Laras memasuki rumah sakit tempat Barnad dirawat. Laras tampak menahan kesal membuka tirai tempat di mana Barnad terbaring dengan beberapa luka di wajahnya. Laras dengan tampang datarnya, duduk di kursi tepat di samping Barnad.“Kupikir mengandalkanmu akan membawa keberhasilan,” sindir Laras. Sontak mendapatkan tatapan tak terima dari Barnad.“Apa maksudmu? Aku telah berhasil melumpuhkan semua orang yang berjaga di mansion pria itu. Bahkan pria itu juga tumbang karenaku,” protesnya tak terima diremehkan.“Lalu, apa semua ini?” Laras menatap tajam.“Dia bukan pria biasa. Aku tegaskan padamu, dia memiliki suatu kekuatan yang tak dimiliki oleh manusia biasa. Pria itu pasti menganut ilmu tertentu sehingga ia tahan lama dengan seranganku bahkan dia dapat bertahan dari racun semprot yang kami gunakan untuk melumpuhkan para penjaga itu,” cetus Barnad.Laras menegang mendengarnya. Ia teringat kejadian-kejadian di luar nalar yang ia dan suaminya alami ketika didatangi oleh Bintara. Memang sanga
“Lapor, Tuan. Ternyata Nona Viona setelah pulang kuliah pergi bersama dengan Ferry.”Laporan Erdo barusan membuat Bintara mengurungkan niatnya untuk berenang sore-sore. Ia duduk di kursi dengan tatapan termenung ke arah depan, memikirkan apa maksud Viona melakukan hal ini padanya. Untuk apa dia menemui pria lain tanpa sepengetahuannya? Bintara pun segera bangkit dari sana dengan langkah tergesa.Bintara memutuskan untuk mendatangi langsung rumah Viona. Dengan kecepatan tinggi mobil lamborgini BIntara berhasil berhenti di depan rumah sang kekasih. Bintara keluar dari mobil membawa sebuah plastic putih yang berisi makanan untuk ia berikan pada Bunga.Kedatangan Bintara tanpa mengatakan apapun membuat Viona terkejut. Saat ini ia dan Bintara berdiri di balkon kamarnya sambil memandang langit tanpa obrolan apapun. Viona resah sendiri, ia sangat khawatir kencannya dengan Ferry ketahuan oleh Bintara.“Bin, kau ke sini tanpa memberitahuku. Ada apa?” tanya Viona.“Seorang kekasih tak dapat dih
Viona duduk di sebuah salon dengan gaun cantik berwarna merah muda. Tatapannya menerawang dengan raut wajah yang tak senang. Diliriknya kaca untuk melihat seorang pria dengan balutan jas hitam yang tak lain adalah Ferry. Viona menghela napas untuk kesekian kalinya. Hari ini adalah permintaan kedua Ferry yang harus ia penuhi untuk mendapatkan Penawar itu. Jika dua hal telah dilakukan, maka Viona hanya perlu melakukan satu hal lagi untuk bisa mendapatkan obat Penawar.Usai dari salon, mereka berdua menuju tempat pesta diadakan. Pesta diadakan di sebuah mansion milik teman Ferry. Ada banyak sekali anak muda yang datang ke pesta itu. Sudah pasti mereka semua adalah teman-teman Ferry.“Jangan terlalu gugup. Kau hanya perlu bersikap sebagai pasanganku hari ini. Tak akan ada yang menyakitimu,” ucap Ferry sambil menekuk lengannya agar Viona bisa mengaitkan tangan di sana. Mau tak mau Viona mengaitkan tangannya.“Hanya satu jam. Aku tak mau lebih,” ucap Viona menatap tajam.“Baiklah, hanya sat
Bintara pulang ke rumahnya dengan langkah hampa. Viona sudah berani berbohong padanya dengan pergi bersama Ferry. Bintara bingung apa yang Viona harapkan dari pria itu hingga berani berkhianat padanya.Bintara duduk di tepi ranjang. Ia menatap sekeliling kamar luasnya. Muncul kerinduan akan ibu yang untuk beberapa waktu sempat ia lupakan.“Fokusku terbagi karenamu, Viona. Tapi kau malah bermain di belakangku. Aku memberimu waktu tiga hari untuk segera jujur padaku. Jika kau tak jujur juga, maka aku tak akan peduli padamu lagi. Aku akan fokus pada ibuku.”Tiba-tiba ponselnya berdering. Bintara melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata yang menghubunginya adalah ayahnya. Bintara mengernyit bingung, apa yang membuat ayahnya meneleponnya lagi? Seketika Bintara ingat ibunya, bisa jadi David menelepon berkaitan dengan ibunya. Bintara langsung menerima panggilan itu.“Halo, Bintara. Ada yang Ayah ingin beritahu padamu. Laras menyuruh anak buahnya untuk menuju kediaman kakek dan nenekmu. Aya
Bintara merasa seluruh tubuhnya melemas seketika. Seolah-olah tak ada tenaga sedikit pun ada pada dirinya. Bintara masuk ke sebuah kamar yang ada di markasnya. Kamar kecil yang biasanya ia gunakan untuk beristirahat ketika sakit dan sedih. Di dalam ruangan itu sangat hening. Bintara merebahkan dirinya yang lemah di atas kasur.“Ini pertama kalinya aku menggunakan kekuatan pendekar itu dengan jumlah besar. Aku tak tahu efeknya akan selelah dan selemah ini,” monolog Bintara.Setelah cukup berbaring, Bintara mengubah posisinya menjadi bersila. Ini adalah salah satu metode untuk memulihkan kekuatan, yakni dengan cara meditasi atau bertapa dalam kurun waktu cukup lama.Di sisi lain, Viona sudah sampai di rumah. Ia langsung ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya dengan sabun. Berulang kali ia membasuh bibirnya sambil meneteskan air mata. Viona menangis sesegukan karena sudah mengambil keputusan yang ia anggap sangat bodoh pada akhirnya.Viona meraih sebotol obat dalam tasnya. Ia menatap mu
Bintara sudah berada di mansion. Saat ini ia sedang duduk di sofa berhadapan dengan kakek dan neneknya. Hal pertama yang kakek dan neneknya bahas adalah perihal kejadian kemarin, di mana Bintara menggunakan kekuatannya untuk menahan mobil Barnad. Mau tak mau Bintara harus menjelaskan semuanya.“Sekarang jelaskan dengan kakek. Bagaimana bisa kau memiliki kekuatan seperti itu? Kau terlihat bukan seperti Kelvin yang Kakek dan nenek kenal. Kau seperti orang lain,” Kakek bertanya dengan tatapan penuh pada cucunya.“Kami tidak akan melakukan apapun, Kelvin. Kau katakan saja ada apa. Apa yang terjadi sehingga kau jadi seperti itu? Dari mana kekuatan itu berasal?”Bintara menunduk dengan mulut yang hendak berdecak, tetapi ia tahan. Sangat disesalkan ia tak bisa menghalau pandangan kakek dan neneknya waktu itu.“Kekuatan itu berasal dari orang yang memberikanku kekayaan ini, Kek. Dia bernama Walan Mung dan anaknya yang aku selamatkan bernama Bintara. Bintara adalah seorang pendekar yang memilik
Bintara sekarang berada di depan sebuah rumah sederhana. Rumah terbuat dari kayu dan berukuran tak besar. Bintara pun keluar dari mobilnya, mencoba mendekati anak kecil yang sedang bermain mobil-mobilan di depan rumah tersebut.“Halo, kau penghuni rumah ini?” sapa Bintara dengan nada yang ramah.Anak kecil laki-laki itu menatap Bintara dengan saksama, lalu mengangguk singkat. “Iya, Kak. Ini rumahku. Kakak siapa?”“Oh begitu. Aku … Kelvin. Panggil saja Kak Kelvin. Apa di rumah ada ibumu?”Anak itu pun mengangguk. “Ibu ada di dalam.” Anak itu segera berjalan menuju rumahnya. Bintara mengikuti anak itu hingga di depan pintu. Ia menunggu anak itu mengabari ibunya yang berada di dalam. Tak lama muncul seorang wanita tua yang sedang dalam kondisi tak sehat. Terlihat dari cara wanita itu batuk yang terlihat menyakitkan.“Permisi, apa ini rumah Geo?”“Kau benar. Omong-omong, apa kau teman anakku? Dia tak pulang sejak kemarin. Biasanya dia akan pulang dua sampai tiga hari sekali karena sibuk be
Viona mengajak Bintara pergi berkencan. Awalnya Bintara heran mengapa Viona mengajaknya ke berbagai tempat, tapi setelah melihat keadaan Viona yang tampak lebih kurus dan pucat, membuat Bintara menyetujuinya. Bintara merasa Viona sedang banyak pikiran sehingga perlu merelaksasikan pikirannya.Mereka baru saja keluar dari restoran setelah melakukan makan malam romantic. Selanjutnya Viona mengajak Bintara ke bioskop untuk menonton film. Bintara pun menuruti apa yang kekasihnya mau. Ia menjalankan mobil menuju tempat itu.“Kau sedikit berbeda hari ini, Sayang. Apa yang terjadi? Maaf aku terlalu sibuk sehingga tak menanyai kabarmu seperti biasa,” tanya Bintara yang fokus pada kemudinya.“Tak ada yang berbeda, Bin. Aku hanya perlu menyegarkan pikiranku saja. Tugas kuliah menumpuk, mengurus kafe, dan mengunjungi ayahku yang tak kunjung bangun. Itu berat bagiku, Bin.”“Bersabarlah, Vi. Sebentar lagi aku akan menang dan mengangkat apa yang membebanimu,” ucap Bintara meoleh sambil tersenyum.V
Bintara mendatangi alamat seorang kakek tua yang tinggal di desa pedalaman. Menurut informasi yang ia dapatkan, kakek tua itu mampu menciptakan barang untuk menangkal ilmu hitam. Bintara datang ke sana bersama Erdo. Setelah melewati hutan yang rimbun hanya dengan berjalan kaki, mereka berdua tiba di sebuah rumah di kaki gunung. Hanya mendengar langkah kaki yang mendekat, pintu rumah tua itu dibuka oleh penghuninya. Bintara cukup terkejut melihat hal itu, tetapi buru-buru ia menunduk dengan sopan.“Permisi, Kakek. Apa benar ini rumah Kakek Dula?”“Aku adalah orang yang kau cari. Datanglah ke sini!” Kakek tua yang bernama Dula itu masuk ke dalam rumahnya, mempersilakan Bintara dan Erdo untuk menyusul. Kedua pria itu pun langsung masuk ke dalam rumah tersebut.Rumah tua yang di dalamnya sangat sederhana. Lantainya hanya dilapisi oleh tikar purun yang sudah tua. Bintara dan Erdo pun duduk bersila di hadapan Kakek Dula yang duduk di depan sebuah meja.“Sebutkan apa yang kalian inginkan, An
Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara terkejut melihat Viona yang sudah ada di dalam mansionnya. Kekasihnya itu duduk di sofa dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang datar. Bintara merasakan hawa yang tak enak, perlahan ia mendekati Viona dan duduk di samping, tetapi Viona lekas berpindah ke samping tanpa melepaskan lipatan tangannya di depan dada.“Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Bintara bertanya dengan raut wajah yang polos. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun pada Viona, mengapa kekasihnya itu terlihat marah sekali padanya?Viona menoleh pada Bintara dengan raut wajah sebal. “Kau tak tahu apa kesalahanmu, Bin? Pikirkanlah lagi apa salahmu. Aku ingin kau peka tanpa harus aku yang menyebutkannya. Menyebalkan!” Viona memunggungi Bintara yang terheran-heran dengan sikap Viona.“Apa yang aku lakukan?” gumam Bintara sambil mengingat-ingat kalau-kalau ia melupakan sesuatu. “Anniversary kita masih enam bulan lagi. Ulang tahunmu juga pada bulan yang sama. Apa yang aku lewatkan? Aku aku ada janj
Bintara telah tiba di mansion beberapa menit yang lalu. Viona sudah pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Saat ini Bintara berdiri di balkon sambil memikirkan soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Helaan napasnya terdengar lelah, matanya menatap ke arah langit.“Apa aku boleh mengeluh sekarang? Rasanya semuanya terasa begitu memuakkan dari hari ke hari. Laras begitu kejam padaku hingga melakukan apa saja yang ingin lakukan. Aku takut jikalau suatu saat menyalahgunakan kekuatan yang aku miliki,” monolog Bintara.“Jika hanya tentangku, aku tak akan sepusing ini memikirkannya. Aku khawatir Laras mengusik orang-orang yang aku sayangi dengan ilmu hitam itu. Aku tak akan bisa berkutik jika itu terjadi. Maka aku harus segera mencegah perbuatan licik wanita itu.”Dari arah belakang datang Erdo yang berdiri tak jauh dari Bintara. “Tuan memanggilku?’’Bintara menoleh ke arah belakang. Mendapati Erdo yang siap mendapatkan perintah darinya. “Kau selidiki soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Ke du
Viona menelisik Bintara yang tak kunjung menampakkan diri. Tak lama Bintara muncul dari arah dalam rumah. Viona langsung menghampiri Bintara yang berjalan dengan pelan ke arahnya.“Bin, bagaimana? Kau menemukan ruangan itu?”“Bawa aku keluar dulu, Viona. Aku akan jelaskan nanti di jalan. Kita harus pergi sebelum ibumu mencariku kembali,” ucap Bintara.“Baiklah aku kita keluar,” sahut Viona menuntun Bintara menuju pintu utama,Viona membukakan pintu mobil untuk Bintara. Viona yang mengemudi kali ini, sebab Bintara masih belum terlalu sehat. Walau tubuhnya membaik dengan cepat, tapi bohong jikalau Bintara tidak merasa lemah. Usai membantu Bintara memasang sabuk pengaman, Viona langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah David.Di perjalanan, Bintara masih tak memulai obrolan. Viona sejujurnya ingin menunggu pria itu untuk bercerita lebih dulu. Namun, tampaknya Bintara akan diam saja jika ia tak segera menanyakannya.“Bin, kau tak ingin bercerita padaku apa yang kau temukan? Kau men
Acara ulang tahun Sonny telah tiba. Ada banyak sekali tamu undangan yang datang. Seketika rumah David dipenuhi oleh kerabat dan temannya bersama anak-anak mereka. Cukup berlebihan hanya untuk pesta anak berumur sebelas tahun. Acara tersebut sangat meriah seperti acara pernikahan yang meriah. Laras dan David berdiri di teras untuk menyambut para tamu undangan. Wajah Laras sungguh sangat berseri-seri hingga kedatangan sepasang kekasih membuat senyuman Laras luntur seketika.Bintara berdiri di hadapan Laras yang menatapnya tajam. Bintara menyunggingkan senyuman manis yang justru mengejek bagi Laras.“Mau apa kau ke sini?” Laras bertanya dengan nada dingin.“Manis sekali ucapan untuk tamu special sepertiku. Harusnya kau sangat tersanjung korban kecelakaan sepertiku masih menyempatkan diri untuk datang. Beruntungnya kakiku tak mengalami masalah yang serius. Aku masih kuat berjalan untuk masuk ke rumah ibuku dan duduk di kursi yang telah disediakan, kekasihku yang baik hati akan mengambilka
“Aku sudah bertanya pada Laras soal keterlibatannya dengan kecelakaan Bintara. Tapi aku tak bisa memastikan apapun karena dia memang pandai menutupi sesuatu. Ibumu tentu saja membela dirinya ketika disalahkan. Jadi sulit memprediksi apakah memang benar dia tidak terlibat atau memang terlibat tetapi pandai menutupinya,” tutur David atas pertanyaan Viona mengenai keterlibatan Laras pada kecelakaan Bintara.Di perjalanan menuju rumah sakit tempat Bintara dirawat, Viona dan David saling bicara. Berawal dari Viona yang bertanya soal keanehan yang Laras lakukan selama beberapa hari ini. David pun menyuarakan fakta yang membuat Viona mendapatkan keyakinan lebih terhadap dugaannya.“Apa Om melihat gelagat berbeda dari ibu belakangan ini? Atau ibu sering menghilang dan datang dari ruangan tertentu untuk melakukan sesuatu?” Viona kembali melayangkan pertanyaan.David berpikir untuk beberapa saat, mencoba mengingat hal janggal apa yang ia dapatkan dari tindakan Laras. Hingga akhirnya matanya sed
Laras sedang mengarahkan para pekerja yang sedang mendekor rumahnya untuk acara ulang tahun Sonny. Hiasan rumah itu bernuansa biru dan kuning. Ada banyak sekali balon berwarna biru yang memenuhi dinding. Lalu di tengahnya ada tulisan nama Sonny dengan balon warna kuning. Besok adalah hari ulang tahun Sonny yang ke sebelas. Laras tak ingin ada yang kurang dari persiapan acara itu.“Bonita, bagaimana kue yang aku pesan kemarin? Jangan lupa untuk membawanya besok pagi karena acaranya mulai jam sembilan pagi. Aku tak terima kendala apapun, pastikan kau membuat kue Cadangan apabila kue pertama gagal dibawa ke sini. Aku tak mau putraku kecewa karena kue ulangtahunnya tak sesuai harapan,” ucap Laras berbicara lewat telepon.Laras kembali mengawasi pekerja yang mendekorasi. Tak sengaja ia melihat Viona ada di depan pintu. Laras mengeryit heran melihat putrinya datang. Ia pun melangkah mendekati Viona yang tersenyum padanya.“Viona, kau ke mari? Tumben sekali,” sindir Laras.“Aku ingin menemui
“Bu, sekarang aku harus bagaimana? Ayah ingin kembali pada kita, tetapi Ayah yang menjadi penyebab semua masalah yang terjadi pada kita.”David menunggu tanggapan dari Bintara, tetapi sepertinya putra tersebut tak berniat untuk menanggapi ucapan panjang lebarnya itu. Maka pria baru baya itu lekas bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan ruangan.“Kembalikan ibuku,” ucap Bintara membuat langkah David terhenti. David menatap punggung Bintara yang masih pada posisi yang sama.“Bagaimana cara Ayah melakukannya? Jika dengan terungkapnya keberadaan ibumu membuat kami di penjara. Tidak, sepertinya hanya Ayah yang akan berada di balik jeruji besi. Kau tak tahu bagaimana liarnya Laras sampai detik ini. Jika hanya Ayah yang masuk penjara, semua menjadi kacau. Semua perusahaan ayah dan ibumu bangun bisa jadi jatuh ke tangannya. Ayah memang diam selama ini, tapi Ayah tahu Laras diam-diam ingin mengalihkan satu per satu perusahaan menjadi miliknya dan juga anak kami. Saat ini Ayah sedang m