"Aku minta maaf Sha," ucap Raga merasa sangat bersalah. Sasha mendongak menatap Raga, "Apa?" tanya Sasha seolah tak mendengar kata-kata Raga. "Aku minta maaf Sasha," ulang Raga dengan suara lembut. Sasha tergelak, "Aku? Jadi sekarang kita aku kamu nih?" ledek Sasha menahan tawa. "Lah kamu gak marah? Ya udah kita aku kamu aja deh biar lebih kayak suami istri! This is an order!" tukas Raga pura-pura tegas. Sasha berdiri tegak lalu bersikap hormat, "Siap Laksanakan!" sahut Sasha yang tiba-tiba saja lupa dengan kekesalannya. Raga meraih bahu Sasha, merangkulnya hangat, "Udah kata-kata Daniel gak usah dipikirin! Kita istirahat aja, besok kan kita berangkat ke Nihi Sumba," ujar Raga seraya menciumi rambut Sasha yang wangi. Sasha mengangguk, lalu ia dan Raga naik ke atas tempat tidur. "Jadi kita beneran aku kamu nih? Pengen ngakak boleh gak sih?" tukas Sasha sambil menahan tawa. Raga mencubit pipi Sasha, "Ngakak deh sono! Dari pada orang salah paham mulu nyangkain kita bukan laki bini, me
Honeymoon sudah berakhir, Sasha dan Raga kembali ke Jakarta dengan perasaan yang jauh lebih bahagia dari pada sebelumnya. Mereka beristirahat selama beberapa hari di rumah, lalu mulai fokus mempersiapkan perpindahan kantor agensi periklanan Raga ke rumah Raga di kawasan Senayan. "Sha, lo mau ganti nama advertising kita gak?" tanya Raga saat mereka sedang berada di dalam mobil. Sasha memiringkan kepalanya, "Emang nama yang sekarang artinya apa?" tanya Sasha penasaran. "RASHAD Advertising, sebenernya Raga Satya Pandega, tapi sengaja pake huruf H jadi RASHAD biar bisa jadi Raga Sasha Pandega juga hahahahaa, maksa yaa?" jawab Raga yang membuat Sasha tertawa juga. "Gak usah diganti lah, RASHAD Advertising, sounds good kok!" tukas Sasha sungguh-sungguh. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah ruko kecil tempat RASHAD Advertising berkantor sekarang. "Bos! Tumben mampir!" seru seorang pria dengan rambut gondrong yang bernama Bibi. Sasha menyapa semua karyawan Raga yang jumlahnya ha
"Mama udah enakan kepalanya?" tanya Sasha kepada Mamanya saat mereka sedang sarapan bersama. Mama tersenyum lalu mengangguk, tak terlihat gurat kesakitan di wajahnya. Sasha dan Raga hanya saling lirik. "Lha Mama udah rapi mau kemana?" tanya Raga sambil mengunyah nasi goreng di mulutnya. "Mau ketemu temen Mama, udah lama gak ketemu, mumpung Katia sekolah!" jawab Mama riang. "Ooo, mau Raga anterin?" tawar Raga. Mama menggeleng, "Gak usah, Mama bareng sama temen kok," sahut Mama santai. Lagi-lagi Sasha dan Raga hanya saling lirik. "Mama naik apa nanti?" tanya Sasha sambil mencuci piring. "Taksi online, kenapa sih ini tumben pada nanya terus," tukas Mama sambil membereskan meja makan. "Ya kan tadi malem Mama abis sakit, takut kenapa-kenapa aja," sahut Sasha beralasan. "Cepet-cepet Ga, ambil kunci mobil!" ujar Sasha setelah Mama keluar dari rumah. Raga buru-buru mengambil kunci mobil, lalu mereka bergegas masuk ke dalam mobil dan mengikuti taksi online yang membawa Mama nya pergi. "Sha
Sasha berjalan dengan lemas keluar dari ruang dokter bedah saraf. Di sebelahnya Raga memegangi Sasha dengan khawatir, "Sha, kita duduk dulu deh, lo lemes banget begitu," tukas Raga. Sasha mengangguk setuju, beberapa saat kemudian mereka sudah berada di sebuah coffee shop rumah sakit. "Gimana bisa Mama nyembunyiin semua dari kita Ga? Dia pasti selalu kesakitan tapi kok bisa gak keliatan sama kita!" ujar Sasha yang masih tak paham bagaimana cara Mama menyembunyikan penyakitnya dengan sangat rapih. "Sha, kita jarang di rumah, Jasmine sekolah les apa segala macem sampe jam enam sore, Katia masih terlalu kecil, dia mungkin gak gitu ngerti," tukas Raga, ia tak ingin Sasha merasa bersalah. Tiba-tiba Sasha mendapatkan sebuah pencerahan, ia membuka aplikasi kontrol CCTV di ponselnya, lalu membuka CCTV yang ada di rumahnya. Sasha memilih tanggal dari tiga bulan ke belakang, mencari-cari apakah Mamanya pernah merasakan sakit di rumah tanpa mereka semua mengetahuinya. Ada beberapa video di CC
Hari-hari selanjutnya tidak lagi sama bagi keluarga Sasha. Akan semakin mudah jika mereka tidak tahu kapan seseorang akan meninggalkan mereka. Mengetahui Mama mungkin saja akan dijemput kematian dalam waktu dekat membuat Sasha, Jasmine dan Katia terus menerus berada dalam kesedihan. "Sha, gue tau ini gak mudah, tapi gue rasa dengan sikap lo, Jasmine dan Katia yang kayak gini malah bikin kondisi Mama tambah buruk," tukas Raga yang merasa sangat prihatin melihat kondisi mental semua orang yang berada di dalam rumah. Sasha terdiam, ia tahu Raga benar, tapi melawan rasa sedihnya rasanya sangat sulit. "Kita mesti ngobrol Sha sama Jasmine dan Katia," ujar Raga lagi sambil memegang kedua tangan Sasha. Sasha menghela nafas panjang, lalu mengangguk pelan. "Gue mesti bilang apa Ga? Kata-kata gue gak akan membuat perubahan apapun, maksud gue Mama tetep bakal mati," sahut Sasha dengan suara tercekat. "Justru karena kita udah tau akhirnya Sha, ayok kita bikin Mama bahagia! Kalau perlu kita libu
"Lo yakin gak berangkat bareng aja?" tanya Sasha pada Raga. "Nanti gue nyusul Sha, kan gue mesti ngurusin kantor dulu, lo fokus sama Mama ya, biar gue yang urusin kerjaan," jawab Raga seraya membantu Sasha menyusun baju ke dalam koper. "Ya udah, keep me update ya! Jangan nakal!" pesan Sasha lalu memeluk Raga erat. Raga tertawa, "Kalau mau nakal mah dari dulu aja Shaaaa!" sahut Raga seraya mengangkat tubuh Sasha yang berada dalam pelukannya. Sasha tertawa, "Iya juga siii hahaha!" Setelah itu Raga mengantarkan Sasha dan yang lainnya ke bandara. Rencananya mereka akan berlibur ke Bali selama sepekan. Mama tampak sangat riang, selama beberapa hari belakangan sebelum keberangkatan, Mama tampak sangat antusias dan tak sabar. "Hati-hati, kabarin terus ya Sha," tukas Raga seraya mengecup puncak kepala Sasha. Raga juga mengelus kepala Jasmine dan Katia, terakhir ia mencium tangan Mama Sasha, "Have fun ya Ma!" pesan Raga tulus. Mama Sasha memegang tangan Raga, "Makasih banyak ya Raga, you br
Malam hari di saat semua terlelap, Sasha yang memaksa untuk tidur satu kamar dengan Mama nya mendengar suara orang yang sedang muntah di kamar mandi. Dengan sigap Sasha menyalakan lampu lalu bergegas menuju kamar mandi. Ia membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk dan mendapati Mama sedang muntah-muntah dengan tangan memegangi belakang kepalanya yang terasa sangat sakit. Sasha berjongkok memijit tengkuk Mama dengan wajah yang sangat panik. Mama terus mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya, keringat dingin sebesar biji jagung memenuhi keningnya. Sasha membimbing Mama naik ke atas tempat tidur, tak ada lagi ketabahan yang sejak lama selalu Mama tunjukan, hanya gurat kesakitan yang nampak. Sasha bergegas mengambil obat pereda nyerj dan meminumkannya pada Mama. Beberapa saat kemudian Mama sudah terkulai dengan mata setengah terpejam. "Maafin Mama ya Sha, kamu jadi harus melalui ini," gumam Mama masih dengan mata setengah terpejam. "Don't say that Ma, aku seneng bisa ngerawat Mam
Sasha menunggu sambil memeluk dan menepuk-nepuk punggung Katia, sementara dokter sedang sibuk melakukan resusitasi pada Mama Sasha. Entah mengapa Sasha sudah tau kalau Mama tak akan mungkin di selamatkan, namun melihat Mama pergi dalam keadaan tenang dan tanpa rasa sakit membuat Sasha menjadi lebih tabah dan legowo menerima semuanya. Gendis terus menerus mengucapkan kata penghiburan pada Jasmine, sementara Raga tampak berdiri memantau dokter yang sedang melakukan resusitasi. Suasana sangat mencekam, hari yang mereka takutkan akhirnya tiba. Dokter keluar dengan wajah muram, "Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain, Ibu Katalina Iswandi telah meninggal dunia, waktu kematian pukul 17.50 sore, kami turut berduka cita sedalam-dalamnya," ucap dokter sambil menepuk bahu Raga pelan. Jasmine menangis histeris di pelukan Gendis, begitupun Katia yang juga tersedu di pelukan Sasha. Sementara Sasha jangan ditanya bagaimana hancurnya perasaannya, tapi ia t