Bab 7: Zafril
"Sudahlah, Fiya. Sekarang, kita harus fokus dengan persidangan ini. Dan kau jangan berkeliaran tak tentu arah di sini tanpaku. Di sini, kau akan bertemu dengan lelaki bajingan yang suka mengincar gadis perawan sepertimu dan kau juga akan bertemu dengan ramai pewaris perusahaan yang tampan dan berkeperibadian baik. Jadi, pastikan kau sentiasa berada di sisiku agar lelaki hidung belang tidak akan berani untuk menghampirimu," bisik Vivian dengan suara yang tegas.
"Iya, aku tau. Mereka tidak akan pernah berani untuk mengusik apa pun yang menjadi kepunyaaan Dato' Vivian Adrienne Loh, pemilik perusahaan manufaktur tekstil ternama di Malaysia dan China sepertimu, sahabat," ujar Safiyya sambil tersenyum manis memandang wajah Vivian.
"Bagus. Aku akan melindungi dirimu atas permintaan Abang Mikail. Tidak, jujur saja aku memang ingin melindungimu kerana kau terlalu mudah mempercayai orang. Jadi, mari kita memasang wajah penuh arogan dan dingin supaya lelaki-lelaki itu tidak akan mengerumuni kita seperti hyena yang kelaparan," bisik Vivian perlahan.
"Alright, my dear. Let's go." ajak Safiyya.
Langkah kaki dua wanita itu penuh rasa percaya diri saat memasuki aula hotel yang mewah itu. Tatapan mata mereka dingin dan penuh berkuasa sehingga setiap lelaki yang ada di aula itu melirik penuh minat ke arah mereka. Namun, tatapan dan aura berkuasa yang ditunjukan Safiyya sirna saat dia melihat hiasan, dekorasi dan susunan meja dalam aula itu. Hasil dekorasi itu berjaya menimbulkan rasa kagum dalam hati Safiyya. Tiba-tiba ada seorang lelaki menghampiri dan menyapa mereka.
"Hai, maafkan aku. Kamu Vivian, kan?" sapa seorang lelaki.
"Hey, Zaf. Apa yang kau lakukan di sini?" balas Vivian dengan nada terkejut.
Safiyya tidak kenal dengan lelaki itu. Jadi, dia hanya menatap wajah lelaki itu dan tersenyum nipis tanda hormat. Namun wajah Vivian sudah bertukar dari wajah serius menjadi wajah yang sangat ramah. Jadi, itu bermakna Vivian dan lelaki itu memang saling mengenal. Bisa Safiyya katakan bahwa Vivian sangat gembira bertemu dengan lelaki asing itu. Yah, menurut Safiyya lelaki itu juga kelihatan sangat tampan. Dengan wajah tampan, senyuman yang manis, kulit sawo matang yang menguarkan daya tarik yang menggoda, garis jambang yang kemas serta tubuh yang kekar dengan tinggi tubuhnya 185 sentimeter sememangnya mampu mencairkan hati makhluk lawan jenis bernama wanita. Malah lelaki itu juga bisa di bilang lebih tampan dan maskulin berbanding pria misterius yang dia bertemu semalam. Tapi entah mengapa, Safiyya merasakan lelaki misterius yang dia bertemu semalam itu lebih menarik rasa ingin tahunya. Dalam arti kata lain, Safiyya lebih tertarik untuk mengenal lelaki misterius itu. Mungkin karena mereka sudah memiliki momen 'buruk' bersama. Atau mungkin karena mereka sudah berbagi kehangatan?
'Apa aku sudah gila? Kenapa aku perlu ingat tentang lelaki brengsek itu? Sadar, Safiyya. Kau ke sini untuk urusan kerja dan lelaki itu tidak lebih dari kenangan burukmu.' batin Safiyya membentak.
Safiyya menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia tidak sadar lelaki asing yang berada di hadapannya sedang memandang penuh minat ke arahnya.
"Kamu baik-baik saja kan?" Lelaki asing itu bertanya pada Safiyya membuatkan Safiyya kaget.
"Hah? Apa?" Safiyya bertanya kembali kepada lelaki itu. Wajahnya kemerahan menahan malu.
“Fiya, kau kenapa? Muka kau kelihatan sangat merah. Apa kau sudah jatuh hati sama Zafril?" usik Vivian sebelum tertawa kecil.
Pertanyaan yang berunsur usikan dari Vivian memburukkan lagi keadaan. Rona pipi Safiyya semakin merah dan dia hanya mampu tunduk memandang lantai aula hotel itu.
"Vi, kamu terlalu kejam sama sahabatmu ini. Oh, iya. Namaku, Tengku Zafril Zulkarnain. Kamu bisa memanggilku Zaf. Namamu, siapa?" tanya Zafril dengan sopan dan ramah.
“Safiyya. Namaku Nur Safiyya." balas Safiyya ringkas.
"Namamu indah sekali. Boleh aku memanggilmu dengan nama Fiya? Supaya terdengar lebih akrab dan mesra." Zafril bertanya sebelum tersenyum menggoda. Safiyya terdiam dan akalnya buntu menyusun kata-kata untuk membalas pertanyaan Zafril.
"Zaf, hentikan godaanmu sebentar. Kau bisa melanjutkan godaanmu itu usai persidangan ini. Sekarang, aku dan sahabatku ini mau duduk sebelum semua tempat diduduki orang lain. Aku tidak mau duduk satu meja dengan pria hidung belang, oke." sela Vivian.
"Kalau begitu, kau dan sahabatmu yang cantik ini bisa duduk satu meja denganku." pelawa Zafril. Bibirnya murah dengan senyuman yang masih tidak sirna di wajahnya.
"Oke. Itu lebih baik berbanding kami harus duduk satu meja dengan Om gendut di meja sana." kata Vivy sambil matanya memberi isyarat kepada Zafril untuk melihat meja di ujung aula.
"Itu Pak Pram. Dia baik, Vivy. Biarpun dia sudah punya empat istri tapi menurutku, dia baik hati. Asal kamu tau aja, dia itu tidak pernah mengincar gadis-gadis tapi gadis-gadis itu sendiri yang mau menjadi istri mudanya," ujar Zafril dengan tenang.
"Ah, semua lelaki akan selalu mempertahankan diri dengan kata-kata seolah-olah hanya perempuan yang jalang karena memikat mereka." marah Vivy sambil duduk di kursi yang cantik berbalut kain berwarna putih. Bukan itu saja, sisi kerusi itu juga dihiasi dengan hiasan bunga-bunga kecil yang segar.
'Sudah seperti acara pernikahan aja. Tapi entah kenapa aku rasa suka dengan design seperti ini,' bisik Safiyya di dalam hati.
"Vi, apa kamu anti poligami?" tanya Zafril ingin tahu.
"Tidak, Zaf. Aku tidak peduli jika dia ingin bernikah dengan berapa orang sekalipun. Tapi lebih baik jika dia bernikah dengan perempuan yang seumuran dengannya. Tapi, kau sendiri tau kan, tiga istrinya itu lebih muda dari umur anaknya sendiri. Dia benar-benar memilih pucuk muda." sela Vivian.
"Sudahlah, Vi. Kita tidak usah masuk campur urusan orang, ya. Lagipun, acara akan bermula dalam lima menit lagi. Jadi, kau harus tenang. Jika perasaanmu hancur berantakan gara-gara Pak Pram, sia-sia saja kamu ke sini. Coba lihat Fiya. Dia begitu menikmati ketenangan dan keindahan aula ini. Dia tampak lebih cantik dan pribadinya lebih menyamankan berbanding dengan dirimu, Vi" ucap Zafril dan matanya tidak lepas dari menatap wajah Safiyya.
Safiyya hanya diam dan tersenyum nipis saat mendengar pujian Zafril. Sejujurnya dia tidak tahu balasan kata-kata yang sesuai untuk membalas pujian lelaki itu. Lelaki itu memang ahli dalam mengatur kata terhadap lawan jenisnya.
"Jika kau begitu berminat dengan Safiyya, kau harus bertemu Tan Sri Ibrahim dan Puan Sri Hafizah di Kuala Lumpur. Dan jangan lupa minta izin dari Mikail," kata Vivian dengan serius.
"Aku bisa aja, Vi. Asalkan Safiyya setuju. Fiya, kamu setuju?" tanya Zafril.
Matanya bersinar penuh harapan. Mata Zafril melirik ke arah Safiyya yang masih tenang.
"Aku…"
"Ladies and Gentlemen…"
Belum sempat Safiyya menjawab pertanyaan Zafril, pembawa acara sudah memulakan acara persidangan.
"Oh, acaranya sudah bermula," kata Vivian.
Safiyya lega karena dia tidak perlu menjawab pertanyaan Zafril. Nyata di mata Safiyya bahwa raut wajah Zafril saat itu kelihatan sangat kecewa.
Bab 8: SelingkuhRizky dan beberapa karyawan berdiri di tepi pintu masuk aula hotel. Mata Rizky memerhatikan gelagat manusia yang memegang pelbagai gelaran hebat dan status tinggi dalam dunia perusahaan internasional sedang berjalan masuk ke dalam aula hotel. Papa dan Bundanya sedari awal sudah memasuki aula untuk menyertai persidangan itu. Hanya dirinya saja yang tidak layak untuk menyertai persidangan karena statusnya hanyalah sebagai karyawan biasa di kantor milik Papanya, Tuan Syahputra Wijaya.Malang sekali nasib hidupnya. Jika rakyat marhaen berpikir putra tunggal dari keluarga millionaire bisa mendapatkan kuasa, pangkat dan harta menimbun yang tidak pernah habis hingga tujuh keturunan dengan mudah, nasib Rizky sangat bertentangan dengan pemikiran rakyat marhaen itu. Sedari kecil dia sudah diajar dan dididik untuk mandiri dalam menghadapi gelombang hidup yang penuh dugaan.Dia dipaksa untuk membuktikan kemamp
Bab 9: JodohAkhirnya persidangan perusahaan internasional telah selesai sore itu. Sewaktu persidangan berakhir, Safiyya sempat bertukar kartu bisnis dengan beberapa ahli perniagaan dari pelbagai negara untuk menambah lagi koneksi bisnis perusahaan milik abangnya, Mikail. Zafril, Safiyya dan Vivian berjalan keluar dari aula hotel. Wajah mereka tampak lelah tetapi bersalut rasa gembira karena persidangan itu telah selesai mengikut jadwal yang telah ditetapkan. Perut mereka juga sudah kenyang karena usai persidangan, mereka dijamu dengan aneka juadah minum petang yang telah disediakan oleh pihak hotel."Fiya, apa malam ini kamu ada acara?" tanya Zafril dengan nada berbisik tetapi sempat didengari Vivian."Amboi, Zaf. Apa kau mahu mengajak Fiya keluar malam ini? Hanya kalian berdua?" soal Vivian."Iya, hanya berdua. Kau harus menemani suamimu, kan? Jadi, jangan menganggu rencanaku untuk keluar b
Bab 10: Panggilan teleponJam 10 malam. Safiyya sedang berbaring di atas ranjang sambil menonton telivisi. Perut Safiyya tiba-tiba berkeroncong minta diisi. Dia segera turun dari ranjang dan membuka bagasinya untuk mencari mie instan. Akhirnya dia memilih satu cawan (cup) Mie Instan Maggi asam laksa yang merupakan kegemarannya. Safiyya berjalan ke ruangan kerja berhampiran jendela kaca dan dia duduk di atas kursi. Dia menuangkan air panas ke dalam cup mie instan itu dengan berhati-hati. Setelah menunggu selama tiga menit, Safiyya mulai makan mie instannya itu. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan malas, dia mencapai ponselnya dan melihat nomor pemanggil tapi yang anehnya, nomor itu nomor 'private'."Aduh, aku lagi malas untuk berbicara saat ini. Lagipula aku tidak tahu siapa yang meneleponku. Biarkan sajalah. Jika penting, dia pasti akan meneleponku lagi." kata Safiyya.Safiyya membiarkan ponselnya berhenti berdering dengan sendirinya tanpa mengangkat
Bab 11: Semakin menjauhPonsel milik Rizky berdering dengan nada yang keras tetapi pria itu masih tidak sadar dari tidurnya. Jelas saja bahwa Rizky sangat lelah karena dia telah bekerja sepanjang hari. Jam 10 malam baru dia bisa pulang ke rumah setelah membereskan pekerjaannya di persidangan. Setelah ponselnya berhenti berdering buat seketika, ponsel jenama IPhone itu kembali melagukan deringan keras. Akhirnya, roh Rizky yang bergentayangan entah ke mana masuk kembali ke dalam jasadnya. Rizky membuka kelopak matanya dengan malas. Sempat hatinya merutuk siapa pemanggil yang meneleponnya saat ini. Dia melirik ke arah jam di dinding kamarnya."Sudah jam satu pagi. Siapa sih yang meneleponku waktu begini," marah Rizky dengan kesal.Dengan berat hati, dia menjawab panggilan telepon itu tanpa melihat nama pemanggil tersebut. Namun, suara ceria milik seorang perempuan bisa ditebak oleh Rizky." Rizky sayang! Yuk ke klub. Aku udah ada di klub nih. D
Bab 12: Mr Tour GuideSafiyya sedang duduk di kursi yang terletak di lobi hotel. Dia melihat arloji di pergelangan tangannya. Baru jam 8.45 pagi. Kelibat Vivian dan suaminya, Robert masih belum kelihatan. Safiyya membuka aplikasi WhatsApp di ponselnya. Dia mencari nomor Uminya. Kemudian, jemarinya ralit menaip aksara membentuk perkataan dan ayat pada Umi kesayangannya itu.'Assalamualaikum Wr. Wb, Umi. Umi, hari ni Fiya akan berjalan-jalan di Kota Jakarta. Umi doakan Fiya, tau. Fiya sayaaaanggg Umi.' - Fiya-Balasan WhatsApp Safiyya dibalas segera oleh Uminya.'Wa'alaikumsalam, Fiya. Saat berlibur nanti, jaga kelakuan Fiya. Jangan lupa belikan Umi cenderahati dari Jakarta, ya. Umi juga sayang pada Fiya. Jaga diri baik-baik, ya.' -Umi-Safiyya tersenyum saat membaca balasan Uminya itu. Ya, Uminya itu tidak jemu untuk menasihatinya agar sentiasa menjaga perlakuan lebih-lebih lagi ket
Bab 13: Pasar AsemkaSafiyya berjalan dengan langkah perlahan dan berhati-hati. Di Pasar Asemka pada pagi itu penuh dengan turis dan penduduk kota yang bisa diibaratkan seperti lautan manusia. Inilah tempat pertama yang dipilih oleh Vivian dan Robert untuk mereka kunjungi pada hari ini. Satu pemandangan yang menyeronokkan buat Safiyya saat melihat warga kota begitu sibuk berbelanja dan dia juga bisa mencuci mata melihat pelbagai barangan yang dijual di sini. Vivian dan Robert pula sudah berada jauh di depan. Tanpa mereka sadar, mereka sudah meninggalkan Safiyya seorang diri. Pasangan suami istri itu sangat teruja dan bersemangat sekali ketika melihat barangan dan aksesori yang ada di setiap tempat jualan.'Haish, sebab inilah yang membuatkan aku tidak mau ikut serta berjalan-jalan dengan mereka berdua. Akhirnya, aku sendirian di sini. Janji hanya tinggal janji. Aku ditinggalkan seorang diri tanpa teman. Ya Tuhan, nasib jomblo seperti aku sangat menyedihk
Bab 14: Vivian Panik.Vivian masih leka berjalan sambil memaut erat lengan kanan suaminya, Robert seolah-olah dia takut kehilangan jejak suaminya itu. Mereka berdua berhenti di setiap toko untuk mencari pelbagai barangan dengan harga yang 'bersahabat' atau bahasa mudahnya, harga yang murah dan berpatutan. Tangan kanan Robert sudah dipenuhi dengan plastik yang berisi pelbagai barangan. Jujur saja bahwa kaki Robert sudah tidak mampu untuk terus menapak dan tubuhnya juga kehilangan banyak tenaga. Namun, dia gagahkan juga dirinya untuk terus menemani Vivian, istrinya tercinta yang masih mau berbelanja. Vivian berhenti di satu toko yang menjual pelbagai tas tangan. Matanya fokus meneliti setiap tas dan akhirnya dia memilih satu tas bercorak bunga berwarna merah jambu. Usai membayar, Vivian menoleh ke belakang. Dia sangat terkejut saat melihat kelibat Safiyya dan Rizky sudah tiada di belakangnya."Sayang, Fiya dan Rizky sudah hilang!" kata Viv
Bab 15: Hampir ditabrakRizky berjalan pantas memasuki Gedung Asemka. Matanya meliar mencari kelibat dan keberadaan Safiyya. Sudah sepuluh menit Rizky mencari gadis itu tetapi dia tetap gagal untuk menemukan Safiyya. Butir peluh mula menghiasi dahi Rizky. Dengan kasar, dia mengesat peluh di dahinya sebelum butiran peluh itu menetes jatuh."Ke mana sih gadis itu pergi? Apa jangan-jangan ada perkara buruk sudah terjadi padanya? Ya Allah, lindungilah gadis aneh itu dari bahaya. Biarpun aku tidak suka sama sikapnya yang gila itu tapi kalau sampai terjadi apa-apa padanya, aku bisa dibunuh sama Papa. Aku masih mau hidup, Tuhan." ucap Rizky dengan nada memelas.Rizky mula berkacak pinggang. Pikirannya buntu dan dia sudah habis pikir di mana lagi dia perlu mencari keberadaan Nona Safiyya itu. Tiba-tiba hidungnya menangkap bau parfum yang sangat dia kenal. Bau parfum itu semakin lama semakin kuat dan saat itu juga, matanya menang
Bab 92: Setelah Tiga Tahun Berlalu"Kau yakin mau bertemu Rizky?" Vivian bertanya pada Safiyya yang sedang sibuk menyisir rambut dua putra kembarnya yaitu Amir Syahputra dan Aariz Syahputra. Kedua nama tersebut diberi oleh bapa mertuanya. Alasan terbesar Tuan Syahputra Wijaya ketika memberikan nama tersebut adalah beliau mau cucu-cucunya itu yang akan mewarisi perusahaan Wijaya Groups dan Wijaya Properties. "Bukan aku yang mau. Dia yang hendak bertemu denganku setelah dia tahu papanya akan menyerahkan dua perusahaan kepada Amir dan Aariz," jelas Safiyya, tenang. "Terus kenapa kau mau?" Desak Vivian, tak puas hati. "Vi. Aku harus bertemu dengannya. Lagian, dia sudah berjanji untuk bercerai denganku dan menyerahkan hak asuh anak-anak jika aku bersetuju menyerahkan dua perusahaan tersebut kepadanya.""Lelaki itu betul-betul gila! Dia sanggup menceraikanmu demi harta," cemooh Vivian. "Aku tak peduli tentang harta itu, Vi. Lagian semua itu memang milik keluarganya Rizky. Almarhum ayah
Bab 91: HamilMikail melihat arloji di pergelangan tangannya beberapa kali. Sebentar lagi, pesawat dari negeri tetangga akan tiba di KLIA. "Bro." Satu tangan menepuk lembut bahu Mikail. Mikail lantas menoleh ke belakang. Matanya membulat. "Kau buat apa dekat sini?" tanya Mikail dengan nada sebal. "Aku datang nak berjumpa dengan Safiyya lah," sahut Tengku Zafril enteng. Laki-laki itu tidak peduli dengan tatapan jengkel yang ditunjukkan Mikail secara terbuka. "Zaf, dah banyak kali kita berbincang tentang hal ini. Kau tak boleh berjumpa dengan adik aku buat sementara waktu. Apalagi Safiyya—""Bang Mika!" Mikail terdiam ketika dia melihat Safiyya berlari ke arah mereka. Tengku Zafril pula hanya tersenyum tipis di saat Safiyya meluru ke dalam dekapan Mikail. "Hai, Zaf." Vivian menyapa Tengku Zafril seraya tersenyum ramah. Di belakang wanita itu ada dua bagasi berukuran sederhana besar. "Oh, hai Vi. Sikitnya barang kau," seloroh Tengku Zafril. "Itu semua tak penting. Boleh kita ber
Bab 90: TerusirBRAKK!Tubuh Safiyya menegang sewaktu dia mendengar bunyi pintu kamar tidur dibanting dengan keras. Dia baru saja selesai berdoa setelah menunaikan salat Isya. Rizky langsung melabuhkan tubuh di atas ranjang. Matanya tajam merenung langit-langit kamar. Dadanya turun naik saat menarik dan membuang nafas.Selepas melipat dan meletakkan mukena di lemari, Safiyya berjalan mendekati ranjang lalu duduk di samping Rizky yang masih berbaring. Wajah suaminya terlihat gusar dan urat lehernya bahkan terlihat jelas. "Ada apa kamu ke mari, Riz?" Perlahan Safiyya membuka bicara. Rizky bangkit dari pembaringan. "Kenapa? Kamu tak suka melihatku datang? Apa kamu menyembunyikan laki-laki lain di sini?"Tuduhan tak masuk akal yang dilemparkan Rizky berhasil merobek hati Safiyya. "Aku bukan seperti kamu yang tak bisa menjaga hati, Riz. Langsung saja ke intinya. Tak usah bertele-tele."Rizky mendesah berat. "Hani keguguran.""Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un. Terus kondisi Hani se
Bab 89: Mengemis Restu Bunda"Keluar. Aku jijik melihat wajahmu," cerca Vivian seraya melempar bantal ke arah Roby. Jemarinya memegang erat selimut yang membungkus tubuhnya. "Duh, Sayang. Ternyata kamu masih galak seperti dulu." Roby terkekeh senang. "KELUAR!" Roby masih bergeming. Bibirnya mengukir senyuman mengejek. "Apa kamu lupa isi perjanjian kita? Kamu akan memuaskan dahaga batinku selama satu jam jika aku berhasil membujuk Tante Rafedah untuk membeberkan rahasia pernikahan siri Rizky dan Hani kepada Bunda Yasmin. Wanita tua itu bersetuju dan semuanya berjalan mulus. Kamu harus ingat, Vi. Aku sudah berhabis banyak uang semata-mata untuk membantumu." Nada suaranya terdengar dingin. Mata Vivian mendelik. "Membantuku? Yang benar saja. Kau sendiri tahu kalau aku melakukan ini demi Safiyya. Dia dalam kesusahan gara-gara ulah Rizky yang tak mau bercerai secara baik-baik. Fiya juga tak bisa mengurus gugatan cerai karena Mikail sialan itu tidak mau keluarga mereka dan keluarga Wij
Bab 88: Amarah Bunda YasminTiga bulan kemudian. Safiyya merenung mata Adit dengan tatapan tak percaya. "Apa benar—" Bicara Safiyya terhenti. Wanita itu menghembus nafas pelan. Dia masih tak percaya dengan kabar yang baru saja dia dengar. Sementara itu, raut wajah Adit terlihat datar biarpun hati laki-laki itu diterpa rasa bersalah yang teramat sangat. Mau tak mau, dia terpaksa memberitahu kabar ini pada Safiyya sebelum wanita itu pergi ke pengadilan agama untuk memproses gugatan cerai."Benar, Fiya. Hani sedang hamil anak Rizky. Kandungannya sudah masuk tiga minggu."Safiyya bergeming. Lelucon apakah ini? Kenapa dia harus mendengar berita ini di saat hatinya sudah mantap dan dirinya sudah kuat untuk menggugat cerai dari Rizky? Safiyya tertawa kecil tetiba. Sesungguhnya dia mentertawakan nasibnya yang malang. Seketika, dia merasa cemburu dengan kebahagiaan keluarga kecil Rizky dan Hani. Tidak! Dia tidak boleh lemah apalagi merasa iri dengan kebahagiaan orang lain. Dia harus terima
Bab 87: Istri Kedua Rizky IqbalHani menyentak tangannya dari genggaman jemari Rizky ketika mereka sudah berada di tempat parkir rumah sakit. Raut wajahnya terlihat bengis."Kenapa kamu maksa aku keluar? Aku belum selesai bicara dengan wanita munafik itu, Rizky!""Cukup, Hani. Aku tidak suka kamu marah-marah seperti ini. Aku memaksamu keluar karena aku tidak mau kalian terus-terusan bertengkar. Kamu sendiri lihat bagaimana kondisi Safiyya barusan. Kepalanya terluka! Kalau kesehatannya memburuk gara-gara kamu, papa dan bunda tidak akan pernah mau menerima kamu sebagai istriku. Aku tidak ingin hal itu terjadi," terang Rizky bersungguh-sungguh."Terus, bagaimana bisa kamu dan Safiyya berciuman? Apa kamu kembali suka padanya? Sadar, Rizky! Orang yang kamu cinta dan sayang itu hanyalah aku. AKU!" Hani membentak keras."Ciuman itu hanya sandiwara Safiyya semata-
Bab 86: Kotak Ingatan Yang TerbukaVivian sedang duduk di atas kursi lipat dengan santai sambil melihat dua jasad tanpa roh terbakar di hadapannya.Api telah memakan sekujur badan dua pria malang yaitu Black Ring dan Blue Ring. Asap mengepul ke udara lalu ditiup angin. Vivian sama sekali tidak khawatir karena kawasan terpencil ini terletak jauh dari tempat tinggal penduduk. Jadi, tidak ada siapa pun yang akan memergokinya."Bagaimana bisa kalian menjadi pembunuh yang idiot? Benar-benar menjengkelkan. Blue Ring, seharusnya kau berusaha sebaik mungkin untuk melukai Safiyya agar permainan ini makin menyenangkan. Setelah itu, aku bisa menghancurkan Sarah. Malangnya, kau hanya psikopat bodoh yang dibutakan kesenangan sesaat. Yah, kau pantas mati dengan cara memalukan
Bab 85: Blue RingSetelah mendengar kabar duka tentang kematian Arvin Rafael dari Jasmine, Safiyya langsung bergegas mengajak Adit mencari tiket penerbangan ke Surabaya. Berkat bantuan Tuan Syahputra Wijaya, Safiyya dan Adit berhasil mendapatkan tiket pesawat.Tiba di bandara, seorang sopir pribadi menjemput mereka dan membawa mereka ke permakaman.Safiyya yang duduk di kursi mobil bagian penumpang berkali-kali menyeka air matanya menggunakan saputangan berwarna merah muda. Sejujurnya, amat sukar untuk dia menerima kabar kematian Arvin yang menurutnya sangat tiba-tiba."Relakan Arvin, Fiya. Dia telah berpulang ke alam baka. Rahasia rezeki dan ajal seseorang hanya Allah saja yang Maha Mengetahui. Ak
Bab 84: Berpulang ke Alam BakaMobil Arvin membelah jalan raya dengan kelajuan maksimal. Angin malam menerobos masuk jendela mobil yang sengaja dibiarkan tidak tertutup.Pria berwajah tampan itu berkali-kali mengesat air matanya tetapi cairan bening itu semakin buas menodai pipi.Dia memijit kasar pelipisnya ketika merasa kepalanya berdenyut sakit."ARGHHH! Dasar pelacur kotor! Hani, kau tunggu saja pembalasan Tuhan. Baik di dunia dan di akhirat kelak kau tidak akan pernah merasa bahagia!"Seakan belum puas melontarkan amarah, Arvin lantas memukul setir mobilnya kuat-kuat.