"Ainsley, mengapa tadi kau berpura-pura di depan Dixon?" tanya Freddy saat mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.
"Berpura-pura apa, Dad?" tanya Ainsley menoleh ke arah ayahnya.
"Iya, tadi bukankah kau bilang kau akan pergi ke camp? Padahal daddy tidak setuju kau pergi kesana."
"Pffttt ...." Ainsley tertawa.
"Aku tidak pernah mengatakan aku akan pergi ke camp, Dad. Aku hanya bertanya bagaimana jika aku benar pergi ke camp. Aku ingin tahu reaksinya, Dad," jelas Ainsley sambil mengangkat bahu.
"Lalu bagaimana reaksinya? Apa kau puas?" tandas Brianna.
"Kenapa kau ketus begitu, Mom? Kau mau menyalahkan aku lagi? Ck, ya, aku salah. Aku memang salah."
"Hei, ada apa ini? Ainsley, mommy kan hanya bertanya saja, kau berlebihan," ujar Freddy.
"Berlebihan? Dad, kau tidak pernah tahu. Setiap hal yang aku lakukan pada Dixon selalu dianggap salah oleh mommy. Dan Dixon yang selalu benar di mata mommy. Aku tidak mengerti dan aku ... lelah," ucap A
"Hallo," sapa Ainsley. Nada suara terdengar sumringah. Dixon hampir tersedak karena tak biasanya Ainsley begitu bersemangat menerima telpon darinya. Seulas senyum terbit pada bibir Dixon."Ehem! Hallo." Ainsley mengulangi sapaannya dan memperbaiki nada bicaranya sehingga terdengar lebih netral. Namun Dixon malah semakin mengembangkan senyum karena merasa lucu.Namun detik berikutnya Dixon mencoba membawa diri pada kenyataan bahwa dia harus bersikap sewajarnya saja."Ya, hallo. Tadi kau menelponku, ada apa? Maaf aku sedang mandi tadi," balas Dixon sekaligus menjelaskan."Ah ya, tadi aku menelponmu karena aku ingin memberitahumu bahwa hasil penjualan kita hari ini melonjak sangat drastis, aku ... ya, aku hanya ingin aku mengabari itu saja," jelas Ainsley."Oh ya? Aku belum melihatnya. Tadi aku kelelahan sehingga aku ketiduran setelah pulang dari rumahmu," kata Dixon."Ah ya, tak masalah," balas Ainsley sedikit kaku.Ainsley merasa Dixon sedang
"Ainsley, sedang apa kau malam-malam begini ada disini?" tanya Brianna sedikit terbengong."Mommy, kau membuatku kesakitan. Kau terlalu keras memukuliku," Ainsley mengadu sambil mengerucutkan bibirnya runcing. Ia juga memijat-mijat bagian tubuh yang terkena pukul tadi."Oh, maafkan mommy, Sayang, mommy tidak tahu. Mommy pikir kau adalah pencuri maka dari itu mommy memukulimu," jelas Brianna sambil membawa Ainsley duduk di kursi taman."Sedang apa kau malam-malam begini ada disini, Ainsley? Kau tidak tidur?" tanya Freddy kini mengulangi pertanyan istrinya."Aku tidak bisa tidur, Dad, jadi aku iseng saja menanam bunga-bunga yang tadi aku beli," jelas Ainsley."Malam-malam begni?""Ya, aku pikir aku akan mengantuk jika aku melakukan kesibukan," jawab Ainsley."Kau tidak akan mengantuk jika kau melakukan pekerjaan, yang ada kau malah semakin tidak akan bisa tidur. Ayo masuk, daddy akan memberimu resep agar kau bisa cepat mengantuk." Freddy  
"Hai, Ainsley, kau disini juga?" tanya Luke."Oh, Luke, kita sampai disini hampir bersamaan," balas Ainsley untuk menutupi sedikit kekecewaannya."Ya," balas Luke kemudian ia mendekat dan berbisik, "kita berjodoh, Ainsley."Ainsley tertawa kecil. Seperti biasa Luke memang sering bercanda dan seru. Tapi apakah kata-kata cintanya yang sering diungkapkan pada Ainsley itu juga hanyalah gurauan? Hm, hanya Luke dan Tuhan yang tahu.Luke menarik satu kursi. "Duduklah, Ainsley."Ainsley mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih Luke."Luke pun ikut menyusul duduk di sebelah Ainsley. Sedangkan Dixon? Ya, dia belum mengeluarkan sepatah katapun sejak tadi."Untuk apa kau mengajakku bertemu?" Tanya Luke dan Dixon bersamaan. Kemudian Luke dan Dixon saling berpandangan dan Ainsley memperhatikan mereka berdua secara bergantian."Kau bertanya padaku? Apa kau yakin?" tanya Luke memincing.Dixon memutar bola matanya. "Aku bertanya padanya," jawab
But baby if you say you want me to stayI'll change my mind'Cause I don't wanna know I'm walking awayIf you'll be mineWon't go, won't goSo baby if you say you want me to stayStay for the nightI'll change my mind________________________"Apa itu tadi salam perpisahan?" celetuk Dixon. Meskipun Doxin merasa ragu tetapi tak dapat dipungkiri bahwa perasaan hangat menjalar di hatinya."Apa?""Aku bertanya, mengapa kau kau balik bertanya?" kata Dixon lagi."Jadi menurutmu itu salam perpisahan?" seru Ainsley kesal. Sangat kesal."Untuk itu aku bertanya. Jika aku salah kau katakanlah yang sebenarnya. Aku tidak mau salah paham lagi," kata Dixon flat.Sret!Ainsley memundurkan kursinya dan bersiap untuk pergi. Namun Dixon tidak membiarkan Ainsley pergi sebelum ia mendapatkan jawaban yang ia ingankan.Dixon menangkap pergelangan tangan Ainsley sehingga ia menghentikan gerakannya. Ainsley kembali menoleh
"Ainsley, aku akan menuruti permintaanmu. Jadi apa kau ingin aku pergi atau tinggal?"Dixon terus memperhatikan Ainsley yang terdiam lama, belum juga memberikan jawaban. Namun Dixon membiarkan saja, ia tidak memaksa.Sesekali Ainsley mencuri pandang, namun Ainsley tak berani mengangkat kepalanya untuk menatap laki-laki yang kini ada di hadapannya."Aku ... em ... sepertinyanya sudah tahu jawabannya," kata Ainsley tak lancar."Aku tidak tahu, aku bertanya karena aku ingin tahu. Aku tidak ingin salah paham lagi, kau tahu itu," balas Dixon.Ainsley mendengus kesal. Ia merasa Dixon pasti sengaja memancing-mancing Ainsley untuk bicara meski sebennarnya sudah tahu jawabannya. Raut kesal tergambar jelas pada wajah cantik Ainsley.Dixon menyembunyikan senyumannya. Melihat wajah kesal Ainsley membuat Dixon gemas."Apa aku boleh minta satu hal padamu?" tanya Dixon angkat bicara."Tanya saja!" seru Ainsley ketus.Dixon terkekeh kecil. "Ains
"Bagaimana menurutmu tempat ini?" tanya Dixon setelah mereka berkeliling pada tempat yang Dixon rekomendasikan."Bagus. Sangat lengkap. Aku akan memberitahu daddy nanti," kata Ainsley."Tapi ....""Apa?" Dixon menoleh ke arah Ainsley."Aku rasa mungkin proyek kita akan terganggu kalau aku sudah mulai melakukan latihan."Dixon melebarkan senyum lalu menepuk pelan puncak kepala Ainsley. "Tidak perlu dipikirkan. Aku bisa mengatasinya. Itu masih lebih baik daripada kau pergi ke camp."Ainsley membalas tersenyum hangat sambil mengangguk."Ayo pulang," celetuk Ainsley."Apa kau lelah?" tanya Dixon perhatian."Ya, sedikit.""Mulai sekarang kau harus banyak berolahraga, Ainsley, untuk menjaga staminamu. Latihanmu nanti pasti akan melelahkan. Jadi kau harus mempersiapkan dirimu dari sekarang.""Aye-aye, Kapten!" kata Ainsley."Ya sudah, ayo aku antar kau pulang.""Baik."***"Dixon," panggil Ainsley ran
Drrtt ... drttt ....Freddy sedang menyetir ketika ponselnya berdering. Freddy menekan satu tombol pada airpods-nya untuk menjawab telepon yang masuk."Hallo," sapa Freddy."Freddy, aku baru saja kembali tadi siang dan apa kau tahu?" seru seorang dari seberang sana. Kalian pasti tahu siapa dia. Ya, dia Kendrick, ayah Dixon."Tidak tahu, kau belum mengatakan apapun, Kendrick," balas Freddy terkekeh."Ya, kau tidak akan tahu aku sangat senang.""Apa yang membuatmu begitu senang, hm?" tanya Freddy santai."Bagaimana aku tidak senang kalau calon menantuku ikut menjemputku di bandara," celetuk Kendrick."Kau berlebihan—apa? Siapa yang kau maksud calon menantumu?""Putrimu," balas Freddy singkat."Putriku? Yang benar saja!""Astaga, Fredddy, untuk apa aku berbohong padamu. Kalau kau tidak percaya kau tanyakan saja pada putrimu sendiri," ucap Kendrick.Freddy sedikit terbengong."Ya, aku tidak percaya, Kendrick."
"Ayolah, Mom, tolong jangan bertanya dulu. Menurutmu, yang mana yang paling bagus? Aku sejak tadi bingung memilih gaun. Sepertinya aku sedikit lebih gemuk, jadi aku bingung memilih gaun yang pas untukku sejak tadi," jelas Ainsley."Gemuk dari mana, Sayang. Kau tidak gemuk. Ayo, cobalah yang ini. Pakai gaun ini dan mommy akan menyiapkan aksesorisnya, oke? Ayo cepat, daddy sudah menunggu." Brianna menyerahkan gaun berwarna pastel untuk dikenakan putrinya."Baiklah, Mom." Ainsley pun pergi ke walk in closet untuk mengganti pakaian. Sedangkan Brianna menyiapkan keperluan lainnya."Sayang, cepatlah, jangan lama-lama.""Sabar sebentar, Mom," balas Ainsley yang tak lama kemudian keluar dengan mengenakan gaun piliham ibunya."Wah, sangat cocok. Ayo sini, mommy sisir rambutmu."Ainsley mendekat, duduk di depan cermin lalu menyerahkan diri untuk dihias oleh Brianna."Nah, sudah selesai. Putri mommy sangat cantik. Tidak kalah cantik dari putri-putri di
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang