Andien tersenyum melihat pria berkaca mata di depan pintu kosannya. Pria itu menenteng kantong plastik yang bertuliskan nama sebuah restoran cepat saji ternama dengan menu andalan bakmi dan masakan oriental. Jangan lupakan senyum dengan lesung pipi milik pria itu, yang selalu membuat Andien tak bosan menatapnya.
"Hi beautiful!" sapa pria itu ramah.
"A Devan udah lama?" tanya Andien sambil membuka pintu kamar kosannya. "Ayo masuk A."
Andien meneteskan air matanya. Haru mendengar janji cinta dari kekasihnya."Aa'...""Keinara Andieni Tachsin... Maukah kamu menikah denganku? Menjadi isteriku dan ibu dari anak-anak kita nanti?"Andien tak mampu menahan isaknya. Kepalanya mengangguk pasti. Ia memaksakan senyum di wajahnya yang masih berurai air mata haru."Iya A. Aku mau." jawabnya
Andien menutup pintu kosannya, membopong laptop lalu naik ke atas tempat tidurnya, melanjutkan menonton film yang tadi ia tonton bersama Devan. Sandra sedang menikmati makanan hangat di hadapannya, memilih mengenyangkan perut dahulu sebelum menginterogasi sahabat baiknya.Usai menghabiskan makan malam dan membersihkan dirinya, Sandra bergabung dengan Andien di atas kasur. Ia meraih kedua telapak tangan Andien, lalu menggenggamnya. Andien menatap netra sahabatnya itu."Nara... Sebelum gue ngucapin sela
Dirga tak henti tersenyum memandangi sosok di foto yang dikirimkan Hana melalui pesan singkat padanya. Foto-foto Andien yang sedang fitting gaun pengantin membuat hatinya begitu bahagia. Hari pernikahan mereka, tepatnya hari akad nikah, yang melalui keputusan bersama keluarga akan dimajukan dua minggu dari rencana sebelumnya. Dirga membalas pesan singkat Hana. [Me] Bisa selesai sebelum hari H? [Ade] Bisa. Simple banget kok desainnya. Tapi ga bareng sama gaun yang buat resepsi. Yang buat resepsi paling seminggu sebelumnya baru beres.[Me] Oke [Ade] Balik kantor jangan lupa fitting jas ya Bang. [Me] Sip 'tok-tok' Borne masuk ke ruangan Dirga. Tak menunggu sang penghuni memberikan ijinnya. "Ada bokap dan abangnya Vio di luar." Dirga terdiam sesaat, tak menyangka dengan kehadiran tamu yang tak pernah di harapkannya. "Suruh masuk." pinta Dirga. Dua orang pria beda usia masuk ke ruangan Dirga dengan wajah yang tidak be
Bram berdiri dari tempatnya duduk, sementara Arseno masih bimbang, ia butuh penjelasan lebih. Bagaimanapun, ia tetap menyayangi adik perempuannya yang semakin sekarat setiap detiknya. "Ayah, tunggu! Ga, please... I'm begging you, tolong dampingi Vio. Setelah dia sehat, lo bebas nentuin langkah lo." "Gue bebas menentukan langkah gue sejak perceraian gue dinyatakan sah di mata hukum dan agama!" "Sudahlah Seno, tak ada gunanya kamu bicara dengan laki-laki seperti dia!" "Seperti apa, Om? Laki-laki bajingan dan infertil yang mungkin menyebarkan maninya di mana-mana karena sadar tak mungkin memiliki keturunan?" sinis Dirga tak terima dirinya lagi-lagi dilecehkan oleh keluarga Viona. Bram mendengus marah. Mukanya memerah. Kedua tangannya mengepal kuat. Begitu ingin ia menghabiskan pria yang dicintai puterinya itu. "Saya tidak pernah mengkhianati Viona. Terserah Om mau percaya atau tidak. Saya dididik untuk menghormati sucinya pernikahan. Silahkan Om tanya ke Vio
Bram meneteskan air matanya. Pun Kamila yang terisak di samping Viona. "Vio ga bisa percaya dengan siapapun. Begitu Vio tau Ditya mencintai Vio, Vio malah berulah, Vio mengkhianatinya karena Vio takut dia memulainya. Terlebih setelah Ayah meminta Vio melakukan hal keji itu. Juga ketika masalah datang ke pernikahan Vio, Vio ga sanggup menyelesaikannya malah lagi-lagi berlaku tidak pantas. Kalian mendidik Viona menjadi sampah!" "Karena itu Ayah akan di sini, walaupun untuk menyaksikanmu mati!" ucap Bram putus asa. "Ayah mencintai Ibu, Vio. Karena itu Ayah tak pernah meninggalkan Ibumu. Tapi Ayah terlalu murka dengan perbuatan Ibu, Ayah merasa tak berharga hingga bahkan Ibumu mencari kesenangan dengan laki-laki lain. Ayah tau Ayah bajingan, membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan juga. Ayah akui Ayah salah, Ayah tak akan membela diri. Tapi tak pernah sekalipun Ayah berfikir untuk mencontohkan perbuatan bejat itu padamu, nak. Tidak pernah!" "TAPI ITU KENYA
Dirga mempercepat langkah menuju unitnya, akhir minggu ini adalah dua hari terakhir yang bisa ia nikmati bersama Andien sebelum mereka akan dipertemukan di meja akad. Dirga yang saat pertunangan sempat protes mengenai kebijakan pingitan menjelang pernikahan, akhirnya terpaksa menerima dengan muka tertekuk kesal. "Dipingit seminggu itu sebentar, nak. Ga terasa, tau-tau udah sah." ucap Ummah saat itu. Sementara Anggita - Mamanya malah terang-terangan mengejeknya "Nungguin bertahun-tahun aja sanggup. Masa nambah seminggu lagi aja merengut!
Andien tenggelam dalam lamunannya, hingga tak menyadari Dirga yang sudah duduk di sampingnya. Dirga mengelus pipi Andien lembut, sentuhannya menyadarkan Andien kembali. "Aku lapar sayang." "Ah iya." Andien menuangkan nasi dan lauk pauknya ke piring Dirga. Karena kusut pikirannya, ia tak menuangkan apapun ke piringnya sendiri. Kekacauannya tak luput dari perhatian Dirga.
"Sayang... Andien... Hey baby, wake up please..." Dirga menepuk-nepuk wajah Andien yang tertidur sambil terisak. Dirga menghujaninya dengan kecupan-kecupan kecil agar Andien segera bangun dari tidurnya. Hatinya begitu terenyuh memandang wajah pilu sang kekasih. "Andien... Andien bangun sayang!" Andien membuka matanya. Ia mengusap kedua netraselayaknya orang yang baru usaimenangis pilu. Andien bangun mendudukkan dirinya. Menatap Dirga yang terlihat begitu khawatir.