Sarah mengamuk di kamar hotel, tidak hentinya ia menampar Adipati dan Gunawan hanya duduk menyaksikan saja sambil merokok didekat pintu balkon. Gunawan tersenyum miring melihat anaknya yang memang tidak menyukai pengkhianatan.
“Kau sudah tidur dengannya? Kalian berdua sudah berbuat apa saja?” teriak Sarah lalu mengambil kursi dan hendak menghantam Adipati. Namun Gunawan mencegahnya."Cukup, Sarah! Papa sudah pastikan gadis itu dan Adipati tidak akan pernah lagi berhubungan. Besok kalian pulang ke Surabaya. Papa akan menangani perusahaan di sini.” Gunawan kemudian Keluar dari kamar Sarah dan melihat sinis menantunya yang duduk diam di atas tempat tidur.Adipati tidak berdaya karena yang mempunyai kuasa adalah istrinya. Tanpa Sarah mungkin ia masih menjadi orang biasa.“Katakan, Mas! Kau sudah tidur dengannya!” teriak Sarah yang masih dikuasai emosi.“Tidak, Sarah! Aku tidak pernah tidur dengannya,” tegas Adipati memegang tangan Sarag yang hendak memukulnya lagi.“Dasar pembohong, mana mungkin kamu tidak meniduri perempuan murahan itu, hah!”“Cukup! Aku tegaskan padamu, aku tidak merusak dirinya dan dia bukan wanita murahan! Dia wanita baik-baik!” teriak Adipati menggema di kamar hotelnya.Sarah tertawa, merasa lucu mendengar ucapan Adipati yang membela Nesya.“ Kamu bilang wanita baik-baik, hah? Tidak ada wanita baik-baik yang mau dengan suami orang! Bagiku dia tetap murahan!” teriak Sarah tidak mau kalah."Lalu apa maumu saat ini, Sarah?” tanya Adipati sudah lelah dengan semua intimidasi dari sang istri.“Tinggalkan wanita murahan itu atau kamu tinggalkan semua fasilitas yang sudah papa berikan padamu dan kita bercerai, anak akan bersamaku.” Sarah menatap tajam kearah suaminya yang diam memikirkan sesuatu.Bagaimanapun ia tidak bisa berpisah dengan sang istri tetapi ia juga sudah terlanjur jatuh cinta dan nyaman dengan kelembutan Nesya.Adipati merasa terjebak dengan situasi yang rumit, antara istri dan wanita yang ia cintai. Sungguh pilihan yang sangat membuat Adipati delema.“Baiklah, aku akan meninggalkan Nesya demi anak kita. Aku tidak bisa jika harus berpisah dengan anak kita, maafkan aku,” ucap Adipati ragu karena di dalam hatinya hanya Nesya tetapi ia juga tidak ingin Sarah membawa anaknya.Sarah menatap Adipati dengan ragu, ia tidak percaya begitu saja dengan ucapan suaminya. Tetapi ia berusaha percaya.“Baiklah, malam ini kita kembali ke Surabaya,” ujar Sarah tidak mau dibantah.“Baik, tapi izinkan aku malam ini bertemu Nesya untuk meminta maaf, atas segala kesalahanku yang sudah berbohong padanya.”Ucapan Adipati sukses membuat Sarah naik darah, sontak Sarah pun menampar pipi Adipati.“ Kamu minta izin mau menemui wanita murahan itu? Kamu itu sudah kepergok selingkuh dan sekarang terang-terangan mau bertemu dia malam ini juga? Kamu sudah gila? Seharusnya yang meminta maaf itu dia, bukan aku ataupun kamu, gila ya!”Adipati semakin tertekan dan sangat merasa bersalah pada Nesya yang tidak tahu apa-apa tentang statusnya terkena amukan sang istri. Sudah pasti saat ini Nesya begitu terluka.“Bukan seperti itu, Sarah … kamu tahu sendiri. Nesya pasti syok dengan semuanya, apalagi kamu mengamuk menghancurkan seisi apartemennya," jelas Adipati begitu pelan.Namun, Sarah tidak terima.“Aku tetap tidak mengizinkan kamu bertemu dengannya sebelum kamu jujur sudah pernah berbuat apa saja kamu dengannya.” tegas Sarah menarik kerah kemeja sang suami.“Aku tidak melakukan apapun dengannya, Sarah. Kalaupun aku melakukan hal seperti itu tentunya pasti dengan istriku sendiri.” Adipati mulai mencium bibir Sarah.Awalnya Sarah menolak dan memberontak tetapi ia juga tidak bisa melawan tenaga sang suami. Akhirnya Sarah pasrah dan melayani hasrat sang suami.Begitulah cara Adipati meluluhkan hati Sarah jika sedang bertengkar. Sarah juga tidak bisa menolak karena baginya Adipati hebat saat di ranjang.Setelah selesai memuaskan Istrinya, Adipati tersenyum melihat Sarah berjalan ke kamar mandi. Tetapi pria manipulatif dan licik seperti Adipati tidak akan tinggal diam. Ia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Nesya. Akan tetapi, sambungan ponselnya tidak aktif. Kemudian ia menghubungi bintang, sahabat Nesya untuk memastikan keadaan pujaan hatinya.“Halo, Bintang,” sapa Adipati saat Bintang mengangkat sambungan ponselnya.“Ada, Dip? Tumben kamu menghubungiku, ada perlu apa?”“Aku butuh bantuanmu saat ini, Bin. Tolong kamu datang ke apartemen Nesya, dia habis dilabrak istriku,” jawab jujur Adipati karena selama ini Bintang juga tidak tahu jika Adipati mempunyai istri.“Apa, gila kamu! Jadi selama ini kamu bohong sama Nesya?” tanya Bintang tidak percaya.Adipati Pun menceritakan semuanya tentang statusnya dan itu sukses membuat Bintang begitu marah, Bintang memaki-maki Adipati habis-habisan bankan sumpah serapah pun tidak luput terlontar dari bibir Bintang untuk pria seperti Adipati.“Terserah kamu mau memakiku, tapi tolong lihat kondisi Nesya, aku minta tolong padamu, Bintang,” mohon Adipati lalu secepat kilat menutup ponselnya karena sang istri sudah keluar dari kamar mandi.“Kamu telepon siapa?” tanya sang istri penuh selidik saat melihat Adipati meletakkan ponselnya di meja nakas.“Temen," jawab Adipati santai.Sarah kemudian meriah ponsel Adipati lalu melihat riwayat panggilan telepon milik sang suami.“ Bintang? Siapa Bintang? Laki-laki atau selingkuhan barumu?” tanya Sarah dengan tatapan tajam kearah suaminya.Adipati meraih tangan sang istri dan mendudukkannya di atas pangkuannya.“ Itu teman, Sayang. Bukan wanita lain.” Adipati mencium pipi Sarah.Sarah tak lantas percaya begitu saja, Sarah kemudian menghubungi nomor telepon tersebut.“Ada apa lagi, Dip. Ini aku baru mau kesana,” jawab Bintang.Sarah melihat kearah sang suami yang tersenyum padanya.“ Aku Sarah, istri adipati.”Bintang terkejut dan beruntung ia tidak menyebut nama Nesya.“Oh iya, maaf. Ada apa ya?”“Tidak ada, hanya memastikan suamiku tidak menghubungi wanita lain.” Sarah kemudian memutuskan sambungan ponselnya.“Sekarang kamu percaya?” tanya Adipati melihat Sarah yang masing memasang wajah dingin.“Hem, ya sudah. Kita siap-siap pulang ke Surabaya,” ujar Sarah yang tidak mau berlama-lama di Jakarta karena takut suaminya bertemu dengan NesyaSementara itu Gunawan saat ini sedang duduk santai sambil minum wine di kamarnya. Ia menyewa kamar hotel yang sama dengan Sarah. Gunawan saat ini merasa puas dengan apa yang sudah ia lakukan pada Nesya. Andai ia tahu siapa Nesya yang sebenarnya, sungguh ia akan sangat menyesal dengan perbuatannya."Dengan aku menodaimu, sudah aku pastikan, kau tidak bisa berkutik dan tidak akan pernah bisa dekat lagi dengan Adipati. Aku akan melakukan apapun untuk demi kebahagiaan putri semata wayangku.” Gunawan meminum wine-nya kembali.Gunawan tidak tahu siapa sejatinya Nesya Cantika. Ia adalah putri dari istri kedua almarhum Abi Sanjaya, pengusaha yang begitu berpengaruh di kalangan bisnis.Nesya masih meringkuk di tempat tidurnya, sudah satu minggu ia tidak ke kantor. Air matanya seolah tidak pernah kering, ia terus meratapi nasibnya. Bintang yang dari awal terus menemani bersama Bulan pun tidak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa menghibur sebisanya. Karena mereka juga tidak tahu permasalahan pokok utamanya. Nesya melihat ke arah pintu saat seseorang masuk. Ia sekilas melihat orang tersebut lalu bangkit dari tidurnya."Kak, Bintang. Kakak pulang saja, aku sudah tidak apa-apa,” ucap Nesya yang masih terlihat lemah.“Nes, aku mana mungkin meninggalkan dirimu begitu saja, kecuali kamu benar-benar sudah baik-baik saja.”“Tapi, pekerjaan Kakak bagaimana?” jawab Nesya lemah. “Bisa dikerjakan dari rumah,” jawab Bintang lalu tersenyum.Bintang duduk di tepi tempat tidur, sontak Nesya menjauh. Ia masih takut jika ada pria terlalu dekat dengannya walau ia tahu bintang tidak mungkin melakukan apa yang dilakukan Gunawan.Bintang yang melihat Nesya ketakutan pun bingung, karena
Nesya sudah sedikit membaik dimata Bintang dan Bulan, walau sebenarnya Nesya begitu trauma dengan apa yang sudah ia alami. Nesya juga tidak menceritakan jika dirinya dinodai Gunawan. Ia pura-pura sudah tidak apa-apa. Karena Nesya juga tidak ingin merepotkan mereka berdua terlalu lama.“Ya sudah, kalau kamu sudah membaik. Kami pulang. Oh iya, dapat salam dari abah dan emak, katanya kamu cepat sembuh, biar anak bujang ya ini bisa bantu jualan lagi!” ucap Bintang diiringi canda, Nesya tertawa kecil mengingat orang tua Bintang dan Bulan yang suka bercanda. "Iya, Nesya minta maaf sudah merepotkan Kak Bintang sama Bulan.” Nesya tersenyum kearah keduanya.“ Tidak apa-apa, santai saja.” Bulan sekilas mengusap lengan Nesya. “Ya sudah, kami pulang. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku atau Bulan,” ucap Bintang. “Iya,” jawab Nesya singkat. Bulan dan bintang akhirnya pulang dan Nesya sendirian di apartemen. Nesya menutup pintu dan menguncinya lalu ia duduk di sofa. Saat duduk di sofa, ingatannya
Nesya begitu malas saat mengenakan baju kantornya, apalagi melihat tanda pengenalnya dan melihat nama perusahaan tempat ia bekerja. Namun ia juga tidak mungkin bisa membayar denda kontrak yang disebutkan Gunawan, bosnya, apabila ia mengundurkan diri begitu saja.“Tuhan, berikan aku kekuatan untuk menghadapi Gunawan yang super kejam itu,” batin Nesya sambil melihat tanda pengenalnya.Nesya menghela nafas panjang sambil berpikir bagaimana bisa lepas dari ancaman Gunawan.“Apa aku harus meminta bantuan kak Arya?” batin Nesya, tetapi secepat kilat ia menggeleng, mana mungkin ia tiba-tiba datang ke keluarga almarhum papanya sedangkan ia saja berusaha melepas bayang-bayang nama keluarga papanya. “Tidak, aku harus bisa menyelesaikan masalahku sendiri, aku tidak mau menyusahkan keluarga papa, apalagi kak Arya,” ucap Nesya lalu ia mengambil tasnya kemudian keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Saat membuka pintu apartemennya, ia dikejutkan dengan Gunawan yang tiba-tiba sud
Nesya keluar dari ruangan sambil nangis menuju kamar mandi, sedangkan Gunawan membenarkan kerah bajunya dan keluar dari ruangan Nesya begitu santai. Semua karyawan hanya melongo melihat mereka berdua. “Tuan, apa yang terjadi? Kenapa Nesya menangis?” tanya salah satu karyawan memberanikan diri untuk bertanya.“Konsep desainnya aku tolak,” jawab Gunawan yang terus berjalan menuju ruangannya. “Oh iya, siapkan ruang meeting sekarang, dan beritahu Nesya agar membawa konsep dan desain yang baru,” ujar Gunawan pada karyawannya.“Baik, Tuan” "Oh iya, satu lagi. Nanti ada pemberitahuan penting tentang pak Adipati.” “Baik, Tuan.” karyawan tersebut pun sedikit berlari memberitahu beberapa staf yang terlibat di projects Nesya untuk ke ruang meeting.Sementara Nesya masih menangis tanpa suara di kamar mandi. Ia menangis karena Gunawan sempat mencium dan melecehkannya sesaat setelah ia berteriak.Nesya menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menenangkan pikiran dan hatinya kemudian ia mencuci waja
Nesya dengan malas membuka pintu apartemennya, karena ia juga baru bangun tidur. Ia tidur setelah pulang dari kantor karena merasa tubuhnya begitu lelah. Jam juga menunjukan jam sembilan malam. “Mas Adipati? Kamu mau ngapain datang kemari lagi? Kamu mau buat aku susah lagi?” tanya Nesya tanpa jeda saat membuka pintu dan ternyata Adipati yang datang.“Nes, tolong berikan aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya dan aku mau minta maaf, Nes.” Adipati meraih tangan Nesya tetapi Nesya menepisnya. "Cukup, tidak perlu dijelaskan. Semua sudah jelas. Hubungan kita sudah selesai saat istrimu melabrakku dan Gunawan menghancurkan masa depanku.” Nesya menutup pintu, Namun dihadang Adipati.“Sebentar saja, Nesya. Aku mencintaimu. Aku tahu ini salah, tapi hatiku tidak bisa berbohong.” Adipati masih berusaha meraih tangan Nesya.Nesya tetap menepis tangan Adipati dan mengingat ucapan dan perbuatan Gunawan terhadap yang begitu kejam. “Mas, aku mohon, pergi dari hidupku. Hubungan kita sudah selesa
“Lepaskan aku.” Nesya terus memberontak saat Gunawan menariknya masuk ke dalam apartemen milik Nesya sendiri.Gunawan menghempaskan Nesya ke lantai sampai Nesya tersungkur. “Apa Adipati menemui tadi?” tanya Gunawan.“Tidak!” “Bohong!” Gunawan kemudian menarik rambut Nesya. “Jujur padaku!” teriak Gunawan dan masih menjambak rambut Nesya.Nesya merasa kesakitan saat rambutnya dijambak. Ia serba salah jika jujur dengan Gunawan, jujur pun Gunawan pasti tetap akan memberikannya hukuman.“Iya! Dia sendiri yang datang kemari, bukan aku yang menyuruhnya datang,” balas Nesya memegang rambutnya.Gunawan semakin marah dan menghempaskan Nesya.“Jadi kalian bertemu, kenapa kau mau bertemu dengannya? Kenapa kau membuka pintu apartemen ini untuknya. Sudah aku peringatkan padamu, jika kau atau Adipati menemuimu, kau akan aku hancurkan.” Gunawan bangkit lalu melepas ikat pinggangnya. Gunawan melihat ikat pinggangnya menjadi dua dan siap memukul Nesya.Nesya begitu ketakutan melihat Gunawan dengan ik
Satu bulan lebih berlalu, Nesya seperti orang gila. Ia ketakutan ketika bell apartemennya berbunyi sampai-sampai ia memasang monitor di dekat pintu masuk, agar ia tahu siapa saja yang datang. Ia juga sudah satu bulan tidak ke kantor, semua ia kerjakan di rumah dengan alasan ia sedang sakit dan harus berobat. Dan setelah kejadian itu Gunawan pun langsung terbang ke Jepang untuk urusan bisnis. Namun, saat ini ia sudah satu bulan lebih di rumah dan sudah saatnya ia kembali ke kantor. Mau tidak mau ia pun pergi ke kantor. Nesya begitu berat melangkahkan kakinya masuk ke gedung kantor tempat ia bekerja, rasanya menginjak duri dan pecahan kaca saat melangkahkan kakinya memasuki gedung kantornya.“Pagi, Nesya. Eh, Bu bos,” ledek salah satu staff bagiannyaNesya mengernyit heran mengapa dirinya dipanggil bu bos.“ Apa sih, Vin. Tiba-tiba manggil bu bos,” kesel Nesya mendengus lalu meninggal Vina. “Halo, Nesya. Cemberut terus sih, kangen pak bos ya?” goda Shinta rekan satu tim Nesya.“Apaan
Nesya memandangi hasil USG kandungannya, ia bingung harus bagaimana. Mempertahankan kandungannya atau menyingkirkannya. Meminta pertanggungjawaban pada Gunawan pun itu mustahil karena ia begitu membenci Gunawan. “Aku harus bagaimana, Kak Bintang.” Nesya mengusap air matanya.Bintang mengusap punggung tangan Nesya.“Pertahankan, aku tahu ini sulit untuk kamu, Nes. Tapi anak itu tidak tahu apa-apa. Kalau kamu tidak mau minta pertanggungjawaban dari mertua Adipati, kamu bisa besarkan anak itu sendiri. Tidak mudah memang, tapi kamu harus terima kenyataan dan aku akan membantumu untuk mengurus anakmu.”“Tapi bagaimana mungkin, Kak. Aku hamil tanpa suami, apa kata orang? Apa aku harus jujur kalau aku dinodai, begitu? Itu tidak mungkin, Kak Bintang. Gunawan pasti akan terus menerorku.” Nesya seakan putus asa.“Tapi saranku, lebih baik kamu bicarakan. Minta pertanggungjawaban Gunawan,” balas Bintang. “Menikah dengannya? Oh shitt … itu tidak mungkin itu lakukan.”“Kalau saja aku belum tunanga
Nesya membuka mata, lalu melihat suaminya yang masih tidur disampingnya sambil memegang perutnya. Nesya menghela nafas panjang, pelan-pelan ia menyingkirkan tangan suaminya dari perutnya. Tangan satunya meraih ponsel di meja nakas. “Ck, kenapa aku lupa mencharge hp ku,” keluhnya setelah melihat ponselnya mati.Ia melihat ponsel Gunawan dan mengambilnya, beberapa kali ia memasukkan password nya, namun tetap gagal. Nesya tersenyum miring, ia berniat membangunkan Gunawan yang masih tertidur. Ia baru ingat jika orang bangun tidur pasti sedikit linglung dan sudah pasti akan memberikan password tersebut.“Bangun, Mas. Mas.” Nesya menggoyang pelan bahu Gunawan.“Hem,” balas Gunawan masih memejamkan mata.“Aku pinjam hp kamu ya? Mau telpon kak Arya,” ucap Nesya pelan lalu mencium pipinya. “Hem.” masih dengan posisi yang sama. “Passwordnya apa?”“Tanggal lahir Sarah,” jawab Gunawan parau dan masih posisi yang sama. Nesya menghembuskan nafas kesal, bisa-bisanya ia tidak terpikir selama ini
Nesya berjalan santai di samping Gunawan saat memasuki kantor cabang yang dulunya tempatnya bekerja. Tidak peduli tatapan semua karyawan lain padanya, ditambah perutnya yang sudah mulai terlihat membesar dan Gunawan menggenggam tangannya dengan erat seolah tidak ingin melepasnya. Gunawan tersenyum bangga karena bisa mendapatkan Nesya yang begitu cantik, cerdas dan bisa dibilang primadona kantornya. Namun tidak dengan Shinta yang sudah tahu misi Nesya. Shinta hanya diam dan diam-diam mendukung apa yang dilakukan Nesya.Sesampainya di ruangan, Gunawan meminta Nesya duduk di sofa dan bersantai. Sedangkan dirinya meeting bersama karyawannya. “Nes,” panggil seseorang.“Shinta,” balas Nesya. Keduanya saling berpelukan melepas rindu karena sudah beberapa bulan tidak bertemu.“Apa kabar? Bagaimana jadi istri bos. Pasti pak bos manjain kamu ya?” goda Shinta membuat seulas senyum kecut dibibir Nesya."Iya sih, tapi aku masih benci sama dia. Misiku tetap masih sama, aku mau di masuk penjara.
Nesya diam-diam ke ruangan kerja Gunawan, ia mencari beberapa berkas perusahaan penting. Ia tahu perusahaan suaminya itu sedang tidak baik-baik saja dan ia ingin mengambil alih perusahaan tersebut dengan bantuan sang kakak, Arya. “Dimana berkas perusahaan itu, hari ini aku harus menemukannya,” gumam Nesya mencari di lemari rak buku dan berkas penting lainnya. “Nes, kamu ngapain!” seru seseorang membuat Nesya terkejut.Nesya menoleh rupanya sang suami sudah pulang dari kantor.“Ah, ini aku cari buku yang kemarin kamu baca,” Nesya kemudian menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan.“Oh, Buku itu ada di laci meja nakas.” Gunawan menghampiri Nesya lalu memeluknya.“Kamu sudah makan,” tanya Gunawan masih memeluk Nesya.Nesya mengatur nafasnya. Ia takut ketahuan mencari dokumen penting perusahaan suaminya.“Belum, aku pengen makan ramen.”Gunawan melepaskan pelukannya. Ia tersenyum melihat Nesya lalu mengusap perutnya.“Baiklah, kita ke restoran langganan kita.” Nesya tersenyum ti
Nesya duduk termenung di depan jendela besar rumah orang tuanya. Ingatannya kembali saat kedua orang tuanya masih hidup. Ingin sekali ia kembali ke masa lalu, kehidupan yang begitu harmonis bersama keluarganya. Namun, ia juga sadar, itu semua tidak mungkin terjadi. “Papa, mama. Mungkin ini jalan Tuhan yang terbaik. Aku akan melanjutkan hidupku. Kalian berdua sudah bersama, Nesya akan berusaha untuk menghadapi hidup ini tanpa kalian, Nesya pasti bisa,” batin Nesya lalu mengusap air matanya. Sudah satu minggu lebih, Gunawan juga masih begitu sedih melihat istrinya yang seolah belum menerima kepergian sang mama. Ia tahu rasanya ditinggal orang yang sangat dicintai. “Nes, makan dulu ya sebelum pulang,” ucap Gunawan sambil mengusap pundak Nesya.Nesya melihat Gunawan, pria dihadapannya itu sudah beberapa hari terakhir begitu perhatian padanya dan lebih protektif. Sebenarnya ia risih diperlukan seperti itu. “Mas, bisa tidak satu hari lagi kita menginap di rumah ini. Aku masih ingin dir
“Ma, secepat ini mama pergi menyusul papa. Nesya sama siapa ma. Apa mama tidak mau melihat Nesya mencari keadilan untuk diri Nesya. Sedikit lagi Nesya mendapatkan keadilan itu ma. Gunawan sudah jatuh hati dengan Nesya. Sedikit lagi bukti itu akan Nesya dapatkan,” batin Nesya diatas pusara sang mama. Nesya hanya bisa diam dan air matanya terus mengalir tanpa permisi. Untuk saat ini ia bingung harus melakukan apa. Dunianya serasa runtuh kehilangan orang yang sangat ia cintai setelah sang papa.Gunawan begitu setia menemani Nesya, merangkul dan mencoba memberikan semangat.“Sabar, Sayang,” ucap pelan Gunawan mencium pucuk rambut Nesya.“Nesya, pulang ya. Semua orang sudah pulang. Biarkan mamamu istirahat dengan tenang,” ucap Arya mengusap pundak sang adik.Nesya mengusap air matanya lalu bangkit dibantu Gunawan. Namun, tiba-tiba ia tidak sadarkan diri. Semua kerabat yang masih ada di pemakaman panik terlebih Gunawan dan Arya. “Nesya,” ucap Gunawan menepuk lembut pipinya, kemudian membop
"Apa? di rumah sakit mana?” tanya Nesya terkejut karena sang mama masuk rumah sakit."Baik, aku kesana sekarang.” Nesya menutup sambungan ponselnya. “Mas! Mas …!” teriak Nesya memanggil Gunawan. "Ada apa sih, Nes. Masih pagi sudah teriak-teriak.” balas Gunawan membuka separuh pintu kamar mandi.“Mama, Mama masuk rumah sakit!” “Ha, kapan?” Nesya sambil menyiapkan baju untuk Gunawan.“Tidak tahu, bibi cuma memberitahu mana masuk rumah sakit.” “Ya sudah, tunggu sebentar.” Gunawan bergegas menyelesaikan mandinya.Nesya mengganti bajunya dan buru-buru menyiapkan bapa yang harus ia bawa.“Mas buruan!” teriak Nesya. Nesya berjalan kesana kemari seperti tidak memikirkan kandungannya membuat Gunawan yang baru keluar dari kamar mandi langsung menghampirinya."Kamu bisa pelan tidak? Kamu itu sedang hamil.” Gunawan menarik pelan tangan Nesya. "Aku, panik. Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan mama,” balas Nesya yang suaranya bergetar menahan tangis. "Mama baik-baik saja dan sudah ditangani d
Nesya saat ini sedang melihat ponsel Gunawan, ia berusaha membukanya tetapi sayang ponselnya menggunakan password. “Sial,” cicitnya melempar ponsel suaminya di atas tempat tidur. Kemudian ia berbaring diatas tempat tidur dan meraih ponselnya kembali.“Passwordnya apa sih?” gumam Nesya.“Nes, lihat hapeku?” tanya Gunawan tiba-tiba masuk ke kamar.Nesya mengangkat ponselnya.“Ini,” balas Nesya malas.“Kamu buka hapeku?” “Awalnya, tapi tidak bisa dibuka, semua di kunci. Aku seperti istri tidak dianggap. Tidak tahu isi hape suamiku,” balas Nesya lalu duduk melihat Gunawan yang juga duduk di sampingnya.Gunawan menatap Nesya dengan tajam. “Kamu curiga aku berbalas pesan dengan wanita lain?”Nesya menggeleng lemah. “Tidak, untuk apa? Kalau mau selingkuh terserah kamu, aku cuma mau lihat isi hape kamu, apa aku salah?” Nesya memasang wajah datar. Tetapi Gunawan menganggapnya cemburu. Gunawan menarik nafas dalam-dalam lalu mendekati Nesya.“Bagus, karena kamu tidak boleh membuka ponsel ini,
“Nes, aku tahu kamu sangat membenciku saat ini. Aku tahu kesalahanku padamu tidak bisa dimaafkan. Tapi, mengapa harus mertuaku yang menjadi pilihan terakhirmu?” Nesya seperti sudah lelah dengan semua pertanyaan Adipati tentang pilihannya menikahi mertua sang mantan. Ia juga lelah memberikan jawaban yang sama. “Mas, ini mungkin terakhir kali aku katakan padamu, setelah ini, tolong jangan pernah lagi bicara atau menanyakan hal serupa lagi padaku. Aku hamil anak mertuamu dan dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Ini semua juga salahmu, jika kamu jujur, mungkin aku tidak terjebak dengan pernikahan yang tidak aku inginkan.” “Maaf, Nes. Tapi aku harap kamu tidak jatuh cinta dengannya. Aku harap rasa itu masih untukku.” Adipati memandang Nesya penuh harap. Berharap masih ada cinta di hati Nesya untuknya. “Untuk itu, itu urusanku. Tidak ada yang tahu hati ini untuk siapa. Begitu juga dirimu, hanya kau yang tahu isi hatimu. Pulanglah, jangan sampai Sarah melabrak diriku lagi. Aku
“Iya kak Bintang. Aku baik-baik saja. Jaga diri kakak juga ya. Bye,” salam Nesya pada Bintang diakhir sambungan ponselnya."Siapa?” tanya Gunawan tiba-tiba di belakang Nesya, membuat dirinya terkejut.“Astagfirullah! Kau kenapa tiba-tiba datang! Kaget tahu!” kesal Nesya. “Kamu saja keasyikan telpon sampai suami pulang tidak tahu, telepon dengan siapa” saut Gunawan menatap Nesya.“Hubungan kita hanya status, jadi aku telepon dengan siapapun itu hak ku.” “Aku hanya bertanya, bukan melarang. Iya aku tahu, status kita hanya diatas kertas.” Gunawan kemudian mengangkat sambungan ponselnya karena sedari tadi berdering.“Ya, Rin. Jadi dong. Besok kau siapkan saja berkas untuk meeting di Solo.” Gunawan sekilas melirik Nesya yang menirukan ia bicara.“Menginap di hotel seperti biasa, satu kamar saja berdua sama kamu,” balas Gunawan dan masih melirik Nesya yang saat ini seperti kesal mendengar kalimat Gunawan pada sekretarisnya. “Ok, sampai ketemu besok.” Gunawan mematikan sambungan ponselnya