Bab 2: Gadis Aneh
Jakarta, Indonesia
Rizky mencari kelibat tunangannya, Hani Alisya di sekitar bandara namun dia masih tidak bertemu dengan gadis itu. Dia mengeluarkan ponselnya dari poket seluar sebelum mendail nomor Sang Kekasih Hati. Tapi panggilannya tidak berjawab.
"Aihh, Hani ini ke mana aja sih? Katanya udah ada di bandara. Apa jangan-jangan dia sudah pulang sendiri? Nggak mungkin lah. Dia sudah berjanji untuk menunggu ku di…"
Tiba-tiba belakang tubuh kekar milik Rizky dipeluk erat oleh seseorang. Terus saja bibir Rizky mengukir senyum. Ya, dia kenal siapa orang yang sedang memeluk tubuhnya saat itu. Dari bau parfum saja sudah cukup bagi Rizky untuk meneka dengan tepat. Orang itu tidak lain adalah Hani Alisya, tunangannya.
"Hani, kamu masih ingin terus memelukku di sini?" tanya Rizky yang masih berdiri tanpa melakukan apa-apa. Bibirnya masih tercetak senyuman manis ikhlas dari hati.
"Iya. Beri aku dua menit untuk terus memelukmu seperti ini. Aku benar-benar merindukanmu, Rizky. Kenapa kamu telat datang menjemputku? Aku sudah lelah menunggumu. Kamu sudah telat dua jam, Rizky." ujar Hani dengan nada merajuk.
Rizky segera melepaskan pelukan Hani sebelum menarik tubuh kecil gadis itu kembali ke dalam pelukan tubuh kekarnya. Tubuh mereka berkongsi kehangatan dan kerinduan. Rizky sangat merindukan gadis itu. Sudah dua bulan mereka tidak bertemu karena Hani ada proyek pemotretan di Korea Selatan. Biarpun gadis itu hanya setinggi 160 sentimeter, karier Hani sebagai model majalah semakin berkembang. Karier Hani sebagai model sentiasa menuntut gadis itu untuk sering ke luar negara dam keadaan itu benar-benar menguras rasa rindu dalam hati Rizky Iqbal.
"Sayang, Maafkan aku. Aku tau aku salah karena telat menjemputmu. Tadi aku ada rapat sama Papa di kantor. Kamu tau kan Papa terlalu perfeksionis soal kerja. Jadi, aku perlu meyakinkan Papa bahwa dia bisa mengandalkan aku sebagai pewaris perusahaannya kelak." jelas Rizky.
Rizky mempereratkan pelukannya namun dengan segera Hani meleraikan pelukan itu. Gadis itu memandang wajah Rizky yang jelas terpancar rasa rindu. Dia tahu benar bahwa lelaki itu sangat mencintainya dan dia juga tulus mencintai lelaki itu. Rizky adalah cinta pertama Hani sejak mereka berdua masih kecil.
"Aku mengerti tapi kamu harus tau, Riz. Seperfeksionis mana pun Papamu, dia tetap akan bisa berlaku adil pada kamu. Aku yakin, dia akan menyerahkan perusahaan itu kepada kamu karena kamu satu-satunya waris Syahputra Wijaya. Jadi, aku mohon jangan pernah mengabaikan aku lagi. Kamu membuat aku merasa seperti tidak ada kepentingan dalam hidupmu. Sering kali aku terpikir apa aku ini berharga buat dirimu? Asal kamu tau aja, aku sangat kangen untuk keluar dan liburan berdua sama kamu, Riz."
"Aku tau, sayang. Maafkan aku. Gini aja, aku janji sama kamu. Kita akan liburan bersama-sama. Tapi bukan dalam masa terdekat ini. Aku masih sibuk dengan urusan persiapan untuk persidangan besok." Rizky berjanji dengan bersungguh-sungguh.
"Hmm, kamu selalu bilang bahwa kamu kerja, kerja dan kerja terus, aku tau kamu tidak akan pernah bisa menepati janjimu sendiri. Yah udah. Hantar aku pulang. Aku lelah." ujar Hani dengan riak wajah masam. Dia menarik bagasinya lalu berjalan pantas meninggalkan Rizky tanda protes. Rizky segera mengejar Hani untuk menyaingi langkah tunangannya itu. Biar pun rasa bersalah masih bersisa di dalam hatinya, Rizky kurungkan saja perasaan itu. Dia yakin lambat laun Hani akan memahami kesibukan dirinya. Dan dia berjanji untuk memujuk gadis itu nanti dengan kejutan bunga mawar dan coklat kesukaan Hani.
***
Safiyya melihat pemandangan Kota Jakarta yang merupakan ibu negara Indonesia itu dengan rasa kagum. Seperti jangkaannya sebelum ini, suasana di Jakarta sangat indah biarpun mobil mewah yang Safiyya naiki itu terperangkap di jalan hampir satu jam sebelum tiba di hotel lima bintang yang sudah 'booked' (ditempah) oleh Abang Mikail. Meski pun begitu, Safiyya masih gembira dan dapat menikmati pemandangan kota yang memiliki gedung-gedung (pencakar langit) yang tinggi dan berdiri megah. Dia merasa tidak canggung dengan suasana di Jakarta karena dia sudah terbiasa dengan kemacetan lalu lintas di Kuala Lumpur.
Safiyya keluar dari perut mobil mewah yang telah disewa oleh Abang Mikail untuk membawanya ke Hotel The Ritz-Carlton Jakarta, Mega Kuningan. Dengan rasa yakin dan percaya diri, dia melangkah ke dalam hotel lima bintang itu menuju ke lobi hotel. Setelah selesai berurusan dengan 'receptionist' hotel itu, Safiyya dibawa menuju ke kamarnya.
Setelah memberi 'uang tip' kepada karyawan hotel dan menutup pintu kamar, Safiyya hampir bersorak saat berjalan masuk ke kamar karena terpesona dengan interior design kamar hotel itu. Saiz kamar tidurnya agak besar dan sangat selesa. Kasurnya empuk dan bantalnya lembut. Safiyya merebahkan tubuhnya di atas ranjang sebelum bergolek ke kiri dan ke kanan dengan gembira. Tiba-tiba perut Safiyya berbunyi tanda lapar membuatkan rasa gembiranya sirna seketika.
"Hmm perutku sudah minta diisi. Aku benar-benar kelaparan. Usai sholat Zuhur, aku mahu ke Asia Restaurant untuk mencuba makanan yang populer di sana. Oh ya, aku perlu menelefon Umi sekarang. Jika tidak, Umi pasti risau dengan keadaanku."
Safiyya mengeluarkan ponselnya untuk mengaktifkan sim kad yang akan dia gunakan sepanjang dia berada di Indonesia. Setelah itu, dia mendail nomor telefon Umi. Seketika kemudian, panggilannya berjawab.
"Assalamualaikum Umi. Alhamdulillah Fiya sudah selamat tiba di hotel," ujar Safiyya dengan ceria.
"Waalaikumsalam, Fiya anak Umi. Alhamdulillah. Fiya jangan lupa jaga diri sepanjang berada di sana. Persidangan akan bermula pagi besok, kan?"
“Iyaa, Umi. Besok pagi hingga petang Fiya akan menghadiri persidangan di sini. Tapi Fiya janji pada Umi. Fiya akan menelefon Umi setelah persidangan selesai. Umi doakan semoga urusan Fiya di sini berjalan lancar, ya?"
“Sudah semestinya, sayang. Umi selalu mendoakan kesejahteraan Fiya di sana. Jangan berlama-lama di Jakarta sana, sayang. Umi bimbang kamu akan jatuh cinta pada lelaki di sana. Biarpun.."
Safiyya tertawa sebelum ibunya habis bicara.
"Ya Allah. Fiya tidak akan jatuh cinta di sini, Umi. Fiya ke sini kerana urusan kerja. Bukan urusan peribadi apatah lagi mau mencari cinta dan jodoh di sini. Fiya sedar diri, Umi. Perempuan di sini cantik-cantik belaka. Anak Umi ini tidak dapat menandingi kecantikan wanita di sini. Jadi, Umi jangan risau. Fiya tidak akan jatuh cinta dengan lelaki di sini." kata Safiyya sebelum tertawa dengan kata-katanya sendiri.
"Anak Umi ini terlalu merendah diri. Tapi, ingat Fiya. Kamu jangan sekali-kali bermain mata, bermulut manis dan memberi harapan pada lelaki di sana. Awas kamu ya, kalau Umi tau kamu bermain mata dengan anak teruna di sana." ujar Umi dengan nada serius.
"Ya, baik Umi. Fiya akan memasang wajah masam dan garang saat ada lelaki yang cuba menghampiri Fiya. Kalau ada lelaki yang berani menganggu Fiya, Fiya akan pijak kakinya dan tumbuk mukanya, Umi. Fiya akan pastikan hati anak Umi ini bersih dari noda-noda cinta sebelum nikah. Hanya ada sisi profesional dalam diri Fiya sepanjang Fiya berada di sini. In Shaa Allah," janji Fiya dengan bersungguh-sungguh.
"Baik, Umi percaya pada Fiya. Tapi jangan terlalu kejam, sayang. Kamu tidak boleh memukul orang sebarangan. Apa pun yang terjadi, Umi sentiasa doakan urusan Fiya di sana dipermudahkan Allah. Jaga diri, jaga solat dan makan ikut waktu, sayang."
"Baik, Umi. Oh ya, kirim salam sayang dari Fiya untuk Abang Mikail dan Abah. Minta mereka mendoakan Fiya juga di sini, ya. Fiya sayaaang, Umi. Assalamu'alaikum Wr. Wb." ujar Safiyya lagi.
"Baik, sayang. Umi juga sayang Fiya. Wa'alaikumsalam Wr. Wb." balas Umi.
Setelah menamatkan panggilan telefon, Safiyya meraih bagasinya lalu membuka bagasinya itu. Dia mengeluarkan sehelai handuk dan beberapa pakaian serta telekung (mukena). Kemudian, dia melipat pakaiannya dengan kemas sebelum menyusun pakaiannya ke dalam almari pakaian yang tersedia di kamar hotel itu. Safiyya mengambil handuk dan bangkit dari ranjang sebelum menuju ke kamar mandi.
"Wahh, luas sekali kamar mandinya. Jadi, aku boleh memanjakan dan melemaskan tubuhku dalam jakuzi." jerit Safiyya dengan gembira.
***
"Ya Allah, sudah jam berapa ini? Aku ketiduran!" bisik Safiyya dengan cemas. Dia meraih ponselnya yang ada di atas meja bersebelahan ranjang. Jam 6 sore. Perut Safiyya berbunyi. Kali ini dengan nada keras. Ya, rencana Safiyya untuk ke Asia Restaurant gagal total karena dia ketiduran setelah menunaikan sholat Zuhur. Niatnya hanya mahu merebahkan tubuh dan melepaskan lelah seketika namun dia terus berlayar ke dunia mimpi.
Safiyya bingkas bangun dari pembaringan dan turun dari ranjang. Dia mencapai handuk lalu menuju ke kamar mandi. Setelah dia selesai mandi dan rasa kesegaran mulai menyelubungi dirinya, dia mengenakan blouse labuh berwarna hijau gelap dan skirt labuh yang berwarna hitam.
Usai sholat Asar dan berdoa, Safiyya melipat mukenanya sebelum meletak kembali di atas ranjang. Dia mengambil sehelai selendang (shawl) berwarna hijau muda. Setelah dia selesai melilit selendang di kepalanya dan memastikan kedudukan selendangnya kemas, Safiyya mencalit sedikit lip balm perisa ceri di bibirnya.
Dia mengambil sepatu dengan sol tapak rata bewarna hitam yang masih belum pernah dipakai dari bagasi. Kemudian, dia keluar dari kamar hotel itu dengan membawa tasnya.
***
"Rizky, aku di sini!" Hani memanggil tunangannya itu sambil melambaikan tangannya dari kejauhan. Lelaki yang bernama Rizky Iqbal Syahputra Wijaya itu hanya tersenyum manis saat menghampiri Sang Kekasih Hati. Gaya lelaki tampan itu melangkah benar-benar memukau setiap mata gadis-gadis yang ada di Asia Restaurant sore itu. Apatah lagi, Rizky memakai setelan berwarna hitam yang semakin menyerlahkan aura maskulin seorang pria.
Safiyya sedang asyik melihat ponselnya untuk mencari komentar menarik mengenai hidangan paling populer di restoran itu. Sedikit pun Safiyya tidak menyadari kehadiran lelaki yang memiliki rupa yang tampan, fisik yang kekar dan berotot tegap serta memiliki aura yang memikat dan menarik minat lawan jenis itu.
Entah mengapa Safiyya merasa perutnya memulas secara mendadak ketika itu. Dia menyentuh perutnya. Setahunya dia belum makan apa-apa tapi saat itu dia merasa perutnya memulas. Tanpa sebarang kata, Safiyya segera berdiri dan ingin ke kamar kecil.
Namun malang tidak berbau, Rizky Iqbal yang kebetulan berada di belakang kerusi Safiyya saat itu tidak dapat mengelak lalu sekali lagi tubuh mereka bertembung. Kali ini, pertembungan itu membuatkan tubuh Safiyya hampir tumbang ke belakang namun sempat diselamatkan Rizky yang memaut telapak tangannya. Mata mereka bertemu dan masing-masing memasang wajah terkejut. Safiyya terpana. Apa lagi saat dia menyadari tangannya digenggam erat oleh Rizky.
Segera Safiyya berdiri tegak dan menarik kembali tangannya dari pautan jemari Rizky Iqbal. Hanya Allah saja yang tahu betapa malunya dirinya saat itu. Pipinya merah menahan malu. Apatah lagi dia menerima pandangan mata kurang senang daripada gadis-gadis yang ada di restoran itu. Seolah-olah Safiyya merampas kebahagiaan mereka menikmati keindahan ciptaan Tuhan seperti lelaki misterius yang berada di hadapannya kala itu.
"Maafkan saya, Encik. Saya… Mohon maaf. Maafkan kecerobohan saya. Saya minta diri (permisi) dulu." Safiyya terus mengambil tas miliknya lalu berjalan pantas menuju ke kamar kecil meninggalkan Rizky Iqbal yang masih terpinga-pinga berdiri di situ.
"Sayang, kamu baik-baik saja kan? Itu cewek benar-benar kelewatan. Seharusnya dia berhati-hati dan meminta maaf secara benar bukannya berkelakuan kayak tadi." marah Hani. Wajahnya kelihatan berang.
"Yah sudah, sayang. Aku baik-baik aja kok. Mungkin dia ada hal penting. Yuk, sayang. Kita makan bareng. Aku sudah lapar." pujuk Rizky.
"Kasian sekali pacarku ini. Ayo, kita makan bareng. Kamu mau tau, Riz. Aku benar-benar kangen sama kamu. Di Korea itu ramai sih cowok ganteng tapi hanya kamu yang berjaya mencuri hatiku." kata Hani sebelum memaut erat lengan sasa milik Rizky.
Gadis-gadis lain hanya mampu memandang Hani dengan tatapan iri hati dan cemburu dengan keberuntungannya yang berjaya memikat jiwa lelaki tampan seperti Rizky. Celoteh dan kata-kata pujuk rayu Hani hanya masuk ke dalam telinga kanan dan keluar dari telinga kiri Rizky tanpa sempat diproses oleh otak lelaki itu. Jelas sekali, lelaki itu sedang memikirkan hal lain.
'Kenapa aku merasa familiar dengan gadis itu tadi? Aku benar-benar yakin bahwa aku pernah ketemu sama gadis itu. Tapi di mana ya? Kok aku tidak bisa mengingat dengan jelas. Ahh sudahlah. Paling-paling aku hanya ketemu dia di jalan.' Batin Rizky.
Rizky Iqbal mengalah lalu coba mengalihkan perhatian pikirannya daripada gadis aneh itu kepada gadis cantik yaitu tunangannya, Hani yang sedang duduk di hadapannya ketika itu. Serta-merta pipinya kemerahan tanda cinta dan bibirnya melengkung membentuk senyuman manis. Ya, dia memang budak cinta milik Hani. Lagi pula, Hani adalah cinta pertam anya dan akan dia pastikan hanya wanita itu menjadi cinta terakhirnya di dunia mahu pun di surga.
Bab 3: Bunga-bunga pertengkaranSafiyya berdiri di hadapan elevator (lif) berdekatan lobi hotel untuk ke kamar hotelnya. Dia menguis hujung sepatu miliknya di atas lantai marmar hotel itu. Tiba-tiba ada satu suara berbisik di telinganya. Suara khas milik pria."Hai." Bisikan itu jelas kedengaran di telinga Safiyya.'Milik siapakah suara ini? Aku sepertinya pernah mendengar suara ini. Adakah…'Belum sempat Safiyya menghabiskan monolog dalamannya, dia segera memandang wajah insan yang sedang berdiri rapat dengan tubuhnya saat itu. Tepat sekali firasat hatinya! Lelaki itu adalah lelaki misterius yang Safiyya secara tidak sengaja bertemu di bandara dan di Asia Restaurant sore tadi! Wajah lelaki itu kelihatan tenang dan iris coklat gelap miliknya terpancar aura dingin."Kamu Nona sombong yang aku ketemu di bandara pagi tadi, bukan?" tanya lelaki itu dengan suara yang serius.Safiyya hanya menggelengkan kepalanya sebelum membalas
Bab 4: Hampir berciuman!"Apa? Penjahat kelamin? Maksudmu apa, Encik Ganteng? Aku tidak pernah mendengar perkataan itu." tanya Safiyya ingin tahu. Dia sudah berhenti ketawa."Loh, kamu tidak tau penjahat kelamin itu seperti apa? Kalau kamu mau tau, akan aku tunjukkan padamu," kata Rizky dengan senyuman penuh makna.Tanpa sempat Rizky menahan hasratnya untuk menguji perasaan gadis yang dia sendiri tidak tahu identitasnya, jemari Rizky segera menyentuh lalu menggenggam telapak tangan kanan gadis itu secara tiba-tiba. Safiyya kaget dengan kontak fisik secara mendadak itu lalu mencoba untuk menarik semula tangannya namun gagal karena tenaga lelaki itu lebih kuat berbanding dirinya. Dengan pantas, tangan kiri Safiyya segera memukul tubuh Rizky dengan tas miliknya.'Lepaskan tanganku. Aku bilang, LEPASKAN TANGANKU!" teriak Safiyya dengan keras." Tidak akan pernah, Nona
Bab 5: KetahuanNamun tanpa sempat Rizky mengecup bibir gadis itu, tiba-tiba lif terbuka. Safiyya lega. Dia segera menolak tubuh Rizky menjauh dari tubuhnya. Tubuh Rizky yang tidak bersedia dengan tindakan pantas Safiyya itu berundur beberapa langkah ke belakang. Tapi apa yang mengejutkan Safiyya, orang yang sedang berdiri di hadapan pintu lif saat itu adalah… VIVIAN! Sahabatnya!'Ya Allah. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku bakalan mati jika Vivian mengabarkan hal ini kepada Abang Mikail!' batin Safiyya.Safiyya masih terkaku berdiri di situ. Dia dan Vivian masih berpandangan antara satu sama lain. Masing-masing memasang wajah yang penuh rasa kaget. Rizky memandang kedua gadis itu dengan pandangan bingung tetapi dia tidak berkata apa-apa."Oh maaf. Kalian pasti sedang sibuk. Aku tunggu lift yang lain saja." Vivian berbicara sambil tersenyum mengusik. Matanya tepat memandang ke arah Saf
Bab 6: PersidanganSafiyya menyelak langsir untuk melihat keindahan pemandangan Kota Jakarta pada waktu malam melalui jendela kaca kamar hotelnya. Hatinya seolah-olah terbuai saat matanya menyaksikan keindahan Kota Jakarta saat itu. Gedung-gedung hotel dan gedung lain yang berdiri megah dihiasi lampu berwarna-warni menghidupkan lagi suasana malam. Bibir Safiyya mengukir senyuman sedih. Rasa gembira saat dia tiba di Jakarta bertukar sedih dan galau. Apatah lagi dia mengenangkan peristiwa yang terjadi antara dirinya dengan lelaki tanpa nama itu. Entah mengapa dia khawatir jika lelaki itu akan bertindak di luar kawalan dan batas pergaulan jika mereka bertemu lagi.'Kenapa semua ini terjadi padaku? Apakah karena aku tidak menuruti kemahuan Umi untuk tidak datang ke Jakarta lalu aku harus menerima hukuman seperti ini? Aku benar-benar berharap bahwa aku tidak akan bertemu lagi dengan lelaki itu. Jika aku terpaksa berurusan dengan dia, aku moho
Bab 7: Zafril"Sudahlah, Fiya. Sekarang, kita harus fokus dengan persidangan ini. Dan kau jangan berkeliaran tak tentu arah di sini tanpaku. Di sini, kau akan bertemu dengan lelaki bajingan yang suka mengincar gadis perawan sepertimu dan kau juga akan bertemu dengan ramai pewaris perusahaan yang tampan dan berkeperibadian baik. Jadi, pastikan kau sentiasa berada di sisiku agar lelaki hidung belang tidak akan berani untuk menghampirimu," bisik Vivian dengan suara yang tegas."Iya, aku tau. Mereka tidak akan pernah berani untuk mengusik apa pun yang menjadi kepunyaaan Dato' Vivian Adrienne Loh, pemilik perusahaan manufaktur tekstil ternama di Malaysia dan China sepertimu, sahabat," ujar Safiyya sambil tersenyum manis memandang wajah Vivian."Bagus. Aku akan melindungi dirimu atas permintaan Abang Mikail. Tidak, jujur saja aku memang ingin melindungimu kerana kau terlalu mudah mempercayai orang. Jadi, mari kita memasang waj
Bab 8: SelingkuhRizky dan beberapa karyawan berdiri di tepi pintu masuk aula hotel. Mata Rizky memerhatikan gelagat manusia yang memegang pelbagai gelaran hebat dan status tinggi dalam dunia perusahaan internasional sedang berjalan masuk ke dalam aula hotel. Papa dan Bundanya sedari awal sudah memasuki aula untuk menyertai persidangan itu. Hanya dirinya saja yang tidak layak untuk menyertai persidangan karena statusnya hanyalah sebagai karyawan biasa di kantor milik Papanya, Tuan Syahputra Wijaya.Malang sekali nasib hidupnya. Jika rakyat marhaen berpikir putra tunggal dari keluarga millionaire bisa mendapatkan kuasa, pangkat dan harta menimbun yang tidak pernah habis hingga tujuh keturunan dengan mudah, nasib Rizky sangat bertentangan dengan pemikiran rakyat marhaen itu. Sedari kecil dia sudah diajar dan dididik untuk mandiri dalam menghadapi gelombang hidup yang penuh dugaan.Dia dipaksa untuk membuktikan kemamp
Bab 9: JodohAkhirnya persidangan perusahaan internasional telah selesai sore itu. Sewaktu persidangan berakhir, Safiyya sempat bertukar kartu bisnis dengan beberapa ahli perniagaan dari pelbagai negara untuk menambah lagi koneksi bisnis perusahaan milik abangnya, Mikail. Zafril, Safiyya dan Vivian berjalan keluar dari aula hotel. Wajah mereka tampak lelah tetapi bersalut rasa gembira karena persidangan itu telah selesai mengikut jadwal yang telah ditetapkan. Perut mereka juga sudah kenyang karena usai persidangan, mereka dijamu dengan aneka juadah minum petang yang telah disediakan oleh pihak hotel."Fiya, apa malam ini kamu ada acara?" tanya Zafril dengan nada berbisik tetapi sempat didengari Vivian."Amboi, Zaf. Apa kau mahu mengajak Fiya keluar malam ini? Hanya kalian berdua?" soal Vivian."Iya, hanya berdua. Kau harus menemani suamimu, kan? Jadi, jangan menganggu rencanaku untuk keluar b
Bab 10: Panggilan teleponJam 10 malam. Safiyya sedang berbaring di atas ranjang sambil menonton telivisi. Perut Safiyya tiba-tiba berkeroncong minta diisi. Dia segera turun dari ranjang dan membuka bagasinya untuk mencari mie instan. Akhirnya dia memilih satu cawan (cup) Mie Instan Maggi asam laksa yang merupakan kegemarannya. Safiyya berjalan ke ruangan kerja berhampiran jendela kaca dan dia duduk di atas kursi. Dia menuangkan air panas ke dalam cup mie instan itu dengan berhati-hati. Setelah menunggu selama tiga menit, Safiyya mulai makan mie instannya itu. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan malas, dia mencapai ponselnya dan melihat nomor pemanggil tapi yang anehnya, nomor itu nomor 'private'."Aduh, aku lagi malas untuk berbicara saat ini. Lagipula aku tidak tahu siapa yang meneleponku. Biarkan sajalah. Jika penting, dia pasti akan meneleponku lagi." kata Safiyya.Safiyya membiarkan ponselnya berhenti berdering dengan sendirinya tanpa mengangkat
Bab 92: Setelah Tiga Tahun Berlalu"Kau yakin mau bertemu Rizky?" Vivian bertanya pada Safiyya yang sedang sibuk menyisir rambut dua putra kembarnya yaitu Amir Syahputra dan Aariz Syahputra. Kedua nama tersebut diberi oleh bapa mertuanya. Alasan terbesar Tuan Syahputra Wijaya ketika memberikan nama tersebut adalah beliau mau cucu-cucunya itu yang akan mewarisi perusahaan Wijaya Groups dan Wijaya Properties. "Bukan aku yang mau. Dia yang hendak bertemu denganku setelah dia tahu papanya akan menyerahkan dua perusahaan kepada Amir dan Aariz," jelas Safiyya, tenang. "Terus kenapa kau mau?" Desak Vivian, tak puas hati. "Vi. Aku harus bertemu dengannya. Lagian, dia sudah berjanji untuk bercerai denganku dan menyerahkan hak asuh anak-anak jika aku bersetuju menyerahkan dua perusahaan tersebut kepadanya.""Lelaki itu betul-betul gila! Dia sanggup menceraikanmu demi harta," cemooh Vivian. "Aku tak peduli tentang harta itu, Vi. Lagian semua itu memang milik keluarganya Rizky. Almarhum ayah
Bab 91: HamilMikail melihat arloji di pergelangan tangannya beberapa kali. Sebentar lagi, pesawat dari negeri tetangga akan tiba di KLIA. "Bro." Satu tangan menepuk lembut bahu Mikail. Mikail lantas menoleh ke belakang. Matanya membulat. "Kau buat apa dekat sini?" tanya Mikail dengan nada sebal. "Aku datang nak berjumpa dengan Safiyya lah," sahut Tengku Zafril enteng. Laki-laki itu tidak peduli dengan tatapan jengkel yang ditunjukkan Mikail secara terbuka. "Zaf, dah banyak kali kita berbincang tentang hal ini. Kau tak boleh berjumpa dengan adik aku buat sementara waktu. Apalagi Safiyya—""Bang Mika!" Mikail terdiam ketika dia melihat Safiyya berlari ke arah mereka. Tengku Zafril pula hanya tersenyum tipis di saat Safiyya meluru ke dalam dekapan Mikail. "Hai, Zaf." Vivian menyapa Tengku Zafril seraya tersenyum ramah. Di belakang wanita itu ada dua bagasi berukuran sederhana besar. "Oh, hai Vi. Sikitnya barang kau," seloroh Tengku Zafril. "Itu semua tak penting. Boleh kita ber
Bab 90: TerusirBRAKK!Tubuh Safiyya menegang sewaktu dia mendengar bunyi pintu kamar tidur dibanting dengan keras. Dia baru saja selesai berdoa setelah menunaikan salat Isya. Rizky langsung melabuhkan tubuh di atas ranjang. Matanya tajam merenung langit-langit kamar. Dadanya turun naik saat menarik dan membuang nafas.Selepas melipat dan meletakkan mukena di lemari, Safiyya berjalan mendekati ranjang lalu duduk di samping Rizky yang masih berbaring. Wajah suaminya terlihat gusar dan urat lehernya bahkan terlihat jelas. "Ada apa kamu ke mari, Riz?" Perlahan Safiyya membuka bicara. Rizky bangkit dari pembaringan. "Kenapa? Kamu tak suka melihatku datang? Apa kamu menyembunyikan laki-laki lain di sini?"Tuduhan tak masuk akal yang dilemparkan Rizky berhasil merobek hati Safiyya. "Aku bukan seperti kamu yang tak bisa menjaga hati, Riz. Langsung saja ke intinya. Tak usah bertele-tele."Rizky mendesah berat. "Hani keguguran.""Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un. Terus kondisi Hani se
Bab 89: Mengemis Restu Bunda"Keluar. Aku jijik melihat wajahmu," cerca Vivian seraya melempar bantal ke arah Roby. Jemarinya memegang erat selimut yang membungkus tubuhnya. "Duh, Sayang. Ternyata kamu masih galak seperti dulu." Roby terkekeh senang. "KELUAR!" Roby masih bergeming. Bibirnya mengukir senyuman mengejek. "Apa kamu lupa isi perjanjian kita? Kamu akan memuaskan dahaga batinku selama satu jam jika aku berhasil membujuk Tante Rafedah untuk membeberkan rahasia pernikahan siri Rizky dan Hani kepada Bunda Yasmin. Wanita tua itu bersetuju dan semuanya berjalan mulus. Kamu harus ingat, Vi. Aku sudah berhabis banyak uang semata-mata untuk membantumu." Nada suaranya terdengar dingin. Mata Vivian mendelik. "Membantuku? Yang benar saja. Kau sendiri tahu kalau aku melakukan ini demi Safiyya. Dia dalam kesusahan gara-gara ulah Rizky yang tak mau bercerai secara baik-baik. Fiya juga tak bisa mengurus gugatan cerai karena Mikail sialan itu tidak mau keluarga mereka dan keluarga Wij
Bab 88: Amarah Bunda YasminTiga bulan kemudian. Safiyya merenung mata Adit dengan tatapan tak percaya. "Apa benar—" Bicara Safiyya terhenti. Wanita itu menghembus nafas pelan. Dia masih tak percaya dengan kabar yang baru saja dia dengar. Sementara itu, raut wajah Adit terlihat datar biarpun hati laki-laki itu diterpa rasa bersalah yang teramat sangat. Mau tak mau, dia terpaksa memberitahu kabar ini pada Safiyya sebelum wanita itu pergi ke pengadilan agama untuk memproses gugatan cerai."Benar, Fiya. Hani sedang hamil anak Rizky. Kandungannya sudah masuk tiga minggu."Safiyya bergeming. Lelucon apakah ini? Kenapa dia harus mendengar berita ini di saat hatinya sudah mantap dan dirinya sudah kuat untuk menggugat cerai dari Rizky? Safiyya tertawa kecil tetiba. Sesungguhnya dia mentertawakan nasibnya yang malang. Seketika, dia merasa cemburu dengan kebahagiaan keluarga kecil Rizky dan Hani. Tidak! Dia tidak boleh lemah apalagi merasa iri dengan kebahagiaan orang lain. Dia harus terima
Bab 87: Istri Kedua Rizky IqbalHani menyentak tangannya dari genggaman jemari Rizky ketika mereka sudah berada di tempat parkir rumah sakit. Raut wajahnya terlihat bengis."Kenapa kamu maksa aku keluar? Aku belum selesai bicara dengan wanita munafik itu, Rizky!""Cukup, Hani. Aku tidak suka kamu marah-marah seperti ini. Aku memaksamu keluar karena aku tidak mau kalian terus-terusan bertengkar. Kamu sendiri lihat bagaimana kondisi Safiyya barusan. Kepalanya terluka! Kalau kesehatannya memburuk gara-gara kamu, papa dan bunda tidak akan pernah mau menerima kamu sebagai istriku. Aku tidak ingin hal itu terjadi," terang Rizky bersungguh-sungguh."Terus, bagaimana bisa kamu dan Safiyya berciuman? Apa kamu kembali suka padanya? Sadar, Rizky! Orang yang kamu cinta dan sayang itu hanyalah aku. AKU!" Hani membentak keras."Ciuman itu hanya sandiwara Safiyya semata-
Bab 86: Kotak Ingatan Yang TerbukaVivian sedang duduk di atas kursi lipat dengan santai sambil melihat dua jasad tanpa roh terbakar di hadapannya.Api telah memakan sekujur badan dua pria malang yaitu Black Ring dan Blue Ring. Asap mengepul ke udara lalu ditiup angin. Vivian sama sekali tidak khawatir karena kawasan terpencil ini terletak jauh dari tempat tinggal penduduk. Jadi, tidak ada siapa pun yang akan memergokinya."Bagaimana bisa kalian menjadi pembunuh yang idiot? Benar-benar menjengkelkan. Blue Ring, seharusnya kau berusaha sebaik mungkin untuk melukai Safiyya agar permainan ini makin menyenangkan. Setelah itu, aku bisa menghancurkan Sarah. Malangnya, kau hanya psikopat bodoh yang dibutakan kesenangan sesaat. Yah, kau pantas mati dengan cara memalukan
Bab 85: Blue RingSetelah mendengar kabar duka tentang kematian Arvin Rafael dari Jasmine, Safiyya langsung bergegas mengajak Adit mencari tiket penerbangan ke Surabaya. Berkat bantuan Tuan Syahputra Wijaya, Safiyya dan Adit berhasil mendapatkan tiket pesawat.Tiba di bandara, seorang sopir pribadi menjemput mereka dan membawa mereka ke permakaman.Safiyya yang duduk di kursi mobil bagian penumpang berkali-kali menyeka air matanya menggunakan saputangan berwarna merah muda. Sejujurnya, amat sukar untuk dia menerima kabar kematian Arvin yang menurutnya sangat tiba-tiba."Relakan Arvin, Fiya. Dia telah berpulang ke alam baka. Rahasia rezeki dan ajal seseorang hanya Allah saja yang Maha Mengetahui. Ak
Bab 84: Berpulang ke Alam BakaMobil Arvin membelah jalan raya dengan kelajuan maksimal. Angin malam menerobos masuk jendela mobil yang sengaja dibiarkan tidak tertutup.Pria berwajah tampan itu berkali-kali mengesat air matanya tetapi cairan bening itu semakin buas menodai pipi.Dia memijit kasar pelipisnya ketika merasa kepalanya berdenyut sakit."ARGHHH! Dasar pelacur kotor! Hani, kau tunggu saja pembalasan Tuhan. Baik di dunia dan di akhirat kelak kau tidak akan pernah merasa bahagia!"Seakan belum puas melontarkan amarah, Arvin lantas memukul setir mobilnya kuat-kuat.