasil buruan Arumi sumringah, senyumnya mengembang tanpa henti sambil melirik 3 ekor ayam hutan di tangannya. Usahanya tidak sia-sia. Anak itu semakin berkembang. Mungkin dia sedikit bersikap keras, namun itu sengaja dia lakukan untuk melatih kepekaan dan keterampilan. Jia Li tidak pernah salah. Dia tahu sejak pertama kali melihatnya tergeletak di depan pintu rumah. Anak itu seorang pemburu. Sedangkan pemuda itu tampak sangat jelas menunjukkan rasa tidak sukanya pada Jia Li. "Apa Bibi memberi kami makanan yang sama?" ujarnya mempertanyakan seekor burung panggang yang tersaji. "Hemm." Jia Li mengangguk singkat. "Gadis itu bersikeras memberi seekor hanya untuk karena kau sedang terluka, berterimakasihlah padanya."Sepasang mata itu berbinar-binar lalu bersuara lantang, " Maaf, Arumi. Terimakasih. Ini burung panggang terenak yang pernah aku makan,"ujarnya sebelum menyantapnya dengan lahap. Keesokan harinya dia menatap tajam saat Jia Li memberinya sup ayam dalam porsi
Arumi bersiap-siap menunggu jemputan dari Jendral Jiao. Setelah ditinggalkan Kai begitu saja, dia merasa sebatang kara, dan bingung harus kemana. Beruntung Jendral Jiao menawarkan solusi untuk menetap di kediamannya sementara sampai Arumi lebih sehat sambil memikirkan arah tujuannya. Awalnya dia berniat tinggal di penginapan Niu, namun kepingan uangnya menipis. Tawaran yang diajukan Jendral Jiao sangat menarik. Dia akan merasa aman bersama petugas pemerintah itu, selain itu tentu dia tidak perlu repot mengeluarkan uang untuk membayar penginapan dan makanan. Ini sangat luar biasa, hanya orang bodoh yang akan menolaknya."Nona, jemputan anda sudah datang." Suara laki-laki terdengar setelah ketukan pintu. Rupanya orang yang akan membawanya ke kediaman Jendral Jiao sudah tiba. Memang tadi dia meminta izin kepada Jendral Jiao untuk mengambil pakaian dan Barang-barangnya dari wisma Niu sebelum mereka berangkat ke kediaman Jendral Jiao. Jendral Jiao mengiyakan dan berkata akan mengatur or
Tubuh itu terbungkuk, dahi dan pipinya mengernyit, darah tersembur dari mulut, namun kedua tangannnya masih mengontrol gelembung udara yang menyelimuti Qui dan Chyou. melihat musuhnya tak bergeming, She Xian kembali mencungkil perut Yeye, menusukkan kelima jari runcing ke dalam perut Yeye dan mengeruk darah dari lubang itu.Air mata menetes dari pelupuk mata Qui, hatinya terasa tertusuk ribuan jarum melihat Yuze yang berjuang sekuat tenaga, mengobarkan nyawa demi melindungi mereka. Mata itu terpejam, tak sanggup melihat ketiadaan Yuze yang sangat menyakitkan.Balon udara terangkat dan terbang menjauh, melindungi mereka dari serangan Hei An. Setelah menerbangkan gelembung udara, lutut pria tua itu terjatuh, nafasnya tersengal, tangannya lunglai se lunglai tubuhnya yang kehabisan tenaga, darah membanjiri tubuh bagian bawah. Dia tidak mati sia-sia karena berhasil menyelamatkan Amethyst, kedua saudaranya dan Lien Hua. Dia sudah menang. Senyum terukir dari bibirnya yang dipenuhi darah,
"Di mana Amethystku." Hawa tiba-tiba terasa panas, mereka sontak menoleh, pria besar berambut merah menatap garang. Bola mata berwarna merah darah itu menguliti satu persatu wajah kelelahan di hadapannya. "Siapa kau?" tanya Qui menatap tak kalah tajam, tubuhnya bersiaga, hawa panas yang menyertai kedatangan pria bermata merah itu membawa kesuraman.Ujung matanya melihat dedaunan yang menguning lalu layu seketika, bahkan kuncup bunga menghitam dan kering. "Aku pemilik Amethyst, cepat serahkan padaku, dan jadilah hambaku. Maka kalian akan kuampuni" Dia mengangkat telapak tangan, percikan api muncul yang kelamaan membentuk gumpalan bola api. Sambil menyeringai memperlihatkan giginya yang runcing, Hei An mempermainkan bola api di telapak tangannya memantul dan berputar-putar mengelilingi mereka satu persatu. Bola api pecah dan menyebar ke segala penjuru saat Hei An menjentikkan jemari. Percikan menghantam dan membakar segala sesuatu yang mengenainya. "Lien Hua, cepat pergi." Yeye men
"Ayah,ini calon istriku." Tiba-tiba Chen Yu datang memperkenalkan seorang wanita cantik, menurutnya, meskipun perkenalan mereka singkat namun sudah membuatnya mantap menjadikan Li Wei sebagai wanita yang akan mendampinginya sampai akhir usia. 'Apa kau yakin dengan keputusanmu Chen-chen?" tanya Yuze setelah Li Wei pulang. Meski sudah dewasa dia tetap memanggil anak semata wayangnya itu dengan nama Chen-Chen, Nama panggilan yang diberikan mending istrinya."Kenapa Ayah berkata seperti itu? Apa karena dia terlalu cantik?"Yuze tertawa spontan, "Apa yang kau katakan," tanyanya merasa geli. "Ayah tidak menyukainya karena dia terlalu cantik dari Ibu," rajuk anak itu kesal. "Kau ini." Yuze menepak bahu anaknya ringan. "Tidak ada yang lebih cantik dari Ibumu.""Kalau begitu apa karena dia bangsa siluman? bukankan aku juga setengah siluman?" Pria bermata sipit dengan alis tegas itu menatap Yuze penasaran. "Bukan seperti itu, Ayah tidak pernah mempermasalahkan soal status dan lain sebagainy
"Ada apa?"tanya Arumi saat gadis itu tampak kebingungan. Dia terlihat tidak fokus dan selalu menoleh ke samping."Sepertinya, ada sesuatu. Sebentar."Lien Hua berdiri dan membawa serta cermin hingga Arumi ikut melihat. " Paman, siapa mereka?""Wanita tidak tahu diri," jawab paman Li dengan suara dingin. Arumi sempat terkejut mendengar jawaban itu karena paman Li menurutnya adalah orang yang paling sabar di Wangliang. "Arumi apa kau penasaran siapa wanita itu?" bisik Lien Hua dengan muka jahil seperti biasa. "Aku penasaran," sahut Arumi cekikikan. Suara tawa itu memaksa Zhan An, Jiao Yu dan Ming Hao memberinya tatapan heran. "Apa yang membuatmu gembira?" Zhan An mendekat dan melihat apa yang mereka bicarakan. "Wanita tidak tahu diri." "Wanita tidak tahu diri?" Zhan An mengamati wajah sesorang wanita yang tampak lewat cermin ajaib, seketika wajahnya mengeras. Secara kasar dia merampas cermin dan melemparkannya hingga berkeping. Sontak Arumi melongo dan merasa aneh dengan tindakan
Arumi terdesak, tubuhnya jatuh terduduk dan terpojok di dinding. Pria bercadar itu menarik tombak lantas menekannya pada leher Arumi. Gadis itu meringis, ujung tombak yang tajam menggores kulit dan menimbulkan sensasi nyeri. "Kau tidak bisa membunuhku," ujarnya menantang, balas menatap tajam, "Aku tidak mau mati di sini."Tubuh tegap itu berhenti, seakan kalimat yang keluar dari mulut Arumi mengusiknya. Melihat hal itu Arumi mengedarkan pandangan, dia harus mencari sesuatu untuk melepaskan diri. Tiba-tiba seekor srigala berjalan dari arah sel, matanya memantau Arumi yang tampak sangat terkejut. Srigala itu mendekat lalu terbang melompat ke arah mereka. "Dibelakangmu!" seru Arumi dengan mata melotot, sontak Yongshen melepaskannya dan menahan serangan srigala dengan tombaknya. Tubuh Yongshen terjepit, dia mengumpulkan kekuatan di kaki dan menghantam perut binatang buas itu, lalu berputar dan melepaskan diri. Matanya mencari keberadaan Arumi namun gadis itu telah menghilang. Gadis ya
Ming Hao tengah menyiapkan tempat tidur Jendral Jiao Yu. Malam ini rencananya Jendral akan tidur di kantor. Setelah melakukan penyelidikan di desa Nahuy, Jendral tampak sangat lelah, jadi dia ingin menyuruh pria itu cepat beristirahat. Seharusnya diusianya sekarang Jendral Jiao Yu sudah memiliki istri yang pengertian dan lembut, namun dia terlalu gila bekerja sehingga selalu mengabaikan perintah orangtuanya untuk menikah. Oleh karena itu Raja menurunkan titah untuknya mengawasi dan membantu Jendral Jiao Yu, meski awalnya tidak setuju namun Jendral menerima dan membiarkan Ming Hao mendampinginya sampai saat ini. Setelah merapikan tempat tidur dan menghidangkan minuman hangat. Pria berkulit putih itu tersenyum membayangkan pujian Jiao Yu padanya. Suara gaduh dari arah tengah membuat Ming Hao penasaran, apa Gong Min menginterogasi pengacau festival lampion? suara teriakan terdengar keras. Meski sangat tegas Gong Min tidak pernah melewati batas. Penciumannya menangkap bau benda terbak
Ming Hao menekuk wajah melihat senyum kemenangan di wajah Arumi. Gadis itu terlalu cantik, sangat berbahaya. "Nona-""Panggil aku Arumi. Itu namaku," jawab Arumi masih menahan senyum. "Baik Nona Arumi, dimana tepatnya anda bertemu hantu yang Nona maksud," tanya Jiao Yu sambil menyodorkan segelas air, Dia ingin mendengarkan keseluruhan kisah gadis dihadapannya. Hal itu rupanya dipandang sengit oleh Zhan An dan Ming Hao. "Di mana, Kai? Aku tidak tahu namanya." Gadis itu menyikut lengan Zhan An. "Di hutan barat, pesisir desa Nahuy. Tapi sepertinya dia sudah menghilang dari tempat itu.""Kau pergi ke gua itu lagi? Kapan kau melakukannya? Bukankah kau terluka parah dan tertidur seharian?" cecar Arumi heboh, dia merasa tidak pernah melihat Zhan An beranjak dari pembaringan."Kau tidak perlu tahu. Kau terlalu sibuk mencari ayam," sahutnya dingin. "Apa kau bilang? Aku mencari ayam untuk memberimu makan. Bagaimana kalau dia menyerangmu lagi, kau mau mati?" Semprot gadis itu kesal. "Jadi
Mata gadis itu terbelalak melihat kodok yang berterbangan dari buku yg dilemparnya. Siapa sangka buku yang didapatnya dari Jia Li adalah buku ajaib. Dia mengambil buku itu karena butuh waktu lama untuk menyiapkan busur dan anak panah. Sementara pria itu sudah hampir menggeledah Lien Hua. Katak itu menyerang tanpa ampun. Meski terlihat normal namun ketika dia membuka mulut terlihat gigi besar dan tajam layaknya seekor monster dengan mulut yang sangat lebar. Satu persatu pria berbaju hitam itu terjatuh saat tergigit kodok, tubuh mereka seakan luruh begitu saja, nyaris tanpa tulang. "Ap-apa maksudnya Lien Hua," jawab gadis itu terbata saat Lien Hua bertanya. Apa karena pasukan kodok itu menatapnya sebelum masuk ke dalam buku. Setengah ketakutan dan penasaran dia berjalan mendekati buku yang tertutup begitu pasukan kodok itu masuk ke dalamnya.Sementara Lien Hua mengikat para pria berbaju hitam dengan sprei dan tirai jendela yang dia tarik begitu saja. "Begitu banyak keanehan yang t