Sesampainya di kantor Sasha langsung masuk ke dalam ruangan Daniel sampai lupa mengetuk pintu. Sasha terkejut seketika, kakinya membeku melihat pemandangan di depannya. Daniel tampak sedang menepuk-nepuk canggung punggung Gianna yang menangis tersedu-sedu di pelukan Daniel. "Sha?" Daniel tersentak, lalu segera berdiri. Sasha hanya menatap Daniel dan Gianna tanpa ekspresi. "Nanti aku balik lagi, selesaikan aja dulu," tukas Sasha lalu menutup pintu, menarik nafas lalu berlalu dari ruangan Daniel. Astaga, tampaknya ia harus benar-benar menyimpan stok sabar sebanyak-banyaknya selama Gianna masih bekerja di LPC. "Sha!" Daniel masuk ke ruangan Sasha tepat saat Sasha menghempaskan tubuhnya di atas kursi kerjanya. "It's okay Dan, I'm getting used to it," jawab Sasha santai, sebenarnya dalam hatinya ia kesal juga dengan Daniel. Sudah tahu Sasha cemburu setengah mati dengan Gianna, Daniel malah bisa-bisanya meladeni Gianna seperti itu. Daniel menghampiri Sasha, berjongkok di depan Sasha.
Di dalam klinik kecil yang terletak di lantai satu gedung perkantoran tempat Luke & Park Communications beroperasi, Gianna terbaring lemah tak berdaya. Wajahnya tampak pucat dan tangannya terasa dingin. Sasha menepuk-nepuk pipi Gianna pelan, ia menatap Daniel dengan tatapan cemas. "Kita bawa ke rumah sakit aja, aku takut dia kenapa-kenapa," tukas Sasha pada Daniel karena Gianna tak kunjung sadar. Namun tiba-tiba tangan Gianna yang lemah menyentuh tangan Sasha, "Just take me home! I don't wanna do a fuckin' Chemo!" bisik Gianna dengan mata setengah terpejam. Sasha menatap Gianna prihatin, lalu beralih menatap Daniel, meminta pendapat. "Okay Sha, let's take her home, percuma kalau di paksa ke rumah sakit, nanti dia malah stress," sahut Daniel sambil menatap Gianna sedih. Setelah itu Daniel mengangkat Gianna dan mendudukkannya di kursi roda, lalu bersama dengan Sasha mereka berjalan menuju area parkir kantor. "Kamu seneng ya Sha liat saya kayak gini? Jadi berkurang satu kan sain
"Stev, saya keluar dulu ya, kabarin kalau ada apa-apa," tukas Sasha buru-buru seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas. Stevi membuka agendanya cepat-cepat sambil mengikuti Sasha di belakang. "Tapi nanti jam empat ada meeting ya Mbak sama MW Food," ujar Stevi mengingatkan. Sasha memberi tanda 'ok' dengan jemarinya tanda setuju, lalu ia berjalan cepat menuju parkiran untuk mengambil mobil Daniel dan melaju menuju apartemen Gianna. "Halo Gi, saya jemput di lobby ya, lima menit lagi sampai," ujar Sasha sambil mengemudi dengan kencang. Saking menyebutnya ia nyaris bertabrakan dengan sebuah motor yang melawan arah, beruntung Sasha sigap menginjak pedal rem, sehingga kecelakaan bisa dihindarkan. Sampai di lobby apartemen, Gianna sudah menunggu. Ia tak tampak seperti pesakitan sama sekali, justru telihat sangat trendi dengan terusan tanpa lengan berwarna hitam yang menjuntai sampai atas mata kaki, sebuah kacamata hitam tampak bertengger menutupi kedua matanya. "Jadi sekarang kamu yang ha
Sasha berusaha fokus pada pekerjaannya, namun entah mengapa suara Olivia yang terdengar saat ia menelepon Daniel tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sedang apa Daniel bersama dengan Olivia? Tadi Olivia menyebutkan Ibu Daniel, itu artinya Heidi ada di sana! Dengan susah payah akhirnya Sasha bisa kembali fokus pada laptopnya, melupakan sejenak urusan tentang Olivia. Pukul 20.30 malam, Daniel muncul di pintu ruangan kerja Sasha dengan wajah sangat bersalah. "I'm so sorry Sha," tukas Daniel sambil berjalan cepat menghampiri Sasha. Sasha mendongak, menatap Daniel dengan tatapan penuh tanda tanya. "You better have a good reason! Bisa-bisanya kamu gak dateng! Melissa bukan orang sembarangan Dan!" omel Sasha kesal. Jarang sekali ia merasa sekesal ini kepada Daniel. Daniel duduk di atas kursi di depan Sasha, "I know, harusnya aku gak ninggalin meeting itu Sha, tapi Ibuku, oh God! she's out of control!" tukas Daniel, wajahnya putus asa. DEG, Sasha langsung teringat suara Olivia ya
"Welcome to Luke & Park Communications Ga! Thanks udah mau terima tawaran saya," tukas Daniel menyambut kedatangan Raga. Raga tertawa kecil, tak tahu harus menjawab apa. Sejujurnya ia mau ikut bergabung karena ada Sasha. Ia sudah terlalu merindukan Sasha, walaupun di benaknya sama sekali tak ada niatan untuk merebut Sasha dari Daniel. Rasanya tak salah jika dia memiliki cinta sendiri. Berbulan-bulan Raga berjibaku berusaha keras melupakan Sasha, tapi hasilnya nihil. Semakin ia ingin melupakan, semakin ia rindu. Jadi ia memutuskan untuk membiarkan saja semua berjalan apa adanya, mungkin dengan berada di dekat Sasha yang sudah jelas-jelas bersama dengan Daniel akan membuat Raga lebih mudah untuk menghilangkan perasaannya. "Kita dinner bareng yuk! Selebrasi kehadiran Raga!" tukas Sasha mengusulkan. Ia sangat senang melihat Daniel dan Raga bisa berhubungan baik. Salah satu hal yang menjadi impiannya. Akhirnya malam itu, untuk pertama kalinya, Daniel, Raga dan Sasha makan malam bersama
Beberapa minggu belakangan sangat melelahkan bagi Sasha. Ia sangat lelah bukan hanya secara fisik, tapi juga secara mental. Akhirnya Daniel yang merasa kasihan dengan Sasha turun tangan langsung mengurus Gianna, yang justru malah membuat Sasha senewen, karena di dalam hatinya ada rasa cemburu yang susah sekali untuk di hindarkan."Melissa suruh aku untuk ke Singapore, aku mesti visit beberapa perusahaan dia di sana. She will be there too, atau kamu aja yang mau berangkat?" tanya Sasha pada Daniel saat mereka sedang makan siang bersama di ruangan kerja Daniel.Daniel tampak berpikir sebentar,"I think Melissa wants you to be there, dia lebih nyaman di handle sama kamu Sha.You can go," sahut Daniel sambil mengunyah Chicken Teriyaki di mulutnya."Bagaimana dengan Gianna?" tanya Sasha hati-hati. Daniel tersenyum, "She will be fine, aku akan lihat dia sesekali, kamu gak masalah kan? I mean she looks really sick Sha, there's no way that she will do something stupid to me," tukas Daniel sant
Sasha terbangun paginya karena panggilan telepon dari Daniel. "Yes Babe," sapa Sasha parau. "I'm so Sorry Babe, tadi malam aku sibuk banget, Gianna bleeding parah, jadi sekarang dia di rawat di rumah sakit," jelas Daniel dengan suara lelah. Sasha langsung terduduk, "Oh God, sekarang gimana keadaannya?" tanya Sasha khawatir. "I don't know, dokter masih observasi, semoga dia gak pa pa. How are you? Katanya kamu mau cerita sesuatu?" tanya Daniel. Sasha jadi agak ragu untuk menceritakan semua ketakutannya, ia tidak ingin membebani Daniel, jadi ia hanya mengatakan kepada Daniel mengenai kunjungan lanjutannya ke Thailand, Korea dan Jepang yang sudah di atur oleh Melissa Wijaya. "Apa-apaan Melissa! Dia gak koordinasi dengan kita mengenai ini Sha, I'll call her!" tukas Daniel tegas. Sasha langsung membayangkan Daniel akan marah-marah kepada Melissa, dan Melissa akan menjadi kesal sehingga menarik kerjasama mereka, Sasha bergidik ngeri. "Babe, don't do that! I don't want to piss her of
Sasha masih mematung ditempatnya duduk, ia menatap Evan tak percaya, "Kenapa kamu mengatakan semua saya saya? Apa untungnya buat kamu? Bahkan selama bekerja dengan kamu saya selalu bersikap tidak ramah," tukas Sasha masih tak mengerti dengan pengakuan Evan yang tiba-tiba. Tawa Evan yang renyah bahkan terdengar seperti auman di telinga Sasha. "Tidak ada yang gratis di dunia ini Sasha, bahkan sebuah informasi! Dengan mengatakan semua sama kamu, saya akan kehilangan pekerjaan saya dan saya mungkin harus selamanya meninggalkan Indonesia, walaupun memang itu yang saya inginkan," sahut Evan, matanya menerawang menatap ikan hias yang berenang-renang di aquarium restoran. "Jadi apa yang kamu mau? Kalau uang, kamu udah tau kan bagaimana kondisi keuangan saya!" cetus Sasha tak sabar. Evan terkekeh, "Bahkan hutang kamu yang cuma satu milyar aja kamu gak bisa bayar! Gimana saya mau minta uang sama kamu!" sahut Evan tajam. Sasha terkejut, "Dari mana kamu tau? Sejauh apa kamu mengobservasi