“Ferry Geonard Wildo. Apa kau mengenal pria itu?” tanya Viona.Barulah Bintara mengingat orang itu. Bintara berdecak sebal sambil melonggarkan dasinya. Ia menatap kekasihnya yang menunggu kata-kata yang akan ia luncurkan. Melihat lingkaran hitam di bawah mata kekasihnya membuat Bintara merasa kasihan. Ia sungguh akan menghancurkan siapa saja yang melakukan hal tersebut pada kekasihnya.“Dia adalah sainganku di bidang elektronik. Sudah tiga kali dia mencoba bersaing denganku, tetapi dia selalu kalah mendapatkan apa yang ia mau. Selama ini aku mengenalnya dengan nama MR. Geo bukan Ferry. Aku baru mengenalkan ketika kau menyebutkan nama lengkap itu,” tutur Bintara menjelaskan.“Ini akan sulit, Bin. Kemungkinan dia juga akan menggunakan perjodohan kami untuk menjatuhkanmu. Bagaimana ini? Aku sudah sangat frustrasi memikirkan ayahku, Bin. Aku tak tahu harus bertindak seperti apa.” Viona menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya sendiri.“Aku akan urus semuanya hari ini. Kau tenang saj
“Lapor, Tuan. Ayah dari Nona Viona yang bernama Marvin ditemukan di sebuah rumah sakit umum. Menurut informasi keadaan pasien, Marvin mengalami koma.”Bintara menatap anak buahnya tak percaya. Apa katanya, koma? Yang benar saja. Bintara mengira Laras hanya akan menyekap ayahnya Viona untuk menekan Viona. Jika Viona melawan, baru Laras akan melakukan sesuatu pada mantan suaminya tersebut. Namun, kabar yang ia dapatkan barusan malah sebaliknya.“Kirimi aku alamatnya,” pinta Bintara.“Baik, Tuan,” sahut perwakilan tim anak buah Bintara.“Selanjutnya, Boni. Kau membawa laporan yang bagus?” tanya Bintara pada pimpinan penyelidikan kedua. Pria perawakan tinggi itu pun menghampiri Bintara.“Kami sudah menyelidiki dua buah hutan dan beberapa gedung yang mencurigakan. Tapi kami belum bisa menemukan titik terang keberadaan Nyonya Rusmini. Maafkan kami, Tuan. Kami akan mencoba menyelidiki ke tempat lain lagi,” ucap pria itu memberi hormat dan mundur ke belakang.Bintara mengembuskan napasnya pas
David berlari menuju dapur rumahnya dengan jantung berdebar dengan kencang. Sesampai di dapur ia menuang air putih dan meminumnya hingga tandas. David duduk di depan panty dengan napas tak beraturan. Apa yang ia lihat di kamar nyaris membuatnya gila.“Apa tadi? Jelas sekali itu Kelvin. Bagaimana ia bisa ada di kamarku seperti hantu? Jika pun Bintara yang menyamar jadi Kelvin, bagaimana bisa ia masuk dengan begitu cepat dan berada di hadapanku? Ini sungguh tak masuk akal,” monolog David terlihat frustrasi.David melihat jam yang melingkar di lengannya. Sudah pukul sembilan malam tetapi istrinya tak kunjung pulang. Ia merasa ini mencurigakan. David mulai khawatir sehingga mengirimkan pesan pada anak buahnya untuk mencari sang istri.“Ayah David belum tidur?” tanya Viona yang berjalan menuju dapur.David menoleh lalu tersenyum. “A-ah, iya, Viona. Tiba-tiba saja Ayah merasa haus dan memutuskan untuk minum. Ibumu belum pulang, apa kau tahu itu?” tanya David.Viona menggeleng tanda tak tahu
Viona dan Bintara dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat ayah Viona dirawat. Viona terlihat sangat cemas sepanjang perjalanan. Mendengar bahwa ayahnya berada di rumah sakit dengan kondisi koma, membuat Viona menangis. Ia tak dapat menahan gelojak amarah di hatinya hingga menyumpahi ibunya yang sudah seperti kerasukan iblis.“Ibu macam apa dia? Dia lebih seperti wanita yang kerasukan iblis! Bin, mengapa ibuku tega melakukan hal ini pada ayah? Apa tak ada rasa bersalah sedikit pun di hatinya setelah melihat ayahku dalam kondisi seperti itu?“Apa yang membuatmu heran, Vi. Dia bahkan menyuruh anak buahnya menghabisiku dan menculik ibuku. Dia juga yang membuat ibuku sakit. Apa itu sudah cukup menjawab pertanyaanmu?” sahut Bintara. Viona langsung menoleh padanya.“Pantas saja kau sangat terluka.”Bintara menoleh pada kekasihnya sambil mengulas senyum tipis. “Tenanglah. Pasti semua ini ada ujungnya. Di saat ujungnya sudah berhasil aku temukan, tolong jangan benci aku jikalau aku menghuku
Seorang wanita berambut ranjang dengan jepitan rambut hitam yang merapikan rambutnya ke belakang, sedang duduk melamun di depan jendela sebuah kamar. Jendela tersebut dipasangi pagar besi yang teramat kokoh, tak membiarkan sedikit pun celah untuknya keluar. Wanita tanpa riasan apapun pada wajahnya itu adalah Rusmini. Tubuhnya jauh lebih kurus daripada tiga tahun terakhir. Tulang pipinya sangat jelas tercetak dan bawah matanya yang terlihat sedikit menghitam. Sejak tiga tahun mendekam dalam kamar itu, membuat Rusmini nyaris gila. Ia tak makan dengan baik, tak tidur dengan nyanyak, dan selalu memikirkan kondisi putranya.“Di mana dirmu, Sayang? Apakah kau masih ada di dunia ini atau tidak. Jika tidak, tak ada alasan lagi untuk ibu bertahan. Untuk apa hidup hanya untuk dimanfaatkan oleh wanita ular itu.” Rusmini menunduk bersamaan dengan air matanya yang menetes.“Apa yang harus aku lakukan supaya bisa keluar dari tempat terkutuk ini?”Rusmini memperhatikan kamarnya yang tak mempunyai ce
Erdo menghentikan mobil di sebuah hutan yang besar. Bintara melirik tajam beberapa penjaga di depan hutan tersebut yang berdiri tegap dengan perawakan tinggi besar. Bintara membuka mobilnya, lalu keluar dari sana. Sontak tatapan semua penjaga itu tertoleh padanya. Ada seorang penjaga yang berbisik pada temannya di samping.Bintara berjalan depan santai mendekati hutan dengan kedua tangan terselip di celana. Erdo mengikutinya dari belakang dengan tubuh tegap. Begitu Bintara hampir memasuki hutan, para penjaga tersebut langsung menghadang di depannya. Bintara menatap santai, tetapi setelahnya tersenyum sinis.“Minggirlah. Jangan menghalangi jalanku,“ titah Bintara.“Hutan ini tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang,” sahut salah satu dari mereka.“Tapi aku bukan sembarang orang. Aku bahkan bisa membeli hutan ini. Minggirlah,” sahut Bintara dengan tenang.“Jangan membuat kami melakukan kekerasan. Pulanglah dengan damai, Tuan,” pinta mereka.“Aku pantang pulang sebelum mendapatkan yang
Bintara disekap di rumah kosong tempat Rusmini disekap sebelumnya. Bahkan sekarang Bintara berada di kamar yang baru ibunya tempati. Hari sudah semakin sore, tetapi Bintara masih tak sadar dari pingsannya. Hingga tak lama, kedua mata Bintara terbuka perlahan. Ia mengerjap beberapa kali untuk memokuskan pandangan. Bintara terkejut melihat dimana ia berada sekarang. Ia berada di sebuah kamar sederhana yang sangat tertutup. Bahkan pagar besi membentengi jendela bagai sebuah sel penjara.“Di mana aku? Akh!” Bintara memegangi lehernya yang terasa sangat sakit. Ada benjolan yang sangat rentan di leher bagian belakangnya, tentu karena pukulan keras itu.“Sialan! Berani sekali mereka menyakitiku dan menyekapku di sini!”Bintara berdiri dari sebuah kursi. Saat ia melangkah, tubuhnya nyaris terjerembab karena ikatan kuat pada kaki sebelah kanannya. Bintara menoleh ke belakang, ternyata kakinya di ikat dengan sebuah rantai yang membelit pada kursi itu.“Argh!” Erang Bintara. Ia menatap tajam ke
“Kau menemukan ibumu? Sungguh?” tanya Viona membolakan matanya.Bintara mengangguk lesu. Ia kembali mengambil sesendok es krim dan melahapnya. Viona menyadari perbedaan sikap sang kekasih, sudah pasti Bintara mendapatkan kenyataan yang tak sesuai dengan keinginan hatinya.“Apa kenyataan yang kau dapat tak sesuai dengan harapanmu? Kau tampak tak bersemangat, Bin.” Viona menatap lekat kekasihnya yang kini menatap ke arah luar kedai es krim itu.“Aku menemukan ibuku, tetapi aku gagal membawanya bersamaku,” sahut Bintara yang justru membuat kening Viona berkerut. Ia tak paham dengan yang Bintara ucapkan barusan.“Maksudmu? Ayolah jangan bicara teka-teki,” rengek Viona.Barulah Bintara beralih menatap kekasihnya lekat. “Semalam aku dan Erdo pergi ke hutan Kalang tempat ibuku disekap. Ternyata seluruh hutan besar itu dijaga oleh anak buah ayahku. Sebagian dari mereka bukan orang asli Indonesia. Aku dapat dengan mudah melumpuhkan mereka bersama Erdo. Namun, ketika memasuki hutan terdalam aku
Bintara mendatangi alamat seorang kakek tua yang tinggal di desa pedalaman. Menurut informasi yang ia dapatkan, kakek tua itu mampu menciptakan barang untuk menangkal ilmu hitam. Bintara datang ke sana bersama Erdo. Setelah melewati hutan yang rimbun hanya dengan berjalan kaki, mereka berdua tiba di sebuah rumah di kaki gunung. Hanya mendengar langkah kaki yang mendekat, pintu rumah tua itu dibuka oleh penghuninya. Bintara cukup terkejut melihat hal itu, tetapi buru-buru ia menunduk dengan sopan.“Permisi, Kakek. Apa benar ini rumah Kakek Dula?”“Aku adalah orang yang kau cari. Datanglah ke sini!” Kakek tua yang bernama Dula itu masuk ke dalam rumahnya, mempersilakan Bintara dan Erdo untuk menyusul. Kedua pria itu pun langsung masuk ke dalam rumah tersebut.Rumah tua yang di dalamnya sangat sederhana. Lantainya hanya dilapisi oleh tikar purun yang sudah tua. Bintara dan Erdo pun duduk bersila di hadapan Kakek Dula yang duduk di depan sebuah meja.“Sebutkan apa yang kalian inginkan, An
Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara terkejut melihat Viona yang sudah ada di dalam mansionnya. Kekasihnya itu duduk di sofa dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang datar. Bintara merasakan hawa yang tak enak, perlahan ia mendekati Viona dan duduk di samping, tetapi Viona lekas berpindah ke samping tanpa melepaskan lipatan tangannya di depan dada.“Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Bintara bertanya dengan raut wajah yang polos. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun pada Viona, mengapa kekasihnya itu terlihat marah sekali padanya?Viona menoleh pada Bintara dengan raut wajah sebal. “Kau tak tahu apa kesalahanmu, Bin? Pikirkanlah lagi apa salahmu. Aku ingin kau peka tanpa harus aku yang menyebutkannya. Menyebalkan!” Viona memunggungi Bintara yang terheran-heran dengan sikap Viona.“Apa yang aku lakukan?” gumam Bintara sambil mengingat-ingat kalau-kalau ia melupakan sesuatu. “Anniversary kita masih enam bulan lagi. Ulang tahunmu juga pada bulan yang sama. Apa yang aku lewatkan? Aku aku ada janj
Bintara telah tiba di mansion beberapa menit yang lalu. Viona sudah pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Saat ini Bintara berdiri di balkon sambil memikirkan soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Helaan napasnya terdengar lelah, matanya menatap ke arah langit.“Apa aku boleh mengeluh sekarang? Rasanya semuanya terasa begitu memuakkan dari hari ke hari. Laras begitu kejam padaku hingga melakukan apa saja yang ingin lakukan. Aku takut jikalau suatu saat menyalahgunakan kekuatan yang aku miliki,” monolog Bintara.“Jika hanya tentangku, aku tak akan sepusing ini memikirkannya. Aku khawatir Laras mengusik orang-orang yang aku sayangi dengan ilmu hitam itu. Aku tak akan bisa berkutik jika itu terjadi. Maka aku harus segera mencegah perbuatan licik wanita itu.”Dari arah belakang datang Erdo yang berdiri tak jauh dari Bintara. “Tuan memanggilku?’’Bintara menoleh ke arah belakang. Mendapati Erdo yang siap mendapatkan perintah darinya. “Kau selidiki soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Ke du
Viona menelisik Bintara yang tak kunjung menampakkan diri. Tak lama Bintara muncul dari arah dalam rumah. Viona langsung menghampiri Bintara yang berjalan dengan pelan ke arahnya.“Bin, bagaimana? Kau menemukan ruangan itu?”“Bawa aku keluar dulu, Viona. Aku akan jelaskan nanti di jalan. Kita harus pergi sebelum ibumu mencariku kembali,” ucap Bintara.“Baiklah aku kita keluar,” sahut Viona menuntun Bintara menuju pintu utama,Viona membukakan pintu mobil untuk Bintara. Viona yang mengemudi kali ini, sebab Bintara masih belum terlalu sehat. Walau tubuhnya membaik dengan cepat, tapi bohong jikalau Bintara tidak merasa lemah. Usai membantu Bintara memasang sabuk pengaman, Viona langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah David.Di perjalanan, Bintara masih tak memulai obrolan. Viona sejujurnya ingin menunggu pria itu untuk bercerita lebih dulu. Namun, tampaknya Bintara akan diam saja jika ia tak segera menanyakannya.“Bin, kau tak ingin bercerita padaku apa yang kau temukan? Kau men
Acara ulang tahun Sonny telah tiba. Ada banyak sekali tamu undangan yang datang. Seketika rumah David dipenuhi oleh kerabat dan temannya bersama anak-anak mereka. Cukup berlebihan hanya untuk pesta anak berumur sebelas tahun. Acara tersebut sangat meriah seperti acara pernikahan yang meriah. Laras dan David berdiri di teras untuk menyambut para tamu undangan. Wajah Laras sungguh sangat berseri-seri hingga kedatangan sepasang kekasih membuat senyuman Laras luntur seketika.Bintara berdiri di hadapan Laras yang menatapnya tajam. Bintara menyunggingkan senyuman manis yang justru mengejek bagi Laras.“Mau apa kau ke sini?” Laras bertanya dengan nada dingin.“Manis sekali ucapan untuk tamu special sepertiku. Harusnya kau sangat tersanjung korban kecelakaan sepertiku masih menyempatkan diri untuk datang. Beruntungnya kakiku tak mengalami masalah yang serius. Aku masih kuat berjalan untuk masuk ke rumah ibuku dan duduk di kursi yang telah disediakan, kekasihku yang baik hati akan mengambilka
“Aku sudah bertanya pada Laras soal keterlibatannya dengan kecelakaan Bintara. Tapi aku tak bisa memastikan apapun karena dia memang pandai menutupi sesuatu. Ibumu tentu saja membela dirinya ketika disalahkan. Jadi sulit memprediksi apakah memang benar dia tidak terlibat atau memang terlibat tetapi pandai menutupinya,” tutur David atas pertanyaan Viona mengenai keterlibatan Laras pada kecelakaan Bintara.Di perjalanan menuju rumah sakit tempat Bintara dirawat, Viona dan David saling bicara. Berawal dari Viona yang bertanya soal keanehan yang Laras lakukan selama beberapa hari ini. David pun menyuarakan fakta yang membuat Viona mendapatkan keyakinan lebih terhadap dugaannya.“Apa Om melihat gelagat berbeda dari ibu belakangan ini? Atau ibu sering menghilang dan datang dari ruangan tertentu untuk melakukan sesuatu?” Viona kembali melayangkan pertanyaan.David berpikir untuk beberapa saat, mencoba mengingat hal janggal apa yang ia dapatkan dari tindakan Laras. Hingga akhirnya matanya sed
Laras sedang mengarahkan para pekerja yang sedang mendekor rumahnya untuk acara ulang tahun Sonny. Hiasan rumah itu bernuansa biru dan kuning. Ada banyak sekali balon berwarna biru yang memenuhi dinding. Lalu di tengahnya ada tulisan nama Sonny dengan balon warna kuning. Besok adalah hari ulang tahun Sonny yang ke sebelas. Laras tak ingin ada yang kurang dari persiapan acara itu.“Bonita, bagaimana kue yang aku pesan kemarin? Jangan lupa untuk membawanya besok pagi karena acaranya mulai jam sembilan pagi. Aku tak terima kendala apapun, pastikan kau membuat kue Cadangan apabila kue pertama gagal dibawa ke sini. Aku tak mau putraku kecewa karena kue ulangtahunnya tak sesuai harapan,” ucap Laras berbicara lewat telepon.Laras kembali mengawasi pekerja yang mendekorasi. Tak sengaja ia melihat Viona ada di depan pintu. Laras mengeryit heran melihat putrinya datang. Ia pun melangkah mendekati Viona yang tersenyum padanya.“Viona, kau ke mari? Tumben sekali,” sindir Laras.“Aku ingin menemui
“Bu, sekarang aku harus bagaimana? Ayah ingin kembali pada kita, tetapi Ayah yang menjadi penyebab semua masalah yang terjadi pada kita.”David menunggu tanggapan dari Bintara, tetapi sepertinya putra tersebut tak berniat untuk menanggapi ucapan panjang lebarnya itu. Maka pria baru baya itu lekas bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan ruangan.“Kembalikan ibuku,” ucap Bintara membuat langkah David terhenti. David menatap punggung Bintara yang masih pada posisi yang sama.“Bagaimana cara Ayah melakukannya? Jika dengan terungkapnya keberadaan ibumu membuat kami di penjara. Tidak, sepertinya hanya Ayah yang akan berada di balik jeruji besi. Kau tak tahu bagaimana liarnya Laras sampai detik ini. Jika hanya Ayah yang masuk penjara, semua menjadi kacau. Semua perusahaan ayah dan ibumu bangun bisa jadi jatuh ke tangannya. Ayah memang diam selama ini, tapi Ayah tahu Laras diam-diam ingin mengalihkan satu per satu perusahaan menjadi miliknya dan juga anak kami. Saat ini Ayah sedang m