"Kak, bangun dong. Sore ini gelap banget. Sepertinya mau hujan deh," Gea mencoba membangunkan Ale.
"Sebentar lagi," alasan Ale.
"Aku yang capek dengan posisi seperti ini!" kesal Gea.
Sejak siang hingga sore, Ale dan Gea tidur berpelukan di sofa tengah. Mereka semakin mesra ketika keluarga sudah mengetahui hubungan kedekatan mereka.
"Lalu posisi bagaimana yang bisa membuatmu nyaman? Seperti ini?" goda Ale tiba-tiba terbangun dan berada di atas tubuh Gea.
"Ya bukan seperti ini juga kali, ah!" Gea mulai kesal.
Hujan tiba-tiba turun dengan deras. Bukan hanya hujan saja, angin disertai petir yang terus menyambar sampai membuat listrik padam. Suasana mendukung untuk mereka pacaran di ruang tengah.
Apalagi, Vella baru saja mengirim pesan jika ia akan pulang terlambat akibat hujan deras di jalan.
<
"Gea, yakin kita mau satu kamar? Kamu tidak takut kemarin malam itu akan terjadi lagi?" bisik Ale.Gea berjalan mendekatinya, kemudian menggenggam tangan pria-nya begitu erat. Seakan ia meyakinkan jika tidak akan terjadi apa-apa malam nanti."Aku percaya kepadamu," ucap Gea."Jika kamu orang yang seperti itu, karin malam pasti sudah terjadi. Aku mau mandi dulu, setelah ini kita jalan-jalan sebentar, yuk!"Ale hanya mengangguk. Gea mempercayainya dan ia akan menjaga kepercayaan tersebut.Gea sendiri paham, menahan nafsu itu memang berat. Dirinya sana bisa terpesona dengan pandangan Ale. Selesai mandi, mereka keluar siang hari itu.Gea terlihat sangat senang bermain ombak, mereka sangat menikmati waktu berdua. Banyak yang mereka lakukan berdua, seperti mereka makan siang, berfoto agar memiliki kenangan, bercanda ria, dan bahkan mereka beberapa kali berpelukan dan bermesraan di pantai.Tiba di penghujung hari
Sampai di mana Gea me jumpai hari kelulusan. Ia mendapat nilai yang sangat memuaskan. Wisuda kali ini juga dihadiri oleh neneknya dengan raut wajah yang sangat angkuh.Entah niat jahat apa lagi akan dilakukan oleh Neneknya. Tiba-tiba saja beliau begitu baik kepada Gea dan Vella. Bicara soal Vella saja Neneknya juga santai, anaknya kini juga sudah lahir. Jenis kelamin anak itu perempuan yang di beri namanya Regina Dirga, sesuai dengan nama belakang Aldi sangat ayah.Tepat dihari itu, waktu sudah merenggutnya hidup tanpa ditemani Ale. Sudah hampir 1 tahun lebih 3 bulan, Gea terus saja menoleh ke kanan-kiri, berharap jika pria-nya akan datang menemuinya.Sejak kepergian Ale, mereka sama sekali tidak ada komunikasi dan tak pernah menanyakan kabar. Bahkan Ibunya Ale juga susah untuk menghubungi Ale yang masih di luar pulau.Nenek mendekati Gea seraya berbisik, "Gea, sampai sekarang saya sudah bersabar dengan kalian. Saya juga mau menerima anak Vella de
Akhirnya sampai juga Gea di lokasi yang dituju. Gea masih mencari informasi dimana Ale dirawat. Sayangnya Gea tidak mahir berbahasa Inggris."Sial, mana aku tidak bisa bahasa Inggris pula. Bahasa Indonesia aja masih plekak-plekuk. Gimana mau nanya orang lain di sini?"Tiba-tiba ada pesan di alat pelacak yang Rendra berikan kepadanya. Ia mendapat informasi dimana Ale di rawat."Hehe, untung ada Papa. Memang papaku ini orang yang hebat dah!"Gea terus mencari ruangan tersebut, hingga akhirnya Gea berhasil menemukan ruangan itu. Benar saja, penjagaannya sangat ketat. Beberapa orang ada di sana dengan stelan warna hitam."Dasar orang kaya. Ribet amat sih pakai di jagain. Mana penjaganya kek pelayat semua lagi," gumam Gea."Tapi gimana mau masuk ke sono, ye? Aku bisa sih bela diri, tapi kalau penjaganya aja model begitu ... ah, pikir belakang, yang terpenting sekarang, bagaimana caranya aku masuk dulu."Gea mengamati
Kali ini, Ale benar-benar bisa memakan habis tubuh mungil Gea. Kecupan manisnya membuat Gea semakin memanas. Meski tubuhnya belum sembuh total, tapi ia tidak menghiraukannya. Ia hanya ingin menghabiskan malam bersama dengan kekasihnya saja.Dan juga, walapun tubuh kecilnya kalah dengan tubuh Ale, Gea semakin bisa mengimbangi permainan Ale. Mereka makin memanas, ciuman Ale sudah menurun ke leher, perlahan Ale mulai membuka dress sexy yang melekat dalam tubuh Gea dengan kasar.Di ciumnya perut Gea dnegan lembut, perlahan tangan Ale mulai melepaskan penutup gunung yang hampir siap meletus karena lembahnya mulai merembes. "Gea, kumohon berikan kepadaku, ya?" bisik Ale dengan lembut seperti dewa cinta.Dengan nafas yang susah memburu, Gea mengangguk tanda setuju menyerahkan apa yang dimilikinya untuk kekasihnya. Gea tahu jika itu adalah harta berharganya. Namun, demi Ale, ia mampu memberikannya dengan suka rela. Sebab, Gea yakin jika Ale mam
Di pagi berikutnya, mereka akhirnya terbangun dengan waktu yang sudah menunjukkan siang hari.Gea terbangun, perlahan ia membuka matanya dan menguap, mendengar sapaan hangat dari kekasihnya yang juga baru saja terbangun."Siang, sayang. Kamu sudah bangun?" tanya Ale mendekap hangat tubuh mungil kekasihnya."Siang juga, tukang tidur!" ledek Gea.Tak peduli apa yang Gea katakan. Ale hanya ingin memeluk kekasihnya dengan erat dan tak ingin berpisah lagi. Bahkan, ia berharap tak ada lagi perpisahan diantara mereka."Sudah siang, ayo sebaiknya kita bergegas," ucap Gea menepuk lembut kepala Ale."Sebentar lagi, jika kita sudah pulang. Kita tidak bisa seperti ini, sayang." tolak Ale manja.Dengan mempererat pelukannya, Ale bahkan teringin melakukannya lagi dengan Gea. Ia bahkan sampai berbisik jika dirinya sudah tidak tahan."Serius mau lagi?" goda Gea."Cukup!""Ini
"Akhirnya sampai juga, itu mobil kita. Sini aku bantu bawa tas kamu!" seru Ale."Tidak usah, kan masih ada asisten, hehe ...." tunjuk Gea."Baiklah kalau begitu, aku pamit pulang, ya. Nanti kita ketemu lagi, kamu istirahatlah dulu," Ale bicara dengan sangat manis.Sebelum Ale berbalik, ia melingkarkan dulu syal putih di leher kekasihnya. Terlihat sangat jelas jika tanda merah ada di lehernya."Kenapa?" tanya Gea polos."Jangan sok polos, kau digigit nyamuk sampai berbekas seperti ini," celetuk Ale."Why?""Nyamuk? Iya nyamuk, nyamuknya segede manusia, ada rambutnya, rupawan dan sangat mencintaiku." gombalan Gea mampu menembus sampai ke palung hatinya.Teringat akan ciuman pertamanya dengan Zaka sewaktu di belakang sekolah waktu itu. Gea merasa sedih jika mengingatnya kembali."Segitu dalamnya, ya … cinta kamu kepada Zaka? Bahkan orangnya sudah tiada pun tetap selalu ada dalam setiap
Tanpa sepengetahuan Ale, malam yang ditunggu Darius akhirnya datang juga. Gea memenuhi syarat dari neneknya untuk kencan buta dengan Darius selama satu malam di suatu restoran milik keluarga Darius tentunya.Awal pertemuan membuat Gea sangat bosan. Situasi yang begitu monoton baginya. Itu bukan gaya hidupnya, makan restoran mewah dan minum alkohol. Gea juga terus berpikir bagaimana caranya bisa kabur dari restoran tersebut."Ge, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Darius."Boleh saja, katakanlah!""Kamu akhir-akhir ini kemana saja? Aku tidak melihatmu di jamuan makan malam nenekmu beberapa hari lalu, kamu ... em, aku mengkhawatirkan dengan keadaanmu, Ge?" tanya Darius."Em, yakin Tuan Darius tidak melihat saya di rumah nenek?""Eh, kenapa jadi formal begini? We talk as always, consider if we are friends, Gea. Then, do not call me with the master. Tapi, kamu bisa memanggil dengan menyebut namaku saja, Darius ...." uc
"Ge, kamu kenapa? Sakit?" tanya Ale heran. "Hih, Gea! Pakai kembali pakaianmu!" imbuhnya."Aku sudah tak tahan lagi, cintaku. Aku ingin itu, tolong berikan kepadaku," keinginan Gea yang membuat Ale semakin takut."Maksudnya apa, sih? Berikan apa, Ge? Semua sudah aku berikan ke ...." Ale mencium ada bau aneh dalam mulut Gea.Ale baru sadar jika kekasihnya tesebut sudah diberi obat jahat oleh Darius dalam dosis yang tinggi. Meski Gea terus meminta, Ale tetap tidak memberikan apa yang Gea ingin.Dirinya sudah berjanji untuk tidak melakukan hal itu sebelum pernikahan. Baginya, apa yang mereka lakukan di Singapura hanyalah sebuah kesalahan karena kecemburuannya ia mampu berbuat hal buruk seperti itu."Maaf, aku harus menolak itu," jawab Ale mendorong tubuh Gea."Kita sudah berjanji akan melakukan hubungan intim itu lagi setelah ada pernikahan, bukan?Aku tidak akan melakukan itu, tidak meski kamu memaksa!" imbuhnya.&n
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu."Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah."Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan."Kamu datang sendirian?" lanjut Gea."Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
Pertemuan antara anak dan ayah ini juga sangat mengharukan. Dalam sekejap, Bella berubah menjadi gadis yang baik. Perihal racun itu, Tuan Nathan dan juga Gea sudah memaafkannya, Gea memberikan kesempatan Bella supaya bisa berubah."Kenapa kalian tidak marah kepadaku?" tanya Bella dengan wajah bersalah.Gea tersenyum, kemudian membelai rambutnya dengan lembut. Ia berkata, "Sudahlah, kamu membenci kami juga karena kamu berpikir kami akan memisahkanmu dari Papa Ale-mu, bukan?""Tenang saja, kakakku, dan kedua orang tuaku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaanmu, Kak Bella," imbuh Ivan memberikan makanan baru yang ia bawa bersama dengan pelayan.Bella benar-benar merasa malu dengan Gea. Ia membenci Gea tanpa alasan yang belum tentu terjadi. Malam itu, Bella tak perlu ke hotel untuk istirahat. Aldi de
Sebelum Mutiara masuk ke mobil, ia menghampiri Rico dan meminta maaf jika dirinya selalu mengacuhkannya. Kejadian malam itu, membuat Mutiara sadar, jika dirinya memang jatuh cinta kepada pria yang beberapa minggu terakhir dekat dengan dirinya itu."Selamat tinggal, Rico. Jika aku ada salah, aku mohon maafkan kesalahanku, baik di sengaja atau tidak," ucap Mutiara tanpa menatap menatap mata Rico."Jangan pernah mengucapkan kata selamat tinggal jika di hati kita masih berharap pertemuan. Maafkan aku karena waktu itu aku sudah mengecewakanmu, Mutia. Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku." Rico memberikan sesuatu di tangan Mutiara.Kali ini, tatapan Mutiara penuh dengan arti untuk Rico. Ia hanya berharap, jika rasa sukanya hanya sekadar angin lalu saja. Tapi masa-masa SMA tidak akan datang untuk yang kedua kalinya, masa-masa indah y
"Sial! Apa yang sudah aku lakukan?" umpat Rico menyalahkan dirinya sendir. "Sekarang, apa yang akan Mutia pikirkan tentangku? Kenapa aku sangat gegabah?"Rico terus menyalahkan dirinya sendiri. Sementara itu, Mutiara tengah kesulitan mengatur debaran jantung yang tak seperti biasanya. Jantungnya berdebar hebat, apalagi ketika Rico menyentuh kulit dada miliknya."Kenapa jantungku berdegup cepat begini?" gumamnya. "Sebenarnya … rasa apa yang kurasakan saat ini. Lalu, kenapa ketika Rico menciumku, aku hanya bisa diam dan tidak menolak?" ujarnya menyentuh tanda merah yang diukir oleh Rico."Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta kepadanya? Tapi apa yang membuatku jatuh cinta dengannya?"Pertanyaan-pertanyaan kecil selalu muncul dalam pikirannya. Mutiara tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, yang ia rasakan hanyalah debaran jantung yang cepat dan juga rasa kegelisah