Viona memasuki rumahnya dengan langkah gugup. Ia sudah sepakat pada Bintara bahwa ia akan bersikap bodoh pada Laras. Seolah-olah ia tak tahu bahwa ia memergoki mobil David di sekitar kafe yang baru buka itu.Saat melewati ruang tengah, Viona mengulas senyuman dan berjalan dengan ringan ke arah Laras yang sedang menonton televisi.“Halo, Bu. Tumben sekali sudah ada di rumah. Ibu tak pergi bekerja?” sapa Viona seraya duduk di sofa.Laras menunjukkan senyum penuh arti. “Ibu tadi sedang tak enak badan. Tapi sekarang sudah nyaman kembali. Kau tampak bahagia hari ini? Padahal sebelumnya kau sangat murung bagai diputus cinta.”“Sebab aku sudah balikan dengan kekasihku,” sahut Viona ceria.“Siapa kekasihmu? Omong-omong … kau harusnya mengenalkannya pada ibu, Viona. Ibu bahkan tak tahu kau memiliki seorang kekasih.”Viona memasang raut wajah gugup di depan ibunya. Ia sengaja melakukan itu agar ibunya merasa ia sungguh tak tahu apa-apa. “Kekasihku sangat sibuk, Bu. Dia adalah pembisnis sukses.
Bintara membukakan mobil untuk kekasihnya. Viona turun dari mobil dengan tatapan terperagah pada sekitar. Bagaimana tidak, mereka sekarang berada di pavilun bunga teratai milik Bintara. Seluruh danau dihiasi bunga teratai berwarna putih dan ungu. Di tengah-tengah danau ada sebuah pavilun yang dihubungkan oleh jembatan kayu yang datar. Tempat keduanya berpijak sekarang adalah halaman luas layaknya lapangan bola.“Bin, ini sungguh milikmu? Ini sangat indah. Mengapa kau baru mengajakku ke sini sekarang?”Bintara tertawa kecil. ”Saking banyaknya aku memiliki wilayah pribadi, aku bahkan melupakan tempat ini.”“Sombong sekali Tuan Bintara ini,” cibir Viona.“Jika fakta, maka tak apa,” balasnya.Viona menggandeng Bintara sambil menunjuk ke arah paviliun itu. “Bin, aku ingin ke sana! Ayo mengambil banyak foto bersama,” ucapnya tersenyum lebar.“Hanya kau yang akan berfoto nanti,” sahut Bintara sembari berjalan ke arah jembatan bersama Viona.“Itu karena kau tak pandai bergaya. Hidupmu pasti t
Keluarga dari kolega bisnis David telah datang. David dan Laras menyambut dengan ramah sepasang suami istri, Wildo dan Olivia, beserta putra mereka yang bernama Ferry. Ferry Gionard Wildo adalah sosok pria perawakan tinggi, agak kurus, dan berjambang tipis. Ketiga tamu tersebut langsung diarahkan ke meja makan.“Silakan duduk, Pak Wildo, Bu Olivia, dan Nak Ferry,” ucap Laras mempersilakan dengan lembut.“Terima kasih, Bu Laras. Senang rasanya bisa berkumpul seperti ini,” sahut Olivia.“Tentu kami lebih senang lagi,” sahut Laras tertawa anggun.“Rumahmu memiliki interior yang bagus, David. Aku jadi terinspirasi,” celetuk Wildo yang disambut tawa renyah David.“Benar, Wildo. Istriku memang mempunyai selera interior yang tinggi dia yang merancangnya sendiri,” sahut David.“Wah, tak kusangka Bu Laras handal akan interior,” decak Wildo.Laras terdiam sambil melirik dingin suaminya, tetapi ia langsung tersenyum menatap ke arah tamu. “Sejujurnya aku hanya mengikuti khayalan aku saja. Aku tak
Bintara sedari tadi menunggu balasan pesan kekasihnya dengan bersandar di ranjangnya. Ia tak bisa tidur membayangkan kekasihnya sedang terlibat dalam pertemuan keluarga yang sudah jelas untuk perjodohan. Rasanya Bintara ingin langsung mendatangi rumah ayahnya dan menarik Viona dari sana. Ingin juga ia langsung menyerang Laras yang seenaknya menjodohkan kekasihnya dengan pria lain, padahal Viona adalah kekasihnya.“Mengapa kekasihku terlahir dari wanita itu?’’Bintara kembali memeriksa room chat-nya dengan Viona yang masih belum ada pesan terbaru. Tak lama Viona mengirimkan rekaman sepanjang makan malam tadi. Bintara pun menegakkan tubuhnya sambil membuka rekaman suara itu.“Sialan! Apa yang ada dipikiran wanita ular itu. Dia sungguh mementingkan kebahagiaannya sendiri daripada kebahagiaan putrinya. Dia sungguh ingin balas dendam denganku dengan cara seperti ini? Tunggulah pembalasanku, Laras!”Bintara menghubungi Viona, tetapi Viona sama sekali tak menyahutinya. Tak berburuk sangka, B
“Ferry Geonard Wildo. Apa kau mengenal pria itu?” tanya Viona.Barulah Bintara mengingat orang itu. Bintara berdecak sebal sambil melonggarkan dasinya. Ia menatap kekasihnya yang menunggu kata-kata yang akan ia luncurkan. Melihat lingkaran hitam di bawah mata kekasihnya membuat Bintara merasa kasihan. Ia sungguh akan menghancurkan siapa saja yang melakukan hal tersebut pada kekasihnya.“Dia adalah sainganku di bidang elektronik. Sudah tiga kali dia mencoba bersaing denganku, tetapi dia selalu kalah mendapatkan apa yang ia mau. Selama ini aku mengenalnya dengan nama MR. Geo bukan Ferry. Aku baru mengenalkan ketika kau menyebutkan nama lengkap itu,” tutur Bintara menjelaskan.“Ini akan sulit, Bin. Kemungkinan dia juga akan menggunakan perjodohan kami untuk menjatuhkanmu. Bagaimana ini? Aku sudah sangat frustrasi memikirkan ayahku, Bin. Aku tak tahu harus bertindak seperti apa.” Viona menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya sendiri.“Aku akan urus semuanya hari ini. Kau tenang saj
“Lapor, Tuan. Ayah dari Nona Viona yang bernama Marvin ditemukan di sebuah rumah sakit umum. Menurut informasi keadaan pasien, Marvin mengalami koma.”Bintara menatap anak buahnya tak percaya. Apa katanya, koma? Yang benar saja. Bintara mengira Laras hanya akan menyekap ayahnya Viona untuk menekan Viona. Jika Viona melawan, baru Laras akan melakukan sesuatu pada mantan suaminya tersebut. Namun, kabar yang ia dapatkan barusan malah sebaliknya.“Kirimi aku alamatnya,” pinta Bintara.“Baik, Tuan,” sahut perwakilan tim anak buah Bintara.“Selanjutnya, Boni. Kau membawa laporan yang bagus?” tanya Bintara pada pimpinan penyelidikan kedua. Pria perawakan tinggi itu pun menghampiri Bintara.“Kami sudah menyelidiki dua buah hutan dan beberapa gedung yang mencurigakan. Tapi kami belum bisa menemukan titik terang keberadaan Nyonya Rusmini. Maafkan kami, Tuan. Kami akan mencoba menyelidiki ke tempat lain lagi,” ucap pria itu memberi hormat dan mundur ke belakang.Bintara mengembuskan napasnya pas
David berlari menuju dapur rumahnya dengan jantung berdebar dengan kencang. Sesampai di dapur ia menuang air putih dan meminumnya hingga tandas. David duduk di depan panty dengan napas tak beraturan. Apa yang ia lihat di kamar nyaris membuatnya gila.“Apa tadi? Jelas sekali itu Kelvin. Bagaimana ia bisa ada di kamarku seperti hantu? Jika pun Bintara yang menyamar jadi Kelvin, bagaimana bisa ia masuk dengan begitu cepat dan berada di hadapanku? Ini sungguh tak masuk akal,” monolog David terlihat frustrasi.David melihat jam yang melingkar di lengannya. Sudah pukul sembilan malam tetapi istrinya tak kunjung pulang. Ia merasa ini mencurigakan. David mulai khawatir sehingga mengirimkan pesan pada anak buahnya untuk mencari sang istri.“Ayah David belum tidur?” tanya Viona yang berjalan menuju dapur.David menoleh lalu tersenyum. “A-ah, iya, Viona. Tiba-tiba saja Ayah merasa haus dan memutuskan untuk minum. Ibumu belum pulang, apa kau tahu itu?” tanya David.Viona menggeleng tanda tak tahu
Viona dan Bintara dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat ayah Viona dirawat. Viona terlihat sangat cemas sepanjang perjalanan. Mendengar bahwa ayahnya berada di rumah sakit dengan kondisi koma, membuat Viona menangis. Ia tak dapat menahan gelojak amarah di hatinya hingga menyumpahi ibunya yang sudah seperti kerasukan iblis.“Ibu macam apa dia? Dia lebih seperti wanita yang kerasukan iblis! Bin, mengapa ibuku tega melakukan hal ini pada ayah? Apa tak ada rasa bersalah sedikit pun di hatinya setelah melihat ayahku dalam kondisi seperti itu?“Apa yang membuatmu heran, Vi. Dia bahkan menyuruh anak buahnya menghabisiku dan menculik ibuku. Dia juga yang membuat ibuku sakit. Apa itu sudah cukup menjawab pertanyaanmu?” sahut Bintara. Viona langsung menoleh padanya.“Pantas saja kau sangat terluka.”Bintara menoleh pada kekasihnya sambil mengulas senyum tipis. “Tenanglah. Pasti semua ini ada ujungnya. Di saat ujungnya sudah berhasil aku temukan, tolong jangan benci aku jikalau aku menghuku
Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara terkejut melihat Viona yang sudah ada di dalam mansionnya. Kekasihnya itu duduk di sofa dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang datar. Bintara merasakan hawa yang tak enak, perlahan ia mendekati Viona dan duduk di samping, tetapi Viona lekas berpindah ke samping tanpa melepaskan lipatan tangannya di depan dada.“Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Bintara bertanya dengan raut wajah yang polos. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun pada Viona, mengapa kekasihnya itu terlihat marah sekali padanya?Viona menoleh pada Bintara dengan raut wajah sebal. “Kau tak tahu apa kesalahanmu, Bin? Pikirkanlah lagi apa salahmu. Aku ingin kau peka tanpa harus aku yang menyebutkannya. Menyebalkan!” Viona memunggungi Bintara yang terheran-heran dengan sikap Viona.“Apa yang aku lakukan?” gumam Bintara sambil mengingat-ingat kalau-kalau ia melupakan sesuatu. “Anniversary kita masih enam bulan lagi. Ulang tahunmu juga pada bulan yang sama. Apa yang aku lewatkan? Aku aku ada janj
Bintara telah tiba di mansion beberapa menit yang lalu. Viona sudah pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Saat ini Bintara berdiri di balkon sambil memikirkan soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Helaan napasnya terdengar lelah, matanya menatap ke arah langit.“Apa aku boleh mengeluh sekarang? Rasanya semuanya terasa begitu memuakkan dari hari ke hari. Laras begitu kejam padaku hingga melakukan apa saja yang ingin lakukan. Aku takut jikalau suatu saat menyalahgunakan kekuatan yang aku miliki,” monolog Bintara.“Jika hanya tentangku, aku tak akan sepusing ini memikirkannya. Aku khawatir Laras mengusik orang-orang yang aku sayangi dengan ilmu hitam itu. Aku tak akan bisa berkutik jika itu terjadi. Maka aku harus segera mencegah perbuatan licik wanita itu.”Dari arah belakang datang Erdo yang berdiri tak jauh dari Bintara. “Tuan memanggilku?’’Bintara menoleh ke arah belakang. Mendapati Erdo yang siap mendapatkan perintah darinya. “Kau selidiki soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Ke du
Viona menelisik Bintara yang tak kunjung menampakkan diri. Tak lama Bintara muncul dari arah dalam rumah. Viona langsung menghampiri Bintara yang berjalan dengan pelan ke arahnya.“Bin, bagaimana? Kau menemukan ruangan itu?”“Bawa aku keluar dulu, Viona. Aku akan jelaskan nanti di jalan. Kita harus pergi sebelum ibumu mencariku kembali,” ucap Bintara.“Baiklah aku kita keluar,” sahut Viona menuntun Bintara menuju pintu utama,Viona membukakan pintu mobil untuk Bintara. Viona yang mengemudi kali ini, sebab Bintara masih belum terlalu sehat. Walau tubuhnya membaik dengan cepat, tapi bohong jikalau Bintara tidak merasa lemah. Usai membantu Bintara memasang sabuk pengaman, Viona langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah David.Di perjalanan, Bintara masih tak memulai obrolan. Viona sejujurnya ingin menunggu pria itu untuk bercerita lebih dulu. Namun, tampaknya Bintara akan diam saja jika ia tak segera menanyakannya.“Bin, kau tak ingin bercerita padaku apa yang kau temukan? Kau men
Acara ulang tahun Sonny telah tiba. Ada banyak sekali tamu undangan yang datang. Seketika rumah David dipenuhi oleh kerabat dan temannya bersama anak-anak mereka. Cukup berlebihan hanya untuk pesta anak berumur sebelas tahun. Acara tersebut sangat meriah seperti acara pernikahan yang meriah. Laras dan David berdiri di teras untuk menyambut para tamu undangan. Wajah Laras sungguh sangat berseri-seri hingga kedatangan sepasang kekasih membuat senyuman Laras luntur seketika.Bintara berdiri di hadapan Laras yang menatapnya tajam. Bintara menyunggingkan senyuman manis yang justru mengejek bagi Laras.“Mau apa kau ke sini?” Laras bertanya dengan nada dingin.“Manis sekali ucapan untuk tamu special sepertiku. Harusnya kau sangat tersanjung korban kecelakaan sepertiku masih menyempatkan diri untuk datang. Beruntungnya kakiku tak mengalami masalah yang serius. Aku masih kuat berjalan untuk masuk ke rumah ibuku dan duduk di kursi yang telah disediakan, kekasihku yang baik hati akan mengambilka
“Aku sudah bertanya pada Laras soal keterlibatannya dengan kecelakaan Bintara. Tapi aku tak bisa memastikan apapun karena dia memang pandai menutupi sesuatu. Ibumu tentu saja membela dirinya ketika disalahkan. Jadi sulit memprediksi apakah memang benar dia tidak terlibat atau memang terlibat tetapi pandai menutupinya,” tutur David atas pertanyaan Viona mengenai keterlibatan Laras pada kecelakaan Bintara.Di perjalanan menuju rumah sakit tempat Bintara dirawat, Viona dan David saling bicara. Berawal dari Viona yang bertanya soal keanehan yang Laras lakukan selama beberapa hari ini. David pun menyuarakan fakta yang membuat Viona mendapatkan keyakinan lebih terhadap dugaannya.“Apa Om melihat gelagat berbeda dari ibu belakangan ini? Atau ibu sering menghilang dan datang dari ruangan tertentu untuk melakukan sesuatu?” Viona kembali melayangkan pertanyaan.David berpikir untuk beberapa saat, mencoba mengingat hal janggal apa yang ia dapatkan dari tindakan Laras. Hingga akhirnya matanya sed
Laras sedang mengarahkan para pekerja yang sedang mendekor rumahnya untuk acara ulang tahun Sonny. Hiasan rumah itu bernuansa biru dan kuning. Ada banyak sekali balon berwarna biru yang memenuhi dinding. Lalu di tengahnya ada tulisan nama Sonny dengan balon warna kuning. Besok adalah hari ulang tahun Sonny yang ke sebelas. Laras tak ingin ada yang kurang dari persiapan acara itu.“Bonita, bagaimana kue yang aku pesan kemarin? Jangan lupa untuk membawanya besok pagi karena acaranya mulai jam sembilan pagi. Aku tak terima kendala apapun, pastikan kau membuat kue Cadangan apabila kue pertama gagal dibawa ke sini. Aku tak mau putraku kecewa karena kue ulangtahunnya tak sesuai harapan,” ucap Laras berbicara lewat telepon.Laras kembali mengawasi pekerja yang mendekorasi. Tak sengaja ia melihat Viona ada di depan pintu. Laras mengeryit heran melihat putrinya datang. Ia pun melangkah mendekati Viona yang tersenyum padanya.“Viona, kau ke mari? Tumben sekali,” sindir Laras.“Aku ingin menemui
“Bu, sekarang aku harus bagaimana? Ayah ingin kembali pada kita, tetapi Ayah yang menjadi penyebab semua masalah yang terjadi pada kita.”David menunggu tanggapan dari Bintara, tetapi sepertinya putra tersebut tak berniat untuk menanggapi ucapan panjang lebarnya itu. Maka pria baru baya itu lekas bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan ruangan.“Kembalikan ibuku,” ucap Bintara membuat langkah David terhenti. David menatap punggung Bintara yang masih pada posisi yang sama.“Bagaimana cara Ayah melakukannya? Jika dengan terungkapnya keberadaan ibumu membuat kami di penjara. Tidak, sepertinya hanya Ayah yang akan berada di balik jeruji besi. Kau tak tahu bagaimana liarnya Laras sampai detik ini. Jika hanya Ayah yang masuk penjara, semua menjadi kacau. Semua perusahaan ayah dan ibumu bangun bisa jadi jatuh ke tangannya. Ayah memang diam selama ini, tapi Ayah tahu Laras diam-diam ingin mengalihkan satu per satu perusahaan menjadi miliknya dan juga anak kami. Saat ini Ayah sedang m
Bintara tak menunjukkan tanda-tanda ia akan sadar dari lelapnya. Viona dengan setia menunggu kekasihnya untuk bangun. Viona mendapatkan pesan dari ayahnya yang datang ke polres. Viona merasa janggal ketika membaca pesan tersebut.From : AyahViona, ayah datang ke polres untuk mengetahui hasil penyelidikan. Ayah dengar kecelakaan Bintara murni kecelakaan Tunggal yang tak melibatkan siapapun. Tak ada sabotase pada mobilnya. Dugaan sementara Bintara mengemudi dalam keadaan mengantuk atau mengonsumsi alcohol. Dari rekaman CCTV di sekitar sana, mobil yang dikemudikan Bintara oleng berkali-kali hingga menabrak pembatas jalan. Viona mengembuskan napasnya berat. Ia menoleh pada Bintara yang masih setia menutup matanya. “Bagaimana aku menyakinkan semua orang jikalau aku sangat mengenal kekasihku? Bin orang yang sangat hati-hati dan dewasa. Ia tak pernah mengemudi ketika ia mengantuk. Aku sudah sangat sering berjalan jauh dengan Bintara. Setiap kali ia merasa mengantuk dan lelah, ia pasti mene