Bab 154Pov AuthorFlash backKetika Bu Dewi dan Fika pulang dari rumah sakit saat itu, sebenarnya Bu Rini sudah merasakan ada yang berbeda pada Nesya. Tetapi dia tak ingin salah paham dulu pada putrinya, harapannya tetap Nesya akan benar-benar menjadi anak yang baik."Kamu sudah mau memaafkan ibu kan?" tanya Bu Rini hati-hati saat itu.Nesya tertawa kecil dulu saat itu, dan disaat itu pikiran negatif Bu Rini pun makin menjadi. Sebagai seorang ibu dan memang merasa bersalah, Dia pun tetap harus mengalah."Memang kesalahan yang ibu buat terlalu besar, tetapi sungguh ibu melakukan semua itu karena terpaksa. Meski berada di manapun, ibu selalu mendoakan kamu disetiap hembusan nafas ini." Bu Rini berucap dengan menahan air mata yang sebenarnya sudah ingin jatuh sejak tadi.Mengatakan tentang masa lalu, sontak memang selalu membuat wanita ini bersedih. Dan satu lagi, selalu sukses juga membuat dia teringat pada sosok almarhum Pak Hasan yang menyebabkan semua luka itu, yang pengecut dan tak
Bab 155Pov Author Flashabck Mendengar perkataan Nesya yang tanpa saringan itu sontak membuat Bu Rini merasa tak enak, mungkin memang apa yang baru saja dia katakan itu tadi adalah salah."Bukan begitu maksud ibu, Nak. Maksudnya jika memang bisa, tentu ibu akan melahirkan kamu dalam keluarga yang baik dan utuh, tidak dengan cara seperti ini." Bu Rini segera meralat ucapannya itu.Sebuah hal yang tak di duga kembali oleh Bu Rini adalah Nesya saat itu langsung memegang dagunya dan mencengkeram dengan erat. Entah dari mana gadis yang baru saja melakukan operasi caesar itu punya kekuatan lebih."Sekali lagi kamu menyalahkan Mas Hasan atas semua ini. Maka jangan salahkan aku jika aku berbuat lebih menyakitkan dari ini pada kamu!" ancam Nesya sambil menghempaskan wajah ibunya itu dengan kasar.Bu Rini merasakan sakit, tapi ancaman Nesya yang baru saja itu membuat dia semakin heran saja."Kenapa kamu begitu membela dia? Apa karena dia ayah kandung kamu?" Bu Rini masih bertanya dengan amat
Bab 156Pov Author Flash backNesya kini kembali menjerit dan membuat Bu Rini menjadi panik. Dia langsung bangkit dan berusaha menenangkan putrinya yang kembali histeris saat ini."Istighfar, Nes. Istighfar!" ucap Bu Rini yang berusaha merengkuh putrinya. "Ibu akan segera memanggil dokter!" Namun saat itu Nesya dengan cepat memegang lengan ibunya. "Tetap disini! Aku tak perlu dokter. Aku tak gila! Tetap disini atau sampai kapan pun aku tak akan pernah menganggap kamu sebagai ibu!" ancam Nesya Dengan mata berapi-api.Mendengar ancaman seperti itu, tentu saja Bu Rini langsung mengangguk dan menghentikan langkahnya. Karena hal yang utama baginya saat ini adalah kembali bersatu dengan Nesya. Putri yang selama dua puluh tahun lebih ini menang telah dia tinggalkan."Ibu tidak akan memanggil dokter, tetapi kamu yang tenang ya, Nak. Ini minum dulu airnya," ucap Bu Rini sambil mengangsurkan air mineral pada Nesya.Nesya pun menyambar botol kecil air mineral itu dengan kasar dan segera mengha
Bab 157Pov Author FlashabckSeperti kerbau yang dicintai hidungnya, Bu Rini pun dengan segera mengambil tas dan memberikan SEMUA apa yang dia punya pada anaknya. Rasa bersalah dan rasa kangen pada sang putri telah membuat dia buta. Padahal seorang ibu seharusnya bisa membimbing anaknya untuk menjadi pribadi yang lebih baik, bukan malah dia yang manut pada anaknya yang salah itu."Apa ini sudah semua?" tanya Nesya setelah Bu Rini mengatakan pula PIN ATM miliknya."Sudah, Nak. Itu tabungan ibu selama dua puluh tahun," jawab Bu Rini lirih."Wah bagus dong! Dengan kata lain ini adalah mutlak uangku! Sebagai ganti dua puluh tahun yang hilang itu! Mulai sekarang kamu adalah pembantuku ya! Sekali saja kamu nggak menuruti permintaanku atau mengadu pada orang lain! Saat itu juga semua hancur!" Nesya terus saja mengancam sang ibu.Bu Rini sesungguhnya saat ini pun tahu jika semua ini salah, tetapi dia masih berharap jika Tuhan akan membukakan pintu hati Nesya untuknya. Dia terus akan mencoba
Bab 158Pov Bu Dewi Rasa lega pun terasa ketika selesai sudah acara kirim doa pada Mas Hasan. Dan, hari ini kami beserta Nesya dan Bu Rini berencana untuk berziarah ke makam Mas Hasan yang letaknya memang sengaja kami buat dekat dengan anak Nesya yang kemarin meninggal saat dalam kandungan itu. Tentunya tanpa Lio karena menurutku dia masih terlalu kecil.Siang ini aku dan Fika telah sampai di depan rumah Nesya, lebih tepatnya rumahku yang aku dipinjamkan pada Bu Rini dan Nesya. Saat kami sampai di teras, mereka berdua sudah siap dan langsung masuk ke mobil kami."Duh, Nesya kamu nampak cantik banget deh!" seru Fika spontan saat adiknya, karena mereka dari ayah yang sama, itu memasuki mobil.Sebenarnya jika tadi Fika tak berucap, maka aku pasti yang akan menanyakan hal itu terlebih dahulu."Masak sih? Kamu aja kali Fik, yang nggak pernah sadar dengan kecantikanku semenjak dulu!" jawab Nesya yang langsung membuat kami berempat tertawa.Menurutku dandanan yang digunakan oleh Nesya sedik
Bab 159Pov Bu DewiJadi itu ya yang membuat Bu Rini akhirnya seperti itu. Ah mungkin benar apa yang dikatakan oleh Nesya, dan karena saking khawatirnya aku malah berpikiran negatif terus. Padahal seharusnya aku gak sadar jika tak selamanya setiap hal yang terjadi pada mereka itu harus aku ketahui. Rasa kepo yang begitu besar pun sebenarnya tak begitu pantas sih."Ya Allah Bu Rini. Jangan terlalu larut dalam kesedihan masa lalu seperti itu. Bukankah sekarang apa yang Bu Rini mau sudah terlaksana? Nesya sudah berubah menjadi baik dan menerima ibu. Kurang apa lagi? Bisa kumpul dengan anak itu bukankah suatu kebahagiaan tersendiri, Bu?" tanyaku sambil menoleh ke belakang. Sedangkan Fika masih terus fokus mengemudi.Kali ini setelah berucap aku tak langsung kembali menghadap ke depan, tapi aku tetap menoleh ke belakang dan menatap wajah Bu Rini.Sepertinya saat itu dia salah tingkah. "I-iya, Bu. Saya sangat senang sekali karena sekarang Nesya sudah mau menerima saya. Tetapi memang sampai
Bab 160Pov Bu DewiAkhirnya kami pun sampai di makam. Ada rasa sedih juga dalam hati meski itu hanya sedikit. Fika dan Nesya berjalan lebih dulu dari kami, sedangkan aku menyeimbangi Bu Rini yang berjalan dengan pelan di belakang. Dari parkir mobil ke lokasi, memang jalannya sedikit jauh."Bu Rini baik-baik saja?" tanyaku lirih, atau mungkin bisa dibilang berbisik. Agar anak-anak yang di depan tak mendengarkan ucapanku.Bu Rini diam dan kemudian menarik nafas dalam-dalam. "Doakan agar semua berjalan seperti yang terlihat ya, Bu." Hanya ucapan singkat itu saja yang dia katakan. Tentu saja hal itu tak membuat hatiku merasa puas, malah sekarang aku makin merasa jika semua tak baik-baik saja."Insyaallah saya aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kita semua, Bu. Tetapi jika memang ada sesuatu yang menurut Bu Rini tak benar, insyaallah saya bisa dipercaya orangnya," ucapku lagi, mencoba untuk membuka sedikit keanehan ini.Bukannya menjawab pertanyaanku, Bu Rini malah saat ini menatap p
Bab 161Pov Bu DewiAku dan Fika langsung pulang setelah menurunkan Bu Rini dan Nesya di depan rumah. Sebenarnya saat ini aku ingin mampir sebentar, tetapi mood Fika sedang jelek karena ucapan Nesya yang tak tepat tadi. Jadi, dari pada nanti terjadi pertengkaran antara mereka aku pun lebih memilih untuk langsung pergi."Bu Rini yang sabar ya. Insyaallah semua akan indah pada waktunya," ucapku ketika berpamitan dengan Bu Rini.Tadi, saat turun dari mobil si Nesya memang langsung masuk ke rumah tanpa mengucapkan basa-basi pada kami, sedangkan Bu Rini masih menunggu hingga kami pergi. "Doakan ya Bu. Rasa bersalah ini sungguh sangat menyakitkan," jawabnya yang bagiku sedikit mengambang.Aku mengangguk dengan cepat, "Tentu Bu. Doa terbaik selalu saya panjatkan untuk kita semua." Ketika dia tertutup seperti itu, tentu hanya doa sajalah yang bisa aku lakukan."Tante, jika Nesya kurang ajar atau berlaku tak wajar. Tolong jangan sungkan menghubungi saya. Biar bagaimana pun dia itu anak Tante,