"Naima bukan seperti ini caranya, kau boleh marah pada Putriku. Tapi, jangan tanamkan kebencian pada Putramu."Sivanya kembali mengingatkan besannya untuk tidak memperkeruh keadaan rumah tangga anaknya. Tapi, Naima sudah terlanjur kecewa pada Silvia--menantunya itu.Tanpa basa-basi Naima segera mengajak Fred meninggalkan perusahaan itu. "Ayo Fred kita pulang, percuma keberadaan kita tak di harapkan lagi di sini," ajaknya pada sang putra.Fred masih bersikap baik pada Sivanya, lantaran ia masih sangat berharap bisa kembali bersama dengan Silvia, membina rumah tangga untuk kehidupan yang lebih baik. Namun, sayangnya semua itu tidak mungkin karena kini cinta Silvia hanya untuk Roman. Pemuda yang mampu menggetarkan hatinya."Baik, ayo kita pulang." ucap Fred menuruti, dan tidak lupa pamit pada Sivanya, ibu mertuanya. "Mom, saya pamit yah.""Silakan Fred, maafkan Putri Mommy ya," Sivanya meminta maaf atas nama putrinya. "Tidak apa-apa Mom, sudah biasa." balasnya lalu beranjak bersama Naim
Silvia yang mulai tenang dengan sikapnya, saat itu pula Roman telah pergi darinya. Silvia merasa menyesal karena dengan secara tidak langsung dia mengusir Roman dari apartemen tempat tinggalnya."Roman," panggil Silvia berjalan keluar dari kamarnya, dan mencari Roman di kamar yang lainnya. "Roman, apa kau di dalam?"Dia terus mengulang memanggil Roman, tapi sayang Roman sudah tidak ada di sana, dan sialnya dia tidak tahu ke mana perginya Roman saat ini.Ceklek!!!Silvia membuka pintu kamar itu, demi memastikan pemuda pujaannya masih berada dalam kamar itu. Wajahnya terlihat gusar saat melihat satu lemari pakaian itu kosong, dia tahu Roman pergi meninggalkannya."Tidak, ini tidak mungkin?" paniknya Silvia saat itu, dan langsung menghubungi Bimo-asistennya.'Halo, Bim. Kamu bisa ke apartemen saya sekarang?' pintanya melalui sambungan telepon.'Tentu bisa Nyonya, saya akan ke sana sekarang juga,' Bimo menuruti perintah bosnya itu.'Baiklah, aku tunggu kau sekarang,' Silvia kembali meneka
Harun berusaha menenangkan Roman, ia tahu kerinduan yang dirasakan keponakannya terhadap orang tuanya itu terlalu dalam. "Paman, tahu kau sangat merindukan kedua Orang Tuamu Roman, tapi kua harus tetap kuat demi Syifa adikmu," Harun mengelus pundak keponakannya yang terlihat rapuh itu."Ya, Paman benar. Aku harus kuat demi Syifa," ia mengusap buliran bening yang jatuh menetes dari pelupuk matanya."Halah, cengeng!" ejek Risma istrinya Harun, yang biasa di panggil Roman dengan sebutan Bude.Harun menatap dengan tatapan tajam pada Risma yang bicara sembarangan terhadap keponakannya itu. "Ibu, kamu ini apa-apaan? Bukannya menghibur keponakan kita, malah mengejeknya!" tukas Harun kesal."Halah, sudahlah Pak. Gak usah ngebela dia, memang benar kan, sebagai Pria dia ini terlalu cengeng!" ucap Risma masih terus mengejek keponakan dari suaminya itu."Ibu!" bentak Harun memperingatkan.Risma lantas berbalik masuk ke dalam rumah, dengan gerutuannya. "Memang benar kok dia itu bisanya apa sih?"
Silvia menggeleng kepalanya terhadap sikap putrinya yang tumbuh jadi gadis pencemburu, dan pemarah. Tapi, dia tidak dapat menyalahkannya karena semua ini adalah buah dari perceraiannya dengan sang suami, sedangkan Selina hanya korban perceraian."Mommy harap suatu saat kau kan mengerti apa yang Mommy rasakan saat ini Nak, tak apa kau seperti ini sekarang," gumam Silvia mendesah. Lalu pergi menuju kantornya.Dalam perjalanan dia teringat lagi pada Roman, dan terbesit mengingat tempat dia bertemu dengan Roman di sebuah Refleksiologi."Apa mungkin Roman kembali bekerja di tempat itu, kalau pun tidak setidaknya aku bisa mencari informasi asal-usul Roman melalui tempat itu," ucapnya berbicara sendiri sambil memutar arah.Saat itu Silvia tidak sadar kalau saat ini dia di ikuti oleh seseorang pengguna kendaraan lain di belakangnya. Hingga Silvia sampai di tempat Roman bekerja dahulu.Semua orang terpana dengan kedatangan janda kaya itu, berambut pirang dengan lekuk tubuh menggodanya Silvia s
"Sial!" Fred sangat geram saat Bimo berhasil mendahuluinya."Bagaimana ini Bos, apa kita harus menembak ban mobil mereka?" salah seorang anak buah Fred bertanya.Namun, Fred tidak setuju dengan saran itu. "Bodoh! Itu sama saja kau menyuruhku untuk membunuh Silvia, apa kau tidak tahu di dalam mobil itu bukan hanya Bimo?" dengan raut wajah kesal juga menepuk pundak anak buahnya."Maaf Bos, saya pikir Bos akan setuju,""Diam bodoh! Jangan banyak bicara lagi!" tukasnya, "Terus ikuti saja mobil itu!" perintahnya lagi.Gara-gara anak buahnya yang tidak fokus pada mobil Silvia, ia kehilangan jejak mereka membuat Fred semakin marah."Ah, sial! Hilangkan mereka?" gerutu Fred karena telah kehilangan jejak Silvia, dan Bimo.***Kini Silvia bersama asistennya-Bimo, telah sampai di sebuah desa yang asing baginya. "Coba kamu tanya penduduk Desa ini Bim, pastikan mereka mengetahui tempat tinggal Keluarga Roman," ujarnya meminta Bimo agar lekas keluar dari mobilnya."Baik, Nyonya. Saya akan coba bert
Suara mesin itu berhenti dan mengalihkan pandangan semua orang, lalu di susul oleh pria bersepatu pantofel turun dari mobil dengan gagahnya, sedangkan tatapannya sangat tajam terhadap Roman."Lama kita tidak jumpa, apa kabar Bocah ingusan?" sinis Fred dengan tatapan tajam.Roman mendengus, ia tidak suka jika di panggil dengan cemoohan seperti yang di lontarkan Fred. Demi membalas Fred, ia menghentikan Silvia yang hampir pergi darinya."Tunggu Silvia!" ujar Roman dengan suara baritonnya.Silvia yang hampir pergi kembali menoleh, dan hatinya sedikit tenang karena Roman menghentikan langkahnya. "Rom, kau memanggilku?""Ya, aku memanggilmu,""Ada apa Rom?" tanya Silvia dengan raut wajah gembira, karena Roman sudah mulai menerimanya kembali."Bisakah aku ikut denganmu lagi? Aku ingin memperjuangkan cinta kita, setelah aku melihat wajah Pria sombong ini, aku semakin bersemangat memilikimu seutuhnya.""ROMAN!!!" murka Fred, karena merasa di remehkan oleh Roman yang selalu dia anggap bocah in
"Apa yang akan kau sampaikan padaku?" desak Harun agar Silvia secepatnya memberitahu tentang hubungannya dengan Roman.Silvia menarik nafasnya pelan-pelan, lalu duduk di sofa yang berada ruang tamu rumah sederhana itu."Begini Paman, sebenarnya aku dengan Roman memiliki suatu hubungan yang cukup spesial, bisa dibilang kami sepasang kekasih, tujuanku datang kemari untuk menjemput Roman sekaligus meminta restumu, maukah kau memberikan restu itu pada kami?" ucap Silvia penuh meyakinkan.Harun terdiam sejenak, lalu mengusap dahinya dengan kasar. Dia tidak menyangka jika keponakannya akan jatuh cinta pada perempuan yang jauh lebih matang darinya."Paman, bagaimana apa kau merestui kami?" Roman menggenggam tangan Harun.Namun, Harun terdiam. Sangat berat baginya untuk memberikan restu itu karena ia pikir usia Roman belum matang jika bersanding dengan Silvia yang jauh lebih dewasa dari keponakannya."Apa tidak ada Wanita lain Roman, kenapa harus Janda?" Mendengar pernyataan sang paman, Roma
Roman begitu senang setelah dagangannya habis terjual, ia pun semakin semangat berjualan, tetapi semakin hari ia menjadi curiga ada yang tidak beres dengan ramainya pembeli minumannya itu.Hari ini adalah hari ke lima Roman membuka usaha minuman seperti aneka just, dan lain-lain. Hari ini pun tidak kalah ramainya seperti hari yang telah terlewati, apalagi Syifa adiknya sangat giat membantunya."Dek ... Kakak pikir kau tak perlu lagi membantu Kakak berjualan, lebih baik kamu Sekolah lagi ya," saran Roman pada sang adik kesayangannya."Ah, Kak ... buat apa Sekolah, toh dengan membantu Kakak berjualan Syifa sudah bisa menghasilkan Uang bukan? Nanti Uangnya habis jika Syifa Sekolah lagi," tolak Syifa yang tidak mau merepotkan."Tidak Syifa, kamu harus kembali Sekolah. Masa depanmu masih panjang Sayang ... jangan sia-siakan masa mudamu, 'ya!" tandas Roman bersikukuh ingin adiknya kembali bersekolah.Saat mereka berdua beradu argument, tiba-tiba saja calon pembeli minuman datang berbondong,