Bintara pulang ke rumahnya dengan langkah hampa. Viona sudah berani berbohong padanya dengan pergi bersama Ferry. Bintara bingung apa yang Viona harapkan dari pria itu hingga berani berkhianat padanya.Bintara duduk di tepi ranjang. Ia menatap sekeliling kamar luasnya. Muncul kerinduan akan ibu yang untuk beberapa waktu sempat ia lupakan.“Fokusku terbagi karenamu, Viona. Tapi kau malah bermain di belakangku. Aku memberimu waktu tiga hari untuk segera jujur padaku. Jika kau tak jujur juga, maka aku tak akan peduli padamu lagi. Aku akan fokus pada ibuku.”Tiba-tiba ponselnya berdering. Bintara melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata yang menghubunginya adalah ayahnya. Bintara mengernyit bingung, apa yang membuat ayahnya meneleponnya lagi? Seketika Bintara ingat ibunya, bisa jadi David menelepon berkaitan dengan ibunya. Bintara langsung menerima panggilan itu.“Halo, Bintara. Ada yang Ayah ingin beritahu padamu. Laras menyuruh anak buahnya untuk menuju kediaman kakek dan nenekmu. Aya
Bintara merasa seluruh tubuhnya melemas seketika. Seolah-olah tak ada tenaga sedikit pun ada pada dirinya. Bintara masuk ke sebuah kamar yang ada di markasnya. Kamar kecil yang biasanya ia gunakan untuk beristirahat ketika sakit dan sedih. Di dalam ruangan itu sangat hening. Bintara merebahkan dirinya yang lemah di atas kasur.“Ini pertama kalinya aku menggunakan kekuatan pendekar itu dengan jumlah besar. Aku tak tahu efeknya akan selelah dan selemah ini,” monolog Bintara.Setelah cukup berbaring, Bintara mengubah posisinya menjadi bersila. Ini adalah salah satu metode untuk memulihkan kekuatan, yakni dengan cara meditasi atau bertapa dalam kurun waktu cukup lama.Di sisi lain, Viona sudah sampai di rumah. Ia langsung ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya dengan sabun. Berulang kali ia membasuh bibirnya sambil meneteskan air mata. Viona menangis sesegukan karena sudah mengambil keputusan yang ia anggap sangat bodoh pada akhirnya.Viona meraih sebotol obat dalam tasnya. Ia menatap mu
Bintara sudah berada di mansion. Saat ini ia sedang duduk di sofa berhadapan dengan kakek dan neneknya. Hal pertama yang kakek dan neneknya bahas adalah perihal kejadian kemarin, di mana Bintara menggunakan kekuatannya untuk menahan mobil Barnad. Mau tak mau Bintara harus menjelaskan semuanya.“Sekarang jelaskan dengan kakek. Bagaimana bisa kau memiliki kekuatan seperti itu? Kau terlihat bukan seperti Kelvin yang Kakek dan nenek kenal. Kau seperti orang lain,” Kakek bertanya dengan tatapan penuh pada cucunya.“Kami tidak akan melakukan apapun, Kelvin. Kau katakan saja ada apa. Apa yang terjadi sehingga kau jadi seperti itu? Dari mana kekuatan itu berasal?”Bintara menunduk dengan mulut yang hendak berdecak, tetapi ia tahan. Sangat disesalkan ia tak bisa menghalau pandangan kakek dan neneknya waktu itu.“Kekuatan itu berasal dari orang yang memberikanku kekayaan ini, Kek. Dia bernama Walan Mung dan anaknya yang aku selamatkan bernama Bintara. Bintara adalah seorang pendekar yang memilik
Bintara sekarang berada di depan sebuah rumah sederhana. Rumah terbuat dari kayu dan berukuran tak besar. Bintara pun keluar dari mobilnya, mencoba mendekati anak kecil yang sedang bermain mobil-mobilan di depan rumah tersebut.“Halo, kau penghuni rumah ini?” sapa Bintara dengan nada yang ramah.Anak kecil laki-laki itu menatap Bintara dengan saksama, lalu mengangguk singkat. “Iya, Kak. Ini rumahku. Kakak siapa?”“Oh begitu. Aku … Kelvin. Panggil saja Kak Kelvin. Apa di rumah ada ibumu?”Anak itu pun mengangguk. “Ibu ada di dalam.” Anak itu segera berjalan menuju rumahnya. Bintara mengikuti anak itu hingga di depan pintu. Ia menunggu anak itu mengabari ibunya yang berada di dalam. Tak lama muncul seorang wanita tua yang sedang dalam kondisi tak sehat. Terlihat dari cara wanita itu batuk yang terlihat menyakitkan.“Permisi, apa ini rumah Geo?”“Kau benar. Omong-omong, apa kau teman anakku? Dia tak pulang sejak kemarin. Biasanya dia akan pulang dua sampai tiga hari sekali karena sibuk be
Viona mengajak Bintara pergi berkencan. Awalnya Bintara heran mengapa Viona mengajaknya ke berbagai tempat, tapi setelah melihat keadaan Viona yang tampak lebih kurus dan pucat, membuat Bintara menyetujuinya. Bintara merasa Viona sedang banyak pikiran sehingga perlu merelaksasikan pikirannya.Mereka baru saja keluar dari restoran setelah melakukan makan malam romantic. Selanjutnya Viona mengajak Bintara ke bioskop untuk menonton film. Bintara pun menuruti apa yang kekasihnya mau. Ia menjalankan mobil menuju tempat itu.“Kau sedikit berbeda hari ini, Sayang. Apa yang terjadi? Maaf aku terlalu sibuk sehingga tak menanyai kabarmu seperti biasa,” tanya Bintara yang fokus pada kemudinya.“Tak ada yang berbeda, Bin. Aku hanya perlu menyegarkan pikiranku saja. Tugas kuliah menumpuk, mengurus kafe, dan mengunjungi ayahku yang tak kunjung bangun. Itu berat bagiku, Bin.”“Bersabarlah, Vi. Sebentar lagi aku akan menang dan mengangkat apa yang membebanimu,” ucap Bintara meoleh sambil tersenyum.V
Penyesalan mendalam yang Viona tuai membuat dirinya seakan hancur. Ia meraung sendirian di kamar mandi, menatap wajahnya yang telah mengecewakan kekasihnya sedemikian rupa. Masih segar diingatannya bagaimana wajah Bintara melihat rekaman dirinya berciuman dengan Ferry. Untuk pertama kalinya ia melihat Bintara menangis sesakit itu. Rasanya Viona ingin berlutut dan meminta maaf sejadi-jadinya. Atau memohon pada siapapun yang bisa menghentikan waktu dan menghapus memori buruk itu. Namun, kenyataan tak bisa sesuai dengan apa yang ia inginkan.“Maafkan kau, Bin. Maafkan aku, Sayang. Aku sudah khianati kamu dengan cara yang menyakitian. Aku bodoh, Bin. Aku bodoh,” racau Viona dengan tubuh merosot ke lantai. Walau tangisan tak akan mengubah apapun, tetapi tangisan itu keluar tanpa bisa dijeda sedikit pun. Viona beribu-ribu kali menyesali perbuatannya.Viona mencoba menghubungi Bintara. Sudah panggilan ke sebelas Bintara tak menyahuti panggilannya juga. Viona mengirim rentetan pesan yang ia h
Laras membuka kain putih yang menutupi tubuh seseorang di ruang mayat. Begitu kain itu terbuka, Laras sontak mundur ke belakang saking terkejutnya. Ternyata benar pria itu adalah salah satu anak buahnya yang ia kirim ke mansion Bintara untuk menyelidiki tentang ilmu yang Bintara miliki.“Anak itu sungguh adalah monster. Di-dia membunuh anak buahku yang terhebat dengan semudah ini. H-hah ….” Laras memegangi lututnya yang tiba-tiba saja lemas.“Ah, benar. Kak Helda pasti bisa membantuku. Aku bisa meminta bantuan padanya lagi.”To : HeldaHalo, Kak Helda. Maaf aku menghubungimu untuk meminta bantuan lagi. Aku sungguh membutuhkan bantuanmu, Kak. Kau tau, Bintara semakin mengganas. Jika terus dibiarkan maka aku bisa mati, Kak. Lebih buruknya lagi aku akan membusuk dalam penjara. Aku mohon bantu aku kali ini.Ini bukan lelucon, ini fakta yang aku saksikan. Bahkan David dan anak buahku yang lainnya juga menyaksikannya, Kak. Bintara mempunyai sebuah Ilmu yang sangat hebat. Dia bisa melesat de
Dua orang anak buah Bintara sedang memantau Geo yang sedang mengambil bahan baku obat di pelabuhan. Transaksi diam-diam Geo terus dipantau hingga ia menjauh dari pelabuhan menuju motor tossa yang ia parkir tak jauh dari sana. Geo memakai penyamaran seperti kumis, janggut, dan topi hitam yang telah usang.Motor tossa itu terus melaju membelah jalanan. Geo menempuh jalan tembus yang sepi, hingga memasuki jalanan menuju hutan yang terlihat tak mulus. Untuk antisipasi ketahuan, anak buah Bintara meninggalkan mobil di depan gang itu saja. Mereka mengikuti Geo dengan berjalan kaki sembari bersembunyi sesekali. Jalanan yang berlubang membuat motor toss aitu tak bisa jalan dengan laju dan mulus.Akhirnya sampailah Geo di depan sebuah rumah petak yang di depannya banyak sekali tumpukan padi. Rumah kayu dengan dilapsi seng itu layaknya tempat penggilingan padi. Bahkan di luarnya ada sebuah alat untuk menggiling padi tersebut. Salah satu anak buah Bintara memotret tempat itu dan mengirimkan loka
Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara terkejut melihat Viona yang sudah ada di dalam mansionnya. Kekasihnya itu duduk di sofa dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang datar. Bintara merasakan hawa yang tak enak, perlahan ia mendekati Viona dan duduk di samping, tetapi Viona lekas berpindah ke samping tanpa melepaskan lipatan tangannya di depan dada.“Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Bintara bertanya dengan raut wajah yang polos. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun pada Viona, mengapa kekasihnya itu terlihat marah sekali padanya?Viona menoleh pada Bintara dengan raut wajah sebal. “Kau tak tahu apa kesalahanmu, Bin? Pikirkanlah lagi apa salahmu. Aku ingin kau peka tanpa harus aku yang menyebutkannya. Menyebalkan!” Viona memunggungi Bintara yang terheran-heran dengan sikap Viona.“Apa yang aku lakukan?” gumam Bintara sambil mengingat-ingat kalau-kalau ia melupakan sesuatu. “Anniversary kita masih enam bulan lagi. Ulang tahunmu juga pada bulan yang sama. Apa yang aku lewatkan? Aku aku ada janj
Bintara telah tiba di mansion beberapa menit yang lalu. Viona sudah pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Saat ini Bintara berdiri di balkon sambil memikirkan soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Helaan napasnya terdengar lelah, matanya menatap ke arah langit.“Apa aku boleh mengeluh sekarang? Rasanya semuanya terasa begitu memuakkan dari hari ke hari. Laras begitu kejam padaku hingga melakukan apa saja yang ingin lakukan. Aku takut jikalau suatu saat menyalahgunakan kekuatan yang aku miliki,” monolog Bintara.“Jika hanya tentangku, aku tak akan sepusing ini memikirkannya. Aku khawatir Laras mengusik orang-orang yang aku sayangi dengan ilmu hitam itu. Aku tak akan bisa berkutik jika itu terjadi. Maka aku harus segera mencegah perbuatan licik wanita itu.”Dari arah belakang datang Erdo yang berdiri tak jauh dari Bintara. “Tuan memanggilku?’’Bintara menoleh ke arah belakang. Mendapati Erdo yang siap mendapatkan perintah darinya. “Kau selidiki soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Ke du
Viona menelisik Bintara yang tak kunjung menampakkan diri. Tak lama Bintara muncul dari arah dalam rumah. Viona langsung menghampiri Bintara yang berjalan dengan pelan ke arahnya.“Bin, bagaimana? Kau menemukan ruangan itu?”“Bawa aku keluar dulu, Viona. Aku akan jelaskan nanti di jalan. Kita harus pergi sebelum ibumu mencariku kembali,” ucap Bintara.“Baiklah aku kita keluar,” sahut Viona menuntun Bintara menuju pintu utama,Viona membukakan pintu mobil untuk Bintara. Viona yang mengemudi kali ini, sebab Bintara masih belum terlalu sehat. Walau tubuhnya membaik dengan cepat, tapi bohong jikalau Bintara tidak merasa lemah. Usai membantu Bintara memasang sabuk pengaman, Viona langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah David.Di perjalanan, Bintara masih tak memulai obrolan. Viona sejujurnya ingin menunggu pria itu untuk bercerita lebih dulu. Namun, tampaknya Bintara akan diam saja jika ia tak segera menanyakannya.“Bin, kau tak ingin bercerita padaku apa yang kau temukan? Kau men
Acara ulang tahun Sonny telah tiba. Ada banyak sekali tamu undangan yang datang. Seketika rumah David dipenuhi oleh kerabat dan temannya bersama anak-anak mereka. Cukup berlebihan hanya untuk pesta anak berumur sebelas tahun. Acara tersebut sangat meriah seperti acara pernikahan yang meriah. Laras dan David berdiri di teras untuk menyambut para tamu undangan. Wajah Laras sungguh sangat berseri-seri hingga kedatangan sepasang kekasih membuat senyuman Laras luntur seketika.Bintara berdiri di hadapan Laras yang menatapnya tajam. Bintara menyunggingkan senyuman manis yang justru mengejek bagi Laras.“Mau apa kau ke sini?” Laras bertanya dengan nada dingin.“Manis sekali ucapan untuk tamu special sepertiku. Harusnya kau sangat tersanjung korban kecelakaan sepertiku masih menyempatkan diri untuk datang. Beruntungnya kakiku tak mengalami masalah yang serius. Aku masih kuat berjalan untuk masuk ke rumah ibuku dan duduk di kursi yang telah disediakan, kekasihku yang baik hati akan mengambilka
“Aku sudah bertanya pada Laras soal keterlibatannya dengan kecelakaan Bintara. Tapi aku tak bisa memastikan apapun karena dia memang pandai menutupi sesuatu. Ibumu tentu saja membela dirinya ketika disalahkan. Jadi sulit memprediksi apakah memang benar dia tidak terlibat atau memang terlibat tetapi pandai menutupinya,” tutur David atas pertanyaan Viona mengenai keterlibatan Laras pada kecelakaan Bintara.Di perjalanan menuju rumah sakit tempat Bintara dirawat, Viona dan David saling bicara. Berawal dari Viona yang bertanya soal keanehan yang Laras lakukan selama beberapa hari ini. David pun menyuarakan fakta yang membuat Viona mendapatkan keyakinan lebih terhadap dugaannya.“Apa Om melihat gelagat berbeda dari ibu belakangan ini? Atau ibu sering menghilang dan datang dari ruangan tertentu untuk melakukan sesuatu?” Viona kembali melayangkan pertanyaan.David berpikir untuk beberapa saat, mencoba mengingat hal janggal apa yang ia dapatkan dari tindakan Laras. Hingga akhirnya matanya sed
Laras sedang mengarahkan para pekerja yang sedang mendekor rumahnya untuk acara ulang tahun Sonny. Hiasan rumah itu bernuansa biru dan kuning. Ada banyak sekali balon berwarna biru yang memenuhi dinding. Lalu di tengahnya ada tulisan nama Sonny dengan balon warna kuning. Besok adalah hari ulang tahun Sonny yang ke sebelas. Laras tak ingin ada yang kurang dari persiapan acara itu.“Bonita, bagaimana kue yang aku pesan kemarin? Jangan lupa untuk membawanya besok pagi karena acaranya mulai jam sembilan pagi. Aku tak terima kendala apapun, pastikan kau membuat kue Cadangan apabila kue pertama gagal dibawa ke sini. Aku tak mau putraku kecewa karena kue ulangtahunnya tak sesuai harapan,” ucap Laras berbicara lewat telepon.Laras kembali mengawasi pekerja yang mendekorasi. Tak sengaja ia melihat Viona ada di depan pintu. Laras mengeryit heran melihat putrinya datang. Ia pun melangkah mendekati Viona yang tersenyum padanya.“Viona, kau ke mari? Tumben sekali,” sindir Laras.“Aku ingin menemui
“Bu, sekarang aku harus bagaimana? Ayah ingin kembali pada kita, tetapi Ayah yang menjadi penyebab semua masalah yang terjadi pada kita.”David menunggu tanggapan dari Bintara, tetapi sepertinya putra tersebut tak berniat untuk menanggapi ucapan panjang lebarnya itu. Maka pria baru baya itu lekas bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan ruangan.“Kembalikan ibuku,” ucap Bintara membuat langkah David terhenti. David menatap punggung Bintara yang masih pada posisi yang sama.“Bagaimana cara Ayah melakukannya? Jika dengan terungkapnya keberadaan ibumu membuat kami di penjara. Tidak, sepertinya hanya Ayah yang akan berada di balik jeruji besi. Kau tak tahu bagaimana liarnya Laras sampai detik ini. Jika hanya Ayah yang masuk penjara, semua menjadi kacau. Semua perusahaan ayah dan ibumu bangun bisa jadi jatuh ke tangannya. Ayah memang diam selama ini, tapi Ayah tahu Laras diam-diam ingin mengalihkan satu per satu perusahaan menjadi miliknya dan juga anak kami. Saat ini Ayah sedang m
Bintara tak menunjukkan tanda-tanda ia akan sadar dari lelapnya. Viona dengan setia menunggu kekasihnya untuk bangun. Viona mendapatkan pesan dari ayahnya yang datang ke polres. Viona merasa janggal ketika membaca pesan tersebut.From : AyahViona, ayah datang ke polres untuk mengetahui hasil penyelidikan. Ayah dengar kecelakaan Bintara murni kecelakaan Tunggal yang tak melibatkan siapapun. Tak ada sabotase pada mobilnya. Dugaan sementara Bintara mengemudi dalam keadaan mengantuk atau mengonsumsi alcohol. Dari rekaman CCTV di sekitar sana, mobil yang dikemudikan Bintara oleng berkali-kali hingga menabrak pembatas jalan. Viona mengembuskan napasnya berat. Ia menoleh pada Bintara yang masih setia menutup matanya. “Bagaimana aku menyakinkan semua orang jikalau aku sangat mengenal kekasihku? Bin orang yang sangat hati-hati dan dewasa. Ia tak pernah mengemudi ketika ia mengantuk. Aku sudah sangat sering berjalan jauh dengan Bintara. Setiap kali ia merasa mengantuk dan lelah, ia pasti mene