Bab 147Pov Author Sontak ucapan Nesya itu membuat Rini dan Dewi saling berhadapan. Karena tadi memang asyik berbincang hingga lupa jika Nesya belum tahu jika Pak Hasan sudah meninggal dunia. Karena bingung juga harus berkata apa, Fika pun jadi celingukan.Berpura tak mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya itu, Bu Rini pun mendekat ke ranjang."Kamu sudah merasa lebih enakan, Nes?" tanya Bu Rini dengan sangat hati-hati, saat ini sebenarnya dia juga ingin mengalihkan pembicaraan itu. Karena menurutnya saat ini belum pas waktunya, dia takut malah nanti Nesya akan kembali akan shock.Nesya mengangguk dan berusaha memberikan senyum terbaik untuk sang ibu. Senyuman pertama yang dia berikan setelah tak bertemu selama hampir dua puluh tahun. Obrolan dengan Fika tadi benar-benar sudah membuka hatinya. Pandangannya yang tadi buruk pun mulai berubah, dia mencoba mengerti alasan sang ibu dulu menaruhnya di panti asuhan."Maafkan sikap aku yang kemarin ya Bu. Aku seperti itu sesungguhnya kar
Bab 148Pov Author Nesya sungguh tak menyangka jika Pak Hasan akan pergi sebegitu cepat, padahal masih banyak hal yang ingin dia perbincangkan dengan lelaki yang sebenernya sampai saat ini masih saja ada di dalam hatinya. Meski telah mengetahui jika Pak Hasan adalah ayah kandungnya, entah mengapa Nesya belum bisa menghapus rasa cinta itu."Ayah tak boleh mati dulu! Masih banyak hal yang ingin aku perbincangkan dengan dia. Dia pun harus mengganti masa dua puluh tahun yang hilang dulu. Aku ingin merasakan bagaimana memiliki seorang Ayah!" Nesya semakin menangis sesenggukan saat itu.Bu Dewi, Bu Rini dan juga Fika bergantian membuat gadis manis itu mengerti. "Kalau begitu, ketika aku sudah bisa keluar dari sini. Ajaklah aku ke makan Ayah. Banyak hal yang ingin aku katakan," tukas Nesya akhirnya yang membuat semuanya menjadi lega.Meski kita menangis atau berusaha seperti apa pun. Tak akan pernah ada yang bisa mengembalikan orang yang sudah mati. Mau Tak mau Nesya pun harus mengikhlaska
Bab 149Pov Dewi Selepas Subuh, kami pun langsung berangkat menuju ke rumah Pak Supar. Tak lupa saat ini aku mengajak Bi Nur untuk membantu menjaga Lio. Anggap saja ini sekalian untuk refreshing, hehehe. Meski mungkin ini tak begitu pantas mengingat Mas Hasan baru saja meninggal dunia.Kepergian lelaki itu memang meninggalkan duka, tetapi juga tak dipungkiri jika kepergiannya membuatku sedikit tenang. Tak akan ada lagi kekacauan yang akan dia lakukan. Sepak terjangnya sebagai seorang playboy kelas kakap kini pun telah usai.Kedatangan Pak Edi semalam membuka mataku, jika mungkin saja akan banyak pekerja yang menagih hak nya seperti kemarin.Jika Mas Hasan bisa menipu kami para wanita dengan mudahnya, bukan tak mungkin dia pun akan menipu orang lain untuk mendapatkan apa yang dia mau. Pada kenyataannya, ketika dia mendekati seorang wanita kan dia juga membagikan banyak materi yang berlimpah. Bisa saja kan ada hak orang lain disana?Oleh karena itu aku pun telah berjanji sendiri dalam
Bab 150Pov Bu Dewi Waktu berjalan terasa begitu cepat, malam ini kami mengadakan acara kirim doa tujuh harinya Mas Hasan. Entah mengapa rasa kehilangan dalam diriku ini seperti sudah tidak ada sama sekali. Aku sudah bisa melupakan dia, mungkin karena kesakitan yang terus dia berikan menjelang akhir hidupnya itu. Hingga aku pun merasa sangat nyaman sekali tanpa dia.Urusan dengan keluarga Adelia sudah selesai. Saat aku beberapa hari yang lalu bertandang ke rumahnya, Pak Supar hanya meminta agar kami lebih sering mengajak Lio datang kesana, untuk menemui saudaranya. Sedangkan rencananya Pak Supar akan bekerja di luar negeri menjadi seorang TKI. Si sulung nanti akan dirawat oleh tantenya.Sebenarnya sih aku kurang setuju dengan pilihan Pak Supar itu. Si Aura saat ini seorang piatu, yang dia punya hanya sang Ayah, seharusnya Pak Supar melimpahkan banyak kasih sayang padanya. Tetapi siapa aku? Tak mungkin aku akan mencegah pilihan orang lain. Hanya bisa berdoa saja semoga semua yang dia
Bab 151Pov Bu DewiMalam ini mereka pun datang bertandang ke rumah, untuk mengikuti acara kirim doa terakhir untuk Mas Hasan itu."Ma, kenapa Sih Tante Rini itu kelihatan sepertinya murung banget akhir-akhir ini?" tanya Fika yang sedikit berbisik padaku.Aku segera menggeleng dengan pertanyaan dari Fika itu. "Entahlah Nak, mama pun melihat sepertinya ada yang berbeda," jawabku sambil melihat ke depan.Dimana saat ini Nesya dan Bu Rini sendang duduk di sofa berdua. Nesya terus bermanja pada sang ibu yang ekspresinya sangat datar sekali. Padahal kemarin dia sangat berharap bisa dekat dengan putrinya itu, tetapi sekarang setelah semuanya seperti yang dia harapkan, entah mengapa sepertinya dia sangat pasif.Seperti sebuah keterpaksaan disana, mungkinkah aku melewatkan beberapa kejadian saat dulu bertandang ke rumah Pak Supar dan tak datang ke rumah sakit?"Sepertinya ada yang tak beres deh Ma. Nesya yang kemarin terus mengamuk dan marah, sekarang malah terlihat langsung senang sekali da
Bab 152Pov Author Bu Dewi pun akhirnya menyerah dan tak lagi bertanya pada Bu Rini, karena jawaban yang diterima itu seperti sebuah peringatan. "Hidup ini seperti yang Bu Dewi bilang, adalah sebuah pilihan yang setiap pilihan itu pasti ada konsekuensinya. Itu lah yang sedang saya jalani saat ini, Bu. Sekian lama saya meninggalkan Nesya, dan jika saya ingin kembali dekat dengan dia, maka saya harus melakukan banyak cara bukan?" Bu Rini nyatanya kembali berucap.Bu Dewi mengangguk beberapa kali saat ini. "Jadi ... apa ini berarti memang Bu Rini sedang mendekati Nesya begitu?" tanya Bu Dewi, karena tadi lawan bicaranya pun kembali berucap."Iya seperti itu lah, Bu. Tetapi memang saya saat ini tak bisa mengatakan apa cara itu. Saya minta doanya saja ya Bu, agar Nesya bisa kembali menjadi gadis yang baik. Dan, hubungan kami berdua segera bisa membaik. Karena saat ini yang terpenting dalam hidup saya adalah Nesya," lirih Bu Rini lagi.Justru dengan ucapan Bu Rini itu, Bu Dewi makin mera
Bab 153Pov Author Memang tak ada satu pun manusia yang bisa menebak dengan apa yang terjadi keesokan hari. Kadang apa yang kita harapkan sangat jauh beda dengan semua yang terjadi. Seperti kini yang dialami oleh Bu Rini."Bu! mana sih makanannya? Jam segini kok belum matang? Bisa kerja nggak sih? Rugi dong jadi babu diluar sana selama dua puluh tahun tapi masih lelet saja!" teriak Nesya yang sudah bersiap di meja makan rumah Bu Dewi siang itu."Sebentar Nak, ini masih kurang kering ikannya!" jawab Bu Rini dari arah dapur, yang letaknya lumayan jauh."Duh lelet banget sih. Ngapain saja sih dari tadi!" teriak Nesya sambil memukul meja makan dengan sendok.Gadis berkulit hitam manis itu pun kemudian bangkit dan menuju ke dapur. Tak beda seperti seorang majikan yang sedang memarahi pembantunya, dia pun berkacak pinggang saat ini pada ibunya."Ngapain saja sih sejak tadi? Apa memang kamu sengaja mau buat aku mati kelaparan? Biar aku mati seperti bayiku dan juga Mas Hasan?" tanya Nesya ta
Bab 154Pov AuthorFlash backKetika Bu Dewi dan Fika pulang dari rumah sakit saat itu, sebenarnya Bu Rini sudah merasakan ada yang berbeda pada Nesya. Tetapi dia tak ingin salah paham dulu pada putrinya, harapannya tetap Nesya akan benar-benar menjadi anak yang baik."Kamu sudah mau memaafkan ibu kan?" tanya Bu Rini hati-hati saat itu.Nesya tertawa kecil dulu saat itu, dan disaat itu pikiran negatif Bu Rini pun makin menjadi. Sebagai seorang ibu dan memang merasa bersalah, Dia pun tetap harus mengalah."Memang kesalahan yang ibu buat terlalu besar, tetapi sungguh ibu melakukan semua itu karena terpaksa. Meski berada di manapun, ibu selalu mendoakan kamu disetiap hembusan nafas ini." Bu Rini berucap dengan menahan air mata yang sebenarnya sudah ingin jatuh sejak tadi.Mengatakan tentang masa lalu, sontak memang selalu membuat wanita ini bersedih. Dan satu lagi, selalu sukses juga membuat dia teringat pada sosok almarhum Pak Hasan yang menyebabkan semua luka itu, yang pengecut dan tak