"Wow ... Mommy, kamu sangat hebat sekali," Selina menghampiri Silvia seraya bertepuk tangan, dan tersenyum menatapnya."Selina, kau?""Ya, aku ... kenapa Mom? Kaget ya? Bagaimana ya kalau Roman mengetahui tentang hal ini, pasti akan sangat seru sekali," ujarnya tersenyum menyeringai, dan berbalik arah berjalan membelakangi Silvia."Jangan pernah kau ceritakan ini padanya, kenapa dengan kau ini Selina? Apa salah Mommy padamu? Mommy tidak pernah mengajarkanmu sejahat ini, 'Nak?!" cegah Silvia agar Selina tidak bercerita pada Roman."Aku tidak akan menceritakannya pada Roman, Mom's ... tenang saja. Tapi, kau harus memutuskannya dan kembali bersama Daddy. Baru aku akan menuruti apa maumu!""Itu sama halnya kau meminta Mommy untuk menderita setiap hari. Baiklah, jika memang kau memilih seperti ini, ceritakan saja padanya. Tapi, kau tidak akan selamat pergi dari sini!" ancamnya setelah peringatannya tidak di dengar sedikit pun.Tidak berselang lama Bimo keluar dari mobil menghampiri Selina
Silvia berjalan masuk rumahnya dengan segenap rasa khawatirnya terhadap sang putri yang entah di mana keberadaannya. Apalagi putrinya pergi bersama dengan asistennya."Bim, keberadaanmu di mana sekarang? Aku tidak yakin kalau kau menculik Selina, aku yakin pasti ada sesuatu yang telah terjadi sama kalian?"Langkahnya terus berpacu hingga ke pintu berikutnya.Ceklek!!!Fred dengan Naima mengikuti Silvia hingga ke kamarnya."Kau yang bertanggung jawab atas menghilangnya Selina, kalau sampai Selina tidak diketemukan maka kita harus bersama kembali untuk--,""Sampai kapanpun aku tidak akan pernah kembali bersama Pria sepertimu!" sentaknya dengan suara lantang."Kau harus mau walaupun kau tidak ingin kembali Silvia!" imbuh Naima yang menginginkan Fred, dan Silvia rujuk."Tidak Ibu Mertua aku tidak akan kembali bersama Putramu, lebih baik kau Carikan saja dia Istri baru." tegas Silvia tetap tidak ingin kembali bersama Fred.Mendengar pernyataan Silvia seperti itu, Naima kesal dan merasa jen
Fred sangat kesal dan marah sekali pada Roman, kali ini dirinya kalah telak dari pria yang jauh lebih muda darinya. Tidak menyangka jika Roman akan berani melawannya, ia pun menyesalkan telah berani menegur pria yang ia anggap remeh itu.Drtttt.Dia beralih saat telepon genggamnya bergetar, menandakan seseorang di seberang sana menghubunginya.'Ya, halo ...''Anda ada meeting hari ini Tuan, bisakah Anda datang lebih pagi?''Ya, aku akan segera sampai,' jawabnya datar terhadap asistennya di kantor.Roman menghela nafasnya setelah melihat Fred pergi, dan sepertinya tidak berniat mengganggunya lagi."Huh, syukurlah," Roman mendesah seraya memijat keningnya, perlahan berjalan kembali mengayun langkah demi langkahnya.Sampai di tempat kerja, ia langsung mengganti pakaiannya dan bersiap-siap menunggu tamu yang akan dia pegang hari ini. Tapi, tidak di sangka ternyata tamu itu adalah perempuan yang sangat dia kenal baik."Rom, ada Tamu minta kamu," seorang cashier menyampaikan itu terhadap Ro
Roman diam dikala Silvia mulai menyerah dengan cintanya, cinta yang dulu menggebu tapi entah mengapa Roman seperti semakin jauh darinya."Tunggu Silvia!" Roman menahan Silvia yang hendak pergi."Kenapa Roman? Bukankah ini yang kau ingin bukan?""Tidak Silvia, aku menginginkanmu!" ucap Roman dengan suara sumbang. "Maafkan aku, selama ini aku pikir akan mudah menggapai semuanya tanpamu, sekarang kau sadar aku bukan apa-apa jika tanpamu, aku sangat membutuhkanmu.""Jadi, apa maksudmu?" tanya Silvia yang masih bingung dengan sikap Roman terhadapnya."Ya, mulai sekarang kita akan memperjuangkan segalanya. Asal kau mau menerima Adikku sebagai bagian dari hidup kita," Silvia yang bersedih kembali tersenyum ketika Roman mengucapkan sesuatu yang membuatnya bergairah kembali."Ya, tentu saja Syifa itu Adikmu ... maka dia juga Adikku, asalkan kau tidak malu memiliki pasangan jauh lebih tua darimu, apa kau siap jika nantinya mendapatkan berbagai cacian karena kita jauh berbeda?"Dengan penuh meya
Silvia tersenyum sinis menatap pada ibu, dan anak yang sama menjijikkan. Ingin sekali dia mencabik-cabik wajah dua orang jahat itu, tapi dia sadar bukan dengan cara seperti itu menghadapi mereka."Sudah ya, apapun kebenarannya kalian akan selalu menyangkalnya. Dengarkan saya, dengan bukti ini kalian akan saya tuntut balik!" Silvia menebar ancamannya, terhadap Fred dan ibunya."Lakukan saya jika itu bisa menjadi bukti, yang jelas kami tak pernah takut dengan ancamanmu."Silvia semakin marah pada mereka. "Pergi dari sini sebelum saya usir paksa kalian!" usir Silvia pada ibu mertua, dan mantan suaminya itu."Kami tidak akan pergi, kami juga berhak tinggal di Rumah ini!" "Hah, apa? Kalian ingin tinggal di Rumahku, jangan pernah bermimpi!" tukas Silvia setelah mengetahui maksud kedatangan Fred, dan ibunya.Syifa yang menyaksikan pertengkaran mereka merasa takut, dia bersembunyi dibalik badan kakaknya, Roman."Kak, aku takut. Mereka itu siapa?" Syifa benar-benar takut pada mereka."Kamu m
Dua sosok pria memasuki sekolah, berusaha mendekati Syifa adiknya Roman. Tetapi, entah kenapa Syifa terlalu sulit didekati oleh mereka."Hai Gadis manis," puji salah seorang dari dua pria tidak dikenal itu.Gadis imut nan polos itu hanya bengong, tanpa ekspresi."Gadis kecil mari ikut dengan kami," Syifa menolak karena salah satu dari mereka tidak ada yang dikenalnya. "Kata Kak Roman Syifa enggak boleh ikut sama Orang gak dikenal, maaf ya Om," dengan lembut Syifa menolak."Sial ternyata Gadis kecil ini tidak sepolos yang kupikirkan," gumamnya mendengus sebal."Oh, begitu ya... kalau begitu mari berkenalan, Leo. Panggil Om Leo, kamu siapa tadi?""Syifa Om," ucapnya dengan mengeja namanya."Nama yang bagus Sayang, mari ikut dengan Om. Kakak kamu sudah menunggu,""Hah?" Syifa heran, lantaran kakaknya tidak memberitahunya jika akan dijemput oleh dua orang itu."Ke mana Om, apa kalian kenal sama Kak Roman?""Tentu saja kenal sayang, makannya ayo ikut Om."Kendati demikian Syifa tetap meno
"Roman! Siapa Orang yang kau maksud?" tanya Silvia mengikuti langkahnya Roman dengan penuh kekhawatiran. Roman lantas mengambil ponsel di meja kerjanya untuk menghubungi Syifa, sang adik. Saat itu Syifa tidak bisa di hubungi membuat Roman semakin mencemaskannya. 'Tidak, mudah-mudahan bukan Syifa yang dimaksud Fred,' batinnya. Roman lantas keluar dari ruangan itu, bergegas pergi meninggalkan kantor untuk menyusul adiknya di sekolah. Silvia menghentikan pacarnya, "Kau tidak bisa main pergi saja Roman, mau ke man kau?" "Silvia, aku meminta maaf padamu aku harus pergi. Aku yakin saat ini Syifa dalam bahaya, kamu tahu Orang yang dalam bahaya saat ini menurut aku Fred pasti menculik Adikku!" ujar Roman khawatir. "Tapi Roman--," Namun, dia tetap pergi tanpa peduli pada larangan Silvia. "Kalau begitu aku ikut denganmu!" Silvia memaksa ikut bersama Roman untuk memastikan kalau Syifa baik-baik saja. Roman lantas pergi bersama Silvia dengan menggunakan mobil perusahaan, dia me
Fred masih diam mempertimbangkan ucapan Silvia yang setuju kembali padanya, dan ditukar dengan gadis kecil itu. Diamnya Fred justru membuat perempuan itu semakin marah padanya. "Cepat katakan, kau setuju kenapa kau hanya diam? Aku sudah setuju dengan menukar diriku, asalkan kau bebaskan Anak tidak berdosa ini!" Silvia menatap dengan kesal. Fred menggunakan gesture tangannya memberi aba-aba pada kedua anak buahnya agar melepaskan gadis itu, dan meminta Silvia kembali dipelukannya sebagai pertukaran. "Lepaskan bocah nakal itu," perintahnya. Kemudian, Fred meminta Silvia ke pelukannya, "Cepat kemarilah jika kau ingin pertukaran dengan Gadis ini," Dua pria berwajah menyeramkan membebaskan Syifa, dan saat itu pula Silvia terpaksa kembali pada Fred--yang merupakan mantan suaminya. Roman memeluk Syifa penuh kasih sayang, "Maafkan Kakak... kakak telah membuat hidupmu dalam ancaman," ucap Roman dengan lirih. "Tidak apa-apa Kak, kau tak perlu meminta maaf, ini bukan salahmu," Syifa
Roman terdiam ketika pelayan itu berbicara seperti itu padanya, tapi ia juga berusaha memahaminya dengan serius. "Harus menjadi apa? Kau pikir aku harus apa?" Roman semakin bingung dengan maksud pelayan itu. "Astaga Tuan... pintarlah sedikit, kau punya segalanya! Oke, saya akan katakan pada Anda tidak akan pakai klue-klue lagi, Anda harus memiliki kekuasaan!" tandas pelayan bernama Dian itu. Menurut Dian dengan kekuasaan yang Roman miliki, ia akan semakin leluasa bertindak dalam hal apapun jika ia mau, tentu saja dalam hal ini Roman akan bisa berhubungan dengan mulus bersama Silvia tanpa takut akan halangan apapun. "Ternyata kau pintar Dian," ucap Roman menoyor kepala pelayan itu, "Saya suka dengan cara berpikirmu." "Pintarkan saya?" ujar Dian berbangga diri. "Oke, kali ini kau setuju kalau kau pintar." Roman terkekeh senang, akhirnya ia memiliki jalan untuk segera menyatukan hubungannnya dengan sang kekasih. *** Esok pagi pun telah menyapa kembali, dan hari ini Rom
"Tuan, lebih baik Anda menuruti perintah Tuan besar. Tolong jangan persulit pekerjaan saya," seorang pelayan tampak memohon pada pria muda itu agar menemui kakeknya. Roman masih berdiam diri dan acuh di dalam kamarnya. "Tuan, sebenarnya apa masalah kalian? Ceritakan pada saya, saya janji akan membantu Anda," Pelayan yang sebaya dengan Roman masih mencoba membujuk agar tuannya menurutinya, dan memperlancar pekerjaannya. Ceklek!!! Roman kembali membuka pintu kamarnya, "Kau pikir, kau bisa membantu masalahku? Jangan seolah kau serba tahu tentang masalahku, sana pergi! Saya tidak akan menuruti keinginan tua Bangka itu!" "Tuan, ayolah saya mohon... jangan persulit pekerjaan saya," perempuan itu memohon padanya dengan memelas. "Ada keluarga yang harus saya biayai agar dapat bertahan hidup, apa Anda akan Setega ini. Saya tidak mau dipecat hanya gara-gara saya tidak bisa membujuk Anda Tuan." Roman terdiam dan mengamati perempuan yang memelas di hadapannya, ia berpikir kakeknya s
"Aku akan terus berusaha meyakinkanmu kalau aku pantas untuk Cucumu Tuan Rezenzo!" ucap Silvia yang terjatuh menatap nyalang pada mobil yang membawa kekasihnya. Perlahan ia bangkit kembali meski hatinya hancur ketika cintanya tidak mendapatkan restu, akan tetapi ia berusaha yakin kalau pada saatnya kakek Roman akan menyetujui hubungannya. Sebuah kaki tiba-tiba menjulur tepat di depan matanya ketika ia akan bangkit dari terjatuhnya, ia menatap pada si pemilik kaki jenjang itu, "Shania?" Dengan sinis Shania menatap ibunya, "Mama masih belum sadar diri! Kau ini tidak pantas untuk Roman Ma, sadarlah yang pantas itu hanya aku!" ujar Shania sambil berjongkok menatap Silvia.Namun, Silvia mengabaikan ucapan putrinya. Ia lantas segera bangkit dan menghindar dari Shania, ia merasa tidak perlu menanggapi putrinya yang terus mencampuri urusannya."Mama!" teriak Shania kesal karena di abaikan ibunya, "Aku belum selesai bicara!"Silvia tetap saja beranjak tanpa menengok ke belakang, ia terus b
Setelah Rezenzo meninggalkan kamar itu, Roman hanya terdiam dan menatap kepergian pria paruh baya yang mengaku dirinya adalah kakek kandungnya dari sang ayah. 'Ke--kenapa baru sekarang kau datang Kek, di saat aku di hina dan di kerdilkan ke mana saja kau selama ini?' batin Roman dengan penuh sesak. "Kak, kenapa kau tidak memaafkan Kakek kak?" tanya Syifa yang masih belum memahami mereka. "Kakek sangat baik sekali padaku, padamu juga..." Roman menangkup punggung tangan kecil adiknya, dan berusaha bersikap tenang meski luka di hatinya masih belum sembuh. "Kaka perlu waktu untuk menerima semua ini Syifa... Kakak pikir akan lebih baik jika kita hidup hanya berdua tanpa ada pria itu!" "Tapi Kak?" "Kenapa Syifa? Apa kau bosan hidup dengan Kakak?" Syifa yang takut kondisi kakaknya memburuk ia pun hanya menggeleng kepalanya, "Tidak Kak, selama ini aku sangat senang bersama kamu." Roman tersenyum melihat adiknya yang menurut apa katanya. Namun sebenarnya Roman pun sangat menge
Fred tersenyum menyeringai begitu mengetahui keberadaan Silvia, ia merasa lega karena mantan istrinya itu masih hidup. Tapi, ini diluar dugaannya kalau Roman masih hidup, dan di jaga ketat oleh seorang yang cukup berpengaruh dari negeri seberang. "Bagaimana Tuan, apalagi yang harus kami lakukan pada Pria muda itu?" tanya salah satu anak buah Fred padanya di seberang sana. "Untuk saat ini tahan Silvia, aku ingin menemuinya." "Baik Tuan." Fred segera bergegas menuju rumah sakit tempat di mana Silvia terlihat oleh para anak buahnya yang kini terus berusaha mencari keberadaan mantan istrinya itu. Hingga Fred tiba di rumah sakit, Silvia masih di hadang oleh dua orang pria yaitu anak buah dari mantan suaminya itu. "Untuk apa kalian menghalangi jalanku? Urusan saya dengan Bos kamu telah selesai, jadi biarkan aku pergi!" ketus Silvia merasa jengkel. Kali ini Fred bersikap dengan sangat lembut terhadap Silvia ia berharap perempuan itu akan melunak padanya. "Silvia... maafkan me
Silvia begitu khawatir ketika mendengar Roman koma, sehingga ia ingin segera menemui kekasihnya itu, meski terpaut sangat jauh usianya dengan pemuda itu, tapi Silvia yakin pria itu adalah pilihan yang tepat baginya. "Antarkan aku untuk menemuinya Ma, Pa." "Tentu saja Nak, kami akan mengantarkanmu padanya," ucap Sivanya begitu senang, lantaran Roman adalah cucu dari konglomerat dari negeri tetangga dan sangat jauh dengan mantan menantunya itu yang selalu bergantung pada putrinya. "Tapi tunggu dulu... sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk kau menemuinya Silvia," cegah papa Silvia untuk tidak menemui Roman dalam waktu dekat ini. "Kenapa?" tanya Silvia heran. "Tuan Rezenzo Malik sepertinya tidak ingin Cucunya di ganggu." ucap sang Papa. "Apa masalahnya? Aku kekasihnya!" Silvia tidak terima kalau niatnya di halang-halangi. "Aku akan tetap menemuinya." Silvia tidak mendengarkan apa kata orang tuanya, ia pun tetap pergi dan ingin menemui Roman yang saat ini dirawat di rum
Nyonya Sivanya heran dengan kedatangan Rezenzo Malik—terlihat datang bersama Syifa, tentu saja ini membuat ia dan suaminya bertanya-tanya.“Ada keributan apa ini?”Dokter itu memundurkan sedikit tubuhnya menjauh dari kedua orang yang mengaku orang tua Silvia, “Ini Tuan, mereka berdua adalah Orang tua dari pacarnya Tuan Roman,” ujar sang dokter.Rezenzo Malik menatap arah pada Sivanya dan suaminya, “Kalian ada masalah apa dengan Cucu saya?”“Hah?” Sivanya dengan suaminya hanya terpelongo, “Wah, Anda pasti bercanda... mana mungkin Roman yang hanya Terapis pijat memiliki Kakek seperti Anda.”Tuan Rezenzo Malik mendekatkan wajahnya, berusaha mengintimidasi perempuan—yang selalu bersikap angkuh itu. “Apa Cucuku seperti ini ada hubungannya denganmu?”Sivanya semakin terpelongo mendengar Rezenzo Malik mengakui kalau Roman adalah cucunya, “Apa?”“Kau masih juga tuli, apa kondisi cucuku saat ini ulahmu?!” bentak tuan Rezenzo Malik.“Ti—tidak... mana mungkin aku berani berbuat seperti i
“Boleh kami periksa bagian dalam Rumahmu?” Dua anak buah Fred meminta persetujuan untuk menggeledah rumah kakek yang menyelamatkan Silvia. Tapi, kakek itu tidak membiarkan dua orang itu masuk ke rumahnya.“Saya keberatan jika kalian ingin masuk ke Rumah saya.” Tolaknya dengan tegas namun dua orang itu memaksa.“Saya terpaksa akan memanggil warga jika kalian nekat masuk!” Seru kakek itu, dan kedua anak buah Fred mengurungkan niatnya.“Sial! Kau cari mati dengan kami wahai Kakek Tua!”“Pergi dari sini, perempuan yang kau cari bukan di rumah kamu!” usir kakek itu.Kedua anak buah Fred pun langsung pergi karena takut dengan ancaman kakek itu, “Bagaimana ini Bos? Apa katanya nanti kata Tuan?”“Kita awasi saja Rumah ini,” ujar anak buah Fred yang satunya lagi.Sementara kakek itu segera masuk dan menutup rapat pintu rumahnya, yang terbuat dari bambu itu.“Di mana dia Buk?” tanya sang kakek pada istrinya.“Dia bersembunyi di gudang padi Pak, Bagaimana Orang-orang itu sudah pergi k
Di sebuah sungai di pinggir kota metropolitan yang sangat megah, jauh dari mana pun perempuan cantik tengah terbaring tidak sadarkan diri di atas sebuah pohon yang terbawa hanyut, beruntung ada seseorang yang menemukan dan menolongnya. "Hey! Astaga ini ada Orang hanyut, cepat bantu." seorang pria paruh baya yang tengah mencuci cangkulnya di ladang turun setelah melahirkan ada seseorang yang terapung di derasnya sungai. Beberapa orang kemudian membantu pria paruh baya itu, untuk menolong seorang yang memang membutuhkan bantuan, "Sepertinya di Orang Kota ya Bah?" "Iya, Ibu... ayo bantu Abah," pintanya pada perempuan paruh baya--yang sepertinya istri dari pria paruh baya itu. Sementara yang lainnya menunggu di atas sungai, untuk membantu menerima perempuan yang tengah pingsan tak sadarkan diri. Hingga akhirnya mereka membawa perempuan yang tidak sadarkan diri itu ke gubug di tengah ladang. Perempuan paruh baya segera mengganti pakaian perempuan muda yang ditemukan suaminya di