"Apa kau berniat mengambil ponsel Daddy, Selina?"Fred menatap putrinya dengan tajam, sorot matanya seolah tidak mengizinkan Selina untuk mengambil ponselnya itu."Bisakah aku meminjam ponselmu Dad's? Selina ingin tahu kenapa Daddy melarang Selina memeriksa ponsel ini?" "Sekali tidak di izinkan seharusnya kamu jangan melanggarnya. Ponsel adalah barang pribadi itu kurang sopan namanya!" Selina mengurungkan niatnya, dia kesal karena di Katai kurang sopan oleh Fred."Baiklah-baiklah, Selina enggak akan mengambil ponsel Daddy!" kesalnya karena tidak dibiarkan melihat isi ponsel itu. Padahal, Selina hanya ingin tahu siapa yang sedang berusaha di hubungi oleh Daddynya itu."Bagus, jadilah Putri yang baik penurut, dan tidak ikut campur pada urusan Orang Tuamu!" ujar Fred bersedekap tangan saat diperiksa dokter.Selina kecewa pada Fred, dia meninggalkan Daddynya."Kalau begitu untuk apa aku di sini, lebih baik Selina
"Jadi benar kalian ini diam-diam menjalin hubungan?" Selina sangat geram pada Roman, dan Silvia.Selama ini Selina tidak menyangka pria yang dia sukai, adalah calon suami dari ibunya. Namun, harus kecewa dengan sebuah perasaan yang terlanjur dilabuhkan pada hatinya."Aku benci Mommy! Aku juga benci sama kamu Roman!" Selina berbalik pergi, dia sangat marah pada mereka berdua."Selin, tunggu! Kamu harus dengarkan penjelasan Mommy Nak!" Silvia menatap nanar pada sang putri, yang telah tahu hubungannya dengan Roman. "Kamu kenapa diam saja? Kejar dia, tolong Roman jelaskan padanya." Silvia menangis saat itu juga, ia khawatir karena hubungan baru saja membaik dengan sang putri. Tapi, harus hancur lagi dengan cara seperti ini."Apa yang harus dijelaskan padanya? Kita memang menjalin hubungan ini. Sudah, mulai sekarang kita tidak perlu menyembunyikan hubungan kita!" ujar Roman menggenggam tangan Silvia."Tapi aku tidak bisa Roman, jika hubungan kita terpublikasi hancur sudah Karier yang sela
"Kenapa kau malah bicara seperti itu?" kesal Silvia memasang raut wajah tidak senang.Roman langsung mengutarakan keinginannya untuk memutuskan hubungannya dengan Silvia, lantaran ia merasa bersalah dengan kejadian ini."Aku merasa aku ini salah jika terus mempertahankan hubungan ini Silvia ... aku ini hanya orang ketiga di antara kamu dengan mantan Suamimu, Fred.""Jadi?""Aku ingin kita udahan!"Silvia membentak Roman, pasalnya setelah dia berkorban banyak untuk hubungan ini, Roman malah menyerah begitu saja."Kenapa Roman? Apa justru kamu lebih memilih Selina, iya?""Tidak Silvia, bukan seperti itu maksudku. Alangkah baiknya kau perbaiki hubunganmu siapa tahu Fred tidak akan seperti dulu, mungkin saja dia akan mengubah sikapnya,""Sampai kapanpun aku akan tetap bersamamu, kecuali kau sudah tidak Cinta. Apa rasa Cintamu mulai memudar padaku? Apa iya begitu Roman?""Silvia, bukan karena cintaku padamu pudar. Tapi, ada Anakmu! Dia terluka karena hubungan kita ini, apa kau paham?" deng
Silvia merasa kesal pada ibu mertuanya, lantaran seperti mengojok-ojok kedua orang tuanya untuk tidak menyukai Roman, dan seperti ingin menghancurkanny.Padahal, selam ini Silvia selalu menghormati sang mertua walaupun sudah berpisah dengan Fred.Dengan rahang mengang Silvia mencoba meredam rasa marahnya."Ya, memang tidak salah sih Buk. Tapi, kan sebenarnya Fred tidak perlu membicarakan tentang saya, ataupun Roman pada Orang Tua saya. Karena dulu kan Fred sendiri bersikukuh ingin memisahku. Sekarang aku sudah mendapatkan Cintaku melalui Roman, apa dia tidak punya malu? Dulu dia mencampakkan Saya begitu saja." dengan bibir gemetar Silvia tetap berusaha tenang. Meski rasa amarahnya sudah ingin membludak."Ya untuk itu juga Fred tidak sepenuhnya salahkan? Bisa jadi pada saat itu kamu juga sudah berselingkuh?""Jaga bicaramu Ibu!" sentak Silvia marah saat dituduh selingkuh selama menjalani biduk pernikahan dengan Fred. "Kalau aku berselingkuh, mana mungkin aku melahirkan Putriku?!" tanda
"Akan apa, Tuan?"Bibir Roman gemetar saat menanggapi Fred, yang menginginkan dia meninggalkan Silvia."Aku akan memberimu Uang yang sangat fantastis, yang tidak pernah kau miliki sebelumnya. Bagaimana apa kau setuju dengan tawaranku?"Namun, sayangnya Roman menolak tawarannya. "Aku bukan Pria yang suka dengan harta pasanganku, jadi maaf sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkan Silvia!" tegas Roman menolaknya.Fred semakin kesal pada Roman, bahkan ia menebar ancaman pada kekasihnya dari perempuan yang sangat dia cintai."Baiklah, jika ini pilihanmu ... jangan salahkan aku untuk membuatmu menyesal selamanya!" ancamnya seraya tersenyum menyeringai.Roman tidak goyah sama sekali dia tetap pada pendiriannya, dia akan mempertahankan hubungannya dengan Silvia."Apapun rintangannya aku akan menghadapinya, termasuk ancaman Anda!" sinisnya menatap pada Fred."Bocah kemarin sore! Berani rupanya kau sama aku hah?""Jika demi kebahagiaan Silvia, aku akan melakukan apapun demi Silvia, dan cinta
"Naima bukan seperti ini caranya, kau boleh marah pada Putriku. Tapi, jangan tanamkan kebencian pada Putramu."Sivanya kembali mengingatkan besannya untuk tidak memperkeruh keadaan rumah tangga anaknya. Tapi, Naima sudah terlanjur kecewa pada Silvia--menantunya itu.Tanpa basa-basi Naima segera mengajak Fred meninggalkan perusahaan itu. "Ayo Fred kita pulang, percuma keberadaan kita tak di harapkan lagi di sini," ajaknya pada sang putra.Fred masih bersikap baik pada Sivanya, lantaran ia masih sangat berharap bisa kembali bersama dengan Silvia, membina rumah tangga untuk kehidupan yang lebih baik. Namun, sayangnya semua itu tidak mungkin karena kini cinta Silvia hanya untuk Roman. Pemuda yang mampu menggetarkan hatinya."Baik, ayo kita pulang." ucap Fred menuruti, dan tidak lupa pamit pada Sivanya, ibu mertuanya. "Mom, saya pamit yah.""Silakan Fred, maafkan Putri Mommy ya," Sivanya meminta maaf atas nama putrinya. "Tidak apa-apa Mom, sudah biasa." balasnya lalu beranjak bersama Naim
Silvia yang mulai tenang dengan sikapnya, saat itu pula Roman telah pergi darinya. Silvia merasa menyesal karena dengan secara tidak langsung dia mengusir Roman dari apartemen tempat tinggalnya."Roman," panggil Silvia berjalan keluar dari kamarnya, dan mencari Roman di kamar yang lainnya. "Roman, apa kau di dalam?"Dia terus mengulang memanggil Roman, tapi sayang Roman sudah tidak ada di sana, dan sialnya dia tidak tahu ke mana perginya Roman saat ini.Ceklek!!!Silvia membuka pintu kamar itu, demi memastikan pemuda pujaannya masih berada dalam kamar itu. Wajahnya terlihat gusar saat melihat satu lemari pakaian itu kosong, dia tahu Roman pergi meninggalkannya."Tidak, ini tidak mungkin?" paniknya Silvia saat itu, dan langsung menghubungi Bimo-asistennya.'Halo, Bim. Kamu bisa ke apartemen saya sekarang?' pintanya melalui sambungan telepon.'Tentu bisa Nyonya, saya akan ke sana sekarang juga,' Bimo menuruti perintah bosnya itu.'Baiklah, aku tunggu kau sekarang,' Silvia kembali meneka
Harun berusaha menenangkan Roman, ia tahu kerinduan yang dirasakan keponakannya terhadap orang tuanya itu terlalu dalam. "Paman, tahu kau sangat merindukan kedua Orang Tuamu Roman, tapi kua harus tetap kuat demi Syifa adikmu," Harun mengelus pundak keponakannya yang terlihat rapuh itu."Ya, Paman benar. Aku harus kuat demi Syifa," ia mengusap buliran bening yang jatuh menetes dari pelupuk matanya."Halah, cengeng!" ejek Risma istrinya Harun, yang biasa di panggil Roman dengan sebutan Bude.Harun menatap dengan tatapan tajam pada Risma yang bicara sembarangan terhadap keponakannya itu. "Ibu, kamu ini apa-apaan? Bukannya menghibur keponakan kita, malah mengejeknya!" tukas Harun kesal."Halah, sudahlah Pak. Gak usah ngebela dia, memang benar kan, sebagai Pria dia ini terlalu cengeng!" ucap Risma masih terus mengejek keponakan dari suaminya itu."Ibu!" bentak Harun memperingatkan.Risma lantas berbalik masuk ke dalam rumah, dengan gerutuannya. "Memang benar kok dia itu bisanya apa sih?"
Roman terdiam ketika pelayan itu berbicara seperti itu padanya, tapi ia juga berusaha memahaminya dengan serius. "Harus menjadi apa? Kau pikir aku harus apa?" Roman semakin bingung dengan maksud pelayan itu. "Astaga Tuan... pintarlah sedikit, kau punya segalanya! Oke, saya akan katakan pada Anda tidak akan pakai klue-klue lagi, Anda harus memiliki kekuasaan!" tandas pelayan bernama Dian itu. Menurut Dian dengan kekuasaan yang Roman miliki, ia akan semakin leluasa bertindak dalam hal apapun jika ia mau, tentu saja dalam hal ini Roman akan bisa berhubungan dengan mulus bersama Silvia tanpa takut akan halangan apapun. "Ternyata kau pintar Dian," ucap Roman menoyor kepala pelayan itu, "Saya suka dengan cara berpikirmu." "Pintarkan saya?" ujar Dian berbangga diri. "Oke, kali ini kau setuju kalau kau pintar." Roman terkekeh senang, akhirnya ia memiliki jalan untuk segera menyatukan hubungannnya dengan sang kekasih. *** Esok pagi pun telah menyapa kembali, dan hari ini Rom
"Tuan, lebih baik Anda menuruti perintah Tuan besar. Tolong jangan persulit pekerjaan saya," seorang pelayan tampak memohon pada pria muda itu agar menemui kakeknya. Roman masih berdiam diri dan acuh di dalam kamarnya. "Tuan, sebenarnya apa masalah kalian? Ceritakan pada saya, saya janji akan membantu Anda," Pelayan yang sebaya dengan Roman masih mencoba membujuk agar tuannya menurutinya, dan memperlancar pekerjaannya. Ceklek!!! Roman kembali membuka pintu kamarnya, "Kau pikir, kau bisa membantu masalahku? Jangan seolah kau serba tahu tentang masalahku, sana pergi! Saya tidak akan menuruti keinginan tua Bangka itu!" "Tuan, ayolah saya mohon... jangan persulit pekerjaan saya," perempuan itu memohon padanya dengan memelas. "Ada keluarga yang harus saya biayai agar dapat bertahan hidup, apa Anda akan Setega ini. Saya tidak mau dipecat hanya gara-gara saya tidak bisa membujuk Anda Tuan." Roman terdiam dan mengamati perempuan yang memelas di hadapannya, ia berpikir kakeknya s
"Aku akan terus berusaha meyakinkanmu kalau aku pantas untuk Cucumu Tuan Rezenzo!" ucap Silvia yang terjatuh menatap nyalang pada mobil yang membawa kekasihnya. Perlahan ia bangkit kembali meski hatinya hancur ketika cintanya tidak mendapatkan restu, akan tetapi ia berusaha yakin kalau pada saatnya kakek Roman akan menyetujui hubungannya. Sebuah kaki tiba-tiba menjulur tepat di depan matanya ketika ia akan bangkit dari terjatuhnya, ia menatap pada si pemilik kaki jenjang itu, "Shania?" Dengan sinis Shania menatap ibunya, "Mama masih belum sadar diri! Kau ini tidak pantas untuk Roman Ma, sadarlah yang pantas itu hanya aku!" ujar Shania sambil berjongkok menatap Silvia.Namun, Silvia mengabaikan ucapan putrinya. Ia lantas segera bangkit dan menghindar dari Shania, ia merasa tidak perlu menanggapi putrinya yang terus mencampuri urusannya."Mama!" teriak Shania kesal karena di abaikan ibunya, "Aku belum selesai bicara!"Silvia tetap saja beranjak tanpa menengok ke belakang, ia terus b
Setelah Rezenzo meninggalkan kamar itu, Roman hanya terdiam dan menatap kepergian pria paruh baya yang mengaku dirinya adalah kakek kandungnya dari sang ayah. 'Ke--kenapa baru sekarang kau datang Kek, di saat aku di hina dan di kerdilkan ke mana saja kau selama ini?' batin Roman dengan penuh sesak. "Kak, kenapa kau tidak memaafkan Kakek kak?" tanya Syifa yang masih belum memahami mereka. "Kakek sangat baik sekali padaku, padamu juga..." Roman menangkup punggung tangan kecil adiknya, dan berusaha bersikap tenang meski luka di hatinya masih belum sembuh. "Kaka perlu waktu untuk menerima semua ini Syifa... Kakak pikir akan lebih baik jika kita hidup hanya berdua tanpa ada pria itu!" "Tapi Kak?" "Kenapa Syifa? Apa kau bosan hidup dengan Kakak?" Syifa yang takut kondisi kakaknya memburuk ia pun hanya menggeleng kepalanya, "Tidak Kak, selama ini aku sangat senang bersama kamu." Roman tersenyum melihat adiknya yang menurut apa katanya. Namun sebenarnya Roman pun sangat menge
Fred tersenyum menyeringai begitu mengetahui keberadaan Silvia, ia merasa lega karena mantan istrinya itu masih hidup. Tapi, ini diluar dugaannya kalau Roman masih hidup, dan di jaga ketat oleh seorang yang cukup berpengaruh dari negeri seberang. "Bagaimana Tuan, apalagi yang harus kami lakukan pada Pria muda itu?" tanya salah satu anak buah Fred padanya di seberang sana. "Untuk saat ini tahan Silvia, aku ingin menemuinya." "Baik Tuan." Fred segera bergegas menuju rumah sakit tempat di mana Silvia terlihat oleh para anak buahnya yang kini terus berusaha mencari keberadaan mantan istrinya itu. Hingga Fred tiba di rumah sakit, Silvia masih di hadang oleh dua orang pria yaitu anak buah dari mantan suaminya itu. "Untuk apa kalian menghalangi jalanku? Urusan saya dengan Bos kamu telah selesai, jadi biarkan aku pergi!" ketus Silvia merasa jengkel. Kali ini Fred bersikap dengan sangat lembut terhadap Silvia ia berharap perempuan itu akan melunak padanya. "Silvia... maafkan me
Silvia begitu khawatir ketika mendengar Roman koma, sehingga ia ingin segera menemui kekasihnya itu, meski terpaut sangat jauh usianya dengan pemuda itu, tapi Silvia yakin pria itu adalah pilihan yang tepat baginya. "Antarkan aku untuk menemuinya Ma, Pa." "Tentu saja Nak, kami akan mengantarkanmu padanya," ucap Sivanya begitu senang, lantaran Roman adalah cucu dari konglomerat dari negeri tetangga dan sangat jauh dengan mantan menantunya itu yang selalu bergantung pada putrinya. "Tapi tunggu dulu... sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk kau menemuinya Silvia," cegah papa Silvia untuk tidak menemui Roman dalam waktu dekat ini. "Kenapa?" tanya Silvia heran. "Tuan Rezenzo Malik sepertinya tidak ingin Cucunya di ganggu." ucap sang Papa. "Apa masalahnya? Aku kekasihnya!" Silvia tidak terima kalau niatnya di halang-halangi. "Aku akan tetap menemuinya." Silvia tidak mendengarkan apa kata orang tuanya, ia pun tetap pergi dan ingin menemui Roman yang saat ini dirawat di rum
Nyonya Sivanya heran dengan kedatangan Rezenzo Malik—terlihat datang bersama Syifa, tentu saja ini membuat ia dan suaminya bertanya-tanya.“Ada keributan apa ini?”Dokter itu memundurkan sedikit tubuhnya menjauh dari kedua orang yang mengaku orang tua Silvia, “Ini Tuan, mereka berdua adalah Orang tua dari pacarnya Tuan Roman,” ujar sang dokter.Rezenzo Malik menatap arah pada Sivanya dan suaminya, “Kalian ada masalah apa dengan Cucu saya?”“Hah?” Sivanya dengan suaminya hanya terpelongo, “Wah, Anda pasti bercanda... mana mungkin Roman yang hanya Terapis pijat memiliki Kakek seperti Anda.”Tuan Rezenzo Malik mendekatkan wajahnya, berusaha mengintimidasi perempuan—yang selalu bersikap angkuh itu. “Apa Cucuku seperti ini ada hubungannya denganmu?”Sivanya semakin terpelongo mendengar Rezenzo Malik mengakui kalau Roman adalah cucunya, “Apa?”“Kau masih juga tuli, apa kondisi cucuku saat ini ulahmu?!” bentak tuan Rezenzo Malik.“Ti—tidak... mana mungkin aku berani berbuat seperti i
“Boleh kami periksa bagian dalam Rumahmu?” Dua anak buah Fred meminta persetujuan untuk menggeledah rumah kakek yang menyelamatkan Silvia. Tapi, kakek itu tidak membiarkan dua orang itu masuk ke rumahnya.“Saya keberatan jika kalian ingin masuk ke Rumah saya.” Tolaknya dengan tegas namun dua orang itu memaksa.“Saya terpaksa akan memanggil warga jika kalian nekat masuk!” Seru kakek itu, dan kedua anak buah Fred mengurungkan niatnya.“Sial! Kau cari mati dengan kami wahai Kakek Tua!”“Pergi dari sini, perempuan yang kau cari bukan di rumah kamu!” usir kakek itu.Kedua anak buah Fred pun langsung pergi karena takut dengan ancaman kakek itu, “Bagaimana ini Bos? Apa katanya nanti kata Tuan?”“Kita awasi saja Rumah ini,” ujar anak buah Fred yang satunya lagi.Sementara kakek itu segera masuk dan menutup rapat pintu rumahnya, yang terbuat dari bambu itu.“Di mana dia Buk?” tanya sang kakek pada istrinya.“Dia bersembunyi di gudang padi Pak, Bagaimana Orang-orang itu sudah pergi k
Di sebuah sungai di pinggir kota metropolitan yang sangat megah, jauh dari mana pun perempuan cantik tengah terbaring tidak sadarkan diri di atas sebuah pohon yang terbawa hanyut, beruntung ada seseorang yang menemukan dan menolongnya. "Hey! Astaga ini ada Orang hanyut, cepat bantu." seorang pria paruh baya yang tengah mencuci cangkulnya di ladang turun setelah melahirkan ada seseorang yang terapung di derasnya sungai. Beberapa orang kemudian membantu pria paruh baya itu, untuk menolong seorang yang memang membutuhkan bantuan, "Sepertinya di Orang Kota ya Bah?" "Iya, Ibu... ayo bantu Abah," pintanya pada perempuan paruh baya--yang sepertinya istri dari pria paruh baya itu. Sementara yang lainnya menunggu di atas sungai, untuk membantu menerima perempuan yang tengah pingsan tak sadarkan diri. Hingga akhirnya mereka membawa perempuan yang tidak sadarkan diri itu ke gubug di tengah ladang. Perempuan paruh baya segera mengganti pakaian perempuan muda yang ditemukan suaminya di