Laju mobil Marchel hilang dalam sekejap. Karina buru-buru menutup pintu rumah setelah mama nya membukakan pintu untuknya.“Lembur atau habis keluar malam?”Karina yang sedari bengong itu langsung gelagapan ditanya oleh mama nya sendiri. Tanpa basa-basi dia pun langsung menjawab dengan cepat.“Lembur sampai jam sepuluh malam, dan aku membereskan semua dokumen sampai jam sebelas tadi. Tidak ada taksi yang lewat jadi bareng sama partner kerja itu,” jawab Karina.Mama Kkarina hanya mengangguk dan memaklumi keadaan yang seperti itu meskipun dirinya seperti tidak yakin dengan kondisi yang sebenarnya.Tetapi, ketika dia mengetahui Karina terlihat sangat lelah dia hanya bisa diam dan langsung membiarkan Karina istirahat.Di dalam kamarnya itu, Karina hanya terdiam memikirkan kejadian yang menimpanya tadi.“Bagaimana bisa Karina! Bagaimana bisaaa!” ucapnya kesal sambil menggigit bibir bawahnya.“Marchel secara sengaja langsung menempelkan bibirnya ke arah gue dan gue sama sekali tida
Kaki Karina melangkah pelan. Dia masuk ke dalam ruangannya dengan perasaan yang campur aduk. Bagaimana tidak, dua hari lalu dirinya benar-benar melakukan adegan yang tak sengaja dari seorang Marchel. Ada keinginan untuk menanyakan apa maksud dari perlakuan Marchel itu tetapi dirinya tak pernah berani untuk memulai. Diam adalah senjata terbaik bagi Karina meskipun dirinya ingin sekali bertanya perihal first kiss itu. “Bodoamata Karina! Lo harus bisa menahan diri dan kembali cuek seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya!” kata Karina dalam hati. Dalam satu ruangan itu, Karina hanya bisa dokus mengetik dan suara ketikan itu seolah penuh mengisi ruangan. “Baik, Pak. Nanti akan saya ikut sertakan hanya saja tidak bisa membawa perwakilan secara bersamaan jadi saya sendiri yang akan ikut. Kebetulan perusahaan saya sekarang sedang ada problem internal jadi tidak ada karyawan yang harus ambil memo keluar,” kata Marchel menanggapi teleponnya. Sejak mengucapkan salam pagi kepada Karina, saa
“Mana mau gue tidur sekamar bareng lo!” bantah Karina. Isu akan bermalam di hotel kerap membuat Karina naik pitam. Dia tidak menyadari bahwa ini sebanarnya permainan dari Marchel. Entah apa yang membuat Marchel seketika menjadi senang meledek Karina. Yang pasti Marchel sudah memilki siasat untuk mendapatkan hati seorang Karina. “Ini sudah malam, Karina. Katanya kamu tidak mau lagi pulang malam?” “Heh! Denger yah!” unjuk Karina sambil menodong ke arah Marchel lalu berkacak pinggang dengan wajah yang sedikit lebih ganas. “Gue begini itu gara-gara lo tau ga! Padahal dari tadi gue tuh udah ngasih kode ke lo kalo hari sudah sore dan lebih baik meeting dilanjut besok. Tapi apa yang lo lakuin, hah! Lo malah nerusin itu pembicaraan dengan orang bule itu kan?!” ketus Karina. Marchel hanya menelan ludah dan burusaha untuk tetap tenang menghadapi keadaan Karina yang sudah mulai buruk seperti ini. “Karina, ini semua diluar dugaan aku yang—” “Diluar dugaan atau memang disengaja?” potong Ka
Setelah kejadian semalam, kini Luna tahu bahwa Marcel bisa saja sedang dekat dengan Karina. Terlebih ketika dirinya mengetahui foto yang diunggah oleh Karina memperlihatkan tangan seorang lelaki yang mana jam tangannya milik Marcel seperti yang dilihatnya saat di ruangan.Dari situ Luna mulai merasa kalau dirinya seperti ditipu oleh Karina dan ada niatan untuk mengetahui sebenarnya ada hubungan apa antara kakak tirinya itu dengan Marcel.“Terserah sih, pasti gak lama juga bakal ketahuan di gue,” ucap Luna sambil menghabiskan sarapannya.Di satu meja makan bersama, Karina sedari tadi hanya cuek makan sambil bermain ponsel. Bukan tanpa alasan, dirinya melakukan hal demikian karena ada info mendadak dari bagian management terkait kesalahan yang dia lakukan di hari lalu.“Uudah kelar belum masalahmu?” tanya Karina sedikit melirik ke arah Luna.Luna merasa dirinya ditanya lalu menjawab, “Gue? Masalah yang kemarin?”“Iya iyalah. Dah tau hari pertama kerja harusnya kan bisa tuh ngedengerin at
Karina terus berpikir tentang ucapan Daniel semalam. Percakapan singkat lewat pesan itu membuatnya tak bisa berhenti berpikir.“Bagaimana bisa Marchel selama ini menikah? Kapan dia menikah?” tanyanya.Dari lobi kantor, Karina hanya bisa menenteng tas nya dengan tangan yang lemas dan pandangan kosong. Dia tidak berhenti berpikir mengenai teka-teki yang sedang dia alami.Di langkah menuju lantai ruangan miliknya, Karina bertemu dengan Kayla tetapi dia sama sekali tidak menengok ke arah adik Marchel itu.“Kak Karina kenapa kok kelihatan banget dia sedang banyak masalah?” ujar Kayla sedikit bingung sambil memburu langkah Karina tetapi terhimpit oleh beberapa karyawan yang berusaha untuk masuk ke dalam ruangan karena jam masuk sudah hampir berakhir.Ruangan tempat kerja Karina kini terlihat berbeda. Bukan dari segi interiornya, melainkan suasana yang sedang dia rasakan untuk kali ini.Meja yang ada di seberang yang merupakan milik Marchel dia tatap dengan penuh tajam. Seolah mengisyaratkan
Bunyi gelas yang saling bertabrakan akhirnya terdengar jelas oleh Karina. Kembali dengan salah satu tangan yang memegang ponsel, Karina terus melihat ke arah sudut ruangan."Buset ini Daniel ada dimana sih? Bisa-bisanya ke toilet lama bener, apa jangan-jangan dia ninggalin gue kek di film gitu?" ucap Karina cemas.Makan siang itu jadi hal yang ditunggu Karina untuk mengetahui rasa penasarannya sejak lama, terlebih banyak sekali keanehan yang dia ketahui pada Marchel."Terserahlah nanti juga ujung-ujungnya dia tahu sendiri," lanjutnya sambil mengendikkan bahu.Spot ruangan di lantai atas memang cukup ramai oleh pengunjung, tetapi hal ini tidak membuat Daniel lupa dimana meja makannya.Dia kembali dengan mengusapkan kedua tangannya yang basah pada sisi samping celana. "Sorry Karina, itu tadi ada cukup ngantri lama," kata Daniel dengan nada bersalah."Memangnya cowo kalo buang air kecil lama gitu?""Lah, lu tuh kebanyakan nonton film terus sih jadi dikira cepet sekian detik selesai maksu
“Hari ini kita makan malam bareng, yah.”“Ga!”Marchel buru-buru menoleh ke arah Karina ketika mendapat sentakan yang tidak enak. Dia mengerutkan dahinya dan penasaran dengan jawaban yang hanya terdiri dari satu kata.“Tumben.”“Dih, terserah gue. Sibuk mau pulang habis ini di rumah ada acara sendiri, sorry gak bisa diganggu,” terang Karina dengan jelas.Tidak ada niatan apa pun untuk memaksa Karina, tetapi kali ini Marchel merasa dirinya sedikit mendapat perlakuan yang berbeda.Biasanya, penolakan dari Karina tidak terlalu lantang ketika disuarakan tetapi ini yang terjadi hari ini. “Oh, baiklah kapan-kapan aja.”Karina berhenti mengetik. Dia melirik ke arah Marchel yang ternyata sedang memperhatikan wajah muramnya sedari tadi.Sedikit canggung, Karina langsung berkata, “Gue gak bisa diajak buat pulang malem lagi, kapok udah!”“Gara-gara?” balas Marchel spontan.Karina hampir saja melepaskan kalimat yang selama ini mengganggu pikirannya. Tentang anak dan status Marchel yang duda.Saat
Suasana ruangan terlihat panas tetapi Karina tidak terlalu pandai mengatasi situasi ini. “Jadi, untuk Pak Marchel benar tidak bisa datang di meeting ini?” tanya salah satu lelaki yang merupakan client. “Iya, benar Bapak. Maaf karena Pak Marchel ada urusan yang tidak bisa ditinggal dan dia buru-buru untuk itu sehingga kami yang berada di sini berusaha untuk menjelaskan apa yang sudah ditulis oleh Pak Marchel,” jelas Karina sambil menunduk. “Pantas, tak jelas seperti usahanya,” celetuk salah satu orang yang ada di barisan client. Daniel yang sedari tadi berusaha sibuk dengan urusan laptopnya pun langsung sedikit mengangkat wajahnya. Mencari siapa orang yang berani mengucap semacam itu disaat Marchel tidak ada. Meskipun Daniel sedikit membenci Marchel tetapi dia juga merasa tersinggung karena yang memimpin presntasi kali ini adalah Karina, bukan Marchel sehingga wajar dirinya merasa ingin menampar orang yang berani bilang dengan nada rendah seperti itu. “Baiklah karena ini bawahann