Seorang wanita berambut ranjang dengan jepitan rambut hitam yang merapikan rambutnya ke belakang, sedang duduk melamun di depan jendela sebuah kamar. Jendela tersebut dipasangi pagar besi yang teramat kokoh, tak membiarkan sedikit pun celah untuknya keluar. Wanita tanpa riasan apapun pada wajahnya itu adalah Rusmini. Tubuhnya jauh lebih kurus daripada tiga tahun terakhir. Tulang pipinya sangat jelas tercetak dan bawah matanya yang terlihat sedikit menghitam. Sejak tiga tahun mendekam dalam kamar itu, membuat Rusmini nyaris gila. Ia tak makan dengan baik, tak tidur dengan nyanyak, dan selalu memikirkan kondisi putranya.“Di mana dirmu, Sayang? Apakah kau masih ada di dunia ini atau tidak. Jika tidak, tak ada alasan lagi untuk ibu bertahan. Untuk apa hidup hanya untuk dimanfaatkan oleh wanita ular itu.” Rusmini menunduk bersamaan dengan air matanya yang menetes.“Apa yang harus aku lakukan supaya bisa keluar dari tempat terkutuk ini?”Rusmini memperhatikan kamarnya yang tak mempunyai ce
Erdo menghentikan mobil di sebuah hutan yang besar. Bintara melirik tajam beberapa penjaga di depan hutan tersebut yang berdiri tegap dengan perawakan tinggi besar. Bintara membuka mobilnya, lalu keluar dari sana. Sontak tatapan semua penjaga itu tertoleh padanya. Ada seorang penjaga yang berbisik pada temannya di samping.Bintara berjalan depan santai mendekati hutan dengan kedua tangan terselip di celana. Erdo mengikutinya dari belakang dengan tubuh tegap. Begitu Bintara hampir memasuki hutan, para penjaga tersebut langsung menghadang di depannya. Bintara menatap santai, tetapi setelahnya tersenyum sinis.“Minggirlah. Jangan menghalangi jalanku,“ titah Bintara.“Hutan ini tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang,” sahut salah satu dari mereka.“Tapi aku bukan sembarang orang. Aku bahkan bisa membeli hutan ini. Minggirlah,” sahut Bintara dengan tenang.“Jangan membuat kami melakukan kekerasan. Pulanglah dengan damai, Tuan,” pinta mereka.“Aku pantang pulang sebelum mendapatkan yang
Bintara disekap di rumah kosong tempat Rusmini disekap sebelumnya. Bahkan sekarang Bintara berada di kamar yang baru ibunya tempati. Hari sudah semakin sore, tetapi Bintara masih tak sadar dari pingsannya. Hingga tak lama, kedua mata Bintara terbuka perlahan. Ia mengerjap beberapa kali untuk memokuskan pandangan. Bintara terkejut melihat dimana ia berada sekarang. Ia berada di sebuah kamar sederhana yang sangat tertutup. Bahkan pagar besi membentengi jendela bagai sebuah sel penjara.“Di mana aku? Akh!” Bintara memegangi lehernya yang terasa sangat sakit. Ada benjolan yang sangat rentan di leher bagian belakangnya, tentu karena pukulan keras itu.“Sialan! Berani sekali mereka menyakitiku dan menyekapku di sini!”Bintara berdiri dari sebuah kursi. Saat ia melangkah, tubuhnya nyaris terjerembab karena ikatan kuat pada kaki sebelah kanannya. Bintara menoleh ke belakang, ternyata kakinya di ikat dengan sebuah rantai yang membelit pada kursi itu.“Argh!” Erang Bintara. Ia menatap tajam ke
“Kau menemukan ibumu? Sungguh?” tanya Viona membolakan matanya.Bintara mengangguk lesu. Ia kembali mengambil sesendok es krim dan melahapnya. Viona menyadari perbedaan sikap sang kekasih, sudah pasti Bintara mendapatkan kenyataan yang tak sesuai dengan keinginan hatinya.“Apa kenyataan yang kau dapat tak sesuai dengan harapanmu? Kau tampak tak bersemangat, Bin.” Viona menatap lekat kekasihnya yang kini menatap ke arah luar kedai es krim itu.“Aku menemukan ibuku, tetapi aku gagal membawanya bersamaku,” sahut Bintara yang justru membuat kening Viona berkerut. Ia tak paham dengan yang Bintara ucapkan barusan.“Maksudmu? Ayolah jangan bicara teka-teki,” rengek Viona.Barulah Bintara beralih menatap kekasihnya lekat. “Semalam aku dan Erdo pergi ke hutan Kalang tempat ibuku disekap. Ternyata seluruh hutan besar itu dijaga oleh anak buah ayahku. Sebagian dari mereka bukan orang asli Indonesia. Aku dapat dengan mudah melumpuhkan mereka bersama Erdo. Namun, ketika memasuki hutan terdalam aku
“Kau yakin akan tetap di kantor? Aku akan pulang segera, Laras. Kepalaku berat sekali ingin segera tidur,” tanya David pada istrinya yang masih sibuk memeriksa berkas.“Pulang saja lebih dulu. Berkas ini harus aku periksa semuanya dan diserahkan besok sekitar jam sebelas pagi. Sedangkan aku memiliki acara penting dari jam delapan pagi hingga siang. Aku takut tak sempat mengerjakannya,” sahut Laras.“Kerjakan di rumah,” ucap David lagi.“Jika sampai rumah aku malas mengerjakannya, Mas. Sudahlah kau pulang saja. Masih ada beberapa karyawan yang bekerja lembur. Kau tak perlu khawatir,” sahut Latas tampak acuh tak acuh.David pun akhirnya mengangguk. “Baiklah. Aku pulang lebih dulu. Jika terjadi sesuatu lekas hubungi aku,” ucap David yang diangguki oleh Laras.Sepeninggalan David, wanita itu masih fokus dengan beberapa berkas, sesekali menandatangi berkas tersebut. Hingga tiga jam berlalu, Laras baru selesai dengan kegiatannya memeriksa berkas sambil menonton acara kesukaannya di tab mili
David dan Laras berkunjung ke markas untuk menemui semua anak buahnya, termasuk mafia dari Hongkong. Mereka berbaris menjadi dua bagian dengan dipimpin oleh Dhani dan mafia Hongkong bernama Barnad.“Apa kalian tahu mengapa kami kumpulkan di sini?” tanya Laras tersenyum miring.Tak ada yang menjawab sebab mereka lebih menunggu lanjutan ucapan dari Nyonya mereka. “Tentu saja ada rencana besar yang ingin kami lakukan. Sebelum itu, aku mengucapkan terima kasih pada kalian yang telah berjaga di hutan Kalang. Walau banyak dari kalian yang ditumbangkan Bintara, tetapi kalian mampu mempertahankan tahananku. Sehingga Bintara tak dapat bertemu dengan Ibunya,” tukasnya memberikan senyuman penuh kebanggaan.“Aku ingin membagi tugas pada kalian. Mulai sekarang berjagalah di depan rumah ini, depan perusahaanku, dan aku butuh pengawal lebih untuk berada di sekeliling kami. Keadaan sudah tak aman seperti dulu. Bintara sudah hilang kendali. Kapan saja ia bisa mencelakai kami berdua. Jadi aku pinta kal
Viona telah sampai di mansion Bintara. Gadis itu terperagah melihat betapa besarnya mansion kekasihnya. Letaknya di samping pantai yang sangat indah. Rumah bak istana itu bernuansa cokelat muda. Banyak ornamen pada tembok-tembok bagian dalam mansion tersebut.Viona keluar dari mobil. Ia melangkahkan kaki di teras mansion itu dengan pandangan sangat kagum. Pintu pun terbuka, menampilkan Bintara yang tersenyum padanya. Bintara tampak memakai setelan kasual. Setelan yang nyaris tak pernah ia kenakan di hadapan Viona.“Welcome my house, Baby!”Viona langsung menghambur ke pelukan kekasihnya. “Kau tampak berbeda dengan setelan seperti ini. Aku jadi mengingat Kelvin. Rambutmu … kau sengaja mengubahnya?’’ Viona memperhatikan dengan lekat penampilan pria di hadapannya.“Aku akan menjadi Kelvin jika di rumah. Berharap ibuku akan datang ke sini dan langsung mengenaliku,” ucap Bintara tersenyum.“Sabarlah. Suatu saat hal itu akan terjadi.” Viona menunjukkan senyum manisnya.Bintara menarik pelan
“Tutup mulutmu! Telan saja kenyataan sampah yang diucapkan oleh wanita itu. Viona akan selamanya menjadi milikku!”Viona langsung berdiri dan memegangi pundak kekasihnya untuk menenangkan. “Bin, tenangkan dirimu,” ucapnya lembut.Ferry tertawa sumbang. Ia juga ikut berdiri sambil bersedekap dan menatap pogah lawannya. Sementara kedua orang tuanya serba salah melihat momen yang semakin memanas tersebut.“Apa artinya hubungan tanpa restu orang tuanya? Kau pasti tak mendapatkan restu dari Bu Laras. Ibunya Viona sudah pasti tidak merestuimu. Oleh sebab itu hubungan kalian dari awal sudah tak dianggap,” ucap Ferry santai.“Tidakkah kau malu? Kau berusaha untuk mendapatkan gadis yang sudah memiliki kekasih. Apa tak ada gadis lagi yang bisa kau dekati? Kasihan sekali. Bersaing bisnis denganku saja kau tak mampu, apalagi ingin memilki kekasihku. Jangan membuat dirimu gila dengan kegagalan,” cetus Bintara tersenyum mengejek.Ferry terlihat sangat geram dengan kepalan tangan yang sangat erat te
Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara terkejut melihat Viona yang sudah ada di dalam mansionnya. Kekasihnya itu duduk di sofa dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang datar. Bintara merasakan hawa yang tak enak, perlahan ia mendekati Viona dan duduk di samping, tetapi Viona lekas berpindah ke samping tanpa melepaskan lipatan tangannya di depan dada.“Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Bintara bertanya dengan raut wajah yang polos. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun pada Viona, mengapa kekasihnya itu terlihat marah sekali padanya?Viona menoleh pada Bintara dengan raut wajah sebal. “Kau tak tahu apa kesalahanmu, Bin? Pikirkanlah lagi apa salahmu. Aku ingin kau peka tanpa harus aku yang menyebutkannya. Menyebalkan!” Viona memunggungi Bintara yang terheran-heran dengan sikap Viona.“Apa yang aku lakukan?” gumam Bintara sambil mengingat-ingat kalau-kalau ia melupakan sesuatu. “Anniversary kita masih enam bulan lagi. Ulang tahunmu juga pada bulan yang sama. Apa yang aku lewatkan? Aku aku ada janj
Bintara telah tiba di mansion beberapa menit yang lalu. Viona sudah pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Saat ini Bintara berdiri di balkon sambil memikirkan soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Helaan napasnya terdengar lelah, matanya menatap ke arah langit.“Apa aku boleh mengeluh sekarang? Rasanya semuanya terasa begitu memuakkan dari hari ke hari. Laras begitu kejam padaku hingga melakukan apa saja yang ingin lakukan. Aku takut jikalau suatu saat menyalahgunakan kekuatan yang aku miliki,” monolog Bintara.“Jika hanya tentangku, aku tak akan sepusing ini memikirkannya. Aku khawatir Laras mengusik orang-orang yang aku sayangi dengan ilmu hitam itu. Aku tak akan bisa berkutik jika itu terjadi. Maka aku harus segera mencegah perbuatan licik wanita itu.”Dari arah belakang datang Erdo yang berdiri tak jauh dari Bintara. “Tuan memanggilku?’’Bintara menoleh ke arah belakang. Mendapati Erdo yang siap mendapatkan perintah darinya. “Kau selidiki soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Ke du
Viona menelisik Bintara yang tak kunjung menampakkan diri. Tak lama Bintara muncul dari arah dalam rumah. Viona langsung menghampiri Bintara yang berjalan dengan pelan ke arahnya.“Bin, bagaimana? Kau menemukan ruangan itu?”“Bawa aku keluar dulu, Viona. Aku akan jelaskan nanti di jalan. Kita harus pergi sebelum ibumu mencariku kembali,” ucap Bintara.“Baiklah aku kita keluar,” sahut Viona menuntun Bintara menuju pintu utama,Viona membukakan pintu mobil untuk Bintara. Viona yang mengemudi kali ini, sebab Bintara masih belum terlalu sehat. Walau tubuhnya membaik dengan cepat, tapi bohong jikalau Bintara tidak merasa lemah. Usai membantu Bintara memasang sabuk pengaman, Viona langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah David.Di perjalanan, Bintara masih tak memulai obrolan. Viona sejujurnya ingin menunggu pria itu untuk bercerita lebih dulu. Namun, tampaknya Bintara akan diam saja jika ia tak segera menanyakannya.“Bin, kau tak ingin bercerita padaku apa yang kau temukan? Kau men
Acara ulang tahun Sonny telah tiba. Ada banyak sekali tamu undangan yang datang. Seketika rumah David dipenuhi oleh kerabat dan temannya bersama anak-anak mereka. Cukup berlebihan hanya untuk pesta anak berumur sebelas tahun. Acara tersebut sangat meriah seperti acara pernikahan yang meriah. Laras dan David berdiri di teras untuk menyambut para tamu undangan. Wajah Laras sungguh sangat berseri-seri hingga kedatangan sepasang kekasih membuat senyuman Laras luntur seketika.Bintara berdiri di hadapan Laras yang menatapnya tajam. Bintara menyunggingkan senyuman manis yang justru mengejek bagi Laras.“Mau apa kau ke sini?” Laras bertanya dengan nada dingin.“Manis sekali ucapan untuk tamu special sepertiku. Harusnya kau sangat tersanjung korban kecelakaan sepertiku masih menyempatkan diri untuk datang. Beruntungnya kakiku tak mengalami masalah yang serius. Aku masih kuat berjalan untuk masuk ke rumah ibuku dan duduk di kursi yang telah disediakan, kekasihku yang baik hati akan mengambilka
“Aku sudah bertanya pada Laras soal keterlibatannya dengan kecelakaan Bintara. Tapi aku tak bisa memastikan apapun karena dia memang pandai menutupi sesuatu. Ibumu tentu saja membela dirinya ketika disalahkan. Jadi sulit memprediksi apakah memang benar dia tidak terlibat atau memang terlibat tetapi pandai menutupinya,” tutur David atas pertanyaan Viona mengenai keterlibatan Laras pada kecelakaan Bintara.Di perjalanan menuju rumah sakit tempat Bintara dirawat, Viona dan David saling bicara. Berawal dari Viona yang bertanya soal keanehan yang Laras lakukan selama beberapa hari ini. David pun menyuarakan fakta yang membuat Viona mendapatkan keyakinan lebih terhadap dugaannya.“Apa Om melihat gelagat berbeda dari ibu belakangan ini? Atau ibu sering menghilang dan datang dari ruangan tertentu untuk melakukan sesuatu?” Viona kembali melayangkan pertanyaan.David berpikir untuk beberapa saat, mencoba mengingat hal janggal apa yang ia dapatkan dari tindakan Laras. Hingga akhirnya matanya sed
Laras sedang mengarahkan para pekerja yang sedang mendekor rumahnya untuk acara ulang tahun Sonny. Hiasan rumah itu bernuansa biru dan kuning. Ada banyak sekali balon berwarna biru yang memenuhi dinding. Lalu di tengahnya ada tulisan nama Sonny dengan balon warna kuning. Besok adalah hari ulang tahun Sonny yang ke sebelas. Laras tak ingin ada yang kurang dari persiapan acara itu.“Bonita, bagaimana kue yang aku pesan kemarin? Jangan lupa untuk membawanya besok pagi karena acaranya mulai jam sembilan pagi. Aku tak terima kendala apapun, pastikan kau membuat kue Cadangan apabila kue pertama gagal dibawa ke sini. Aku tak mau putraku kecewa karena kue ulangtahunnya tak sesuai harapan,” ucap Laras berbicara lewat telepon.Laras kembali mengawasi pekerja yang mendekorasi. Tak sengaja ia melihat Viona ada di depan pintu. Laras mengeryit heran melihat putrinya datang. Ia pun melangkah mendekati Viona yang tersenyum padanya.“Viona, kau ke mari? Tumben sekali,” sindir Laras.“Aku ingin menemui
“Bu, sekarang aku harus bagaimana? Ayah ingin kembali pada kita, tetapi Ayah yang menjadi penyebab semua masalah yang terjadi pada kita.”David menunggu tanggapan dari Bintara, tetapi sepertinya putra tersebut tak berniat untuk menanggapi ucapan panjang lebarnya itu. Maka pria baru baya itu lekas bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan ruangan.“Kembalikan ibuku,” ucap Bintara membuat langkah David terhenti. David menatap punggung Bintara yang masih pada posisi yang sama.“Bagaimana cara Ayah melakukannya? Jika dengan terungkapnya keberadaan ibumu membuat kami di penjara. Tidak, sepertinya hanya Ayah yang akan berada di balik jeruji besi. Kau tak tahu bagaimana liarnya Laras sampai detik ini. Jika hanya Ayah yang masuk penjara, semua menjadi kacau. Semua perusahaan ayah dan ibumu bangun bisa jadi jatuh ke tangannya. Ayah memang diam selama ini, tapi Ayah tahu Laras diam-diam ingin mengalihkan satu per satu perusahaan menjadi miliknya dan juga anak kami. Saat ini Ayah sedang m
Bintara tak menunjukkan tanda-tanda ia akan sadar dari lelapnya. Viona dengan setia menunggu kekasihnya untuk bangun. Viona mendapatkan pesan dari ayahnya yang datang ke polres. Viona merasa janggal ketika membaca pesan tersebut.From : AyahViona, ayah datang ke polres untuk mengetahui hasil penyelidikan. Ayah dengar kecelakaan Bintara murni kecelakaan Tunggal yang tak melibatkan siapapun. Tak ada sabotase pada mobilnya. Dugaan sementara Bintara mengemudi dalam keadaan mengantuk atau mengonsumsi alcohol. Dari rekaman CCTV di sekitar sana, mobil yang dikemudikan Bintara oleng berkali-kali hingga menabrak pembatas jalan. Viona mengembuskan napasnya berat. Ia menoleh pada Bintara yang masih setia menutup matanya. “Bagaimana aku menyakinkan semua orang jikalau aku sangat mengenal kekasihku? Bin orang yang sangat hati-hati dan dewasa. Ia tak pernah mengemudi ketika ia mengantuk. Aku sudah sangat sering berjalan jauh dengan Bintara. Setiap kali ia merasa mengantuk dan lelah, ia pasti mene