🌹🌹🌹
Andika berlari-lari di sepanjang koridor rumah sakit. Wajahnya begitu terlihat panik dengan tidak memperdulikan orang-orang sekitar, tidak hanya satu atau dua orang yang ditabraknya. Ia harus secepatnya mencari dokter untuk menolong Meli.
"Harap tunggu di luar, Tuan! Dokter akan segera menanganinya." cegah seorang perawat saat melihat Andika ingin ikut masuk ke ruangan ICU.
Selang berapa jam Meli sudah di bawa di ruangan rawatnya. Dan Andika boleh menjenguknya.
Begitu sampai di depan pintu Andika segera membuka cepat dan masuk ke dalam dan tepat di sebuah ruangan terbaring seorang gadis tengah tidur dengan selang infus, dan alat bantu pernapasan.
Andika berdiri cukup lama dengan terus menatap Meli. Setelahnya ia melangkah pelan kearah sosok lemah tersebut.
"Bodoh ...." ucap Andika tepat di sebelah Meli.
Tak lama berselang gadis tersebut mulai menunjukan resfon positif untuk sadar, sebelum membuka mata sempurna. Andika seg
🌹🌹🌹Setelah menjenguk ayah Andika ia kembali ke ruangannya, bila sudah begitu pikiran Naira kembali melayang dalam kesendirian. Ia kembali mengingat percakapan dengan ibunya semalam."Apa kau membenci ayahmu, Nai?""Aku tidak akan pernah membencinya, Ibu. Walaupun ayah tak pernah ada saat aku membutuhkannya! Aku bahkan merindukan hadirnya.""Andai kamu bertemu ayahmu, apa yang akan kau lakukan, Naira!""Aku akan memeluknya ibu. Dan berkata bahwa aku begitu merindukan hadirnya."Dan kini Naira diberi sebuah foto oleh ibunya. Ia seperti pernah bertemu tapi ia lupa dimana tempatnya."Apa yang kau lakukan, Dokter Naira!" panggil seseorang membuyarkan lamunannya."Tasya ...." seru Naira saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya."Masa seorang dokter melamun sih! Aku berdiri dihadapanmu sejak tadi, tidak ditahu." celetuk Tasya sambil manyun."Hah ... Yang benar saja kamu berdiri disitu sej
🌹🌹🌹Meli yang mendapat kabar tentang ayahnya yang sempat pingsan di jalan dan kini di rawat di rumah sakit ini langsung panik dan segera ingin mencari keberadaan ayahnya yang di rawat."Aku akan mengantarmu, jangan terburu-buru seperti itu, nanti selang infusnya lepas dari tanganmu." cetus Andika. Pria ini selalu setia mendampingi Meli dari seminggu yang lalu. Namun keadaan Meli bekum pulih benar dan masih mengharuskan gadis ini untuk di rawat lebih lanjut.Meli menatap Andika dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Pria ini benar-benar menuruti permintaannya untuk tidak mendekati Naira lagi. Gadis itu bangga dengan keberhasilannya ini."Apa aku tidak merepotkanmu, And!" tanyanya dengan nada manja.Andika hanya menggeleng dan segera menuntun Meli untuk ke ruangan ayahnya berada. Dengan bergelayut mesra di lengan pria itu Meli mengikuti langkah Andika."Aku yakin kamu tak akan tega meninggalkan aku!" kekeh Meli da
🌹🌹🌹Naira belum sanggup untuk menghadapi kenyataan ini dimana ayahnya adalah ayah Meli juga. Ia belum mampu menata hatinya yang kini benar-benar retak. Ingin menyalahkan takdir tapi semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa, dan itu sudah digariskan untuknya."Aku harus kuat, aku pasti bisa! Aku sudah terbiasa dengan hal yang semacam ini!" ucap Naira memberi semangat pada dirinya. "Ini jadwalku untuk memeriksa ayah! Aku harus menemuinya, dan semoga kesehatannya lebih membaik lagi." tambah Naira lagi dan iapun segera keluar untuk memeriksa ayahnya.Gawai Naira berdering melihat nama siapa yang tertera membuat gadis itu tersenyum."Ya hallo""....""Malam ini?" kening Naira berkerut mendengar ajakan sang penelfon."...""Aku tak bisa berjanji, Sya! Tapi aku akan usahakan untuk datang." Naira segera menutup telfonnya. Dan masuk ke ruangan ayahnya."Selamat sore, Tuan! Bagaimana keadaan tu
🌹🌹🌹 Di tempat Andika nampak terlihat banyak tamu berlalu lalang. Setelah keluar dari rumah sakit seminggu lalu ayah Andika terlihat semakin sehat. Selain untuk memperingati hari lahir ayah Andika juga untuk mengucap syukur atas kesembuhan pria itu. "Andika ...." panggil ayahnya dan pria itu segera mendekati ayahnya. "Tidakkah kau mengundang Naira! Ayah merindukannya." ucap ayah Andika Andika terdiam, Andika lupa untuk mengundang gadis itu, ia bingung sedang saat ini ia masih dalam ancaman Meli. Ia harus bisa memberi alasan yang membuat ayahnya yakin. "Dia akan datang, Ayah. Percayalah!" sahut Andika sekenanya takut ayahnya merasa tersakiti karena keteledoran Andika tidak mengundang Naira. Ayah Andika mengangguk dan membiarkan Andika kembali menyapa tamu-tamu yang hadir. "Selamat malam, Paman! Selamat ulang tahun." sapa satu suara yang membuat Husen menoleh ke arah sumber suara itu. "Bisma ... Syuk
🌹🌹🌹Meli diam saja saat diantar pulang Andika. Wajah sinisnya benar-benar terpancar dan kebenciannya semakin nampak.Andika hanya mampu mendesah pelan. Ingin ia menjelaskan bahwa dia dan Naira telah dijodohkan, tapi pria itu takut Meli akan bertambah marah padanya, hingga menghukum dirinya sendiri lagi."Ayolah Mel ... Jangan seperti anak kecil!" bujuk Andika mencairkan suasana yang begitu hening."Kau mengingkari janjimu, And. Aku benci kamu ... Sangat membencimu! Bila kau tak bisa menjauhi Naira. Jangan halangi aku untuk berbuat kejam pada wanita itu." ancam Meli berapi-api dengan bibir yang dilantunkan.Andika menarik nafas dalam, ia benci dengan keegoisan gadis di depannya ini. Pria itu bingung harus bagaimana lagi untuk menjelaskan semuanya. Meli tak pernah sedikitpun mau mengerti, perhatiannya selama ini disalah artikan oleh gadis itu. Andika hanya melindungi Meli sebagai adik perempuannya saja namun Meli beranggapan lain. Andai wakt
🌹🌹🌹 Naira memutuskan untuk melepaskan Andika setelah yakin dan penjelasan ibunya yang membuat ia berpikir. "Percayalah, Nai! Jika kalian memang berjodoh, Tuhan akan mempertemukan kalian kembali, bagaimanapun caranya!" Sulastri mengelus punggung tangan Naira. Naira semakin terdiam hanyut dalam perasaannya. "Hari sudah siang, kamu kok, belum siap-siap!" celetuk Sulastri lagi. "Aku lagi malas, Bu! Perasaanku lagi tidak baik!" kilah Naira "Jangan karena masalah ini, lalu kamu mengabaikan tugasmu! Ingat kamu digaji bukan untuk bersantai!" "Tapi, Bu!" Sulastri memberikan tatapan tajam. Ia tak ingin anaknya melalaikan tugas dan apa yang akan terjadi jika Naira tak masuk kerja. Yang ada, gadis itu hanya akan melamun sepanjang hari. "Baiklah ...." ucap Naira dengan malas. Gadis itupun segera melangkah ke kamar mandi. "Ibu selalu saja bisa untuk memak
🌹🌹🌹 Dan malam ini Andika benar-benar menepati janjinya. Ia membawa Naira untuk ke rumah Meli guna menjelaskan hubungan mereka. Karena telah berjanji pada dirinya tak akan melepaskan Naira lagi dari hidupnya. Tanpa perjodohan itu Andika memang mencintai Naira sejak dulu. "Kamu yakin, And! Kita akan bisa membuat Meli mengerti." tanya Naira ragu. Ia khawatir pada kemarahan Meli, apa lagi bila ia mengingat ancaman gadis itu padanya beberapa hari lalu. Naira semakin yakin Meli tak akan mungkin bisa menerima hubungannya dengan Andika. "Kita akan berusaha." jawab Andika meyakinkan dan begitu mantap. Merekapun tiba di rumah Meli. Dan gadis itu menatap sinis pada kedua tamunya karena ancamannya tak berpengaruh bagi mereka. "Mau apa kalian menemuiku. Mau bilang kalau kalian tidak bisa dipisahkan, begitu" sungut Meli tak dapat lagi menahan amarahnya. "Mel ... Maafkan kami, aku memang tak bisa mengabulkan permintaanmu karena kamup
Menjadi seorang gadis yang selalu dikucilkan tak membuat ia berhenti bermimpi dan berharap pada takdir. Semoga pada suatu hari nanti nasib akan membawa pada kesuksesan."Jangan suka melamun, Nai!" tegur satu-satunya gadis yang mau menjadi sahabatnya selama ini.Gadis yang dipanggil Naira hanya tersenyum tawar. Ya hanya Tasyalah yang mau menjadi sahabatnya semenjak SMP."Jadi setelah ini kamu mau lanjut kemana, Nai?" tanya Tasya mulai serius."Entahlah... Aku hanya anak yang tak mampu! Aku tak mau menyusahkan ibuku!" desah Naira malas membahas tentang kelanjutan studinya."Jadi kamu akan membiarkan mimpimu begitu saja!" celetuk Tasya. Gadis ini pun tau kondisi keuangan keluarga Naira. Selama ini sahabatnya itu bisa melanjutkan pendidikan berkat bea siswa yang didapatkannya."Ayo kita pulang," ajak Naira lalu beranjak dan menarik tangan Tasya untuk bangun
🌹🌹🌹 Dan malam ini Andika benar-benar menepati janjinya. Ia membawa Naira untuk ke rumah Meli guna menjelaskan hubungan mereka. Karena telah berjanji pada dirinya tak akan melepaskan Naira lagi dari hidupnya. Tanpa perjodohan itu Andika memang mencintai Naira sejak dulu. "Kamu yakin, And! Kita akan bisa membuat Meli mengerti." tanya Naira ragu. Ia khawatir pada kemarahan Meli, apa lagi bila ia mengingat ancaman gadis itu padanya beberapa hari lalu. Naira semakin yakin Meli tak akan mungkin bisa menerima hubungannya dengan Andika. "Kita akan berusaha." jawab Andika meyakinkan dan begitu mantap. Merekapun tiba di rumah Meli. Dan gadis itu menatap sinis pada kedua tamunya karena ancamannya tak berpengaruh bagi mereka. "Mau apa kalian menemuiku. Mau bilang kalau kalian tidak bisa dipisahkan, begitu" sungut Meli tak dapat lagi menahan amarahnya. "Mel ... Maafkan kami, aku memang tak bisa mengabulkan permintaanmu karena kamup
🌹🌹🌹 Naira memutuskan untuk melepaskan Andika setelah yakin dan penjelasan ibunya yang membuat ia berpikir. "Percayalah, Nai! Jika kalian memang berjodoh, Tuhan akan mempertemukan kalian kembali, bagaimanapun caranya!" Sulastri mengelus punggung tangan Naira. Naira semakin terdiam hanyut dalam perasaannya. "Hari sudah siang, kamu kok, belum siap-siap!" celetuk Sulastri lagi. "Aku lagi malas, Bu! Perasaanku lagi tidak baik!" kilah Naira "Jangan karena masalah ini, lalu kamu mengabaikan tugasmu! Ingat kamu digaji bukan untuk bersantai!" "Tapi, Bu!" Sulastri memberikan tatapan tajam. Ia tak ingin anaknya melalaikan tugas dan apa yang akan terjadi jika Naira tak masuk kerja. Yang ada, gadis itu hanya akan melamun sepanjang hari. "Baiklah ...." ucap Naira dengan malas. Gadis itupun segera melangkah ke kamar mandi. "Ibu selalu saja bisa untuk memak
🌹🌹🌹Meli diam saja saat diantar pulang Andika. Wajah sinisnya benar-benar terpancar dan kebenciannya semakin nampak.Andika hanya mampu mendesah pelan. Ingin ia menjelaskan bahwa dia dan Naira telah dijodohkan, tapi pria itu takut Meli akan bertambah marah padanya, hingga menghukum dirinya sendiri lagi."Ayolah Mel ... Jangan seperti anak kecil!" bujuk Andika mencairkan suasana yang begitu hening."Kau mengingkari janjimu, And. Aku benci kamu ... Sangat membencimu! Bila kau tak bisa menjauhi Naira. Jangan halangi aku untuk berbuat kejam pada wanita itu." ancam Meli berapi-api dengan bibir yang dilantunkan.Andika menarik nafas dalam, ia benci dengan keegoisan gadis di depannya ini. Pria itu bingung harus bagaimana lagi untuk menjelaskan semuanya. Meli tak pernah sedikitpun mau mengerti, perhatiannya selama ini disalah artikan oleh gadis itu. Andika hanya melindungi Meli sebagai adik perempuannya saja namun Meli beranggapan lain. Andai wakt
🌹🌹🌹 Di tempat Andika nampak terlihat banyak tamu berlalu lalang. Setelah keluar dari rumah sakit seminggu lalu ayah Andika terlihat semakin sehat. Selain untuk memperingati hari lahir ayah Andika juga untuk mengucap syukur atas kesembuhan pria itu. "Andika ...." panggil ayahnya dan pria itu segera mendekati ayahnya. "Tidakkah kau mengundang Naira! Ayah merindukannya." ucap ayah Andika Andika terdiam, Andika lupa untuk mengundang gadis itu, ia bingung sedang saat ini ia masih dalam ancaman Meli. Ia harus bisa memberi alasan yang membuat ayahnya yakin. "Dia akan datang, Ayah. Percayalah!" sahut Andika sekenanya takut ayahnya merasa tersakiti karena keteledoran Andika tidak mengundang Naira. Ayah Andika mengangguk dan membiarkan Andika kembali menyapa tamu-tamu yang hadir. "Selamat malam, Paman! Selamat ulang tahun." sapa satu suara yang membuat Husen menoleh ke arah sumber suara itu. "Bisma ... Syuk
🌹🌹🌹Naira belum sanggup untuk menghadapi kenyataan ini dimana ayahnya adalah ayah Meli juga. Ia belum mampu menata hatinya yang kini benar-benar retak. Ingin menyalahkan takdir tapi semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa, dan itu sudah digariskan untuknya."Aku harus kuat, aku pasti bisa! Aku sudah terbiasa dengan hal yang semacam ini!" ucap Naira memberi semangat pada dirinya. "Ini jadwalku untuk memeriksa ayah! Aku harus menemuinya, dan semoga kesehatannya lebih membaik lagi." tambah Naira lagi dan iapun segera keluar untuk memeriksa ayahnya.Gawai Naira berdering melihat nama siapa yang tertera membuat gadis itu tersenyum."Ya hallo""....""Malam ini?" kening Naira berkerut mendengar ajakan sang penelfon."...""Aku tak bisa berjanji, Sya! Tapi aku akan usahakan untuk datang." Naira segera menutup telfonnya. Dan masuk ke ruangan ayahnya."Selamat sore, Tuan! Bagaimana keadaan tu
🌹🌹🌹Meli yang mendapat kabar tentang ayahnya yang sempat pingsan di jalan dan kini di rawat di rumah sakit ini langsung panik dan segera ingin mencari keberadaan ayahnya yang di rawat."Aku akan mengantarmu, jangan terburu-buru seperti itu, nanti selang infusnya lepas dari tanganmu." cetus Andika. Pria ini selalu setia mendampingi Meli dari seminggu yang lalu. Namun keadaan Meli bekum pulih benar dan masih mengharuskan gadis ini untuk di rawat lebih lanjut.Meli menatap Andika dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Pria ini benar-benar menuruti permintaannya untuk tidak mendekati Naira lagi. Gadis itu bangga dengan keberhasilannya ini."Apa aku tidak merepotkanmu, And!" tanyanya dengan nada manja.Andika hanya menggeleng dan segera menuntun Meli untuk ke ruangan ayahnya berada. Dengan bergelayut mesra di lengan pria itu Meli mengikuti langkah Andika."Aku yakin kamu tak akan tega meninggalkan aku!" kekeh Meli da
🌹🌹🌹Setelah menjenguk ayah Andika ia kembali ke ruangannya, bila sudah begitu pikiran Naira kembali melayang dalam kesendirian. Ia kembali mengingat percakapan dengan ibunya semalam."Apa kau membenci ayahmu, Nai?""Aku tidak akan pernah membencinya, Ibu. Walaupun ayah tak pernah ada saat aku membutuhkannya! Aku bahkan merindukan hadirnya.""Andai kamu bertemu ayahmu, apa yang akan kau lakukan, Naira!""Aku akan memeluknya ibu. Dan berkata bahwa aku begitu merindukan hadirnya."Dan kini Naira diberi sebuah foto oleh ibunya. Ia seperti pernah bertemu tapi ia lupa dimana tempatnya."Apa yang kau lakukan, Dokter Naira!" panggil seseorang membuyarkan lamunannya."Tasya ...." seru Naira saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya."Masa seorang dokter melamun sih! Aku berdiri dihadapanmu sejak tadi, tidak ditahu." celetuk Tasya sambil manyun."Hah ... Yang benar saja kamu berdiri disitu sej
🌹🌹🌹Andika berlari-lari di sepanjang koridor rumah sakit. Wajahnya begitu terlihat panik dengan tidak memperdulikan orang-orang sekitar, tidak hanya satu atau dua orang yang ditabraknya. Ia harus secepatnya mencari dokter untuk menolong Meli."Harap tunggu di luar, Tuan! Dokter akan segera menanganinya." cegah seorang perawat saat melihat Andika ingin ikut masuk ke ruangan ICU.Selang berapa jam Meli sudah di bawa di ruangan rawatnya. Dan Andika boleh menjenguknya.Begitu sampai di depan pintu Andika segera membuka cepat dan masuk ke dalam dan tepat di sebuah ruangan terbaring seorang gadis tengah tidur dengan selang infus, dan alat bantu pernapasan.Andika berdiri cukup lama dengan terus menatap Meli. Setelahnya ia melangkah pelan kearah sosok lemah tersebut."Bodoh ...." ucap Andika tepat di sebelah Meli.Tak lama berselang gadis tersebut mulai menunjukan resfon positif untuk sadar, sebelum membuka mata sempurna. Andika seg
🌹🌹🌹Saat ini Bisma menemani Tasya di butiknya. Pria itu begitu menyayangi gadis tersebut. Walau cinta itu tak mampu diungkapkannya tapi ia terasa begitu bahagia bila di sisi Tasya."Apa agendamu hari ini, Sya?" tanya Bisma sambil memainkan jarinya di meja."Aku akan menemui Naira!""Naira?? Sejak kapan kamu bertemu dengannya?" kejut Bisma mendengar Tasya telah bertemu sahabatnya dan gadis itu tak menceritakan sedikitpun padanya."Beberapa hari yang lalu dia datang menemuiku." jelas Tasya."Lalu mengapa kau diam saja! Apa aku tak berhak tahu!" sungut Bisma dengan wajah di tekuk. Tasya tertawa melihat reaksi dari wajah Bisma yang menurutnya sangat lucu."Aku pikir, nanti aku akan memberitahumu! Aku belum sempat!""Kamu memang jahat, tak pernah menganggapku ada!" kilah Bisma dengan bibir tambah dimanyunkan.Tasya semakin tertawa geli melihatnya, iapun mendekati pria itu dan mengu