“Mbak Amira?” Aku menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Ajeng sudah berada di belakangku. Ia menyambutku dengan pelukan hangat. Lalu bercipika-cipiki dengan Nana yang ada di sebelahku. “Terima kasih sudah datang, Mbak. Aku senang sekali Mbak Amira bisa hadir. Tadi sempat khawatir Mbak Amira nggak
POV TamaAmira? Benarkah itu Amira? Aku berkedip, lalu membuka mata kembali. Menyakinkan diri bahwa mata ini ini tidak salah melihat. Dan memang benar, itu Amira. Suaranya, senyumnya, cara jalannya semua memang Amira. Bagaimana bisa dia ada di sini? Siapa yang mengundangnya? Sial! Kecantikan Amira
POV 3“Kenapa pulang-pulang dengan marah nggak jelas begitu, San? Habis ketemu setan di mana?” Mumun menegur anaknya yang membanting tas dengan kasar.Mumun menatap anak sulungnya yang jarang pulang ke rumah itu dengan seksama. “Sudah berhari-hari nggak pulang, sekalinya pulang manyun, banting-bant
“De, kemarin waktu lewat depan kontrakan Lilik, kok, rame orang. Kira-kira ada apa, ya? Ada dia melahirkan? Atau malah nikahan?” tanya Mbak Mayang yang baru saja datang dan menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sofa. Aku yang sedang mengupas buah mangga pun mendongak, menatapnya dengan serius.“Ya, nd
“Na, aku mau turun di toserba Sepada. Kamu mau beli sesuatu nggak?” tanyaku pada Nana setelah pulang dari pabrik, mengantarkan pesanan teman-teman kerjaku dahulu. Tujuh puluh bok nasi kami antarkan hari ini. Bekerja sama dengan beberapa tetangga jam setengah sebelas pesanan sudah siap untuk diantark
POV LilikPlaak!Satu tamparan sukses mendarat di pipiku. Mataku memanas seketika, lebih panas dari bekas tangan laki-laki itu. Dengan pandangan kabur, aku menatap tajam Mas Tama. Sampai hati menamparku di depan umum! “Mir, aku minta maaf telah membuatmu tidak nyaman. Sekali lagi maafkan aku.” Hati
POV Lilik Menikahi Tama aku kira akan bahagia, tapi ternyata sebaliknya. Sudah tiga Minggu menjadi menantu satu-satunya di keluarga Bu Mumun, nyatanya tidak membuatku merasa di sayang. Tapi, sebaliknya. Aku hanya mereka jadikan babu yang membersihkan segala sesuatunya di rumah tersebut. Meskipun be
“Mbak, aku kemarin malam ketemu sama mantan suami Mbak di alun-alun.” Nana yang mengupas bawang memecahkan keheningan di antara kami. Aku yang baru selesai memblender bumbu untuk rica-rica bebek menoleh ke arahnya sekilas. “Ngapain dia ke sana?” Sebenarnya, aku tidak ingin peduli dengan Tama, ta