Hayoloh Niel. Kamu sih telat sadarnya 🤣 Maap othor ngakak.
Setelah lama menangis, Zeusyu akhirnya tertidur di dalam dekapan Niel. Sama seperti malam ketika mereka saling bercerita, gadis itu kini memeluk erat tubuh Niel. Suatu tindakan yang tak pernah bisa ia lakukan dulu tapi sekarang ia dapat melakukannya. Keduanya lagi-lagi berdebat. Membicarakan kembali hubungan yang sejak awal memang tak berjalan dengan semestinya. Niel yang berkeras ingin mempertanggung jawabkan perbuatannya dan Zeusyu yang kukuh pada nazarnya. Mereka tak mendapatkan jalan temu yang selaras hingga berakhir saling memeluk satu sama lain. Berbeda dengan Zeusyu yang mampu tertidur tanpa obatnya, Niel terus membuka matanya. Ia tak mampu memejamkan mata. Otaknya terus menggali ingatan-ingatan tentang bagaimana cara Zeusyu mencintainya selama ini. Gadis itu tak sekalipun pernah memaksakan kehendak. Tidak seperti Oma dan Mamanya— dia lebih sering mengalah. Menerima kenyataan pahit meski tetap tak bisa melepaskan diri. Zeusyu hanya berdiam meski ia kerap kali memperlakukan b
“Sarah, sebentar lagi wanita itu bisa beristirahat dengan tenang. Putri yang sangat dia cintai, akhirnya menemukan pendamping. Waktu yang kita nantikan akan segera tiba, Sarah.” Sukma tersenyum meski ia tahu jika Sarah masih belum menjatuhkan restunya untuk sang cucu. Nenek Niel itu meletakkan telapak tangannya pada punggung tangan ibu yang selama ini membesarkan Zeusyu, “semua akan baik-baik saja. Kamu bisa melihatnya nanti,” tukasnya menenangkan hati Sarah. Perilaku Niel yang menguji iman memang tak layak mendapatkan lampu hijau. Jika dirinya yang berada di posisi Sarah, ia pasti akan melakukan hal yang sama. Namun apa yang bisa mereka lakukan. Mereka tak bisa memutus simpul tali yang terlanjur terikat mati. Demi menyelamatkan rumah tangga Amel dan Hanggono, seorang wanita meregang nyawa. Meski itu karena kesalahannya sendiri, ada gadis malang yang dia tinggalkan. “Maafkan saya, Bu.” Ucap Sarah merasa bersalah. “It’s okay. Kamu berhak marah, Sarah. Kami pun sama.” Hibur Sukma,
Daya ponsel Zeusyu terisi. Pengisian daya tersebut membuat ponselnya langsung menyala, menampakkan puluhan pesan dari kontak yang dirinya simpan di buku telepon. Jantung Zeusyu berdegup sangat keras ketika tak sengaja membaca salah satu pesan yang tersemat di pop up ponselnya. [Kak Meyselin] Penghianat! Dengan tangan bergetar hebat, Zeusyu membuka pesan Meyselin. Ia menarik pesan tersebut, membaca pesan-pesan sebelum kata penghianat ditujukan padanya. Ia penasaran mengapa Meyselin menuduhnya seperti itu. [Kak Meyseline] Zeu apa maksud kamu nggak ngomong ke aku kalau Niel udah bisa sekolah? Meyselin bertanya apakah Zeusyu memang sengaja melakukan hal tersebut padanya. Ia menagih janji Zeusyu yang akan mengabarkan setiap perkembangan Nathaniel. Meyselin memarahi Zeusyu, berkata jika Zeusyu begitu tega terhadapnya yang telah menaruh kepercayaan, hingga berujung pada kata penghianat yang dirinya tujukan untuk Zeusyu. “Ya Tuhan, gimana aku jelasin ke Kak Meyse. Aku baru nggak kabarin
Hanggono dibantu oleh Darmanto menurunkan Niel ke kursi rodanya. Pria itu mendorong sang putra mendekati pintu UGD, sedangkan Darmanto memarkirkan mobilnya. “Om, Tante, gimana sama Zeu?” Alex melepaskan pelukannya pada tubuh Sarah. Ia berdiri memberikan hormatnya kepada Hanggono sebelum menjawab pertanyaan Niel. “Masih dalam penanganan dokter, Mas,” balas Alex. Tampangnya yang rupawan terlihat begitu kuyu. Jejak-Jejak air mata masih tampak begitu jelas. “Kenapa bisa begini, Om? Tadi Zeu baik-baik aja waktu kita bahas pernikahan.” “Kami juga nggak tau, Mas.” Papa Zeusyu itu masih tak percaya putrinya melakukan percobaan bunuh diri. Zeusyu yang dirinya kenal sangatlah tangguh. Berkali-kali mentalnya dihancurkan hingga harus mendapatkan pertolongan tenaga ahli, tapi tak sekali pun putrinya memilih jalan pintas seperti sekarang ini. “Zeu nggak ada bilang apa-apa? Tentang keberatannya mungkin dengan pernikahan sama Niel?” tanya Hanggono, dibalas gelengan kepala oleh Alex. Pria itu mem
“Mas tidur aja. Nanti saya bangunin kalau semisal Mbak Zeu, kebangun,” ujar Darmanto meminta Niel agar mau beristirahat. Setelah sekian lama menanti, akhirnya Darmanto dapat melihat Buaya Rawa-nya yang dulu, yang tergila-gila kepada Zeu-nya. Meski belum bisa dikatakan kembali sepenuhnya, kegigihan anak majikannya dalam menjaga calon istrinya cukup mengobati kerinduan Darmanto akan cerita lama pasangan muda itu. Siapa yang bisa melupakan pasangan fenomenal itu. Dimana di masa kecilnya, keduanya tak pernah terpisahkan. Niel selalu saja mengekor, seakan tak melepaskan Zeusyu meski gadis-gadis lain juga menarik minatnya. Bagi Niel kecil Zeusyu adalah pacar nomor satunya dan Darmanto merupakan saksi dari sekian banyaknya saksi yang ada di muka bumi ini. Jadi ketika Niel tiba-tiba menjauhi Zeusyu, Darmanto juga menjadi salah satu orang yang speechless. Darmanto tak bisa mempercayainya. Bagaimana bisa ia percaya jika di dalam tidurnya saja, anak yang menjadi junjungannya itu selalu menyebu
“Mas Den..” “Nama saya Jeno, Pak Darmanto,” koreksi Jeno sembari menepuk keningnya. Sudah bertahun-tahun dirinya bersahabat dengan Niel dan supir keluarga sahabatnya itu selalu salah menyebutkan namanya. “Jen! Bukan Den!” Darmanto berkilah. Laki-Laki itu mengatakan jika maksud panggilannya adalah Mas Aden. Ia tidak ingin memanggil namanya katanya. “Emosi kan lo sama ini orang? Gue juga! Gimana kalau kita masukin ke gudang kosong, kita gebukin dia sampe dead!!” Ujar Niel merencanakan pembunuhan dengan keliat di ekor matanya. “Dia udah khianatin gue!” Timpal Niel menjelaskan kesalahan sang supir. “Aaa!! Pak Bos! Mas Niel mau bunuh saya!!” Jerit Darmanto lari terbirit-birit. Pria itu menuju mobil, menghampiri Handoko. “Tancap gas, Han! Mas Niel mau,” Darmanto melakukan gerakan memotong lehernya sendiri, membuat Handoko langsung menyalakan mesin. “Supir lo tingkahnya bisa nggak sih normal?” tanya Jeno menatap kepergian mobil yang mengantarkan Niel. “Perasaan ada aja tingkah konyolnya
“Mau bobok sama Zeu,” ucap Niel ketika Alex mengangkat tubuh Zeusyu dari dalam mobil. Anak itu memandang kepergian calon istri yang telah diakuinya dengan tatapan tak ingin berpisah. “Pura-Pura budek Pah, kita. Ayo kita masuk!” Bibirnya mengerucut karena balasan sang mama. “MAU BOBOK SAMA ZEU!” Ulang Niel. DNA pengrusuh memang terdapat di dalam aliran darahnya. Ia merupakan anak yang pantas menyerah, sebelum mamanya berteriak histeris. “BOBOK SAMA ZEU!” “MAMAA!!” Jerit Niel karena ditinggalkan. Mamanya menyeret papanya untuk memasuki rumah mereka sendiri sedangkan dirinya ditinggalkan di tengah-tengah pelataran rumah yang menjadi pusat tiga rumah utama di tanah sang kakek. “PAPA! NIEL MAU MAT…” “Hais, masa ancaman gue gitu mulu?” Gumamnya pada dirinya sendiri. Ia merasa bosan atas apa yang sering dirinya jadikan alat penekanan. “Ntar gue dijemput malaikat maut beneran, Zeusyu jadi janda sebelum waktunya!” “Nggak boleh, nggak boleh!” Kicaunya berbicara pada dirinya sendiri. D
Tolong kasih aku space dan waktu. Niel masih mengingat dengan jelas apa yang Zeusyu katakan. Sore itu, tepatnya beberapa bulan yang lalu, Zeusyu meminta untuk berbicara empat mata padanya. Dia memohon, supaya dirinya memberikan sedikit ruang dan kebebasan. Zeusyu berjanji tidak akan lari apalagi menolak pernikahan mereka. Ada dua perkara yang Zeusyu inginkan sebelum mereka menikah. Pertama dibiarkan sendiri sampai dirinya siap dan kedua memintanya menyelesaikan masalahnya dengan Meyselin. Pernikahan bukanlah ajang main-main— begitu yang Zeusyu katakan, sebelum gadis itu berkemas untuk tinggal di rumah kediaman mamanya sebelum menikah. Selama membentangkan jarak, Zeusyu tak menetap di lingkungan Tirto. Dia tinggal di rumah masa kecil Sarah demi menghindari gangguan-gangguan yang mengusik kesehatan mentalnya. Sesekali keduanya bertemu di sekolah. Itupun karena Niel ingin melihat keadaan Zeusyu. Beberapa hari usai Zeusyu pergi, Niel memutuskan untuk mengambil homeschooling. Ia lebi
“Hai, Jeng Amel.”Amel merubah ekspresinya. Mama Niel itu memang bukan orang yang bisa mengenakan topeng pada mukanya. Ketika ia tidak menyukai seseorang, raut wajahnya akan sangat kentara terlihat.“Ya, Jeng Lulu,” sahutnya dengan malas-malasan. Sepertinya ia terlalu pagi menghadiri pertemuan arisan kali ini. “Sayang,” Amel melongokan kepalanya masuk ke dalam mobil, “yuk turun,” ajaknya kepada menantu kesayangannya.Amel sangat senang kala Zeusyu tak menolak permintaannya. Semalam Niel sudah berkonsultasi. Mengatakan jika ada teman kampusnya yang mengganggu Zeusyu.Seperti biasa— kalau itu menyangkut diri Zeusyu, Amel akan turun tangan. Secepat yang dirinya bisa. Putranya turut menginformasikan identitas diri si pengganggu. Rupanya gadis itu merupakan anak dari teman arisannya.“Loh, Jeng Amel bukannya anaknya laki-laki?”Bola mata Amel berputar. Wanita yang menghampirinya ke parkiran pasti berpikir jika dirinya akan membawa Niel. Hohoho!! Mimpi saja! Tanpa Zeusyu ikut pun, Niel tak a
Sejak hari dimana Niel pulang dalam keadaan mabuk, Amelia Tirto tidak lagi berani mengusik ketenangan jiwa sang putra. Wanita itu menahan dirinya, sekuat yang bisa bisa untuk tak mengganggu anak kesayangan suaminya.Berkat kejahilannya selama ini, dua kartu kredit andalan mama Niel itu disita. Dia tak lagi bisa berbelanja sesuka hati untuk menghambur-hamburkan hasil jerih payah Hanggono Tirto. Amel harus rela berhemat dengan lima juta setiap minggunya. Mengikat tangan-tangannya supaya tak khilaf membuka e-commerce atau dirinya tak akan bisa hangout bersama teman-teman sosialita manjanya.Berbeda dengan sang mama yang menjadi sangat menderita usai ketahuan papanya, hidup Niel justru berjalan damai. Istri cantiknya kembali pada mode normal— selayaknya normalnya manusia biasa. Mungkin ini disebabkan oleh bertaubatnya jin laknat yang selalu membisiki telinga istrinya.Ngidamnya pun tak pernah lagi aneh-aneh, sehingga dengan mudah Niel bisa mendapatkannya. Zeusyu juga tak bertingkah menyeba
“Ck! tuh bocahnya!” decak Rega, akhirnya melihat kemunculan batang hidung sahabatnya. “Cepetan card akses-nya, woi!” “Sorry!” “Tiada maaf bagimu, Ntong!” jawab Zikri sembari mengibaskan poni panjangnya. Merasa tidak enak dengan sahabat-sahabatnya yang telah menunggu lama, Niel segera menempelkan kartu aksesnya ke sensor. Ia lalu memasukan kombinasi angka yang menjadi password unit apartemennya. “Assalamualaikum ya ahli kubur!” Celetuk Zikri membuat semuanya bergidik. “Bahasa lo, Nyet!” sosot Alvian sembari menoyor si asal Zikri. “Lo kenapa manggil kita ke sini?” tanya-nya setelah mendudukan diri di sofa. “Bentar gue ngambil minuman,” ucap Niel. Langkah kakinya menyasar pada kulkas super besar miliknya untuk mengeluarkan beberapa botol kaleng bir. “Kadaluarsa nggak itu?” secara mereka sudah lama sekali tidak menyambangi apartemen Niel. Bisa saja makanan-makanan di kulkas sudah mengalami masa tak layak konsumsi. “Aman, baru ini. Gue minta Handoko mampir pas dia balik kantor,” uja
“Mbak, kalau aku ngeracun Aca, kira-kira kepalaku dipenggal nggak ya sama bapaknya?” Bapak yang Niel maksud merupakan kakak iparnya yang bernama Bumi— Pangeran sebuah kerajaan di Jawa yang melengserkan kursi keemasannya langsung kepada sang keponakan. Tak tanggung-tanggung, Bumi melakukannya khusus untuk mempertahankan cintanya kepada kakak pertamanya. Tak perlu lagi diragukan seberapa besar cinta bapak Raksa itu. Tahtanya saja rela dilepaskan asal tak berpisah dengan istri dan anaknya. Yah, pengorbanannya mirip-mirip dengan Zeusyu. Hanya saja di hati Niel, tetap Zeusyu pemenang nominasi cinta paling tulus sejagat raya. Tenang saja. Niel tak berencana KKN kok. Tak ada kolusi, nepotisme. Korupsi apalagi. Semua ini Niel ambil berdasarkan track record bersih Zeusyu. Maklum suami kakaknya itu pernah brengsek pada masanya. Kembali pada Niel yang menghabiskan paginya di rumah sang kakak pertama, pemuda itu mengepalkan telapak tangannya di atas meja. Kehamilan Zeusyu dan kepulangan Raks
“Zeu, Sayang. Kamu nggak ngidam lagi?” tanya Amel sehari hampir tiga kali, seperti orang sedang masa pemulihan yang meminum obatnya. Amel mengerjapkan matanya, menanti jawaban dari pertanyaannya. Antena kejahilan di atas kepalanya sedang terjulur, meminta asupan nutrisi penderitaan putranya. Sumpah demi Tuhan, Amel sangat senang menantu kesayangannya menyulitkan sang putra. Mama Niel itu seakan ingin berteriak, ‘ya kayak gitu dulu pas Mama hamil kamu, Bocah,” ke telinga anaknya, sekeras-kerasnya supaya anak itu tahu betapa menderitanya dirinya dan Hanggono Tirto saat mengandungnya. Anggap saja ini ajang balas dendam yang tertunda. Anaknya masih sangat beruntung karena tak diminta terbang ke Bandung demi semangkuk seblak. “Nggak lagi pengen sesuatu, Mah. Zeu kenyang,” ucap Zeusyu, membelai perutnya. Usia janinnya kini berjalan memasuki pada minggu ke 12. Perutnya yang rata sekarang memiliki tonjolan, yang setiap malamnya membuat Niel gemas bukan kepalang. “Ih, kok gitu sih! Ngidam
Akibat kebaikannya yang tidak ingin mengganggu waktu istirahat sang istri tempo hari, kini Niel menjadi mengerti akan rules menghadapi ibu hamil. Diantaranya sebagai berikut: Pertama, jangan pernah berani-beraninya menghilang tanpa sebuah pemberitahuan. Jika para lelaki berani melakukan hal tersebut, dipastikan dua hari mendatang hidup kalian akan serasa berada di neraka jahanam. Ke-dua, jangan pernah abaikan istri meski mereka terlihat seperti orang ngambek, yang tidak ingin didekati. Percayalah! Jika kalian berpikir menjauh sejenak merupakan hal yang mereka inginkan— jawabannya salah besar. Tet-Tot! Menarik diri dan membiarkan mereka menyendiri dengan kemarahannya, hanya akan membuat telinga kalian panas sampai beberapa hari mendatang. Trust Niel! Pemuda itu telah merasakan dampak dari dua tindakan di atas. Jangan dekat-dekat berarti sama dengan ‘kamu usaha dong,’ dan aku benci kamu artinya ‘buat aku nggak ngambek lagi,’ itu kuncinya. “Sumpah, kayak gitu, Bos?” Niel mengangguk
“Hoeekk!!” Niel berpegangan pada pinggiran closet. Sejak bangun tidur, kamar mandi menjadi tempat berdiamnya. Ia tak mengerti dengan kondisi tubuhnya. Saat membuka mata, kepalanya terasa berputar dan perutnya seperti diaduk-aduk oleh seseorang. “Niel kamu beneran nggak usah ke dokter?” Niel melambaikan tangannya, “no, nggak perlu!” tolaknya. Sepertinya ia hanya perlu menguras seluruh isi perutnya akibat menjadi Sultan Andara satu hari. Tampaknya lambungnya sedang melancarkan amarahnya hari ini. “Hoek!!” Zeusyu berdiri diambang pintu kamar mandi. Wanita hamil itu tak berani masuk, takut jika muntah-muntah Niel akan menular. “Gara-gara aku kemarin ya ini?” tanay Zeusyu. Suaranya melirih, bersiap meledakan tangis dari bibirnya yang bergetar. Niel yang menyadari perubahan suara istrinya lantas mendudukan diri di lantai. Sekuat tenaga membalikan tubuhnya agar bisa berhadapan. “Nggak, Sayang. Bukan gara-gara kamu,” ucapnya agar Zeusyu tidak merasa bersalah. Kepalanya akan semak
Zeusyu menganga melihat banyak-nya pedagang yang memarkirkan gerobak dagangannya di pelataran rumah. Wanita itu mengusap perutnya ratanya. “Mah, ini apa?” tanya Zeusyu kepada Amel. Ibu mertua wanita cantik itu pun tak kalah kaget. Dari gerbang rumahnya, beberapa pedagang makanan masih datang silih berganti. “Mama juga nggak tau, coba tanya suami kamu Zeu. Kali aja ini kerjaan dia.” Zeusyu mengangguk. Ia mengeluarkan ponselnya. “Niel,” sapanya setelah sambungan teleponnya diterima. ‘Halo, Sayang. Gimana? Tukang jajannya udah pada dateng kan?’ Oh.. Jadi benar ini semua ulah Nathaniel. “Ud-Udah,” jawab Zeusyu terbata. “Kenapa banyak banget?” ‘Katanya pengen jajan, hem?’ Ya nggak sebanyak ini— pikir Zeusyu. Setengah jam yang lalu ia memang berkomunikasi dengan Niel. Menyampaikan keinginan tiba-tibanya yang ingin jajan. Berhubung pria itu sedang kuliah, Niel berkata jika dirinya baru bisa pulang sore nanti. ‘Tadi aku minta bantuan Manto. Biar kamu nggak lama nunggu. Jajan
[Mah, bisa ke Semarang sekarang? Zeu masuk rumah sakit. Di Columbia, deket Bandara Ahmad Yani] Demikian isi pesan yang Niel kirimkan. Tak sampai dua jam lamanya, Amelia Tirto benar-benar datang bersama bala-bala gengs wanita itu. Papa Niel, Oma, mertua dan Darmanto diboyong ikut serta meramaikan ruang perawatan Zeusyu. Satu per satu dari mereka berjalan memasuki ruangan. “Mah,” panggil Niel ingin mengadu. Kaki-Kakinya melangkah, mendekati sang mama, dan…. Buagh!! Niel meringis ketika sebuah hantaman mengenai kepalanya. Tas mahal sang mama mampir tanpa permisi, sehingga ia tak sempat memasang kuda-kuda untuk menghindar. Padahal ia sudah melihat wanita itu mengayunkan tangannya. Responnya rupanya kalah cepat oleh gerakan ibu-ibu jaman now. “Kamu apain mantu kesayangan Mama?! Nggak ada sehari kamu ajak keluar, dia udah masuk rumah sakit!! Gimana kalau seminggu?!” “Masuk liang lahat yang ada!!” Buagh! Buagh! Buagh!! “Mah, sakit Mah! Dengerin penjelasan Niel dulu!!” “Haisyaaah!! D