“Ya, Sarah.”
“Mas di mana? Ini sudah jam berapa belum sampai rumah, katanya hari ini pulang?” cerocos Sarah, istri Adipati.“Aku masih ada rapat! Besok mungkin aku pulang ke Surabaya.”"Awas saja kalau di Jakarta kamu selingkuh ya! Tak pites gendakanmu!” ancam Sarah.Adipati tersenyum ke arah Nesya, karena Nesya berjalan menghampirinya sambil membawa potongan kue ulang tahunnya.“ Ora, wis yo, aku isih sibuk!” Adipati pun memutuskan sambungan ponselnya begitu saja lalu secepat mungkin ia mengantongi ponselnya.“Siapa, Mas. Rekan kerja?” tanya Nesya."Iya.” Adipati kemudian memeluk Nesya.Adipati tidak tahu jika beberapa bulan ini sang istri sudah curiga dan terus memantau suaminya. Benar saja Adipati kedapatan selingkuh dengan Nesya bawahnya di kantor.Saat sedang asyik suap-suapan, ada seseorang yang menekan tombol bell apartemennya dengan begitu tidak sabar. Nesya mengerutkan dahinya siapa gerangan tamu yang datang, sebab ia tidak mengundang siapapun di ulang tahunnya."Ya, sebentar!” Nesya berjalan ke arah pintu lalu membukanya.Nesya terkejut saat tahu siapa yang datang yaitu pemilik perusahaan tempat ia bekerja dan bersama wanita muda yang usianya jauh dibawahnya yaitu sekitar 20-an tahun. Pria tersebut adalah Gunawan Seno dan putrinya, Sarah.“Maaf, Tuan. Ada perlu apa datang ke apartemen saya?” tanya Nesya ramah.“Kau yang namanya Nesya Cantika?” tanya Sarah sambil melihat Nesya dari atas sampai bawah.“Iya benar, Maaf, Nona cari siapa ya?”"Siapa, Sayang?” seru Adipati yang tidak tahu jika sang istri datang.Tanpa kata Sarah menjambak rambut Nesya dan membawanya masuk kedalam apartemen sambil berjalan ke arah Adipati. Nesya berteriak kesakitan dan mengikuti langkah Sarah masuk ke dalam apartemennya. Sedangkan Adipati terkejut melihat kedatangan sang istri.Sementara Gunawan menutup pintunya karena tidak ingin orang lain mendengar putrinya memberi pelajaran pada Nesya. Ia santai berdiri di daun pintu sambil merokok sambil melihat Sarah menghajar habis-habisan Nesya."Dasar pelakor tidak tahu diri!” teriak Sarah. Sarah dengan brutal mengamuk, menampar dan menjambak rambut Nesya. Adipati syok saat melihat istrinya yang begitu brutal menghajar kekasihnya.Sementara Gunawan, sang papa. Menghampiri Adipati dan langsung menamparnya dengan penuh amarah."Kau ku tempatkan di perusahaan cabang disini, tapi kau beraninya mengkhianati putriku!” sekali lagi Gunawan menampar Adipati sampai tersungkur, walau begitu dengan cepat ia menolong Nesya dari kebrutalan istrinya."Cukup Sarah, dia bisa mati!” Adipati menarik Sarah kemudian menolong Nesya dan memeluknya.Nesya ketakutan dan terdiam, ia begitu syok dengan serangan yang begitu tiba-tiba."Oh...! Mas lebih memilihnya. Aku tidak akan biarkan itu!” Sarah kemudian menarik Adipati dengan sisa kekuatannya lalu menghempasnya begitu saja sampai suaminya tersungkur."Sini kau perempuan murahan!” Sarah kembali menjambak Nesya."Lepaskan! Salah saya apa?” mohon Nesya."Perempuan murahan. Kau tahu Adipati itu suamiku. Aku menikah dengannya sudah 3 tahun.” Sarah terengah-engah melihat tajam Nesya."Apa?” Nesya sontak melihat ke arah Adipati, pria yang dua tahun ini menjalin kasih dengannya.Nesya menghampiri lalu mendorong Adipati dan melihatnya penuh arti. Hati Nesya begitu sakit selama ini telah dibohongi pria yang sangat ia cintai.Nesya menampar Adipati.“ Jadi kamu berbohong padaku selama ini? Katakan, Mas!” teriak Nesya.Adipati terdiam dan hanya bisa memandangi Nesya seolah membenarkan semuanya."Maafkan aku.” Adipati mencoba mengusap air mata Nesya. Namun, Nesya menepisnya.Sarah kemudian menghampiri keduanya, ia begitu muak dengan drama air mata Nesya. Sarah yang masih dikuasai amarah pun kemudian menarik suaminya keluar dari apartemen Nesya.Sebelum sampai di pintu keluar, Sarah melihat sang papa yang sedari tadi berdiri sambil merokok melihat sinis Nesya. "Urus sisanya, Pa. Beri pelajaran pada perempuan murahan itu. Kalau perlu buat dirinya hancur. Sehancur-hancurnya.”Gunawan hanya mengebulkan asap rokoknya lalu membiarkan Sarah keluar sambil menarik suaminya, Gunawan pun menutup pintu apartemennya dengan menggunakan kakinya kemudian mengunci pintu apartemennya. Setelah itu menghampiri Nesya dengan tatapan seolah ingin memangsa.Pria dewasa berstatus duda berusia 43 tahun itu berdiri dihadapan Nesya, lalu mensejajarkan tingginya dengan gadis yang saat ini meringkuk memeluk lututnya dan masih menangis. Gunawan menghembuskan asap ke arah Nesya membuat Nesya terbentuk-batuk.Gunawan meraih dagu Nesya “Nesya Cantika, kau ingin bermain-main dengan menantuku? Jangan-jangan kau sudah bermain dengannya.” Tatapan Gunawan sudah dipenuhi hasrat."Apa maksud, Tuan?” Nesya mundur dengan sisa tenaganya.Gunawan tertawa lalu bangkit membelakangi Nesya kemudian menghisap rokoknya lagi. Gunawan melepas dasi dan kancing kemejanya satu persatu lalu membalikkan tubuhnya."Ayolah, tidak usah munafik. Kau pasti puas denganku daripada dengan suami Putriku.” Gunawan tersenyum miring.Nesya bangkit dan menjauh dari Gunawan. Gunawan menyeringai dan terus mengikuti Nesya yang menghindari dirinya sampai ia terduduk di sofa."Apa yang Anda inginkan, Tuan!” Nesya berusaha menjauh. Namun sayang, Gunawan berhasil meraih lengannya dan merobek paksa dress Nesya bagian depan."Jangan melawan!” Gunawan menampar Nesya dengan tega sampai sudut bibir gadis 27 tahun itu berdarah. Namun, Nesya hanya bisa berteriak meminta tolong tetapi sekuat apapun ia berteriak tidak akan ada yang mendengar.Pria bertubuh tegap itu pun mulai melancarkan aksinya menggagahi gadis cantik yang tidak tahu apa-apa tentang kekasihnya yang sudah mempunyai istri dan rupanya istrinya adalah Putri dari bos tempat ia bekerja.Gunawan melepas paksa semua yang melekat di tubuh Nesya. Namun, sebelum itu ia mengikat tangan Nesya dengan dasinya sehingga mudah baginya untuk menodai gadis malang tersebut."Tuan, saya minta maaf. Saya benar-benar tidak tahu kalau mas Adipati mempunyai istri. Sungguh, Tuan! Jangan lakukan ini pada saya,” mohon Nesya berlinang air mata.Gunawan membekap mulut Nesya dengan tangan besarnya, ia tidak peduli dan terus melancarkan aksinya. Ia mengira gadis dibawah Kungkungan saat ini sudah menyerahkan semuanya pada Adipati, mana mungkin ia masih suci."Tuan, jangan!” lirih Nesya dalam bekapan tangan teriak Gunawan dan Gunawan sukses merenggut kesuciannya dengan paksa.Air mata Nesya semakin meleleh dan ia berusaha menyingkirkan tubuh Gunawan dari atas tubuhnya. Namun, apa daya tenaganya kalah dari Gunawan. Akhirnya ia pun pasrah kehilangan mahkotanya.Gunawan sejenak melihat wajah pasrah Nesya ia menyeringai lalu melanjutkan perbuatannya. Gunawan baru sadar saat melihat bagian inti Nesya yang berdarah dan darah itu juga menempel dimiliknya."Kau masih perawan? Oh … Shit!” Gunawan tanpa merasa bersalah terus bermain tanpa melihat Nesya kesakitan, hatinya sudah dipenuhi hasrat yang tidak terbendung dan disertai amarah pada Nesya. Karena gadis dibawanya itu sudah berani menjalin hubungan terlarang dengan menantunya.Nesya hanya diam, tenaganya seolah sudah habis untuk memberontak. Mahkota yang selama ini ia jaga dan ingin ia serahkan untuk suaminya kelak, sirna sudah.Setelah menuntaskan hasratnya, Gunawan meninggalkan Nesya begitu saja ke kamar mandi. Gunawan tertawa puas setelah selesai dengan aksi tidak terpujinya. Hasratnya yang yang sudah ia pendam bertahun-tahun karena sang istri sudah meninggal dunia, ia lampiaskan pada Nesya yang tidak tahu apa-apa tentang menantunya tersebut. Nesya dengan tatapan kosong dan air matanya yang tidak bisa dibendung, perlahan menarik dress-nya yang tadi di buang Gunawan di atas sofa. Ia begitu syok dan mencerna apa yang sudah terjadi saat ini."Papa ... Papa...,” lirihnya menyebut nama Almarhum Papanya.Nesya teringat almarhum Papanya yang tidak pernah marah dan berkata kasar serta tidak pernah menyakiti dirinya. Tetapi kini ia merasakan sakit yang amat sangat luar biasa sampai tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.Nesya masih meringkuk di sofa, ia diam tetapi air matanya terus mengalir. Rasa sakit dibagian intinya tidak sebanding dengan rasa sakit hatinya. Masa depannya hancur dan ia saat ini tidak tahu ha
Sarah mengamuk di kamar hotel, tidak hentinya ia menampar Adipati dan Gunawan hanya duduk menyaksikan saja sambil merokok didekat pintu balkon. Gunawan tersenyum miring melihat anaknya yang memang tidak menyukai pengkhianatan. “Kau sudah tidur dengannya? Kalian berdua sudah berbuat apa saja?” teriak Sarah lalu mengambil kursi dan hendak menghantam Adipati. Namun Gunawan mencegahnya. "Cukup, Sarah! Papa sudah pastikan gadis itu dan Adipati tidak akan pernah lagi berhubungan. Besok kalian pulang ke Surabaya. Papa akan menangani perusahaan di sini.” Gunawan kemudian Keluar dari kamar Sarah dan melihat sinis menantunya yang duduk diam di atas tempat tidur. Adipati tidak berdaya karena yang mempunyai kuasa adalah istrinya. Tanpa Sarah mungkin ia masih menjadi orang biasa. “Katakan, Mas! Kau sudah tidur dengannya!” teriak Sarah yang masih dikuasai emosi. “Tidak, Sarah! Aku tidak pernah tidur dengannya,” tegas Adipati memegang tangan Sarag yang hendak memukulnya lagi.“Dasar pembohong,
Nesya masih meringkuk di tempat tidurnya, sudah satu minggu ia tidak ke kantor. Air matanya seolah tidak pernah kering, ia terus meratapi nasibnya. Bintang yang dari awal terus menemani bersama Bulan pun tidak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa menghibur sebisanya. Karena mereka juga tidak tahu permasalahan pokok utamanya. Nesya melihat ke arah pintu saat seseorang masuk. Ia sekilas melihat orang tersebut lalu bangkit dari tidurnya."Kak, Bintang. Kakak pulang saja, aku sudah tidak apa-apa,” ucap Nesya yang masih terlihat lemah.“Nes, aku mana mungkin meninggalkan dirimu begitu saja, kecuali kamu benar-benar sudah baik-baik saja.”“Tapi, pekerjaan Kakak bagaimana?” jawab Nesya lemah. “Bisa dikerjakan dari rumah,” jawab Bintang lalu tersenyum.Bintang duduk di tepi tempat tidur, sontak Nesya menjauh. Ia masih takut jika ada pria terlalu dekat dengannya walau ia tahu bintang tidak mungkin melakukan apa yang dilakukan Gunawan.Bintang yang melihat Nesya ketakutan pun bingung, karena
Nesya sudah sedikit membaik dimata Bintang dan Bulan, walau sebenarnya Nesya begitu trauma dengan apa yang sudah ia alami. Nesya juga tidak menceritakan jika dirinya dinodai Gunawan. Ia pura-pura sudah tidak apa-apa. Karena Nesya juga tidak ingin merepotkan mereka berdua terlalu lama.“Ya sudah, kalau kamu sudah membaik. Kami pulang. Oh iya, dapat salam dari abah dan emak, katanya kamu cepat sembuh, biar anak bujang ya ini bisa bantu jualan lagi!” ucap Bintang diiringi canda, Nesya tertawa kecil mengingat orang tua Bintang dan Bulan yang suka bercanda. "Iya, Nesya minta maaf sudah merepotkan Kak Bintang sama Bulan.” Nesya tersenyum kearah keduanya.“ Tidak apa-apa, santai saja.” Bulan sekilas mengusap lengan Nesya. “Ya sudah, kami pulang. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku atau Bulan,” ucap Bintang. “Iya,” jawab Nesya singkat. Bulan dan bintang akhirnya pulang dan Nesya sendirian di apartemen. Nesya menutup pintu dan menguncinya lalu ia duduk di sofa. Saat duduk di sofa, ingatannya
Nesya begitu malas saat mengenakan baju kantornya, apalagi melihat tanda pengenalnya dan melihat nama perusahaan tempat ia bekerja. Namun ia juga tidak mungkin bisa membayar denda kontrak yang disebutkan Gunawan, bosnya, apabila ia mengundurkan diri begitu saja.“Tuhan, berikan aku kekuatan untuk menghadapi Gunawan yang super kejam itu,” batin Nesya sambil melihat tanda pengenalnya.Nesya menghela nafas panjang sambil berpikir bagaimana bisa lepas dari ancaman Gunawan.“Apa aku harus meminta bantuan kak Arya?” batin Nesya, tetapi secepat kilat ia menggeleng, mana mungkin ia tiba-tiba datang ke keluarga almarhum papanya sedangkan ia saja berusaha melepas bayang-bayang nama keluarga papanya. “Tidak, aku harus bisa menyelesaikan masalahku sendiri, aku tidak mau menyusahkan keluarga papa, apalagi kak Arya,” ucap Nesya lalu ia mengambil tasnya kemudian keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Saat membuka pintu apartemennya, ia dikejutkan dengan Gunawan yang tiba-tiba sud
Nesya keluar dari ruangan sambil nangis menuju kamar mandi, sedangkan Gunawan membenarkan kerah bajunya dan keluar dari ruangan Nesya begitu santai. Semua karyawan hanya melongo melihat mereka berdua. “Tuan, apa yang terjadi? Kenapa Nesya menangis?” tanya salah satu karyawan memberanikan diri untuk bertanya.“Konsep desainnya aku tolak,” jawab Gunawan yang terus berjalan menuju ruangannya. “Oh iya, siapkan ruang meeting sekarang, dan beritahu Nesya agar membawa konsep dan desain yang baru,” ujar Gunawan pada karyawannya.“Baik, Tuan” "Oh iya, satu lagi. Nanti ada pemberitahuan penting tentang pak Adipati.” “Baik, Tuan.” karyawan tersebut pun sedikit berlari memberitahu beberapa staf yang terlibat di projects Nesya untuk ke ruang meeting.Sementara Nesya masih menangis tanpa suara di kamar mandi. Ia menangis karena Gunawan sempat mencium dan melecehkannya sesaat setelah ia berteriak.Nesya menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menenangkan pikiran dan hatinya kemudian ia mencuci waja
Nesya dengan malas membuka pintu apartemennya, karena ia juga baru bangun tidur. Ia tidur setelah pulang dari kantor karena merasa tubuhnya begitu lelah. Jam juga menunjukan jam sembilan malam. “Mas Adipati? Kamu mau ngapain datang kemari lagi? Kamu mau buat aku susah lagi?” tanya Nesya tanpa jeda saat membuka pintu dan ternyata Adipati yang datang.“Nes, tolong berikan aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya dan aku mau minta maaf, Nes.” Adipati meraih tangan Nesya tetapi Nesya menepisnya. "Cukup, tidak perlu dijelaskan. Semua sudah jelas. Hubungan kita sudah selesai saat istrimu melabrakku dan Gunawan menghancurkan masa depanku.” Nesya menutup pintu, Namun dihadang Adipati.“Sebentar saja, Nesya. Aku mencintaimu. Aku tahu ini salah, tapi hatiku tidak bisa berbohong.” Adipati masih berusaha meraih tangan Nesya.Nesya tetap menepis tangan Adipati dan mengingat ucapan dan perbuatan Gunawan terhadap yang begitu kejam. “Mas, aku mohon, pergi dari hidupku. Hubungan kita sudah selesa
“Lepaskan aku.” Nesya terus memberontak saat Gunawan menariknya masuk ke dalam apartemen milik Nesya sendiri.Gunawan menghempaskan Nesya ke lantai sampai Nesya tersungkur. “Apa Adipati menemui tadi?” tanya Gunawan.“Tidak!” “Bohong!” Gunawan kemudian menarik rambut Nesya. “Jujur padaku!” teriak Gunawan dan masih menjambak rambut Nesya.Nesya merasa kesakitan saat rambutnya dijambak. Ia serba salah jika jujur dengan Gunawan, jujur pun Gunawan pasti tetap akan memberikannya hukuman.“Iya! Dia sendiri yang datang kemari, bukan aku yang menyuruhnya datang,” balas Nesya memegang rambutnya.Gunawan semakin marah dan menghempaskan Nesya.“Jadi kalian bertemu, kenapa kau mau bertemu dengannya? Kenapa kau membuka pintu apartemen ini untuknya. Sudah aku peringatkan padamu, jika kau atau Adipati menemuimu, kau akan aku hancurkan.” Gunawan bangkit lalu melepas ikat pinggangnya. Gunawan melihat ikat pinggangnya menjadi dua dan siap memukul Nesya.Nesya begitu ketakutan melihat Gunawan dengan ik
Nesya membuka mata, lalu melihat suaminya yang masih tidur disampingnya sambil memegang perutnya. Nesya menghela nafas panjang, pelan-pelan ia menyingkirkan tangan suaminya dari perutnya. Tangan satunya meraih ponsel di meja nakas. “Ck, kenapa aku lupa mencharge hp ku,” keluhnya setelah melihat ponselnya mati.Ia melihat ponsel Gunawan dan mengambilnya, beberapa kali ia memasukkan password nya, namun tetap gagal. Nesya tersenyum miring, ia berniat membangunkan Gunawan yang masih tertidur. Ia baru ingat jika orang bangun tidur pasti sedikit linglung dan sudah pasti akan memberikan password tersebut.“Bangun, Mas. Mas.” Nesya menggoyang pelan bahu Gunawan.“Hem,” balas Gunawan masih memejamkan mata.“Aku pinjam hp kamu ya? Mau telpon kak Arya,” ucap Nesya pelan lalu mencium pipinya. “Hem.” masih dengan posisi yang sama. “Passwordnya apa?”“Tanggal lahir Sarah,” jawab Gunawan parau dan masih posisi yang sama. Nesya menghembuskan nafas kesal, bisa-bisanya ia tidak terpikir selama ini
Nesya berjalan santai di samping Gunawan saat memasuki kantor cabang yang dulunya tempatnya bekerja. Tidak peduli tatapan semua karyawan lain padanya, ditambah perutnya yang sudah mulai terlihat membesar dan Gunawan menggenggam tangannya dengan erat seolah tidak ingin melepasnya. Gunawan tersenyum bangga karena bisa mendapatkan Nesya yang begitu cantik, cerdas dan bisa dibilang primadona kantornya. Namun tidak dengan Shinta yang sudah tahu misi Nesya. Shinta hanya diam dan diam-diam mendukung apa yang dilakukan Nesya.Sesampainya di ruangan, Gunawan meminta Nesya duduk di sofa dan bersantai. Sedangkan dirinya meeting bersama karyawannya. “Nes,” panggil seseorang.“Shinta,” balas Nesya. Keduanya saling berpelukan melepas rindu karena sudah beberapa bulan tidak bertemu.“Apa kabar? Bagaimana jadi istri bos. Pasti pak bos manjain kamu ya?” goda Shinta membuat seulas senyum kecut dibibir Nesya."Iya sih, tapi aku masih benci sama dia. Misiku tetap masih sama, aku mau di masuk penjara.
Nesya diam-diam ke ruangan kerja Gunawan, ia mencari beberapa berkas perusahaan penting. Ia tahu perusahaan suaminya itu sedang tidak baik-baik saja dan ia ingin mengambil alih perusahaan tersebut dengan bantuan sang kakak, Arya. “Dimana berkas perusahaan itu, hari ini aku harus menemukannya,” gumam Nesya mencari di lemari rak buku dan berkas penting lainnya. “Nes, kamu ngapain!” seru seseorang membuat Nesya terkejut.Nesya menoleh rupanya sang suami sudah pulang dari kantor.“Ah, ini aku cari buku yang kemarin kamu baca,” Nesya kemudian menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan.“Oh, Buku itu ada di laci meja nakas.” Gunawan menghampiri Nesya lalu memeluknya.“Kamu sudah makan,” tanya Gunawan masih memeluk Nesya.Nesya mengatur nafasnya. Ia takut ketahuan mencari dokumen penting perusahaan suaminya.“Belum, aku pengen makan ramen.”Gunawan melepaskan pelukannya. Ia tersenyum melihat Nesya lalu mengusap perutnya.“Baiklah, kita ke restoran langganan kita.” Nesya tersenyum ti
Nesya duduk termenung di depan jendela besar rumah orang tuanya. Ingatannya kembali saat kedua orang tuanya masih hidup. Ingin sekali ia kembali ke masa lalu, kehidupan yang begitu harmonis bersama keluarganya. Namun, ia juga sadar, itu semua tidak mungkin terjadi. “Papa, mama. Mungkin ini jalan Tuhan yang terbaik. Aku akan melanjutkan hidupku. Kalian berdua sudah bersama, Nesya akan berusaha untuk menghadapi hidup ini tanpa kalian, Nesya pasti bisa,” batin Nesya lalu mengusap air matanya. Sudah satu minggu lebih, Gunawan juga masih begitu sedih melihat istrinya yang seolah belum menerima kepergian sang mama. Ia tahu rasanya ditinggal orang yang sangat dicintai. “Nes, makan dulu ya sebelum pulang,” ucap Gunawan sambil mengusap pundak Nesya.Nesya melihat Gunawan, pria dihadapannya itu sudah beberapa hari terakhir begitu perhatian padanya dan lebih protektif. Sebenarnya ia risih diperlukan seperti itu. “Mas, bisa tidak satu hari lagi kita menginap di rumah ini. Aku masih ingin dir
“Ma, secepat ini mama pergi menyusul papa. Nesya sama siapa ma. Apa mama tidak mau melihat Nesya mencari keadilan untuk diri Nesya. Sedikit lagi Nesya mendapatkan keadilan itu ma. Gunawan sudah jatuh hati dengan Nesya. Sedikit lagi bukti itu akan Nesya dapatkan,” batin Nesya diatas pusara sang mama. Nesya hanya bisa diam dan air matanya terus mengalir tanpa permisi. Untuk saat ini ia bingung harus melakukan apa. Dunianya serasa runtuh kehilangan orang yang sangat ia cintai setelah sang papa.Gunawan begitu setia menemani Nesya, merangkul dan mencoba memberikan semangat.“Sabar, Sayang,” ucap pelan Gunawan mencium pucuk rambut Nesya.“Nesya, pulang ya. Semua orang sudah pulang. Biarkan mamamu istirahat dengan tenang,” ucap Arya mengusap pundak sang adik.Nesya mengusap air matanya lalu bangkit dibantu Gunawan. Namun, tiba-tiba ia tidak sadarkan diri. Semua kerabat yang masih ada di pemakaman panik terlebih Gunawan dan Arya. “Nesya,” ucap Gunawan menepuk lembut pipinya, kemudian membop
"Apa? di rumah sakit mana?” tanya Nesya terkejut karena sang mama masuk rumah sakit."Baik, aku kesana sekarang.” Nesya menutup sambungan ponselnya. “Mas! Mas …!” teriak Nesya memanggil Gunawan. "Ada apa sih, Nes. Masih pagi sudah teriak-teriak.” balas Gunawan membuka separuh pintu kamar mandi.“Mama, Mama masuk rumah sakit!” “Ha, kapan?” Nesya sambil menyiapkan baju untuk Gunawan.“Tidak tahu, bibi cuma memberitahu mana masuk rumah sakit.” “Ya sudah, tunggu sebentar.” Gunawan bergegas menyelesaikan mandinya.Nesya mengganti bajunya dan buru-buru menyiapkan bapa yang harus ia bawa.“Mas buruan!” teriak Nesya. Nesya berjalan kesana kemari seperti tidak memikirkan kandungannya membuat Gunawan yang baru keluar dari kamar mandi langsung menghampirinya."Kamu bisa pelan tidak? Kamu itu sedang hamil.” Gunawan menarik pelan tangan Nesya. "Aku, panik. Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan mama,” balas Nesya yang suaranya bergetar menahan tangis. "Mama baik-baik saja dan sudah ditangani d
Nesya saat ini sedang melihat ponsel Gunawan, ia berusaha membukanya tetapi sayang ponselnya menggunakan password. “Sial,” cicitnya melempar ponsel suaminya di atas tempat tidur. Kemudian ia berbaring diatas tempat tidur dan meraih ponselnya kembali.“Passwordnya apa sih?” gumam Nesya.“Nes, lihat hapeku?” tanya Gunawan tiba-tiba masuk ke kamar.Nesya mengangkat ponselnya.“Ini,” balas Nesya malas.“Kamu buka hapeku?” “Awalnya, tapi tidak bisa dibuka, semua di kunci. Aku seperti istri tidak dianggap. Tidak tahu isi hape suamiku,” balas Nesya lalu duduk melihat Gunawan yang juga duduk di sampingnya.Gunawan menatap Nesya dengan tajam. “Kamu curiga aku berbalas pesan dengan wanita lain?”Nesya menggeleng lemah. “Tidak, untuk apa? Kalau mau selingkuh terserah kamu, aku cuma mau lihat isi hape kamu, apa aku salah?” Nesya memasang wajah datar. Tetapi Gunawan menganggapnya cemburu. Gunawan menarik nafas dalam-dalam lalu mendekati Nesya.“Bagus, karena kamu tidak boleh membuka ponsel ini,
“Nes, aku tahu kamu sangat membenciku saat ini. Aku tahu kesalahanku padamu tidak bisa dimaafkan. Tapi, mengapa harus mertuaku yang menjadi pilihan terakhirmu?” Nesya seperti sudah lelah dengan semua pertanyaan Adipati tentang pilihannya menikahi mertua sang mantan. Ia juga lelah memberikan jawaban yang sama. “Mas, ini mungkin terakhir kali aku katakan padamu, setelah ini, tolong jangan pernah lagi bicara atau menanyakan hal serupa lagi padaku. Aku hamil anak mertuamu dan dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Ini semua juga salahmu, jika kamu jujur, mungkin aku tidak terjebak dengan pernikahan yang tidak aku inginkan.” “Maaf, Nes. Tapi aku harap kamu tidak jatuh cinta dengannya. Aku harap rasa itu masih untukku.” Adipati memandang Nesya penuh harap. Berharap masih ada cinta di hati Nesya untuknya. “Untuk itu, itu urusanku. Tidak ada yang tahu hati ini untuk siapa. Begitu juga dirimu, hanya kau yang tahu isi hatimu. Pulanglah, jangan sampai Sarah melabrak diriku lagi. Aku
“Iya kak Bintang. Aku baik-baik saja. Jaga diri kakak juga ya. Bye,” salam Nesya pada Bintang diakhir sambungan ponselnya."Siapa?” tanya Gunawan tiba-tiba di belakang Nesya, membuat dirinya terkejut.“Astagfirullah! Kau kenapa tiba-tiba datang! Kaget tahu!” kesal Nesya. “Kamu saja keasyikan telpon sampai suami pulang tidak tahu, telepon dengan siapa” saut Gunawan menatap Nesya.“Hubungan kita hanya status, jadi aku telepon dengan siapapun itu hak ku.” “Aku hanya bertanya, bukan melarang. Iya aku tahu, status kita hanya diatas kertas.” Gunawan kemudian mengangkat sambungan ponselnya karena sedari tadi berdering.“Ya, Rin. Jadi dong. Besok kau siapkan saja berkas untuk meeting di Solo.” Gunawan sekilas melirik Nesya yang menirukan ia bicara.“Menginap di hotel seperti biasa, satu kamar saja berdua sama kamu,” balas Gunawan dan masih melirik Nesya yang saat ini seperti kesal mendengar kalimat Gunawan pada sekretarisnya. “Ok, sampai ketemu besok.” Gunawan mematikan sambungan ponselnya