Silvia menggeleng kepalanya terhadap sikap putrinya yang tumbuh jadi gadis pencemburu, dan pemarah. Tapi, dia tidak dapat menyalahkannya karena semua ini adalah buah dari perceraiannya dengan sang suami, sedangkan Selina hanya korban perceraian."Mommy harap suatu saat kau kan mengerti apa yang Mommy rasakan saat ini Nak, tak apa kau seperti ini sekarang," gumam Silvia mendesah. Lalu pergi menuju kantornya.Dalam perjalanan dia teringat lagi pada Roman, dan terbesit mengingat tempat dia bertemu dengan Roman di sebuah Refleksiologi."Apa mungkin Roman kembali bekerja di tempat itu, kalau pun tidak setidaknya aku bisa mencari informasi asal-usul Roman melalui tempat itu," ucapnya berbicara sendiri sambil memutar arah.Saat itu Silvia tidak sadar kalau saat ini dia di ikuti oleh seseorang pengguna kendaraan lain di belakangnya. Hingga Silvia sampai di tempat Roman bekerja dahulu.Semua orang terpana dengan kedatangan janda kaya itu, berambut pirang dengan lekuk tubuh menggodanya Silvia s
"Sial!" Fred sangat geram saat Bimo berhasil mendahuluinya."Bagaimana ini Bos, apa kita harus menembak ban mobil mereka?" salah seorang anak buah Fred bertanya.Namun, Fred tidak setuju dengan saran itu. "Bodoh! Itu sama saja kau menyuruhku untuk membunuh Silvia, apa kau tidak tahu di dalam mobil itu bukan hanya Bimo?" dengan raut wajah kesal juga menepuk pundak anak buahnya."Maaf Bos, saya pikir Bos akan setuju,""Diam bodoh! Jangan banyak bicara lagi!" tukasnya, "Terus ikuti saja mobil itu!" perintahnya lagi.Gara-gara anak buahnya yang tidak fokus pada mobil Silvia, ia kehilangan jejak mereka membuat Fred semakin marah."Ah, sial! Hilangkan mereka?" gerutu Fred karena telah kehilangan jejak Silvia, dan Bimo.***Kini Silvia bersama asistennya-Bimo, telah sampai di sebuah desa yang asing baginya. "Coba kamu tanya penduduk Desa ini Bim, pastikan mereka mengetahui tempat tinggal Keluarga Roman," ujarnya meminta Bimo agar lekas keluar dari mobilnya."Baik, Nyonya. Saya akan coba bert
Suara mesin itu berhenti dan mengalihkan pandangan semua orang, lalu di susul oleh pria bersepatu pantofel turun dari mobil dengan gagahnya, sedangkan tatapannya sangat tajam terhadap Roman."Lama kita tidak jumpa, apa kabar Bocah ingusan?" sinis Fred dengan tatapan tajam.Roman mendengus, ia tidak suka jika di panggil dengan cemoohan seperti yang di lontarkan Fred. Demi membalas Fred, ia menghentikan Silvia yang hampir pergi darinya."Tunggu Silvia!" ujar Roman dengan suara baritonnya.Silvia yang hampir pergi kembali menoleh, dan hatinya sedikit tenang karena Roman menghentikan langkahnya. "Rom, kau memanggilku?""Ya, aku memanggilmu,""Ada apa Rom?" tanya Silvia dengan raut wajah gembira, karena Roman sudah mulai menerimanya kembali."Bisakah aku ikut denganmu lagi? Aku ingin memperjuangkan cinta kita, setelah aku melihat wajah Pria sombong ini, aku semakin bersemangat memilikimu seutuhnya.""ROMAN!!!" murka Fred, karena merasa di remehkan oleh Roman yang selalu dia anggap bocah in
"Apa yang akan kau sampaikan padaku?" desak Harun agar Silvia secepatnya memberitahu tentang hubungannya dengan Roman.Silvia menarik nafasnya pelan-pelan, lalu duduk di sofa yang berada ruang tamu rumah sederhana itu."Begini Paman, sebenarnya aku dengan Roman memiliki suatu hubungan yang cukup spesial, bisa dibilang kami sepasang kekasih, tujuanku datang kemari untuk menjemput Roman sekaligus meminta restumu, maukah kau memberikan restu itu pada kami?" ucap Silvia penuh meyakinkan.Harun terdiam sejenak, lalu mengusap dahinya dengan kasar. Dia tidak menyangka jika keponakannya akan jatuh cinta pada perempuan yang jauh lebih matang darinya."Paman, bagaimana apa kau merestui kami?" Roman menggenggam tangan Harun.Namun, Harun terdiam. Sangat berat baginya untuk memberikan restu itu karena ia pikir usia Roman belum matang jika bersanding dengan Silvia yang jauh lebih dewasa dari keponakannya."Apa tidak ada Wanita lain Roman, kenapa harus Janda?" Mendengar pernyataan sang paman, Roma
Roman begitu senang setelah dagangannya habis terjual, ia pun semakin semangat berjualan, tetapi semakin hari ia menjadi curiga ada yang tidak beres dengan ramainya pembeli minumannya itu.Hari ini adalah hari ke lima Roman membuka usaha minuman seperti aneka just, dan lain-lain. Hari ini pun tidak kalah ramainya seperti hari yang telah terlewati, apalagi Syifa adiknya sangat giat membantunya."Dek ... Kakak pikir kau tak perlu lagi membantu Kakak berjualan, lebih baik kamu Sekolah lagi ya," saran Roman pada sang adik kesayangannya."Ah, Kak ... buat apa Sekolah, toh dengan membantu Kakak berjualan Syifa sudah bisa menghasilkan Uang bukan? Nanti Uangnya habis jika Syifa Sekolah lagi," tolak Syifa yang tidak mau merepotkan."Tidak Syifa, kamu harus kembali Sekolah. Masa depanmu masih panjang Sayang ... jangan sia-siakan masa mudamu, 'ya!" tandas Roman bersikukuh ingin adiknya kembali bersekolah.Saat mereka berdua beradu argument, tiba-tiba saja calon pembeli minuman datang berbondong,
"Ayolah Roman, aku tidak bermaksud menipumu ... aku hanya ingin kau tidak hidup susah,""Stop! Silvia!" Roman menyentaknya. "Kalau kau ingin melihatku tidak kesusahan berhenti membantuku!" sambil mendorong tubuh Silvia.Silvia merasa sedih karena Roman tidak menerima bantuannya, padahal ini semua dia lakukan untuk kebaikannya."Kau mendorongku? Kenapa kau melakukan ini padaku Roman, apa salahku. Aku hanya bersikap baik padamu, apa itu salah?!" dengan menitikkan air matanya Silvia terus memohon agar Roman menerima pertolongannya.Untuk sejenak Roman terdiam, dan memalingkan wajahnya. Dia sadar kalau yang di lakukannya ini salah. Kemudian, dia pergi begitu saja."Roman!" panggil Silvia. "Apa salahku? Kenapa kau pergi tanpa penjelasan seperti ini?!" teriaknya kemudian.Tapi, Roman tidak peduli dan terus berjalan tanpa menengok lagi.'Kau sama sekali tidak bersalah Silvia ... hanya aku saja yang tidak becus menghidupi diriku sendiri!' batinnya lirih.Dia berlari sejauh mungkin dari Silvia
"Wow ... Mommy, kamu sangat hebat sekali," Selina menghampiri Silvia seraya bertepuk tangan, dan tersenyum menatapnya."Selina, kau?""Ya, aku ... kenapa Mom? Kaget ya? Bagaimana ya kalau Roman mengetahui tentang hal ini, pasti akan sangat seru sekali," ujarnya tersenyum menyeringai, dan berbalik arah berjalan membelakangi Silvia."Jangan pernah kau ceritakan ini padanya, kenapa dengan kau ini Selina? Apa salah Mommy padamu? Mommy tidak pernah mengajarkanmu sejahat ini, 'Nak?!" cegah Silvia agar Selina tidak bercerita pada Roman."Aku tidak akan menceritakannya pada Roman, Mom's ... tenang saja. Tapi, kau harus memutuskannya dan kembali bersama Daddy. Baru aku akan menuruti apa maumu!""Itu sama halnya kau meminta Mommy untuk menderita setiap hari. Baiklah, jika memang kau memilih seperti ini, ceritakan saja padanya. Tapi, kau tidak akan selamat pergi dari sini!" ancamnya setelah peringatannya tidak di dengar sedikit pun.Tidak berselang lama Bimo keluar dari mobil menghampiri Selina
Silvia berjalan masuk rumahnya dengan segenap rasa khawatirnya terhadap sang putri yang entah di mana keberadaannya. Apalagi putrinya pergi bersama dengan asistennya."Bim, keberadaanmu di mana sekarang? Aku tidak yakin kalau kau menculik Selina, aku yakin pasti ada sesuatu yang telah terjadi sama kalian?"Langkahnya terus berpacu hingga ke pintu berikutnya.Ceklek!!!Fred dengan Naima mengikuti Silvia hingga ke kamarnya."Kau yang bertanggung jawab atas menghilangnya Selina, kalau sampai Selina tidak diketemukan maka kita harus bersama kembali untuk--,""Sampai kapanpun aku tidak akan pernah kembali bersama Pria sepertimu!" sentaknya dengan suara lantang."Kau harus mau walaupun kau tidak ingin kembali Silvia!" imbuh Naima yang menginginkan Fred, dan Silvia rujuk."Tidak Ibu Mertua aku tidak akan kembali bersama Putramu, lebih baik kau Carikan saja dia Istri baru." tegas Silvia tetap tidak ingin kembali bersama Fred.Mendengar pernyataan Silvia seperti itu, Naima kesal dan merasa jen
Roman terdiam ketika pelayan itu berbicara seperti itu padanya, tapi ia juga berusaha memahaminya dengan serius. "Harus menjadi apa? Kau pikir aku harus apa?" Roman semakin bingung dengan maksud pelayan itu. "Astaga Tuan... pintarlah sedikit, kau punya segalanya! Oke, saya akan katakan pada Anda tidak akan pakai klue-klue lagi, Anda harus memiliki kekuasaan!" tandas pelayan bernama Dian itu. Menurut Dian dengan kekuasaan yang Roman miliki, ia akan semakin leluasa bertindak dalam hal apapun jika ia mau, tentu saja dalam hal ini Roman akan bisa berhubungan dengan mulus bersama Silvia tanpa takut akan halangan apapun. "Ternyata kau pintar Dian," ucap Roman menoyor kepala pelayan itu, "Saya suka dengan cara berpikirmu." "Pintarkan saya?" ujar Dian berbangga diri. "Oke, kali ini kau setuju kalau kau pintar." Roman terkekeh senang, akhirnya ia memiliki jalan untuk segera menyatukan hubungannnya dengan sang kekasih. *** Esok pagi pun telah menyapa kembali, dan hari ini Rom
"Tuan, lebih baik Anda menuruti perintah Tuan besar. Tolong jangan persulit pekerjaan saya," seorang pelayan tampak memohon pada pria muda itu agar menemui kakeknya. Roman masih berdiam diri dan acuh di dalam kamarnya. "Tuan, sebenarnya apa masalah kalian? Ceritakan pada saya, saya janji akan membantu Anda," Pelayan yang sebaya dengan Roman masih mencoba membujuk agar tuannya menurutinya, dan memperlancar pekerjaannya. Ceklek!!! Roman kembali membuka pintu kamarnya, "Kau pikir, kau bisa membantu masalahku? Jangan seolah kau serba tahu tentang masalahku, sana pergi! Saya tidak akan menuruti keinginan tua Bangka itu!" "Tuan, ayolah saya mohon... jangan persulit pekerjaan saya," perempuan itu memohon padanya dengan memelas. "Ada keluarga yang harus saya biayai agar dapat bertahan hidup, apa Anda akan Setega ini. Saya tidak mau dipecat hanya gara-gara saya tidak bisa membujuk Anda Tuan." Roman terdiam dan mengamati perempuan yang memelas di hadapannya, ia berpikir kakeknya s
"Aku akan terus berusaha meyakinkanmu kalau aku pantas untuk Cucumu Tuan Rezenzo!" ucap Silvia yang terjatuh menatap nyalang pada mobil yang membawa kekasihnya. Perlahan ia bangkit kembali meski hatinya hancur ketika cintanya tidak mendapatkan restu, akan tetapi ia berusaha yakin kalau pada saatnya kakek Roman akan menyetujui hubungannya. Sebuah kaki tiba-tiba menjulur tepat di depan matanya ketika ia akan bangkit dari terjatuhnya, ia menatap pada si pemilik kaki jenjang itu, "Shania?" Dengan sinis Shania menatap ibunya, "Mama masih belum sadar diri! Kau ini tidak pantas untuk Roman Ma, sadarlah yang pantas itu hanya aku!" ujar Shania sambil berjongkok menatap Silvia.Namun, Silvia mengabaikan ucapan putrinya. Ia lantas segera bangkit dan menghindar dari Shania, ia merasa tidak perlu menanggapi putrinya yang terus mencampuri urusannya."Mama!" teriak Shania kesal karena di abaikan ibunya, "Aku belum selesai bicara!"Silvia tetap saja beranjak tanpa menengok ke belakang, ia terus b
Setelah Rezenzo meninggalkan kamar itu, Roman hanya terdiam dan menatap kepergian pria paruh baya yang mengaku dirinya adalah kakek kandungnya dari sang ayah. 'Ke--kenapa baru sekarang kau datang Kek, di saat aku di hina dan di kerdilkan ke mana saja kau selama ini?' batin Roman dengan penuh sesak. "Kak, kenapa kau tidak memaafkan Kakek kak?" tanya Syifa yang masih belum memahami mereka. "Kakek sangat baik sekali padaku, padamu juga..." Roman menangkup punggung tangan kecil adiknya, dan berusaha bersikap tenang meski luka di hatinya masih belum sembuh. "Kaka perlu waktu untuk menerima semua ini Syifa... Kakak pikir akan lebih baik jika kita hidup hanya berdua tanpa ada pria itu!" "Tapi Kak?" "Kenapa Syifa? Apa kau bosan hidup dengan Kakak?" Syifa yang takut kondisi kakaknya memburuk ia pun hanya menggeleng kepalanya, "Tidak Kak, selama ini aku sangat senang bersama kamu." Roman tersenyum melihat adiknya yang menurut apa katanya. Namun sebenarnya Roman pun sangat menge
Fred tersenyum menyeringai begitu mengetahui keberadaan Silvia, ia merasa lega karena mantan istrinya itu masih hidup. Tapi, ini diluar dugaannya kalau Roman masih hidup, dan di jaga ketat oleh seorang yang cukup berpengaruh dari negeri seberang. "Bagaimana Tuan, apalagi yang harus kami lakukan pada Pria muda itu?" tanya salah satu anak buah Fred padanya di seberang sana. "Untuk saat ini tahan Silvia, aku ingin menemuinya." "Baik Tuan." Fred segera bergegas menuju rumah sakit tempat di mana Silvia terlihat oleh para anak buahnya yang kini terus berusaha mencari keberadaan mantan istrinya itu. Hingga Fred tiba di rumah sakit, Silvia masih di hadang oleh dua orang pria yaitu anak buah dari mantan suaminya itu. "Untuk apa kalian menghalangi jalanku? Urusan saya dengan Bos kamu telah selesai, jadi biarkan aku pergi!" ketus Silvia merasa jengkel. Kali ini Fred bersikap dengan sangat lembut terhadap Silvia ia berharap perempuan itu akan melunak padanya. "Silvia... maafkan me
Silvia begitu khawatir ketika mendengar Roman koma, sehingga ia ingin segera menemui kekasihnya itu, meski terpaut sangat jauh usianya dengan pemuda itu, tapi Silvia yakin pria itu adalah pilihan yang tepat baginya. "Antarkan aku untuk menemuinya Ma, Pa." "Tentu saja Nak, kami akan mengantarkanmu padanya," ucap Sivanya begitu senang, lantaran Roman adalah cucu dari konglomerat dari negeri tetangga dan sangat jauh dengan mantan menantunya itu yang selalu bergantung pada putrinya. "Tapi tunggu dulu... sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk kau menemuinya Silvia," cegah papa Silvia untuk tidak menemui Roman dalam waktu dekat ini. "Kenapa?" tanya Silvia heran. "Tuan Rezenzo Malik sepertinya tidak ingin Cucunya di ganggu." ucap sang Papa. "Apa masalahnya? Aku kekasihnya!" Silvia tidak terima kalau niatnya di halang-halangi. "Aku akan tetap menemuinya." Silvia tidak mendengarkan apa kata orang tuanya, ia pun tetap pergi dan ingin menemui Roman yang saat ini dirawat di rum
Nyonya Sivanya heran dengan kedatangan Rezenzo Malik—terlihat datang bersama Syifa, tentu saja ini membuat ia dan suaminya bertanya-tanya.“Ada keributan apa ini?”Dokter itu memundurkan sedikit tubuhnya menjauh dari kedua orang yang mengaku orang tua Silvia, “Ini Tuan, mereka berdua adalah Orang tua dari pacarnya Tuan Roman,” ujar sang dokter.Rezenzo Malik menatap arah pada Sivanya dan suaminya, “Kalian ada masalah apa dengan Cucu saya?”“Hah?” Sivanya dengan suaminya hanya terpelongo, “Wah, Anda pasti bercanda... mana mungkin Roman yang hanya Terapis pijat memiliki Kakek seperti Anda.”Tuan Rezenzo Malik mendekatkan wajahnya, berusaha mengintimidasi perempuan—yang selalu bersikap angkuh itu. “Apa Cucuku seperti ini ada hubungannya denganmu?”Sivanya semakin terpelongo mendengar Rezenzo Malik mengakui kalau Roman adalah cucunya, “Apa?”“Kau masih juga tuli, apa kondisi cucuku saat ini ulahmu?!” bentak tuan Rezenzo Malik.“Ti—tidak... mana mungkin aku berani berbuat seperti i
“Boleh kami periksa bagian dalam Rumahmu?” Dua anak buah Fred meminta persetujuan untuk menggeledah rumah kakek yang menyelamatkan Silvia. Tapi, kakek itu tidak membiarkan dua orang itu masuk ke rumahnya.“Saya keberatan jika kalian ingin masuk ke Rumah saya.” Tolaknya dengan tegas namun dua orang itu memaksa.“Saya terpaksa akan memanggil warga jika kalian nekat masuk!” Seru kakek itu, dan kedua anak buah Fred mengurungkan niatnya.“Sial! Kau cari mati dengan kami wahai Kakek Tua!”“Pergi dari sini, perempuan yang kau cari bukan di rumah kamu!” usir kakek itu.Kedua anak buah Fred pun langsung pergi karena takut dengan ancaman kakek itu, “Bagaimana ini Bos? Apa katanya nanti kata Tuan?”“Kita awasi saja Rumah ini,” ujar anak buah Fred yang satunya lagi.Sementara kakek itu segera masuk dan menutup rapat pintu rumahnya, yang terbuat dari bambu itu.“Di mana dia Buk?” tanya sang kakek pada istrinya.“Dia bersembunyi di gudang padi Pak, Bagaimana Orang-orang itu sudah pergi k
Di sebuah sungai di pinggir kota metropolitan yang sangat megah, jauh dari mana pun perempuan cantik tengah terbaring tidak sadarkan diri di atas sebuah pohon yang terbawa hanyut, beruntung ada seseorang yang menemukan dan menolongnya. "Hey! Astaga ini ada Orang hanyut, cepat bantu." seorang pria paruh baya yang tengah mencuci cangkulnya di ladang turun setelah melahirkan ada seseorang yang terapung di derasnya sungai. Beberapa orang kemudian membantu pria paruh baya itu, untuk menolong seorang yang memang membutuhkan bantuan, "Sepertinya di Orang Kota ya Bah?" "Iya, Ibu... ayo bantu Abah," pintanya pada perempuan paruh baya--yang sepertinya istri dari pria paruh baya itu. Sementara yang lainnya menunggu di atas sungai, untuk membantu menerima perempuan yang tengah pingsan tak sadarkan diri. Hingga akhirnya mereka membawa perempuan yang tidak sadarkan diri itu ke gubug di tengah ladang. Perempuan paruh baya segera mengganti pakaian perempuan muda yang ditemukan suaminya di