Erdo menghentikan mobil di sebuah hutan yang besar. Bintara melirik tajam beberapa penjaga di depan hutan tersebut yang berdiri tegap dengan perawakan tinggi besar. Bintara membuka mobilnya, lalu keluar dari sana. Sontak tatapan semua penjaga itu tertoleh padanya. Ada seorang penjaga yang berbisik pada temannya di samping.Bintara berjalan depan santai mendekati hutan dengan kedua tangan terselip di celana. Erdo mengikutinya dari belakang dengan tubuh tegap. Begitu Bintara hampir memasuki hutan, para penjaga tersebut langsung menghadang di depannya. Bintara menatap santai, tetapi setelahnya tersenyum sinis.“Minggirlah. Jangan menghalangi jalanku,“ titah Bintara.“Hutan ini tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang,” sahut salah satu dari mereka.“Tapi aku bukan sembarang orang. Aku bahkan bisa membeli hutan ini. Minggirlah,” sahut Bintara dengan tenang.“Jangan membuat kami melakukan kekerasan. Pulanglah dengan damai, Tuan,” pinta mereka.“Aku pantang pulang sebelum mendapatkan yang
Bintara disekap di rumah kosong tempat Rusmini disekap sebelumnya. Bahkan sekarang Bintara berada di kamar yang baru ibunya tempati. Hari sudah semakin sore, tetapi Bintara masih tak sadar dari pingsannya. Hingga tak lama, kedua mata Bintara terbuka perlahan. Ia mengerjap beberapa kali untuk memokuskan pandangan. Bintara terkejut melihat dimana ia berada sekarang. Ia berada di sebuah kamar sederhana yang sangat tertutup. Bahkan pagar besi membentengi jendela bagai sebuah sel penjara.“Di mana aku? Akh!” Bintara memegangi lehernya yang terasa sangat sakit. Ada benjolan yang sangat rentan di leher bagian belakangnya, tentu karena pukulan keras itu.“Sialan! Berani sekali mereka menyakitiku dan menyekapku di sini!”Bintara berdiri dari sebuah kursi. Saat ia melangkah, tubuhnya nyaris terjerembab karena ikatan kuat pada kaki sebelah kanannya. Bintara menoleh ke belakang, ternyata kakinya di ikat dengan sebuah rantai yang membelit pada kursi itu.“Argh!” Erang Bintara. Ia menatap tajam ke
“Kau menemukan ibumu? Sungguh?” tanya Viona membolakan matanya.Bintara mengangguk lesu. Ia kembali mengambil sesendok es krim dan melahapnya. Viona menyadari perbedaan sikap sang kekasih, sudah pasti Bintara mendapatkan kenyataan yang tak sesuai dengan keinginan hatinya.“Apa kenyataan yang kau dapat tak sesuai dengan harapanmu? Kau tampak tak bersemangat, Bin.” Viona menatap lekat kekasihnya yang kini menatap ke arah luar kedai es krim itu.“Aku menemukan ibuku, tetapi aku gagal membawanya bersamaku,” sahut Bintara yang justru membuat kening Viona berkerut. Ia tak paham dengan yang Bintara ucapkan barusan.“Maksudmu? Ayolah jangan bicara teka-teki,” rengek Viona.Barulah Bintara beralih menatap kekasihnya lekat. “Semalam aku dan Erdo pergi ke hutan Kalang tempat ibuku disekap. Ternyata seluruh hutan besar itu dijaga oleh anak buah ayahku. Sebagian dari mereka bukan orang asli Indonesia. Aku dapat dengan mudah melumpuhkan mereka bersama Erdo. Namun, ketika memasuki hutan terdalam aku
“Kau yakin akan tetap di kantor? Aku akan pulang segera, Laras. Kepalaku berat sekali ingin segera tidur,” tanya David pada istrinya yang masih sibuk memeriksa berkas.“Pulang saja lebih dulu. Berkas ini harus aku periksa semuanya dan diserahkan besok sekitar jam sebelas pagi. Sedangkan aku memiliki acara penting dari jam delapan pagi hingga siang. Aku takut tak sempat mengerjakannya,” sahut Laras.“Kerjakan di rumah,” ucap David lagi.“Jika sampai rumah aku malas mengerjakannya, Mas. Sudahlah kau pulang saja. Masih ada beberapa karyawan yang bekerja lembur. Kau tak perlu khawatir,” sahut Latas tampak acuh tak acuh.David pun akhirnya mengangguk. “Baiklah. Aku pulang lebih dulu. Jika terjadi sesuatu lekas hubungi aku,” ucap David yang diangguki oleh Laras.Sepeninggalan David, wanita itu masih fokus dengan beberapa berkas, sesekali menandatangi berkas tersebut. Hingga tiga jam berlalu, Laras baru selesai dengan kegiatannya memeriksa berkas sambil menonton acara kesukaannya di tab mili
David dan Laras berkunjung ke markas untuk menemui semua anak buahnya, termasuk mafia dari Hongkong. Mereka berbaris menjadi dua bagian dengan dipimpin oleh Dhani dan mafia Hongkong bernama Barnad.“Apa kalian tahu mengapa kami kumpulkan di sini?” tanya Laras tersenyum miring.Tak ada yang menjawab sebab mereka lebih menunggu lanjutan ucapan dari Nyonya mereka. “Tentu saja ada rencana besar yang ingin kami lakukan. Sebelum itu, aku mengucapkan terima kasih pada kalian yang telah berjaga di hutan Kalang. Walau banyak dari kalian yang ditumbangkan Bintara, tetapi kalian mampu mempertahankan tahananku. Sehingga Bintara tak dapat bertemu dengan Ibunya,” tukasnya memberikan senyuman penuh kebanggaan.“Aku ingin membagi tugas pada kalian. Mulai sekarang berjagalah di depan rumah ini, depan perusahaanku, dan aku butuh pengawal lebih untuk berada di sekeliling kami. Keadaan sudah tak aman seperti dulu. Bintara sudah hilang kendali. Kapan saja ia bisa mencelakai kami berdua. Jadi aku pinta kal
Viona telah sampai di mansion Bintara. Gadis itu terperagah melihat betapa besarnya mansion kekasihnya. Letaknya di samping pantai yang sangat indah. Rumah bak istana itu bernuansa cokelat muda. Banyak ornamen pada tembok-tembok bagian dalam mansion tersebut.Viona keluar dari mobil. Ia melangkahkan kaki di teras mansion itu dengan pandangan sangat kagum. Pintu pun terbuka, menampilkan Bintara yang tersenyum padanya. Bintara tampak memakai setelan kasual. Setelan yang nyaris tak pernah ia kenakan di hadapan Viona.“Welcome my house, Baby!”Viona langsung menghambur ke pelukan kekasihnya. “Kau tampak berbeda dengan setelan seperti ini. Aku jadi mengingat Kelvin. Rambutmu … kau sengaja mengubahnya?’’ Viona memperhatikan dengan lekat penampilan pria di hadapannya.“Aku akan menjadi Kelvin jika di rumah. Berharap ibuku akan datang ke sini dan langsung mengenaliku,” ucap Bintara tersenyum.“Sabarlah. Suatu saat hal itu akan terjadi.” Viona menunjukkan senyum manisnya.Bintara menarik pelan
“Tutup mulutmu! Telan saja kenyataan sampah yang diucapkan oleh wanita itu. Viona akan selamanya menjadi milikku!”Viona langsung berdiri dan memegangi pundak kekasihnya untuk menenangkan. “Bin, tenangkan dirimu,” ucapnya lembut.Ferry tertawa sumbang. Ia juga ikut berdiri sambil bersedekap dan menatap pogah lawannya. Sementara kedua orang tuanya serba salah melihat momen yang semakin memanas tersebut.“Apa artinya hubungan tanpa restu orang tuanya? Kau pasti tak mendapatkan restu dari Bu Laras. Ibunya Viona sudah pasti tidak merestuimu. Oleh sebab itu hubungan kalian dari awal sudah tak dianggap,” ucap Ferry santai.“Tidakkah kau malu? Kau berusaha untuk mendapatkan gadis yang sudah memiliki kekasih. Apa tak ada gadis lagi yang bisa kau dekati? Kasihan sekali. Bersaing bisnis denganku saja kau tak mampu, apalagi ingin memilki kekasihku. Jangan membuat dirimu gila dengan kegagalan,” cetus Bintara tersenyum mengejek.Ferry terlihat sangat geram dengan kepalan tangan yang sangat erat te
Bintara baru selesai dengan pekerjaannya di kantor. Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Matanya sudah memberat karena banyaknya pekerjaan yang harus ia selesaikan. Bintara memeriksa ponselnya, barang kali ada kabar dari anak buahnya soal beberapa penyelidikan yang berlangsung.“Mereka belum mengabariku. Apa wanita itu memilih tempat penyekapan di luar kota?” monolog Bintara bingung.“Jika demikian, tak mungkin mudah untuk menemukan tempat penyekapan itu. Aku perlu menambah anak buah untuk melakukan pencarian di luar kota.”Bintara meraih jas hitamnya yang tersampir di kursi. Setelah membereskan laptop, Bintara segera keluar dari ruangannya.Erdo sudah pulang lebih dulu karena ada urusan dengan istrinya yang entah ke berapa. Membuat Bintara Mengemudi mobilnya sendiri menuju mansion. Matanya yang lelah tetap terjaga memperhatikan jalanan. Tak sengaja matanya melirik spion. Sebuah mobil Kijang hitam mengikutinya.“Ada-ada saja,” gumam Bintara mempercepat laju mob
Bintara dan Viona melanjutkan makan malam mereka yang tertunda, membiarkan Rusmini dan David entah langsung pulang atau mengunjungi tempat lain. Setelah sekian lama Viona sudah tak melihat wajah bahagia yang polos kekasihnya. Terakhir ia lihat ketika zaman sekolah SMA dulu.“Kau ingat hari pertama kali kita menjadi sepasang kekasih? Aku yang menyatakan cinta lebih dulu,” sindir Viona tersenyum geli.Tentu saja Bintara merasa terlukai harga dirinya. Ia menatap malas Viona yang sedang menertawakannya. “Itu karena aku sadar diri. Dulu aku tak setampan ini dan memiliki banyak kekurangan. Aku tuli dan penyakitan. Aku juga bukan anak yang diharapkan oleh ayahku. Jadi kepercayaan diriku lenyap karena itu. Aku sungguh tak menduga bagaimana bisa kau menyukaiku yang dulu? Jika aku yang dulu adalah aku yang sekarang, sangat wajar kau menyukai pria tampan, hebat, dan mapan ini,” tutur Bintara yang awalnya merendahkan diri berakhir membanggakan diri. Viona berdecih mendengarnya.“Itu karena kau or
Bintara berdesis saking gemasnya dengan kelakuan Viona yang ternyata hadir ke kampus. Siang ini Bintara menjemput kekasihnya itu sekalian meminta penjelasan mengapa kekasihnya itu tak mendengarkan saran darinya.“Halo, Sayang aku!” Viona langsung memeluk Bintara yang tak membalas pelukannya.“Mengapa kau tak menurutiku?” Pertanyaan dingin dari Bintara membuat Viona melepaskan pelukan itu dengan tampang cemberut.“Hari ini ada test penting. Aku harus hadir ke kampus, Bin. Lagipula aku sudah tak apa. Kau jangan terlalu khawatir seperti ini. Yang harus kau khawatirkan adalah keadaan perutku, aku sangat lapar,” ucap Viona sedikit merengek.“Merengek memang andalanmu,” sahut Bintara berjalan lebih dulu ke arah mobilnya. Ia tetap membukakan pintu untuk Viona walau tak menunggu gadis itu masuk langsung berjalan ke arah pintu mobil bagian kemudi.Bintara menjelankan mobil meninggalkan kampus Viona. Tujuan mereka adalah sebuah restaurant ala Korea yang tak jauh dari kampus Viona. Bintara memes
Rusmini telah pulang ke rumahnya, begitu pun dengan David. Sore ini Viona sudah diperbolehkan pulang, hanya saja ia menunggu infus habis. Bintara dengan setiap menungguinya.“Vi, apa menurutmu baiknya Ibu kembali pada ayah? Mendengar ayah akan pergi ke Paris dan memutuskan untuk menyendiri, rasanya aku juga merasakan kesepian yang ayahku rasakan. Ketulusan ayah juga tampak ketika ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah bercerai dengan ibumu,” lontar Bintara sembari mengupas buah apel.“Kalau menurutku … lebih baik persatukan mereka lagi, Bin. Walau aku tak begitu dekat dengan ibumu, tapi entah mengapa aku bisa melihat bahwa ibumu masih menyimpan perasaaan pada ayahmu. Hanya saja ibumu mempertimbangkan banyak hal hingga tak ingin menuruti kemauan hatinya. Salah satunya juga trauma yang ibumu miliki, Bin. Ibumu pasti takut jikalau ayahmu kembali seperti yang dulu dan menyakiti kalian lagi. Maka jalan satu-satunya yang bisa kau ambil adalah menyakinkan ibumu bahwa pemikiran buruk
Laras tertangkap saat mencoba melarikan diri ke luar kota bersama dengan anak buahnya. Berita tentang penangkapan itupun masuk berita pada pagi hari ini. Viona dan Bintara menatap layar televisi di rumah sakit. Tampak Laras dengan tampilan berantakan diborgol polisi. Tatapan wanita itu sangat kosong dan tubuhnya sangat lesu. Viona sudah mengetahui hal itu sejak ia bersama dengan ibunya di mobil.“Ibu pasti sangat tertekan hingga mentalnya terguncang. Ibu sangat mengerikan ketika membentakku di mobil waktu itu. Sorot matanya tak wajar, antara takut dan juga marah yang membumbung tinggi.” ungkap Viona.Bintara mengusap pundak kekasihnya dengan lembut dan memeluknya dari samping. “Mungkin kau sedih melihat ibuku seperti itu, Sayang. Tapi itulah yang terbaik untuk ibumu. Tak ada yang bisa mengendalikan ibumu selama ini. Dia terus saja membuat rencana-rencana jahat yang merugikan keluargaku, aku, dan juga dirimu. Aku tak ingin menyaksikan dan merasakan kesakitan keluargaku lagi karena dia,
Viona tak tahu kemana ia akan dibawa, tetapi ibunya terlihat sangat tenang. Walau bersama sang Ibu, tetapi Viona merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Apakah ini normal? Mengapa ia justru merasa tak akan ketika bersama dengan ibunya sendiri? Viona menoleh ke belakang, tampak sebuah mobil mengikuti mereka. Bukan mobil Bintara, tetapi mobil anak buahnya.“Bu, sepertinya kita diikuti,” ucap Viona.“Tenang, Viona. Anak buah ibu adalah mantan pembalap dulunya. Dia lihai untuk menghindari kejaran itu. Kau tenang saja, mereka tak akan menemukan kita setelah ini,” sahut Laras tersenyum penuh arti.“Memangnya kita akan ke mana, Bu?”“Tentu saja ke tempat yang tenang dan tak ada siapapun yang dapat menemukan kita,” sahut Laras.“Mengapa tak ke kantor polisi saja? Mereka tak akan macam-macam kalau kita ke kantor polisi, Bu,” ucap Viona memberi saran.“Diam kau, Viona! Jangan sekali-sekali kau sebut nama tempat itu! Ibu tak ingin mendengar tempat terkutuk itu!” Hardik Laras dengan tatapan tajam
Usai membayar ganti rugi, Laras pun dibebaskan oleh polisi. Ia keluar dari kantor polisi dengan keadaan yang berantakan. Tatapannya kosong, eyeliner-nya luntur, dan rambutnya berantakan. Laras tak peduli dengan tatapan orang-orang padanya. Sesaat dirinya seperti tak memikirkan apa-apa, lalu tiba-tiba ia teringat kembali dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Bagaimana bahagianya ia berselfi dengan David, kedatangan Hendrik yang tiba-tiba merusak suasana, dan hadirnya Bintara yang menjadi akhir dari hubungan dengan suaminya.“Semua ini gara-gara Bintara! Dia pasti telah menyusun rencana ini untuk menghancurkan hidupku! Cih, baiklah. Lihat bagaimana aku bisa menghancurkan hidupmu Bintara! Lihat! Aku bahkan tak peduli meski harus mengorbankan putri Marvin itu!”Laras memesan taksi. Ia menunggu di pinggir jalan dengan berbagai rencana yang saling berlalu lalang di kepalanya. Berbagai kemungkinan buruk pun terbayang-bayang. Apa yang akan dilakukan David setelah ini? Menceraikannya atau
“Apa benar semua itu, Laras?” David bertanya dengan nada dingin.Laras langsung bersujud di hadapan David sambil menangis tersedu untuk meminta ampun.“Mas, maafin aku. Aku nggak bermaksud membohongimu. Aku awalnya tak tahu jikalau Sonny adalah anak dari Hendrik. Aku pikir memang anak kita karena kita juga melakukan hubungan suami istri, bukan?”“Tapi kau tak bicara apapun setelah mengetahui Sonny bukan anakku! Kau menipuku hingga hari ini, Laras! Bahkan kau menikahiku karena orang tuamu memiliki dendam terhadap keluargaku? Pantas saja kau selalu memaksaku untuk mengalihkan kepemilikan perusahaan atas namamu dan juga Sonny. Begitu aku bangkrut, kau akan pergi dan bahagia dengan pria itu!” bentak David dengan tatapan berapi-api.Laras semakin menangis sambil menangkup kedua tangannya di hadapan wajah. Ia memohon pada David dengan sejadi-jadinya bahwa ia sangat menyesali perbuatannya. “Aku mohon maafkan aku, Mas. Kali ini saja maafkan aku. Aku memang awalnya menuruti permintaan orang tu
Laras berdandan dengan sangat cantik malam ini. Ia menggenakan gaun hitam selutut yang ketat dan lipstick yang tebal merah merona. Belum lagi highheel yang ia pakai membuatnya merasa bak modal di depan cermin ketika mematut dirinya sendiri. Laras sangat bangga dengan penampilannya malam ini. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, Laras merasa jikalau David pasti sudah menyiapkan kejuatan ulangtahun untuknya, membayangkan saja sudah membuat Laras kegirangan bukan main.David sudah menunggu di dalam mobil. Ia menoleh ke arah pintu, Laras dan Sonny belum kunjung keluar juga. David memutuskan untuk menelepon Bintara untuk memastikan rencana mereka hari ini seperti apa.“Halo, Yah?’’“Halo, Bintara. Jadi gimana, Ayah dan Laras beserta Sonny akan segera berangkat ke restaurant itu. Kapan kalian akan datang? Takutnya setelah selesai makan, kalian baru datang. Timingnya nanti tidak tepat, Nak. Apa perlu Ayah kasih kode nanti lewat pesan?”“Tidak perlu, Yah. Kami sudah stand by di parkiran resta
Rusmini datang bersamaan dengan Laras yang datang ke kantor. Laras mencoba tak peduli dengan wanita yang ia anggap musuh berat tersebut. Begitu pula dengan Rusmini yang memilih acuh tak acuh dengan raut wajah yang sangat tenang. Begitu mereka memasuki kantor, setiap karyawan yang mereka lewati lebih memilih menyapa Rusmini. Jika dibandingkan 7:3 yang menyapa mereka. Tentunya banyak yang menyapa Rusmini. Hal itu membuat hati Laras terasa terbakar. Mereka memasuki lift yang sama. Laras sengaja melakukanya karena ada sesuatu yang ingin ia ucapkan pada Rusmini.“Kemarin suamiku mengajak aku dan putraku makan bersama di hari ulang tahunku. Lega rasanya mendengar dia masih memperhatikanku. Aku pikir dia kepincut dengan janda rendahan di sekitarnya,” ucap Laras dengan nada menyindir.Rusmini tersenyum tenang mendengarnya. “Syukurlah dia tak kepincut janda di luar sana. Jadi ketika dia ingin kembali padaku, aku tak ragu untuk menerimanya.”Laras menatap nyalang Rusmini di sampingnya. “Kau tak