Kanisa menjerit histeris saat tangan kekar itu melilit tubuhnya lalu perlahan tubuh Kanisa di seret ke dalam kamar Tendero.
“Lepas!” berontak Kanisa. Tubuhnya mengiggil ketakutan namun Tendero tampaknya tidak memperdulikannya sama sekali.
Dengan paksa pria itu berusaha mencium Kanisa namun karena Kanisa terus memberontak dan tidak diam membuat Tendero kesulitan untuk melancarkan aksinya.
Kanisa meringis saat Tendero menjambak rambutnya dengan kasar.
“Sekali lagi kau membantah perkataanku, aku tidak akan segan-segan menghukummu lebih berat dari ini Kanisa,” ucap Tendero menatap Kanisa dengan tajam. Tidak perduli meski sejak dari tadi Kanisa terus menangis dan memohon untuk dilepaskan.
“Aku minta maaf,” lirih Kanisa.
Tendero mendengus, dia pun
Tendero melangkahkan kaki jenjangnya masuk ke dalam club yang sudah sering dia datangi. Bisa dikatakan Tendero merupakan salah satu pelanggan tetap yang ada di club itu.Seperti biasa dentuman musik, bau alkohol, asap rokok, bau parfum wanita dan pria bercampur menjadi satu di dalam ruangan yang sesak dan penuh gairah itu. Pemandangan vulgar di sudut-sudut club itu juga sudah menjadi pemandangan yang biasa Tendero tonton.Tendero menghela nafas panjang. Kakinya pun semakin masuk ke dalam hingga pria itu berhenti melangkah begitu dia berada tepat dihadapan bartender.Tendero memutuskan duduk disalah satu kursi yang ada di sana lantas memesan minuman khusus yang diracik oleh sang bartender. Begitu minuman berwarna hijau itu tersedia dihadapannya Tendero pun langsung meminumnya dalam sekali tegukan.Rasa dingin, panas dan aroma mint bercampur anggur itu pun langsung memenuhi tenggorokan Tendero.
Awal musim panas, pagi hari yang terlihat cerah. Tampak kehangatan dari sebuah keluarga di dalam rumah sederhana tepat di pinggir jalan."Sa," panggil Indrina yang tengah menata makanan di meja.Sesa yang sedang bermain ponsel di sopa menyahut, "Apa mah?""Kakak kamu belum bangun, cepet kamu bangunin dia. Nanti kesiangan lagi dia," suruh sang ibu.Sesa mendengus, "Dasar kebo. Kebiasaan dan nyusahin aja sih," gerutu Sesa namun tetap menuruti perintah ibunya itu.Sesa pergi ke kamar sang kakak yang berada di lantai dua. Ketika Sesa membuka pintu kamar kakaknya, bisa dia lihat gundukan besar di atas kasur yang tak lain adalah kakaknya yang masih tertidur di mana tubuhnya tertutupi selimut tebal sampai mencapai dagu.Sesa berjalan masuk ke dalam kamar kakaknya tersebut dan berkaca pinggang di pinggir ranjang sang kakak. Bisa Sesa dengar suara dengkuran halus keluar dari bibir cery kakak
Dengan telaten Netra menyuapi Kanisa. Kanisa pun tampak makan dengan lahap.Sambil mengunyah nasi dalam mulutnya Kanisa terlihat menatap Netra dalam diam. Hingga akhirnya Kanisa memutuskan untuk berbicara.“Aku ingin mengucapkan terima kasih, kau sudah mau merawatku dengan baik,” ucap Kanisa dengan sungguh-sungguh disertai senyum tulus merekah di bibirnya.Netra balas menatap Kanisa dan menganggukan kepalanya sambil ikut tersenyum juga.“Selama aku tinggal di sini setelah bibi Elsa tiada. Kau rela mengurusku, aku tidak tahu harus membalas kebaikanmu ini seperti apa.”Kanisa menyeka air matanya yang jatuh. Netra mengelus pundak Kanisa.“Nona tidak perlu merasa berhutang budi pada saya. Saya iklas membantu nona, selama ini tuan sudah memberikan amanah untuk menjaga nona. Meski apa yang saya lakukan ini tidak seberapa dan maaf saya tidak bisa membantu nona di saat nona menga
Selesai mandi dan berganti pakaian Tendero pun akhirnya memakan lahap sarapan yang sudah dibuatkan oleh Yutaka untuknya. Tendero tidak sendiri Yutaka juga tampak memakan sarapannya dengan lahap juga.Sesekali mereka saling mengobrol hingga akhirnya keduanya pun selesai makan.“Kau masih mengingat perkataanku semalam bukan?” tanya Yutaka menatap Tendero dengan seksama.Tendero diam untuk beberapa saat mencoba mengingat-ngingat percakapannya dengan Yutaka sewaktu di club malam itu. Begitu Tendero berhasil mengingat apa yang dikatakan Yutaka kepadanya waktu itu Tendero pun mengangguk.“Makasih atas nasehat dan sarannya,” ucap Tendero dengan tulus.Yutaka mengangguk, “Santai saja. Kapan pun kau butuh bantuan aku siap membantumu,” ujarnya.Tok tokMereka berdua serentak menoleh ke arah pintu saat mendengar pintu yanh tidak jauh dari hadap
Dengan kasar Luvita menjambak rambut Kanisa, menyeret wanita itu menuju pintu keluar. Di belakang Netra tampak berlari tergopong berusaha mengejar dan menghentikan kenekadan Luvita yang ingin mengusir Kanisa karena menganggap Kanisa adalah musuh utamanya, batu krikil yang bisa menghalanginya untuk mendapatkan perhatian Tendero sepenuhnya.Untuk sekarang Tendero mungkin memperlakukan Kanisa dengan buruk tapi nanti pria itu bisa berubah pikiran dan kembali baik kepada Kanisa, sebelum semua itu terjadi Luvita akan mencegahnya lebih dulu.“Nona... Nona berhenti.”“Pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi! Kau paham!” bentak Luvita kemudian berkaca pinggang dihadapan Kanisa yang jatuh tersungkur. Wanita itu tersenyum pongah.Netra datang hendak membantu Kanisa berdiri namun dengan cepat Luvita menahannya.“Berani kau membantu dia. Aku akan memecatmu! Kau mau!” bentak Luvita menatap galak pada Netra
Merasa hujannya sudah tidak turun dengan deras lagi Kanisa pun memutuskan kembali melanjutkan perjalananya, dia tidak bisa terus berdiam diri saja di tempat itu karena tidak ada yang bisa menjamin kalau tempat berteduhnya itu aman untuknya, karena itu Kanisa memilih kembali jalan saja dari pada harus tetap berada di sana. Sambil memeluk tubuhnya yang kedinginan Kanisa kembali berjalan tanpa tentu arah. Kaki mungil kurusnya menyebrang ke jalan besar di mana sebuah mobil lamborghini mewah berwarna Navy melaju cepat di jalanan. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya, wajah cantik itu terlihat kehilangan orientasi hidupnya, tatapannya kosong saat dia mengalihkan pandangannya pada mobil yang melaju cepat menuju ke arahnya itu. Hingga kecelakaan hebat itu pun terjadi. Kejadiannya sangat cepat saat mobil itu bergerak menghantam keras tubuh mungilnya hingga Kanisa terpental beberapa meter jauhnya dari posisi dia
Tendero pulang ke mansion dengan tangan kosong. Sudah berkali-kali Tendero menyusuri setiap jalanan yang bisa dilalui oleh Kanisa, dia bahkan sampai menyisir ke dalam hutan disepanjang jalan yang tidak jauh dari mansionya tapi tetap saja Tendero belum juga kunjung menemukan Kanisa. Perasaanya saat ini benar-benar campur aduk, gelisah dan juga merasa takut. Bagaimana jika dia tidak bisa menemukan Kanisa? Apa yang sedang wanita itu lakukan sekarang, bagaimana keadaanya dan ada di mana Kanisa saat ini. Semua itu benar-benar mengusik pikiran Tendero. “Arrgh!” teriak Tendero murka. Dia melampiaskan semua kekesalannya dengan menghancurkan beberapa vas yang ada di dekatnya bahkan juga barang-barang lainnya. Kahan yang melihat itu hanya bisa mendesah dan menatap iba pada Tendero namun dia tidak menunjukan itu secara terang-terangan kepada Tendero karena Tendero adalah tipe orang yang tidak suka dikasihani.
“Semuanya sudah beres tuan,” ucap Kartika berdiri formal tidak jauh dari Johseon yang sedang meminum kopi di sopa dengan televisi menyala di depannya.Johseon mengangguk dan meletakan cangkir kopinya, dia lalu bangkit berdiri. Berjalan pergi menuju kamar yang di tempati oleh Kanisa, saat Johseon memasuki kamar itu matanya langsung tertumpu pada sosok Kanisa yang berbaring lemah dan tidak sadarkan diri di atas kasur. Selang impus dan juga oksigen tampak terpasang di tubuh wanita itu.Johseon semakin mendekat lalu berhenti begitu dia sudah berada di samping tempat tidur Kanisa.Matanya tidak sedikit pun teralihkan dari sosok dihadapannya itu. Mengamati wajah damai Kanisa yang tampak pucat, sementara kedua matanya tampak tertutup rapat. Entah kapan kedua mata itu akan terbuka.“Pastikan segala kebutuhannya terpenuhi, kau rawat dia dengan baik. Jika diperlukan panggil dokter terbaik unt