Dua minggu kemudian,Sasha terbangun tengah malam, terengah-engah karena mimpi buruknya. Ia bermimpi ditinggalkan oleh semua orang dan hanya sendirian di dalam lubang sumur yang gelap dan dalam. Ia mengusap wajahnya, meraba-raba mencari tombol lampu tidur dan segera menyalakannya. Tiba-tiba ia merasa takut dengan kegelapan. Merasa haus, Sasha meraba nakas di sebelah tempat tidurnya, mencari gelas, namun ternyata isinya kosong. Dengan lemas ia menyeret kakinya ke dapur untuk mengisi air. Saat kembali dari dapur dan melewati kamar Oma, Sasha tertegun. Ia melihat seseorang sedang duduk di tempat tidur Oma, memunggunginya. Dengan penasaran Sasha mengintip ke dalam kamar Oma, di sana di atas tempat tidur, Mama Sasha sedang menangis sambil mencium daster yang biasa di pakai Oma. Daster yang bahkan belum sempat dicuci. Aroma khas Oma masih tercium jelas dari daster tersebut. Sasha tergugu, Mama yang selalu terlihat tegar pasca kematian Oma, malam ini menangis pilu. Ia mencengkram erat da
Aneh rasanya kembali bekerja setelah dua minggu diam di rumah. Selama bertahun-tahun bekerja, Sasha jarang sekali mengambil cuti karena jadwal kerjanya yang selalu padat, jadi dua minggu kemarin adalah rekor cuti terlama Sasha selama perjalanan karirnya. Dengan langkah cepat Sasha berjalan memasuki gedung perkantoran, menaiki elevator yang akan membawanya menuju Luke & Park Communications office. Saat keluar dari elevator Sasha berpapasan dengan Gianna. Dengan cepat Sasha memalingkan wajah dan berusaha tidak beradu kontak mata dengan Gianna. Tapi sialnya Gianna malah menghampirinya. "Kalau kamu merasa berdedikasi dengan LPC, sebaiknya kamu mulai berhenti berdrama drama ria! Dua minggu berduka itu gak masuk akal! Kamu bukan satu-satunya orang di negri ini yang kehilangan keluarga! Jangan mentang-mentang kamu pacar Daniel terus kamu bisa seenaknya! Punya otak kan?" Kata-kata Gianna berhamburan seperti petasan. Ia menatap Sasha gusar. Sasha hanya melirik dingin, lalu berlalu dari had
Malam itu Sasha gelisah di atas tempat tidurnya, berpikir, apa yang bisa ia lakukan agar bisa mengembalikan aset Daniel yang di tarik oleh Muchtar Hartono. Dia tidak menemukan cara lain selain menjadikan Luke & Park Communications menjadi agensi PR besar di Indonesia yang otomatis akan membuat Daniel menjadi sukses dan bisa membeli kembali aset-asetnya. Ia membuka laptopnya mencari-cari celah, membuka kontak klien yang ia punya, mendata klien-klien potensial yang akan ia hubungi besok.Sasha sudah menghabiskan gelas kopi ketiganya ketika ia sudah merasa mengantuk. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 3.00 pagi, Sasha mematikan laptopnya dan berusaha memejamkan matanya yang terus berusaha melawan rasa kantuknya. Baru tidur selama 3 jam Sasha terbangun, ia mandi, membuat toast bread dengan peanut butter dan segera berjalan cepat menuju stasiun MRT terdekat. Ia sampai di kantor bahkan lebih dulu dari office boy, pukul 6.30 pagi. Setelah menyeduh kopi hitam untuk membuatnya tetap te
Sesampainya di kantor Sasha langsung masuk ke dalam ruangan Daniel sampai lupa mengetuk pintu. Sasha terkejut seketika, kakinya membeku melihat pemandangan di depannya. Daniel tampak sedang menepuk-nepuk canggung punggung Gianna yang menangis tersedu-sedu di pelukan Daniel. "Sha?" Daniel tersentak, lalu segera berdiri. Sasha hanya menatap Daniel dan Gianna tanpa ekspresi. "Nanti aku balik lagi, selesaikan aja dulu," tukas Sasha lalu menutup pintu, menarik nafas lalu berlalu dari ruangan Daniel. Astaga, tampaknya ia harus benar-benar menyimpan stok sabar sebanyak-banyaknya selama Gianna masih bekerja di LPC. "Sha!" Daniel masuk ke ruangan Sasha tepat saat Sasha menghempaskan tubuhnya di atas kursi kerjanya. "It's okay Dan, I'm getting used to it," jawab Sasha santai, sebenarnya dalam hatinya ia kesal juga dengan Daniel. Sudah tahu Sasha cemburu setengah mati dengan Gianna, Daniel malah bisa-bisanya meladeni Gianna seperti itu. Daniel menghampiri Sasha, berjongkok di depan Sasha.
Di dalam klinik kecil yang terletak di lantai satu gedung perkantoran tempat Luke & Park Communications beroperasi, Gianna terbaring lemah tak berdaya. Wajahnya tampak pucat dan tangannya terasa dingin. Sasha menepuk-nepuk pipi Gianna pelan, ia menatap Daniel dengan tatapan cemas. "Kita bawa ke rumah sakit aja, aku takut dia kenapa-kenapa," tukas Sasha pada Daniel karena Gianna tak kunjung sadar. Namun tiba-tiba tangan Gianna yang lemah menyentuh tangan Sasha, "Just take me home! I don't wanna do a fuckin' Chemo!" bisik Gianna dengan mata setengah terpejam. Sasha menatap Gianna prihatin, lalu beralih menatap Daniel, meminta pendapat. "Okay Sha, let's take her home, percuma kalau di paksa ke rumah sakit, nanti dia malah stress," sahut Daniel sambil menatap Gianna sedih. Setelah itu Daniel mengangkat Gianna dan mendudukkannya di kursi roda, lalu bersama dengan Sasha mereka berjalan menuju area parkir kantor. "Kamu seneng ya Sha liat saya kayak gini? Jadi berkurang satu kan sain
"Stev, saya keluar dulu ya, kabarin kalau ada apa-apa," tukas Sasha buru-buru seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas. Stevi membuka agendanya cepat-cepat sambil mengikuti Sasha di belakang. "Tapi nanti jam empat ada meeting ya Mbak sama MW Food," ujar Stevi mengingatkan. Sasha memberi tanda 'ok' dengan jemarinya tanda setuju, lalu ia berjalan cepat menuju parkiran untuk mengambil mobil Daniel dan melaju menuju apartemen Gianna. "Halo Gi, saya jemput di lobby ya, lima menit lagi sampai," ujar Sasha sambil mengemudi dengan kencang. Saking menyebutnya ia nyaris bertabrakan dengan sebuah motor yang melawan arah, beruntung Sasha sigap menginjak pedal rem, sehingga kecelakaan bisa dihindarkan. Sampai di lobby apartemen, Gianna sudah menunggu. Ia tak tampak seperti pesakitan sama sekali, justru telihat sangat trendi dengan terusan tanpa lengan berwarna hitam yang menjuntai sampai atas mata kaki, sebuah kacamata hitam tampak bertengger menutupi kedua matanya. "Jadi sekarang kamu yang ha
Sasha berusaha fokus pada pekerjaannya, namun entah mengapa suara Olivia yang terdengar saat ia menelepon Daniel tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sedang apa Daniel bersama dengan Olivia? Tadi Olivia menyebutkan Ibu Daniel, itu artinya Heidi ada di sana! Dengan susah payah akhirnya Sasha bisa kembali fokus pada laptopnya, melupakan sejenak urusan tentang Olivia. Pukul 20.30 malam, Daniel muncul di pintu ruangan kerja Sasha dengan wajah sangat bersalah. "I'm so sorry Sha," tukas Daniel sambil berjalan cepat menghampiri Sasha. Sasha mendongak, menatap Daniel dengan tatapan penuh tanda tanya. "You better have a good reason! Bisa-bisanya kamu gak dateng! Melissa bukan orang sembarangan Dan!" omel Sasha kesal. Jarang sekali ia merasa sekesal ini kepada Daniel. Daniel duduk di atas kursi di depan Sasha, "I know, harusnya aku gak ninggalin meeting itu Sha, tapi Ibuku, oh God! she's out of control!" tukas Daniel, wajahnya putus asa. DEG, Sasha langsung teringat suara Olivia ya
"Welcome to Luke & Park Communications Ga! Thanks udah mau terima tawaran saya," tukas Daniel menyambut kedatangan Raga. Raga tertawa kecil, tak tahu harus menjawab apa. Sejujurnya ia mau ikut bergabung karena ada Sasha. Ia sudah terlalu merindukan Sasha, walaupun di benaknya sama sekali tak ada niatan untuk merebut Sasha dari Daniel. Rasanya tak salah jika dia memiliki cinta sendiri. Berbulan-bulan Raga berjibaku berusaha keras melupakan Sasha, tapi hasilnya nihil. Semakin ia ingin melupakan, semakin ia rindu. Jadi ia memutuskan untuk membiarkan saja semua berjalan apa adanya, mungkin dengan berada di dekat Sasha yang sudah jelas-jelas bersama dengan Daniel akan membuat Raga lebih mudah untuk menghilangkan perasaannya. "Kita dinner bareng yuk! Selebrasi kehadiran Raga!" tukas Sasha mengusulkan. Ia sangat senang melihat Daniel dan Raga bisa berhubungan baik. Salah satu hal yang menjadi impiannya. Akhirnya malam itu, untuk pertama kalinya, Daniel, Raga dan Sasha makan malam bersama