"Ainsley, aku akan menuruti permintaanmu. Jadi apa kau ingin aku pergi atau tinggal?"
Dixon terus memperhatikan Ainsley yang terdiam lama, belum juga memberikan jawaban. Namun Dixon membiarkan saja, ia tidak memaksa.
Sesekali Ainsley mencuri pandang, namun Ainsley tak berani mengangkat kepalanya untuk menatap laki-laki yang kini ada di hadapannya.
"Aku ... em ... sepertinyanya sudah tahu jawabannya," kata Ainsley tak lancar.
"Aku tidak tahu, aku bertanya karena aku ingin tahu. Aku tidak ingin salah paham lagi, kau tahu itu," balas Dixon.
Ainsley mendengus kesal. Ia merasa Dixon pasti sengaja memancing-mancing Ainsley untuk bicara meski sebennarnya sudah tahu jawabannya. Raut kesal tergambar jelas pada wajah cantik Ainsley.
Dixon menyembunyikan senyumannya. Melihat wajah kesal Ainsley membuat Dixon gemas.
"Apa aku boleh minta satu hal padamu?" tanya Dixon angkat bicara.
"Tanya saja!" seru Ainsley ketus.
Dixon terkekeh kecil. "Ains
"Bagaimana menurutmu tempat ini?" tanya Dixon setelah mereka berkeliling pada tempat yang Dixon rekomendasikan."Bagus. Sangat lengkap. Aku akan memberitahu daddy nanti," kata Ainsley."Tapi ....""Apa?" Dixon menoleh ke arah Ainsley."Aku rasa mungkin proyek kita akan terganggu kalau aku sudah mulai melakukan latihan."Dixon melebarkan senyum lalu menepuk pelan puncak kepala Ainsley. "Tidak perlu dipikirkan. Aku bisa mengatasinya. Itu masih lebih baik daripada kau pergi ke camp."Ainsley membalas tersenyum hangat sambil mengangguk."Ayo pulang," celetuk Ainsley."Apa kau lelah?" tanya Dixon perhatian."Ya, sedikit.""Mulai sekarang kau harus banyak berolahraga, Ainsley, untuk menjaga staminamu. Latihanmu nanti pasti akan melelahkan. Jadi kau harus mempersiapkan dirimu dari sekarang.""Aye-aye, Kapten!" kata Ainsley."Ya sudah, ayo aku antar kau pulang.""Baik."***"Dixon," panggil Ainsley ran
Drrtt ... drttt ....Freddy sedang menyetir ketika ponselnya berdering. Freddy menekan satu tombol pada airpods-nya untuk menjawab telepon yang masuk."Hallo," sapa Freddy."Freddy, aku baru saja kembali tadi siang dan apa kau tahu?" seru seorang dari seberang sana. Kalian pasti tahu siapa dia. Ya, dia Kendrick, ayah Dixon."Tidak tahu, kau belum mengatakan apapun, Kendrick," balas Freddy terkekeh."Ya, kau tidak akan tahu aku sangat senang.""Apa yang membuatmu begitu senang, hm?" tanya Freddy santai."Bagaimana aku tidak senang kalau calon menantuku ikut menjemputku di bandara," celetuk Kendrick."Kau berlebihan—apa? Siapa yang kau maksud calon menantumu?""Putrimu," balas Freddy singkat."Putriku? Yang benar saja!""Astaga, Fredddy, untuk apa aku berbohong padamu. Kalau kau tidak percaya kau tanyakan saja pada putrimu sendiri," ucap Kendrick.Freddy sedikit terbengong."Ya, aku tidak percaya, Kendrick."
"Ayolah, Mom, tolong jangan bertanya dulu. Menurutmu, yang mana yang paling bagus? Aku sejak tadi bingung memilih gaun. Sepertinya aku sedikit lebih gemuk, jadi aku bingung memilih gaun yang pas untukku sejak tadi," jelas Ainsley."Gemuk dari mana, Sayang. Kau tidak gemuk. Ayo, cobalah yang ini. Pakai gaun ini dan mommy akan menyiapkan aksesorisnya, oke? Ayo cepat, daddy sudah menunggu." Brianna menyerahkan gaun berwarna pastel untuk dikenakan putrinya."Baiklah, Mom." Ainsley pun pergi ke walk in closet untuk mengganti pakaian. Sedangkan Brianna menyiapkan keperluan lainnya."Sayang, cepatlah, jangan lama-lama.""Sabar sebentar, Mom," balas Ainsley yang tak lama kemudian keluar dengan mengenakan gaun piliham ibunya."Wah, sangat cocok. Ayo sini, mommy sisir rambutmu."Ainsley mendekat, duduk di depan cermin lalu menyerahkan diri untuk dihias oleh Brianna."Nah, sudah selesai. Putri mommy sangat cantik. Tidak kalah cantik dari putri-putri di
Pelayan sudah datang membawakan makanan yang dipesan. Makan malam mereka kini sudah siap."Dixon, Ainsley apa kalian setuju untuk dijodohkan?" tanya Kendrick lagi. Yang lain pun ikut menantikan jawaban dari Ainsley dan juga Dixon."Aku setuju.""Tidak!"Balas Dixon dan Ainsley bersamaan. Lalu mereka berdua pun saling melempar pandangan."Kau tidak setuju?" tanya Dixon menyelidik."Ya, aku tidak setuju!" tukas Ainsley."Tapi kenapa?" tanya Dixon lagi.Bukankah mereka sudah berdamai sekarang? Seharian tadi pun mereka saling melempar sayang. Tapi kenapa sekarang Ainsley menolak perjodohan ini? Dixon dibaut terperangah tak percaya. Apa jangan-jangan tadi Ainsley hanya mengerjainya saja? Tidak, itu tidak mungkin."Ainsley, apa kau masih tidak menyukai Dixon? Kalau begitu aku akan memaksa Dixon untuk berbuta lebih baik lagi padamu, agar membuatmu terkesan lalu kau bisa menyukai Dixon dan jatuh cinta pada Dixon," ujar Kendrick setelah t
"Ayo kita masuk, mereka pasti sudah menunggu kita," ajak Dixon."Tapi, Dixon, bagaimana kalau mereka melihat cincin ini?""Memangnya kenapa?" tanya Dixon. "Apa kau tidak ingin mereka mengetahui hubungan kita?" lanjutnya."Ti-tidak, Dixon, aku hanya gugup saja." Ainsley menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya yang memerah semerah kepiting rebus.Dixon tiba-tiba memiliki ide jahil. "Ainsley, kau terus menunduk apa kau sedang mencari uangmu yang jatuh di bawah sana? Ayo angkat kepalamu," goda Dixon.Ainsley sedikit mengerucutkan bibirnya namun ia tetap melakukan permintaan Dixon. Ia mengangkat kepalanya. Lalu tiba-tiba Dixon mendekat dan mengecup bibir Ainsley singkat.Cup!Ainsley langsung mendelik."Dixon, kau gila! Disini banyak orang, apa kau tidak malu?" semprot Ainsley. Ia tidak lagi malu-malu sekarang, digantikan dengan rasa kesal."Kenapa aku harus malu? Aku mencium kekasihku sendiri," balas Dixon santai.Ainsley mengh
"Jadi sebenarnya kemarin kami bertengkar. Aku marah dan mengusirnya dan dia pun setuju. Dia bilang dia tidak akan menggangguku lagi. Dan bukan hanya kata-kata saja, dia benar-benar melakukannya." Ainsley mulai bercerita."Sejak dari itu aku jadi kalang kabut sendiri. Aku merasa ada yang kurang karena biasanya setiap malam dia akan menelponku dan berbicara hal-hal tidak penting hanya untuk menggangguku. Tetapi malam itu senyap. Aku terus memikirkannya bahkan sampai aku tidak bisa tidur. Akhirnya aku pergi ke taman tapi dipukuli mommy," lanjut Ainsley lagi."Oh, jadi malam itu kau sedang memikirkan Dixon?" goda Brianna."Bisa dikatakan begitu, Mom. Aku ... entahlah aku tidak mengerti. Aku rasa mungkin aku sudah lama mengakui perasaanku untuk Dixon tapi aku masih terus berusaha menyangkalnya. Aku pikir aku hanya terbiasa saja diganggu olehnya, tidak ada perasaan lain. Tapi ternyata ...." Ainsley menggantungkan kalimatnya."Ternyata?""Ternyata aku tidak si
"Kau tidak pergi bertemu Dixon hari ini?" celetuk Emily sambil memakan es krimnya. Ya, setelah selesai bercengkerama tadi mereka pergi hang out. Pergi berbelanja, nonton, berkeliling untuk sekedar window shopping, lalu terakhir mereka makan es krim di food court yang ada di mall tersebut."Kenapa aku harus bertemu Dixon setiap hari?" balas Ainsley berlagak acuh."Yaa, bukankah biasanya kalian mengurus proyek setiap hari?""Kami sedang istirahat sejenak. Lagi pula kami sedang mengamati perkembangan penjualan produk pertama kami. Setelah tahu bagaimana hasilnya baru kami akan menyusun langkah selanjutnya," jelas Ainsley."Ayolah, kita seharusnya bersenang-senang sekarang. Jangan membahas pekerjaan untuk hari ini. Otakku juga butuh istirahat, bukan?" lanjut Ainsley."Hahaha ... baiklah.""Ngomong-ngomong, kalau aku jadi asistemnu itu berarti aku akan bisa bertemu Luke setiap hari, iya kan?" kata Emily bersemangat."Hm, mungkin," balas Ai
"Mengapa kau ada disini? Dimana Emily?" tanya Ainsley sama sekali tidak menatap Dixon."Emily masih ingin bersama Luke, jadi aku suruh mereka pergi berdua dan aku menyusulmu kemari. Aku baik kan?" celetuk Dixon berusaha membuat candaan agar suasana mencair, tetapi ia belum berhasil."Ck, baik apanya!" decak Ainsley memperlihatkan rasa tak sukanya."Aku penasaran mengapa kau tiba-tiba marah padaku, Ainsley? Kau cemburu karena aku pergi bersama Luke kah?""Tolong sedikit disaring sebelum berbicara. Mengapa aku harus cemburu pada Luke sedangkan aku tahu hubunganmu dengan Luke. Aku baru akan cemburu jika kau berpelukan dengan perempuan lain!"Oh, Tuhan! Ainsley keceplosan. Mungkin setelah ini Dixon akan menertawakannya dan mengejeknya habis-habisan. Sial!Dixon masih mencerna kalimat Ainsley. Ia tahu tapi ia tidak ingin salah paham, jadi ia mengulang-ulang kalimat Ainsley dalam hati agar ia tahu apa maksudnya.Dixon akhirnya tersenyum miring set
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang