Ngancemnya always pake acara mau jadi ubi tanem mulu si Niel. Gimana nggak diturutin coba 🤣
“Sarah, sebentar lagi wanita itu bisa beristirahat dengan tenang. Putri yang sangat dia cintai, akhirnya menemukan pendamping. Waktu yang kita nantikan akan segera tiba, Sarah.” Sukma tersenyum meski ia tahu jika Sarah masih belum menjatuhkan restunya untuk sang cucu. Nenek Niel itu meletakkan telapak tangannya pada punggung tangan ibu yang selama ini membesarkan Zeusyu, “semua akan baik-baik saja. Kamu bisa melihatnya nanti,” tukasnya menenangkan hati Sarah. Perilaku Niel yang menguji iman memang tak layak mendapatkan lampu hijau. Jika dirinya yang berada di posisi Sarah, ia pasti akan melakukan hal yang sama. Namun apa yang bisa mereka lakukan. Mereka tak bisa memutus simpul tali yang terlanjur terikat mati. Demi menyelamatkan rumah tangga Amel dan Hanggono, seorang wanita meregang nyawa. Meski itu karena kesalahannya sendiri, ada gadis malang yang dia tinggalkan. “Maafkan saya, Bu.” Ucap Sarah merasa bersalah. “It’s okay. Kamu berhak marah, Sarah. Kami pun sama.” Hibur Sukma,
Daya ponsel Zeusyu terisi. Pengisian daya tersebut membuat ponselnya langsung menyala, menampakkan puluhan pesan dari kontak yang dirinya simpan di buku telepon. Jantung Zeusyu berdegup sangat keras ketika tak sengaja membaca salah satu pesan yang tersemat di pop up ponselnya. [Kak Meyselin] Penghianat! Dengan tangan bergetar hebat, Zeusyu membuka pesan Meyselin. Ia menarik pesan tersebut, membaca pesan-pesan sebelum kata penghianat ditujukan padanya. Ia penasaran mengapa Meyselin menuduhnya seperti itu. [Kak Meyseline] Zeu apa maksud kamu nggak ngomong ke aku kalau Niel udah bisa sekolah? Meyselin bertanya apakah Zeusyu memang sengaja melakukan hal tersebut padanya. Ia menagih janji Zeusyu yang akan mengabarkan setiap perkembangan Nathaniel. Meyselin memarahi Zeusyu, berkata jika Zeusyu begitu tega terhadapnya yang telah menaruh kepercayaan, hingga berujung pada kata penghianat yang dirinya tujukan untuk Zeusyu. “Ya Tuhan, gimana aku jelasin ke Kak Meyse. Aku baru nggak kabarin
Hanggono dibantu oleh Darmanto menurunkan Niel ke kursi rodanya. Pria itu mendorong sang putra mendekati pintu UGD, sedangkan Darmanto memarkirkan mobilnya. “Om, Tante, gimana sama Zeu?” Alex melepaskan pelukannya pada tubuh Sarah. Ia berdiri memberikan hormatnya kepada Hanggono sebelum menjawab pertanyaan Niel. “Masih dalam penanganan dokter, Mas,” balas Alex. Tampangnya yang rupawan terlihat begitu kuyu. Jejak-Jejak air mata masih tampak begitu jelas. “Kenapa bisa begini, Om? Tadi Zeu baik-baik aja waktu kita bahas pernikahan.” “Kami juga nggak tau, Mas.” Papa Zeusyu itu masih tak percaya putrinya melakukan percobaan bunuh diri. Zeusyu yang dirinya kenal sangatlah tangguh. Berkali-kali mentalnya dihancurkan hingga harus mendapatkan pertolongan tenaga ahli, tapi tak sekali pun putrinya memilih jalan pintas seperti sekarang ini. “Zeu nggak ada bilang apa-apa? Tentang keberatannya mungkin dengan pernikahan sama Niel?” tanya Hanggono, dibalas gelengan kepala oleh Alex. Pria itu mem
“Mas tidur aja. Nanti saya bangunin kalau semisal Mbak Zeu, kebangun,” ujar Darmanto meminta Niel agar mau beristirahat. Setelah sekian lama menanti, akhirnya Darmanto dapat melihat Buaya Rawa-nya yang dulu, yang tergila-gila kepada Zeu-nya. Meski belum bisa dikatakan kembali sepenuhnya, kegigihan anak majikannya dalam menjaga calon istrinya cukup mengobati kerinduan Darmanto akan cerita lama pasangan muda itu. Siapa yang bisa melupakan pasangan fenomenal itu. Dimana di masa kecilnya, keduanya tak pernah terpisahkan. Niel selalu saja mengekor, seakan tak melepaskan Zeusyu meski gadis-gadis lain juga menarik minatnya. Bagi Niel kecil Zeusyu adalah pacar nomor satunya dan Darmanto merupakan saksi dari sekian banyaknya saksi yang ada di muka bumi ini. Jadi ketika Niel tiba-tiba menjauhi Zeusyu, Darmanto juga menjadi salah satu orang yang speechless. Darmanto tak bisa mempercayainya. Bagaimana bisa ia percaya jika di dalam tidurnya saja, anak yang menjadi junjungannya itu selalu menyebu
“Mas Den..” “Nama saya Jeno, Pak Darmanto,” koreksi Jeno sembari menepuk keningnya. Sudah bertahun-tahun dirinya bersahabat dengan Niel dan supir keluarga sahabatnya itu selalu salah menyebutkan namanya. “Jen! Bukan Den!” Darmanto berkilah. Laki-Laki itu mengatakan jika maksud panggilannya adalah Mas Aden. Ia tidak ingin memanggil namanya katanya. “Emosi kan lo sama ini orang? Gue juga! Gimana kalau kita masukin ke gudang kosong, kita gebukin dia sampe dead!!” Ujar Niel merencanakan pembunuhan dengan keliat di ekor matanya. “Dia udah khianatin gue!” Timpal Niel menjelaskan kesalahan sang supir. “Aaa!! Pak Bos! Mas Niel mau bunuh saya!!” Jerit Darmanto lari terbirit-birit. Pria itu menuju mobil, menghampiri Handoko. “Tancap gas, Han! Mas Niel mau,” Darmanto melakukan gerakan memotong lehernya sendiri, membuat Handoko langsung menyalakan mesin. “Supir lo tingkahnya bisa nggak sih normal?” tanya Jeno menatap kepergian mobil yang mengantarkan Niel. “Perasaan ada aja tingkah konyolnya
“Mau bobok sama Zeu,” ucap Niel ketika Alex mengangkat tubuh Zeusyu dari dalam mobil. Anak itu memandang kepergian calon istri yang telah diakuinya dengan tatapan tak ingin berpisah. “Pura-Pura budek Pah, kita. Ayo kita masuk!” Bibirnya mengerucut karena balasan sang mama. “MAU BOBOK SAMA ZEU!” Ulang Niel. DNA pengrusuh memang terdapat di dalam aliran darahnya. Ia merupakan anak yang pantas menyerah, sebelum mamanya berteriak histeris. “BOBOK SAMA ZEU!” “MAMAA!!” Jerit Niel karena ditinggalkan. Mamanya menyeret papanya untuk memasuki rumah mereka sendiri sedangkan dirinya ditinggalkan di tengah-tengah pelataran rumah yang menjadi pusat tiga rumah utama di tanah sang kakek. “PAPA! NIEL MAU MAT…” “Hais, masa ancaman gue gitu mulu?” Gumamnya pada dirinya sendiri. Ia merasa bosan atas apa yang sering dirinya jadikan alat penekanan. “Ntar gue dijemput malaikat maut beneran, Zeusyu jadi janda sebelum waktunya!” “Nggak boleh, nggak boleh!” Kicaunya berbicara pada dirinya sendiri. D
Tolong kasih aku space dan waktu. Niel masih mengingat dengan jelas apa yang Zeusyu katakan. Sore itu, tepatnya beberapa bulan yang lalu, Zeusyu meminta untuk berbicara empat mata padanya. Dia memohon, supaya dirinya memberikan sedikit ruang dan kebebasan. Zeusyu berjanji tidak akan lari apalagi menolak pernikahan mereka. Ada dua perkara yang Zeusyu inginkan sebelum mereka menikah. Pertama dibiarkan sendiri sampai dirinya siap dan kedua memintanya menyelesaikan masalahnya dengan Meyselin. Pernikahan bukanlah ajang main-main— begitu yang Zeusyu katakan, sebelum gadis itu berkemas untuk tinggal di rumah kediaman mamanya sebelum menikah. Selama membentangkan jarak, Zeusyu tak menetap di lingkungan Tirto. Dia tinggal di rumah masa kecil Sarah demi menghindari gangguan-gangguan yang mengusik kesehatan mentalnya. Sesekali keduanya bertemu di sekolah. Itupun karena Niel ingin melihat keadaan Zeusyu. Beberapa hari usai Zeusyu pergi, Niel memutuskan untuk mengambil homeschooling. Ia lebi
"Balik?!" Niel membawa Zeusyu menghampiri teman-temannya. Telapak tangannya masih menggenggam erat jari-jari Zeusyu. Pria muda itu mengangguk, menjawab pertanyaan yang Jeno lempatkan padanya. "Gue nitip absen," ucapnya sembari mengambil tas punggungnya yang disodorkan oleh Jeno. "Niel kamu nggak perlu bolos buat antar aku. Aku bisa naik Taksi" "It's Okay. Bolos demi lo, nyokap pasti lebih bangga." Teman-Teman Niel bersiul, menggoda sang Don Juan yang sedang melancarkan rayuannya. Zikri dan Rega yang sudah bertaubat menjadi kompor paling meleduk. "Aciat-Ciat! yang bucin serasa kampus punya Bapaknya. Padahal pertemuan pertama after berpisah rumah." "Baliknya ke rumah apa ke apart, yah, kira-kira?!" Rega sengaja menjelekan mukanya. Memonyong-Monyongkan bibirnya dengan bola mata menatap ranting-ranting pepohonan. Ia menimpali guyonan Zikri Niel merasakan Zeusyu memeluk lengannya. Ia pun berdecak, menghardik duo racun dihadapannya. "Ck! Mulut lo berdua emang laknat! Calon bini
Ceplak!!Xavier mengerang tatkala sebuah sandal mendarat pada wajah tampannya.Sandal tersebut jatuh ke atas lantai setelah mengenai targetnya, tergeletak dengan posisi tengkurap tak berdaya, berkebalikan dengan korbannya yang mereog-reog, mencari sosok tersangka dibalik penyerangannya.“Papa yang ngelempar! Mau apa kamu?!” tanya Niel, menantang.Pria yang berdiri tegap dengan tangan terlipat didadanya itu menatap tajam sang putra.Ia benar-benar geram merasakan kelakuan ajaib putranya.“Otak kamu geser kan?! Papa benerin biar balik ke tempat semula!” sentak Niel, berapi-api.“Otak Abang geser?” beo Aurelia dengan polosnya. Ia memegangi kepala Xavier, menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kiri.“Qu-ee-een.. Kamu ngapa-iiin...” Suara Xavier bergetar seiring dengan goyangan sang istri pada kepalanya.“Mampus kamu, digoclak-goclak nggak tuh!” cicit Niel. Ia teramat menyukai kepolosan sang menantu. Kepolosan itu mendekati kebodohan sehingga begitu menghiburnya diwaktu-waktu tertentu.Yeah,
“Abang, beli rumahnya udah?”Pertanyaan Aurelia itu membuat gerakan tangan Xavier yang hendak meloloskan kaos dalamnya terhenti di udara.‘Belom 2*24 jam loh, Rel!’ batin Xavier miris. Melaporkan orang hilang ke pihak kepolisian saja membutuhkan waktu, apalagi membeli rumah yang syarat-syaratnya cukup meresahkan sampai memusingkan isi kepala.Nggak mendadak gegar otak aja Alhamdulillah nih gue!!“Papi tanya loh, Abang.. Aurel jawab apa ini?” tanya Aurelia sembari menunjukkan ruang obrolannya bersama sang papi diponselnya.“Bales aja, sabar Pi, kalau nggak sabar mabur.” Ucap Xavier mengutip kalimat yang pernah dirinya lihat dibelakang sebuah truk bermuatan sayur saat pulang dugem.“Mabur?”Xavier pun terkekeh. Ia menarik turun ujung kaos dalamnya, mengembalikan kaos tersebut ke tatanan semula.“Artinya terbang, Queen..” bebernya dengan tangan membelai puncak kepala Aurelia.“Nggak usah dibalesin aja.. Nanti Abang yang telepon Papi kamu. Buat sekarang rumahnya masih dicari. Kalau rumahny
“Huwaa— Papi masih kangen,’ rengek Jeno sembari mengayun-ayunkan tangan putrinya yang saat ini tengah ia genggam.“Aurel juga, Papi..” Sama seperti sang papi, Aurelia ikut merengek.Keduanya lalu berpelukan dengan rengekkan yang terus saja mengudara.Didekat ayah dan anak itu, sepasang saudara memutar bola mata mereka.“Untung Papa nggak senajisin Om Jeno..” lontar Xaviera. Ia bersyukur papanya tak lebih mencintai dirinya dibandingkan cintanya kepada sang mama. Dengan begitu, ia tak perlu mempunyai papa yang sikapnya seperti bocil Paud.“Ssst..” Xavier membenturkan lengannya pada tangan adik perempuannya. “Tahan, Ces.. Mertuanya Aban itu..” bisik Xavier ditelinga sang adik.Jeno pun melepaskan pelukannya.“Nggak bisa!!”Tirto bersaudara terperanjat tatkala mendengar Jeno memekik keras. “Wah, bakalan lama nih..” gumam Xaviera, mencium akan adanya penambahan chapter terbaru dari drama seorang ayah yang tak pernah ikhlas putrinya dipinang orang.“Papi kenapa?” tanya Aurelia. Gadis itu t
“… Ah, satu lagi! Dia lulus kuliah dulu..”“Heum.. Bisa diatur.. ASAL!” kata Xavier, sengaja menggantung kalimatnya.“Apa?”“Om janji nggak nyentuh mami mertuanya Xavi juga. Gimana? Adil kan jadinya?!”Duarr!!!‘Keputer soundtrack sinema azab nggak tuh di kepalanya? Orang kok sukanya nyiksa! Ya kali bobok bareng Ayang nggak ena-ena! Kayak yang sendirinya bisa tahan aja!’ dumel Xavier di dalam hati.Jeno angkat ketiak ketika Xavier menyebutkan persyaratan yang harus dirinya penuhi agar sang putri terbebas dari jamahan anak itu.Come on! yang benar sajalah!Ia mana bisa untuk tidak menyentuh istri tercintanya!Hah!Betapa pintarnya rubah ekor sembilan yang dihasilkan benih sahabatnya. Anak itu sangat mirip papanya, tak ada satu pun gen Nathaniel Tirto yang tercecer darinya. Semuanya mengalir ke dalam diri Xavier, termasuk kecerdasan otaknya yang digunakan untuk tindak kelicikan.“Ya udah, main aman aja! Om belom pengen punya cucu, Xav.” Ucap Jeno sesaat setelah mengibarkan bendera putih
“Kak Viera.. Kakak dari tadi di depan sini? Kenapa nggak masuk aja ih?”“He-he..” balas Xaviera, kehilangan kata-katanya. Bagaimana mungkin ia menerobos masuk ke ruangan Dekan. Ia kan bukan orang yang berkepentingan.“Jangan langsung balik ke kantor, Xav! Ikut Om dulu!”Adik Xavier itu melirik kakak dan omnya. Tampang keduanya tampak tak enak untuk dilihat.“What happen, Rel?” tanya Xaviera.“Eh? Nggak ada apa-apa kok, Kak.” Aurelia lalu berteriak, “Papi, Papi! Tungguin Aurel!”Juno menghentikan langkah kakinya. “Aurel juga mau ikut?”“Loh! Nggak boleh ya?”“Anu, bukannya nggak boleh, Sayang. Papi mau ngobrol empat mata sama Xavier.”“Tambah empat mata lagi nggak bisa? Aurel kan pengen ikut, terus Kak Viera juga. Masa Kak Viera ditinggal sendirian. Kan kasihan, Papi.”Juno pun mendesah. Mana mungkin ia tega untuk mengatakan tidak pada anak semata wayangnya. “Iya, boleh,” ucapnya, terpaksa. Padahal ia ingin memarahi Xavier karena telah membuat Aurelianya pingsan. Kalau begini, ia kan j
“Eh, kalian udah denger belom. Anak semester satu yang namanya Aurel, yang suka ke kantin bareng Aidan.. Katanya dia married by accident.”“Serius lo? Nggak mungkin ah! Anaknya keliatan polos gitu.”“Yeee! Aidan sendiri yang ngomong ke gue. Mereka putus gara-gara tuh cewek ketahuan mahidun. Si Aidannya ngerasa belom ngapa-ngapain tuh cewek, tapi udah keburu hamil sama cowok laen. Makanya diputusin sama Aidan.”“Buset! Nggak nyangka gue! Keliatannya polos mendekati bloon loh padahal.”“Itu kali yang bikin dia hamil. Gara-gara kebloonannya, jadinya gampang dipake sama orang. Zaman sekarang kan ada kondom kali biar nggak kebobolan. Kalau pinter mah nggak bakalan sampe hamil.”“Anjay-lah!”Brak!Xaviera yang mendengar kakak iparnya digosipkan pun meradang. Tangannya yang terkepal ia hantamkan pada daun meja dihadapannya.“Anjing!” maki adik Xavier itu keras. Ia jelas tak terima jika Aurelia diolok-olok, terlebih menggunakan bahan yang mereka tak ketahui kebenarannya. Jelas-jelas Aurelia-l
Xavier merasakan pergerakan dari tubuh yang semalaman dirinya dekap. Perlahan, ia pun membuka matanya.Jantungnya berdegup tatkala netranya bertemu dengan sepasang bola mata indah, yang kini juga tengah menatapnya.“Morning, Queen..” sapa Xavier. Senyum hangat terbit dari bibirnya.“Morning, Abang.”“May I kiss you? Ciuman selamat pagi.”Aurelia menutup mulutnya, cepat-cepat. “Bau jigong, Abang. Aurel baru melek, belum sikat gigi.” Ucap gadis itu dibalik bekapan tangannya. Ia malu meski ingin kembali merasakan ciuman Xavier.Bagaimana jika nanti suaminya pingsan?— pikir Aurelia.“Abang suka semua bagian dalam diri kamu, karena Abang cinta kamu, bau jigong kamu pasti wangi.”Eh?Begitu ya, kalau cinta seseorang?! Bau jigong jadi wangi kalau cinta sama orangnya?!Dalam otak kecil Aurelia, gadis itu tengah berpikir sangat keras.“Boleh ya?” tanya Xavier, kembali meminta persetujuan. Padahal bisa saja jika dirinya langsung menyosor. Namun Xavier tidak akan melakukannya. Ia membutuhkan ker
“Hiks, Abang sakit! Kak Viera bilang, sakitnya cuman sedikit, ini kok banyak, huhuhuhu!”“Sakit banget ya?” tanya Xavier. Ia jadi tidak tega melanjutkan malam pertama yang tertunda. Namun untuk menarik milik-nya yang sedikit bersarang pun, ia juga tak rela.Sangat, sangat tidak relah bahkan.“Queen, kamu masih bisa tahan sakitnya kan? Sedikit aja. Katanya kalau udah masuk, sakitnya bakalan ilang.”“Sakit banget. Aurel kayak lagi ditusuk pisau.”Bagaimana ini?! Xavier dilema. Istrinya menangis.Apakah sesakit itu rasanya? Kok perasaan dirinya enak-enak saja.“Ya udah, kita nggak usah lanjutin,” putus Xavier. Apalah artinya keenakan sendiri jika gadis yang dirinya cintai kesakitan. Xavier tak ingin egois. Mungkin ia harus mencari tahu bagaimana cara bercinta tanpa menyakiti pasangannya.“No! Jangan!” Tangan Aurelia memeluk Xavier. “Nggak boleh, harus lanjut! Kata Kak Viera harus berhasil malam ini.” Gadis itu tak mengizinkan lelaki di atasnya beranjak.“Tapinya kamu kesakitan, Queen. Aba
“Abang!”Xavier kontan memutar kepalanya saat pintu ruangan yang dirinya gunakan untuk merokok, terbuka dengan menampilkan sosok sang adik.“Bau asep, Dek! Nanti kamu pengen ngerokok, Abang yang dimarahin Mama!” Seloroh Xavier. Adiknya beberapa waktu lalu ketahuan masih merokok. Hal tersebut tentu membuat mama mereka marah sekaligus bersedih.Sialnya, ia sebagai kakak ikut terkena imbas. Berkat dirinya yang selalu memanjakan Viera, ia dinilai tak dapat menjaga Princess mereka. Padahal jelas-jelas di keluarga mereka bukan hanya dirinya yang merokok.“Aman.. Adek udah nggak pengen ngerokok kok, Abang. Adek udah insaf!” Cengir Viera sembari menunjukkan deretan giginya. “Adek kan sekarang pakenya pot, jadi nggak bakalan ketauan Mama, hehehe!”Hah!Anak muda jaman now!Larangan adalah bentuk perizinan tak tertulis bagi mereka. Contohnya seperti saat sang papa melarang Viera mengejar-ngejar cinta Om Rega, bukannya mematuhi larangan itu, Viera justru semakin getol memperlihatkan ketertarikann