Mayang sedikit menggigil. Tidur dengan posisi duduk di atas toilet dan tidak memakai apa pun selain celana dalam tipis yang sudah tidak nyaman dikenakan itu. Dia pun juga tidak berani keluar dari tempat persembunyiannya, dia takut kalau Eric akan melakukan seperti semalam lagi.
Tok. Tok. Tok.
“May, aku membawakan makanan untukmu, aku akan menaruhnya di depan pintu dan akan keluar setelah ini, cepatlah keluar, aku janji akan segera mengantarmu ke Tulungagung.” Eric sangat khawatir karena tidak mendengar apa pun dari dalam sana. Segera meletakkan nampan berisi sepiring nasi dan lauk yang Eric yakin Mayang akan suka, dan juga segelas teh hangat, ke lantai di depan pintu toilet itu dan keluar dari kamar itu lagi setelahnya.
Mayang tetap bergeming di tempatnya. Setelah cukup lama dan tidak mendengar suara apa pun di balik pintu itu, Mayang membuka pintu toilet perlahan dan
Setelah menenangkan debaran jantungnya dan beberapa kali menghirup udara segar melalui hidung dan mengeluarkannya melalui mulut, Mayang berdiri dan memantapkan langkahnya untuk menyusul Banyu ke kamarnya. Dia tidak ingin lari jika memang Banyu sudah mengetahuinya.Suara gemercik terdengar dari balik pintu kamar mandi. Mayang yakin Banyu masih belum menyelesaikan kegiatannya. Setelah menunggu selama beberapa menit, tidak terdengar lagi suara air yang mengalir melalui kran dan Banyu keluar dari kamar mandi itu dengan tubuh basah dan handuk yang melingkar di pinggangnya.Mayang menundukkan pandangannya. Entah, terasa ada yang berdesir di dalam sana melihat Banyu yang seperti ini.Banyu melirik dari ekor matanya, membiarkan saja Mayang yang menunduk dan lebih mementingkan ganti bajunya sekarang. Tak lupa Banyu bersisir dan memberi gel pada rambut basahnya dan menyemprotkan parf
Banyu mengikuti permainan Mayang. Dengan tangan yang masih setia mengelus punggung telanjang itu, percayalah yang di bawah sana sudah menegang sekarang.Mayang melepas pagutannya, meraih ujung kaos yang dikenakan Banyu dan melepaskannya dari tubuh seksi Banyu, dia rindu menyentuh kulit telanjang itu.“Aku kunci dulu pintunya, besok pagi kalau mama tiba-tiba masuk ke kamarku bagaimana?” Banyu memperingatkan Mayang dan menumpu tubuhnya dengan kedua telapak tangannya yang diletakkan di samping agak belakang tubuhnya.“Gendong ... nanti aku yang ngunci.” rengek Mayang manja, sungguh merdu terdengar di telinga Banyu.Banyu terkekeh, bersiap mengangkat bokong Mayang lagi dan menggendongnya. Berjalan perlahan ke pintu kamar dan sedikit menunduk agar Mayang bisa menjangkau dan memutar kunci yang tergantung rapi di lubang ku
Ibu Mayang merasakan atmosfer di sekitarnya semakin menipis sekarang. Seseorang yang sangat dihindarinya telah duduk dengan santai di kursi pelanggan, dengan tatapan yang mengintimidasi, siap menerkam ibu Mayang.“Aku ingin berbicara denganmu.” suara tegas yang membuat semua orang akan takut jika mendengar bentakannya, dan itu sudah berlaku untuk ibu Mayang sekarang.Tanpa menunggu aba-aba ke dua, ibu Mayang segera mendekat dan duduk di seberang kursi dan berhadapan dengan orang tersebut, “Ada apa, Pak?”“Aku sudah pernah memperingatkanmu dan juga putrimu yang keras kepala itu, aku sebenarnya tidak terlalu suka kekerasan, tapi jika itu terpaksa dilakukan, kenapa tidak?”“Maaf, Pak. Saya sudah menolak nak Eric semalam tapi jika---““Tapi jika dia membawaku atau bundanya, kamu akan menerimanya, itu maksudmu?” ayah Er
Mayang menatap pantulan wajahnya di dalam cermin. Entah sejak kapan wajahnya memucat seperti sekarang ini. Nafsu makan yang biasa besar, sirna begitu saja.Banyu mengecup puncak kepala Mayang. Diusapnya pundak rapuh itu dengan sayang, “Ada sesuatu yang membuat senyummu hilang?”Bukannya menjawab, tapi air mata sialan itu malah dengan lancangnya keluar dari pelupuk mata Mayang. Mayang tidak tahu, apakah berbagi dengan Banyu adalah sesuatu yang benar sekarang.“Hey ... .” dipeluknya tubuh Mayang, Banyu tidak tahan jika harus melihat gadis manisnya bersedih.“Aku lelah Mas, aku pengen berhenti.” Mayang meraung dalam pelukan Banyu.“Apa di SPBU semelelahkan ini?” Banyu tidak ingin berpikir yang lain sekarang.Mayang menggeleng. Sungguh dia tidak tega jika harus menceritakan semuanya ke Banyu sekarang.&
Setelah mengisi perut mereka, Siska mengajak Mayang berbelanja ke salah satu Mall yang besar dan berada di tengah kota Kuala Lumpur. Tapi karena keasyikan Siska yang terlalu berlebih membuat Mayang lelah dan berhenti mengikutinya, Mayang lebih memilih duduk di deretan penjual makanan ringan dan membeli es coklat segar untuk membasahi tenggorokannya.“May? Aku senang bisa bertemu denganmu di sini? Apa aku bisa menemanimu? Kau terlihat duduk sendirian.”Mayang bergeming, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Eric di tempat seperti ini, bahkan dia sudah sangat jauh dari tempat kelahirannya yang selalu membuatnya tidak bisa lepas dari sosok Eric, “Aku bersama dengan temanku, dia sedang berbelanja sekarang.”“Aku besok akan terbang lagi ke Indonesia, kita bisa mengobrol beberapa saat.” Eric tidak ingin menyiakan waktunya lagi, sungguh dia pun masih mencintai Mayangnya.
Mayang menggeliat dan merasakan badannya remuk semua pagi ini. Panggilan alam yang memaksanya untuk bangun dan segera menuntaskannya, membuatnya berdesis karena merasakan perih dan aneh di bagian intinya. Perlahan dia bangun dari tidurnya namun hanya bisa berdiri di tempat berpijaknya, berdesis, dan menekan bawah perutnya.Banyu yang mendengar desisan Mayang yang cukup kuat, membuatnya bangun dan duduk untuk melihat ada apa dengan gadis manisnya itu, “Kau mau ke mana?”“Aku mau ke kamar mandi, Mas. Tapi ... .” jawab Mayang ragu.Banyu terkekeh, beranjak dari ranjang nyamannya, mendekati Mayang, dan membopongnya ke kamar mandi.Mayang mengalungkan kedua tangannya ke leher Banyu dan menyelusupkan wajahnya.“Kenapa?” tanya Banyu karena merasa Mayang sedang bersembunyi.“Aku malu, Mas.”&l
Mayang mengelus dada telanjang Banyu. Basah berkeringat, sama dengan tubuhnya. Setelah pertempuran hebat yang baru saja mereka selesaikan, Mayang tetap meminta Banyu agar tetap mesra meski telah menyelesaikan keintiman mereka. Berbicara banyak hal sampai salah satu di antaranya tertidur lebih dulu, “Apa aku boleh bertanya sesuatu, Lupus-ku.”“Apa Luphie Sayang?” panggilan itu menjadi sangat merdu didengar sekarang.“Tapi Mas harus janji, mau menjawabnya sejujur mungkin.”Banyu mengangguk, tanda setuju.“Siapa perempuan yang menyuapi papa tadi, Mas?”“Istrinya yang sekarang.” jawab Banyu santai.“Tapi tadi manggil Mas ‘den Banyu’?”“Dia dulu pekerja di rumah Tulungagung.”“Maafkan aku Mas.” Mayang menyesal sudah
Meski hanya berjarak tiga jam perjalanan saja, nyatanya Banyu dan Mayang benar-benar jarang bertemu mulai sekarang. Terkadang tiga/lima hari baru bisa berjumpa.Mayang sadar akan kesibukan Banyu, dia pun tidak mau terlalu banyak menuntut dan menjadi wanita yang cerewet hanya karena masalah seperti ini.[Sudah makan?] suara Banyu menggema merdu dari siaran panggilan video di layar ponsel Mayang.“Sudah, Mas?”[Sudah juga, ini aku lagi di Tulungagung.]“Bibi sama pak satpam sehat, Mas. Aku kangen sama mereka.”[Nanti aku jemput biar bisa main ke sini.]“Nanti izinin sama ibu sama bapak.”[Iya. Aku tutup dulu ya tapi, mau ngerjain laporan dulu.]“Iya, Mas. I love you Lupus.”[I love you more Luphie-ku. Aku tutup ya?]
Arum sudah berumur tiga tahun sekarang. Tapi baik Banyu maupun Mayang masih saja tetap menawan.Banyu dengan tubuhnya yang tetap seksi dan menggoda, serta Mayang yang lebih berisi namun semakin membuatnya terlihat lebih segar sekarang.“Ayo, Sayang ... habiskan makananmu ... .” Mayang terus mengejar Arum dengan membawa sendok di tangan kanannya dan piring di tangan kiri yang berisi nasi yang tinggal sedikit dengan lauk sop brokoli plus bakso itu, memang Mayang masih menyuapi kesayangannya sekarang.“Kejal, Ma. Kejal telus.” Arum masih saja berlari sambil tertawa sampai ke dalam ruang kerja papanya, Banyu, dan mengagetkan Banyu yang masih fokus dengan pekerjaannya.Banyu segera meninggalkan meja kerjanya dan menunduk karena Arum bersembunyi di bawah mejanya sambil mengacungkan jari telunjuknya dan ditempelkan di depan bibirnya yang mengerucut. “Kenapa, Gadis Manis?”
“Selamat pagi, Nona Mayang. Senang melihatmu setelah sekian lama berkelana di Bali.”Deg.“Masih pagi.” Banyu memperingatkan karena tidak ingin mendengar perdebatan saat sedang sarapan seperti saat ini.“Hey ... Siska.” sapa Mayang, meski sedikit canggung karena merasa Siska mengetahui tentangnya yang kabur bersama Eric.Siska tidak menjawab sapaan Mayang. Dia jengkel karena merasa Mayang telah mempermainkan bosnya. “Barang yang datang sudah aku kirim semalam. Tinggal satu paket lagi, milik MK, Ngunut.” Siska meraih roti gandum di atas meja dan memberinya selai stroberi lalu melahapnya.“Bagus. Aku akan mengambil uangnya setelah ini, dan saat aku kembali kamu kirimkan.” Banyu mempercepat sarapannya dan segera bersiap berangkat sekarang.Mayang yang merasa obrolan Banyu dan Siska ambigu tidak berani b
Eric menghentikan kegiatannya saat melihat wanita yang dicintainya malah menangis tersedu sekarang. Diraihnya tubuh bergetar itu dan membawanya ke dalam pelukannya. “Hey ... maafkan aku, harusnya aku mengajakmu menikah lebih dulu, bukan malah seperti ini. Maafkan aku, May.” dielusnya punggung bergetar itu dan sesekali mencium puncak kepalanya.Mayang hanya diam tidak ingin menjawab apa pun sekarang. Bahkan mendengar sebuah pernikahan saja, seakan menampar dirinya sendiri, betapa telah begitu hina dirinya saat ini.Tidak ingin keadaan ini terus berlanjut, Mayang mengurai pelukan itu, menyeka air matanya, dan menatap Eric setelahnya, “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi aku ingin kamu menjawab semuanya dengan jujur.”Eric mengangguk, “Ya. Aku akan menjawabnya dengan jujur.” perasaan Eric menjadi tidak nyaman, sepertinya Mayang akan menanyainya sebuah kebenaran yang telah lama disem
“Terima kasih, Pak, Bu.”Tak ada lagi yang terdengar setelah itu, selain isak tangis dari seorang ibu yang sedang meratapi putri tunggalnya saja.“Apa salah anakku? Kenapa kamu tega melakukan semua ini terhadap anakku?” meski seseorang tetap menguatkan dan menyuruhnya untuk bersabar, tetap saja, dia sedang membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.“Bapak ... tidak ... tahu ... kenapa ... kamu ... melakukan ... ini, bahkan ... saat ... orang ... suruhanmu ... mengajak ... bapak ... pergi ... waktu ... itu, bapak ... tetap ... mendukungmu, meski ... itu ... sangat ... tidak ... benar.” tidak ingin terpancing emosi, bapak Mayang hanya bisa menarik napasnya berkali-kali agar pikirannya tetap tenang.“Saya hanya ingin Mayang lebih mengenal hatinya saja, saya tidak ingin Mayang menerima saya karena terpaksa saja, saya ingin bersama Mayang jika memang dia benar-benar
“Hahahahahaha.” Eric terbahak mendengar ucapan Banyu yang baru saja terlontar dari mulutnya itu, “Bagaimana jika Mayang mendengar ini, pasti dia akan menyukainya.”“Hahahahahaha.” berganti Banyu yang terbahak sekarang, “Lakukan saja sesukamu.”“Bos?” Siska menoleh ke Banyu, dan Banyu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Siska diam dan tidak ikut campur sekarang.“Ya ... aku akan melakukannya setelah bertemu dengannya nanti.” Eric sangat bahagia mengetahui kenyataan yang baru saja didapatnya.“Duduklah, aku yakin bukan hanya itu tujuanmu, sampai kau rela datang ke tempat yang sejauh ini.” Banyu mengambil gelasnya lagi dan meminum isinya.“Aku akan membawa Mayang pergi dan menikahinya, ayahku sudah meninggal dan tidak ada lagi alasan untuknya tidak menerimaku.” Eric mengatakannya de
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu.Tok. Tok. Tok.Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?”“Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik.“Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini.“Nak Eric, Nduk. Nak Eric.”Deg.Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?”Ibu Mayang hanya menangis
“Papa merusak suasana.” Sekar menyusul mamanya dan meninggalkan papanya di tengah lautan manusia yang sedang berjoget sekarang.Mayang yang tidak sengaja melihat kejadian yang baru saja, segera mendekati papa Banyu yang sekarang sudah resmi menjadi papanya juga, “Pa?”Papa menoleh dan tersenyum ke Mayang, “Papa banyak salah sama mama, jadi wajar kalau mama gak mau ketemu sama papa.”“Gak papa, Pa. Mama masih marah, sama Mayang aja dulu. Sekar beneran kurang enam bulan, Pa ... kuliahnya?” Mayang mencoba mengalihkan pembicaraan.Papa mengangguk, “Memang dia mau kuliah di sana sambil merayu papa agar pulang, tapi bukannya papa gak mau, tapi papa gak bisa.”“Tapi Mayang gak lihat ada anak kecil di sana?” Mayang menanyakan tentang jika papanya itu sudah memiliki anak dari wanita lain yang merawatnya di Malay
Mayang memeluk tubuh Banyu erat. Meski dia ingin segera masuk ke dalam sana, tapi dirinya pun takut setelah melihat genangan air yang menyerupai rawa di tengah rumah besar itu. Rumput yang memenuhi bibir kolam itu pun menambah kesan seram di pikiran Mayang.Banyu berjalan perlahan terus semakin dalam sambil menajamkan pendengarannya. Dia tidak ingin membahayakan gadis manisnya degan mendatangi tempat ini sendirian, apa lagi Banyu tidak mengenal daerah ini. Tapi dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Mayang di rumah karena akan membuat ibunya semakin kawatir nanti. “Jangan jauh dariku.” pelan Banyu.Mayang mengangguk, melangkah perlahan seperti Banyu juga dan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri.Hampir menghabiskan satu putaran penuh dan bapak Mayang belum kelihatan. Pintu kayu yang hampir reot juga sudah terbuka semua, hanya menyisakan empat pintu saja. Banyu mendekat ke pintu selanjutnya dan membuka
Sore ini Mayang sudah kembali ke rumahnya. Tapi Banyu tidak bisa menginap karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.Waktu luangnya yang cukup membuat Mayang ingin berjalan-jalan untuk melepas penat sore ini. Mungkin sedikit keluar mencari martabak manis bisa menyenangkan hatinya.Perlahan Mayang menyusuri jalan di kompleks perumahannya, dengan jaket parasit berwarna hijau lumut membuat Mayang tidak kedinginan meski langit sudah menggelap sekarang.Tin. Tin.Mayang menoleh, melihat senyuman yang lama tidak ditemukannya, dari pemilik yang duduk di depan kemudi mobil berwarna citrus mica metalik.“Masuklah.” teriak seseorang dari dalam mobil itu.“Aka mau nyari martabak di depan.” tolak Mayang halus.“Iya, aku juga mau ke sana.” jawabnya sambil membukakan pintu mobil itu dari dalam.