Share

BAB 24

“Heeegghh... Ya Allah.”

Helaan nafas panjang di sampingnya membuat Malika tergagap dan menoleh. Ia merasa bersalah telah mengacuhkan Darsih yang sekarang menjadi tamunya.

Penampilan Darsih agak lucu. Tubuh pendeknya terbenam dalam daster berukuran besar. Malika bingung juga, Budhe Sun bertubuh mungil, tapi dastenya banyak yang berukuran besar. Mungkin diberi oleh seseorang.

“Eh, mbak Sih, maaf. Mbak kok sedih gitu?” Malika mulai memancing pertanyaan.

“Saya bingung kalau nganggur gini, Buk. Tidak ada pemasukan. Mana saya harus mengirim uang sama emak."

“Iya Mbak. Sama. Di sini aku juga lagi bingung. Eh, emak sampeyan kan punya kebun coklat sama kelapa?”

“Pohon coklat hanya enam puluh pohon, Buk. Kalau kelapa paling tiga puluh. Hasilnya sedikit. Kalau buat makan sih cukup. Tahu sendiri kan tinggal di desa. Banyak orang punya hajat. Belum lagi nengok orang lahiran, orang sakit dan iuran macam-macam.”

“Iya benar, Mbak.

“Saya ke sini kan rencanaya mau c
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status