“Tutup mulutmu! Telan saja kenyataan sampah yang diucapkan oleh wanita itu. Viona akan selamanya menjadi milikku!”Viona langsung berdiri dan memegangi pundak kekasihnya untuk menenangkan. “Bin, tenangkan dirimu,” ucapnya lembut.Ferry tertawa sumbang. Ia juga ikut berdiri sambil bersedekap dan menatap pogah lawannya. Sementara kedua orang tuanya serba salah melihat momen yang semakin memanas tersebut.“Apa artinya hubungan tanpa restu orang tuanya? Kau pasti tak mendapatkan restu dari Bu Laras. Ibunya Viona sudah pasti tidak merestuimu. Oleh sebab itu hubungan kalian dari awal sudah tak dianggap,” ucap Ferry santai.“Tidakkah kau malu? Kau berusaha untuk mendapatkan gadis yang sudah memiliki kekasih. Apa tak ada gadis lagi yang bisa kau dekati? Kasihan sekali. Bersaing bisnis denganku saja kau tak mampu, apalagi ingin memilki kekasihku. Jangan membuat dirimu gila dengan kegagalan,” cetus Bintara tersenyum mengejek.Ferry terlihat sangat geram dengan kepalan tangan yang sangat erat te
Bintara baru selesai dengan pekerjaannya di kantor. Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Matanya sudah memberat karena banyaknya pekerjaan yang harus ia selesaikan. Bintara memeriksa ponselnya, barang kali ada kabar dari anak buahnya soal beberapa penyelidikan yang berlangsung.“Mereka belum mengabariku. Apa wanita itu memilih tempat penyekapan di luar kota?” monolog Bintara bingung.“Jika demikian, tak mungkin mudah untuk menemukan tempat penyekapan itu. Aku perlu menambah anak buah untuk melakukan pencarian di luar kota.”Bintara meraih jas hitamnya yang tersampir di kursi. Setelah membereskan laptop, Bintara segera keluar dari ruangannya.Erdo sudah pulang lebih dulu karena ada urusan dengan istrinya yang entah ke berapa. Membuat Bintara Mengemudi mobilnya sendiri menuju mansion. Matanya yang lelah tetap terjaga memperhatikan jalanan. Tak sengaja matanya melirik spion. Sebuah mobil Kijang hitam mengikutinya.“Ada-ada saja,” gumam Bintara mempercepat laju mob
Surat KeduaAku awalnya masih tak mengerti apa yang sebenarkan wanita itu maksud. Tapi setelah tahu apa yang dia lakukan padaku, membuatku paham mengapa dia tak membunuhku saja. Dia mempertahankanku karena perusahaan. Para kolega yang bekerja sama dengan perusahaan itu hanya mengenalku, tidak dengan Laras. Mereka yang menyukai ide kreatifku membuat kerja sama kami terus berlanjut hingga sekarang. Setiap kali rapat online dengan kolega, dia menggunakanku tampil di hadapan mereka. Wanita itu juga menggunakanku untuk meminta suntikan dana pada orang tua David. Ternyata ini alasan dia selalu ingin melenyapkanku. Wanita ini sungguh gila harta. Dengan tak tahu malu merebut suamiku dan mengincar hartanya. Jika aku diberi kesempatan hidup lebih lama, aku ingin menyuarakan pada dunia semua keburukannya.Bintara kembali membuka surat ketiga. Ia menelan kekesalannya dengan susah payah, agar bisa membawa semua surat yang telah ibunya tulis. Bukan tanpa tujuan ibunya menuliskan surat itu, pasti ia
David memasuki ruangan bawah tanah tempat disekapnya Rusmini. Tibalah David di depan sebuah pintu dengan pagar kecil di bagian atas pintu sebagai akses untuk melihat ke dalam. David menilik isi kamar lewat pagar kecil itu, tampak seorang wanita sedang duduk di kursi sambil menjahit pakaian. Melihat wanita itu, membuat hati David mencelos. Sudah tiga tahun lamanya, akhirnya ia bisa melihat mantan istrinya tersebut. Bukan, David bahkan belum bercerai dengannya.David menyuruh anak buahnya untuk membuka pintu tersebut. Begitu pintu terbuka, ia melangkah masuk. Ternyata Rusmini tak terusik dengan suara kedatangannya. David menguatkan dirinya, ia pun mengetuk pintu. Tampak Rusmini menoleh padanya, wanita itu terkejut melihat sosok pria yang sudah sangat lama tidak ia jumpai. Rusmini berdiri, ia menatap geram pada David yang mematung tanpa ekspresi apapun.“Mau apa kau ke sini?” Rusmini bertanya dengan raut wajah dingin.“Hanya mampir karena kebetulan tempat meeting-ku di kota ini,” sahut D
Sepanjang perjalanan pulang David terus saja termenung. Ia memikirkan apa yang terjadi hari ini. Mulai dari pertama kalinya melihat sosok Rusmini setelah tiga tahun, Rusmini yang menatapnya penuh kebencian, Rusmini yang memohon, dan Rusmini yang tersenyum padanya. Semua itu berputar di kepala David seolah-olah kaset rusak yang tak akan berhenti. David mengepalkan tangannya, ia menggeleng segera.“Tidak. Aku tak seharusnya mempunyai pemikiran seperti ini. Aku tak seharusnya memikirkannya. Aku telah mencampakannya dan membuat dia terluka. Tak seharusnya aku mulai ….”David kembali memutar rekaman suara Rusmini yang terdengar manis untuk putranya. Mendengar suara itu membuat David menggenggam erat ponselnya. Ia berjuang melawan rasa asing yang memporak-poranda hatinya hari ini. Ini tak seharusnya ia rasakan, ia tak seharusnya memiliki pemikiran seperti ini.“Apa nomor telepon Bintara masih sama seperti nomor teleponnya yang dulu?” pikir David.David mencoba menghubungi nomor itu tanpa ada
David baru saja pulang ke rumahnya. Ia mendapati Laras yang sedang minum kopi di dapur. Saat David hendak melanjutkan langkah ke kamar, suara Laras membuat langkahnya berhenti.“Kenapa baru pulang, Mas?” tanya Laras.“Macet. Singgah juga buat makan,” sahut David seadanya.“Tak singgah ke tempat penyekapan dulu menjenguk mantan istri?” sindir Laras. David tentu saja terkejut. Dari mana Laras tahu soal itu? Berarti ada salah satu dari anak buahnya yang memihak Laras.“Aku hanya ingin melihat. Apakah sungguh dia masih hidup. Itu saja,” sahut David melanjutkan berjalan ke kamar.Laras berdecih. “Apa dia mulai tertarik dengan wanita itu? Lihat saja apa yang aku lakukan padanya jika sungguh tertarik dengan Rusmini lagi.Di sisi lain, Viona dan ibu tirinya sedang duduk santai di depan televisi sambil menikmati beberapa camilan di atas meja. Mereka berdua langsung akrab hanya satu bulan setelah ayahnya membawa Bunga ke rumah. Menurut Viona, wanita itu memiliki sikap keibuan yang sangat tulus
“Jika kau ingin ayahmu segera bangun dari komanya, aku bisa memberikan penawarnya padamu, Viona.”Mendengar penuturan Ferry barusan, membuat Viona menghentikan langkahnya. Ia menoleh pada Ferry yang tersenyum manis. Ferry berjalan mendekati Viona dengan langkah percaya diri.“Apa maksudmu punya penawarnya? Apa kau ada hubungannya dengan racun itu?” tuding Viona.Ferry lekas menggeleng. “Tentu saja aku tak ada hubungannya. Kau tahu bukan aku sangat dekat dengan ibumu? Sehingga ibumu dengan mudah memberikan padaku apa yang aku mau. Aku mengatakan bahwa ingin mendekatimu dengan mengandalkan penawar obat itu. Maka ibumu dengan sukarela memberikannya,” pungkasnya.Viona menatap tajam ke arah Ferry dengan rahang mengeras. “Aku tak berminat. Aku memiliki Bin yang bisa mendapatkan penawar itu. Dia sedang melakukan penyelidikan soal racun itu, jadi aku tak butuh bantuan darimu,” sahut Viona.Ferry tertawa sumbang di hadapan Viona, membuat gadis itu mengeryitkan keningnya heran. Ferry bersedeka
Viona tiba di rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Ia berjalan gontai keluar dari ruangan dokter. Viona menanyakan perihal perkembangan ayahnya, tetapi dokter menyampaikan hal yang tak sesusai harapannya. Viona kembali ke kamar ayahnya, ia mendekat dan duduk di samping brankar.“Harus sampai kapan ayah seperti ini?”Viona merogoh ponselnya, lalu menghubungi sang kekasih. Ia ingin menanyakan pada Bintara sekali lagi tentang pabrik racun dan Penawar itu.“Halo, Sayang. Di mana kau sekarang?”“Aku lagi di rumah sakit.”“Kau mengunjungi ayahmu? Bagaimana keadaannya?”“Tak ada perkembangan yang aku harapkan. Sepertinya akan sama sebelum kau menemukan Penawar itu. Apa sudah ada titik terang, Bin?”“Maafkan aku. Tapi aku yakin sebentar lagi anak buahku akan menemukannya. Kau yang sabar, aku akan segera menemukan penawarnya.”“Baiklah. Semoga lekas ketemu. Bin, aku akan pulang. Aku tutup teleponnya.”“Baiklah. Hati-hati di jalan, Vi.”“Heum.”Viona menutup sambungan telepon itu dengan pandangan
Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara terkejut melihat Viona yang sudah ada di dalam mansionnya. Kekasihnya itu duduk di sofa dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang datar. Bintara merasakan hawa yang tak enak, perlahan ia mendekati Viona dan duduk di samping, tetapi Viona lekas berpindah ke samping tanpa melepaskan lipatan tangannya di depan dada.“Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Bintara bertanya dengan raut wajah yang polos. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun pada Viona, mengapa kekasihnya itu terlihat marah sekali padanya?Viona menoleh pada Bintara dengan raut wajah sebal. “Kau tak tahu apa kesalahanmu, Bin? Pikirkanlah lagi apa salahmu. Aku ingin kau peka tanpa harus aku yang menyebutkannya. Menyebalkan!” Viona memunggungi Bintara yang terheran-heran dengan sikap Viona.“Apa yang aku lakukan?” gumam Bintara sambil mengingat-ingat kalau-kalau ia melupakan sesuatu. “Anniversary kita masih enam bulan lagi. Ulang tahunmu juga pada bulan yang sama. Apa yang aku lewatkan? Aku aku ada janj
Bintara telah tiba di mansion beberapa menit yang lalu. Viona sudah pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Saat ini Bintara berdiri di balkon sambil memikirkan soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Helaan napasnya terdengar lelah, matanya menatap ke arah langit.“Apa aku boleh mengeluh sekarang? Rasanya semuanya terasa begitu memuakkan dari hari ke hari. Laras begitu kejam padaku hingga melakukan apa saja yang ingin lakukan. Aku takut jikalau suatu saat menyalahgunakan kekuatan yang aku miliki,” monolog Bintara.“Jika hanya tentangku, aku tak akan sepusing ini memikirkannya. Aku khawatir Laras mengusik orang-orang yang aku sayangi dengan ilmu hitam itu. Aku tak akan bisa berkutik jika itu terjadi. Maka aku harus segera mencegah perbuatan licik wanita itu.”Dari arah belakang datang Erdo yang berdiri tak jauh dari Bintara. “Tuan memanggilku?’’Bintara menoleh ke arah belakang. Mendapati Erdo yang siap mendapatkan perintah darinya. “Kau selidiki soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Ke du
Viona menelisik Bintara yang tak kunjung menampakkan diri. Tak lama Bintara muncul dari arah dalam rumah. Viona langsung menghampiri Bintara yang berjalan dengan pelan ke arahnya.“Bin, bagaimana? Kau menemukan ruangan itu?”“Bawa aku keluar dulu, Viona. Aku akan jelaskan nanti di jalan. Kita harus pergi sebelum ibumu mencariku kembali,” ucap Bintara.“Baiklah aku kita keluar,” sahut Viona menuntun Bintara menuju pintu utama,Viona membukakan pintu mobil untuk Bintara. Viona yang mengemudi kali ini, sebab Bintara masih belum terlalu sehat. Walau tubuhnya membaik dengan cepat, tapi bohong jikalau Bintara tidak merasa lemah. Usai membantu Bintara memasang sabuk pengaman, Viona langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah David.Di perjalanan, Bintara masih tak memulai obrolan. Viona sejujurnya ingin menunggu pria itu untuk bercerita lebih dulu. Namun, tampaknya Bintara akan diam saja jika ia tak segera menanyakannya.“Bin, kau tak ingin bercerita padaku apa yang kau temukan? Kau men
Acara ulang tahun Sonny telah tiba. Ada banyak sekali tamu undangan yang datang. Seketika rumah David dipenuhi oleh kerabat dan temannya bersama anak-anak mereka. Cukup berlebihan hanya untuk pesta anak berumur sebelas tahun. Acara tersebut sangat meriah seperti acara pernikahan yang meriah. Laras dan David berdiri di teras untuk menyambut para tamu undangan. Wajah Laras sungguh sangat berseri-seri hingga kedatangan sepasang kekasih membuat senyuman Laras luntur seketika.Bintara berdiri di hadapan Laras yang menatapnya tajam. Bintara menyunggingkan senyuman manis yang justru mengejek bagi Laras.“Mau apa kau ke sini?” Laras bertanya dengan nada dingin.“Manis sekali ucapan untuk tamu special sepertiku. Harusnya kau sangat tersanjung korban kecelakaan sepertiku masih menyempatkan diri untuk datang. Beruntungnya kakiku tak mengalami masalah yang serius. Aku masih kuat berjalan untuk masuk ke rumah ibuku dan duduk di kursi yang telah disediakan, kekasihku yang baik hati akan mengambilka
“Aku sudah bertanya pada Laras soal keterlibatannya dengan kecelakaan Bintara. Tapi aku tak bisa memastikan apapun karena dia memang pandai menutupi sesuatu. Ibumu tentu saja membela dirinya ketika disalahkan. Jadi sulit memprediksi apakah memang benar dia tidak terlibat atau memang terlibat tetapi pandai menutupinya,” tutur David atas pertanyaan Viona mengenai keterlibatan Laras pada kecelakaan Bintara.Di perjalanan menuju rumah sakit tempat Bintara dirawat, Viona dan David saling bicara. Berawal dari Viona yang bertanya soal keanehan yang Laras lakukan selama beberapa hari ini. David pun menyuarakan fakta yang membuat Viona mendapatkan keyakinan lebih terhadap dugaannya.“Apa Om melihat gelagat berbeda dari ibu belakangan ini? Atau ibu sering menghilang dan datang dari ruangan tertentu untuk melakukan sesuatu?” Viona kembali melayangkan pertanyaan.David berpikir untuk beberapa saat, mencoba mengingat hal janggal apa yang ia dapatkan dari tindakan Laras. Hingga akhirnya matanya sed
Laras sedang mengarahkan para pekerja yang sedang mendekor rumahnya untuk acara ulang tahun Sonny. Hiasan rumah itu bernuansa biru dan kuning. Ada banyak sekali balon berwarna biru yang memenuhi dinding. Lalu di tengahnya ada tulisan nama Sonny dengan balon warna kuning. Besok adalah hari ulang tahun Sonny yang ke sebelas. Laras tak ingin ada yang kurang dari persiapan acara itu.“Bonita, bagaimana kue yang aku pesan kemarin? Jangan lupa untuk membawanya besok pagi karena acaranya mulai jam sembilan pagi. Aku tak terima kendala apapun, pastikan kau membuat kue Cadangan apabila kue pertama gagal dibawa ke sini. Aku tak mau putraku kecewa karena kue ulangtahunnya tak sesuai harapan,” ucap Laras berbicara lewat telepon.Laras kembali mengawasi pekerja yang mendekorasi. Tak sengaja ia melihat Viona ada di depan pintu. Laras mengeryit heran melihat putrinya datang. Ia pun melangkah mendekati Viona yang tersenyum padanya.“Viona, kau ke mari? Tumben sekali,” sindir Laras.“Aku ingin menemui
“Bu, sekarang aku harus bagaimana? Ayah ingin kembali pada kita, tetapi Ayah yang menjadi penyebab semua masalah yang terjadi pada kita.”David menunggu tanggapan dari Bintara, tetapi sepertinya putra tersebut tak berniat untuk menanggapi ucapan panjang lebarnya itu. Maka pria baru baya itu lekas bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan ruangan.“Kembalikan ibuku,” ucap Bintara membuat langkah David terhenti. David menatap punggung Bintara yang masih pada posisi yang sama.“Bagaimana cara Ayah melakukannya? Jika dengan terungkapnya keberadaan ibumu membuat kami di penjara. Tidak, sepertinya hanya Ayah yang akan berada di balik jeruji besi. Kau tak tahu bagaimana liarnya Laras sampai detik ini. Jika hanya Ayah yang masuk penjara, semua menjadi kacau. Semua perusahaan ayah dan ibumu bangun bisa jadi jatuh ke tangannya. Ayah memang diam selama ini, tapi Ayah tahu Laras diam-diam ingin mengalihkan satu per satu perusahaan menjadi miliknya dan juga anak kami. Saat ini Ayah sedang m
Bintara tak menunjukkan tanda-tanda ia akan sadar dari lelapnya. Viona dengan setia menunggu kekasihnya untuk bangun. Viona mendapatkan pesan dari ayahnya yang datang ke polres. Viona merasa janggal ketika membaca pesan tersebut.From : AyahViona, ayah datang ke polres untuk mengetahui hasil penyelidikan. Ayah dengar kecelakaan Bintara murni kecelakaan Tunggal yang tak melibatkan siapapun. Tak ada sabotase pada mobilnya. Dugaan sementara Bintara mengemudi dalam keadaan mengantuk atau mengonsumsi alcohol. Dari rekaman CCTV di sekitar sana, mobil yang dikemudikan Bintara oleng berkali-kali hingga menabrak pembatas jalan. Viona mengembuskan napasnya berat. Ia menoleh pada Bintara yang masih setia menutup matanya. “Bagaimana aku menyakinkan semua orang jikalau aku sangat mengenal kekasihku? Bin orang yang sangat hati-hati dan dewasa. Ia tak pernah mengemudi ketika ia mengantuk. Aku sudah sangat sering berjalan jauh dengan Bintara. Setiap kali ia merasa mengantuk dan lelah, ia pasti mene