"Ayolah, Mom, tolong jangan bertanya dulu. Menurutmu, yang mana yang paling bagus? Aku sejak tadi bingung memilih gaun. Sepertinya aku sedikit lebih gemuk, jadi aku bingung memilih gaun yang pas untukku sejak tadi," jelas Ainsley.
"Gemuk dari mana, Sayang. Kau tidak gemuk. Ayo, cobalah yang ini. Pakai gaun ini dan mommy akan menyiapkan aksesorisnya, oke? Ayo cepat, daddy sudah menunggu." Brianna menyerahkan gaun berwarna pastel untuk dikenakan putrinya.
"Baiklah, Mom." Ainsley pun pergi ke walk in closet untuk mengganti pakaian. Sedangkan Brianna menyiapkan keperluan lainnya.
"Sayang, cepatlah, jangan lama-lama."
"Sabar sebentar, Mom," balas Ainsley yang tak lama kemudian keluar dengan mengenakan gaun piliham ibunya.
"Wah, sangat cocok. Ayo sini, mommy sisir rambutmu."
Ainsley mendekat, duduk di depan cermin lalu menyerahkan diri untuk dihias oleh Brianna.
"Nah, sudah selesai. Putri mommy sangat cantik. Tidak kalah cantik dari putri-putri di
Pelayan sudah datang membawakan makanan yang dipesan. Makan malam mereka kini sudah siap."Dixon, Ainsley apa kalian setuju untuk dijodohkan?" tanya Kendrick lagi. Yang lain pun ikut menantikan jawaban dari Ainsley dan juga Dixon."Aku setuju.""Tidak!"Balas Dixon dan Ainsley bersamaan. Lalu mereka berdua pun saling melempar pandangan."Kau tidak setuju?" tanya Dixon menyelidik."Ya, aku tidak setuju!" tukas Ainsley."Tapi kenapa?" tanya Dixon lagi.Bukankah mereka sudah berdamai sekarang? Seharian tadi pun mereka saling melempar sayang. Tapi kenapa sekarang Ainsley menolak perjodohan ini? Dixon dibaut terperangah tak percaya. Apa jangan-jangan tadi Ainsley hanya mengerjainya saja? Tidak, itu tidak mungkin."Ainsley, apa kau masih tidak menyukai Dixon? Kalau begitu aku akan memaksa Dixon untuk berbuta lebih baik lagi padamu, agar membuatmu terkesan lalu kau bisa menyukai Dixon dan jatuh cinta pada Dixon," ujar Kendrick setelah t
"Ayo kita masuk, mereka pasti sudah menunggu kita," ajak Dixon."Tapi, Dixon, bagaimana kalau mereka melihat cincin ini?""Memangnya kenapa?" tanya Dixon. "Apa kau tidak ingin mereka mengetahui hubungan kita?" lanjutnya."Ti-tidak, Dixon, aku hanya gugup saja." Ainsley menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya yang memerah semerah kepiting rebus.Dixon tiba-tiba memiliki ide jahil. "Ainsley, kau terus menunduk apa kau sedang mencari uangmu yang jatuh di bawah sana? Ayo angkat kepalamu," goda Dixon.Ainsley sedikit mengerucutkan bibirnya namun ia tetap melakukan permintaan Dixon. Ia mengangkat kepalanya. Lalu tiba-tiba Dixon mendekat dan mengecup bibir Ainsley singkat.Cup!Ainsley langsung mendelik."Dixon, kau gila! Disini banyak orang, apa kau tidak malu?" semprot Ainsley. Ia tidak lagi malu-malu sekarang, digantikan dengan rasa kesal."Kenapa aku harus malu? Aku mencium kekasihku sendiri," balas Dixon santai.Ainsley mengh
"Jadi sebenarnya kemarin kami bertengkar. Aku marah dan mengusirnya dan dia pun setuju. Dia bilang dia tidak akan menggangguku lagi. Dan bukan hanya kata-kata saja, dia benar-benar melakukannya." Ainsley mulai bercerita."Sejak dari itu aku jadi kalang kabut sendiri. Aku merasa ada yang kurang karena biasanya setiap malam dia akan menelponku dan berbicara hal-hal tidak penting hanya untuk menggangguku. Tetapi malam itu senyap. Aku terus memikirkannya bahkan sampai aku tidak bisa tidur. Akhirnya aku pergi ke taman tapi dipukuli mommy," lanjut Ainsley lagi."Oh, jadi malam itu kau sedang memikirkan Dixon?" goda Brianna."Bisa dikatakan begitu, Mom. Aku ... entahlah aku tidak mengerti. Aku rasa mungkin aku sudah lama mengakui perasaanku untuk Dixon tapi aku masih terus berusaha menyangkalnya. Aku pikir aku hanya terbiasa saja diganggu olehnya, tidak ada perasaan lain. Tapi ternyata ...." Ainsley menggantungkan kalimatnya."Ternyata?""Ternyata aku tidak si
"Kau tidak pergi bertemu Dixon hari ini?" celetuk Emily sambil memakan es krimnya. Ya, setelah selesai bercengkerama tadi mereka pergi hang out. Pergi berbelanja, nonton, berkeliling untuk sekedar window shopping, lalu terakhir mereka makan es krim di food court yang ada di mall tersebut."Kenapa aku harus bertemu Dixon setiap hari?" balas Ainsley berlagak acuh."Yaa, bukankah biasanya kalian mengurus proyek setiap hari?""Kami sedang istirahat sejenak. Lagi pula kami sedang mengamati perkembangan penjualan produk pertama kami. Setelah tahu bagaimana hasilnya baru kami akan menyusun langkah selanjutnya," jelas Ainsley."Ayolah, kita seharusnya bersenang-senang sekarang. Jangan membahas pekerjaan untuk hari ini. Otakku juga butuh istirahat, bukan?" lanjut Ainsley."Hahaha ... baiklah.""Ngomong-ngomong, kalau aku jadi asistemnu itu berarti aku akan bisa bertemu Luke setiap hari, iya kan?" kata Emily bersemangat."Hm, mungkin," balas Ai
"Mengapa kau ada disini? Dimana Emily?" tanya Ainsley sama sekali tidak menatap Dixon."Emily masih ingin bersama Luke, jadi aku suruh mereka pergi berdua dan aku menyusulmu kemari. Aku baik kan?" celetuk Dixon berusaha membuat candaan agar suasana mencair, tetapi ia belum berhasil."Ck, baik apanya!" decak Ainsley memperlihatkan rasa tak sukanya."Aku penasaran mengapa kau tiba-tiba marah padaku, Ainsley? Kau cemburu karena aku pergi bersama Luke kah?""Tolong sedikit disaring sebelum berbicara. Mengapa aku harus cemburu pada Luke sedangkan aku tahu hubunganmu dengan Luke. Aku baru akan cemburu jika kau berpelukan dengan perempuan lain!"Oh, Tuhan! Ainsley keceplosan. Mungkin setelah ini Dixon akan menertawakannya dan mengejeknya habis-habisan. Sial!Dixon masih mencerna kalimat Ainsley. Ia tahu tapi ia tidak ingin salah paham, jadi ia mengulang-ulang kalimat Ainsley dalam hati agar ia tahu apa maksudnya.Dixon akhirnya tersenyum miring set
"Permisi, apakah tuan Ashton ada di tempat? Bisakah saya menemuinya?" Seseornag datang ke mera resepsionis."Selamat pagi, maaf, dengan siapa saya berbicara?" balas Sarah sopan."Saya Mattew, dari perusahaan RnB.""Baik, Tuan Mattew, apakah anda sudah memiliki janji dengan tuan presdir?" tanya Sarah menjalankan prosedur yang ada."Ya, Tuan Ashton yang memintaku untuk datang untuk mengantar desain perhiasan yang akan segera launching pada musim ini," jelas Mattew menunjukkan kesopanannya, tidak seperti perempuan dari perusahaan RnB yang datang benerapa waktu lalu."Mohon tunggu sebentar, saya akan menghubungi tuan presdir terlebih dahulu, silakan anda duduk dulu." Sarah dengan sopan mempersilakan Mattew duduk pada kursi yang tersedia."Ya, terima kasih," balas Mattew sambil mengangguk lalu ia pergi duduk.Sarah pun segera menelpon Freddy."Selamat pagi, Tuan. Saya ingin memberitahu anda bahwa tuan Mattew dari perusahaan RnB datang untuk
"Dad, boleh aku pulang denganmu?""Kenapa tidak? Tapi kemana mobilmu, Ainsley?" tanya Freddy ingin tahu."Emily ada urusan yang mendesak jadi aku minta dia pakai mobilku saja," balas Ainsley."Oh, ya sudah ayo, daddy tunggu di mobil," kata Freddy."Baik, aku ambil barang-barangku dulu." Ainsley langsung berlari ke ruangannya untuk mengambil tasnya sebelum menyusul Freddy.Setelah selesai mengambil barang-barangnya, Ainsley menyusul ayahnya segera."Oh ya, Dad, aku lupa belum memberitahumu," kata Ainsley memulai obrolan."Hm, memeritahu apa?" tanya Freddy."Kemarin Dixon sempat mengajakku ke tempat pelatihan yang dia rekomendasikan. Metode pelatihan disana bagus, Dad, aku pikir aku akan latihan disana saja.""Oh ya? Dimana? Coba besok daddy cek," balas Freddy."Weekend besok aku akan mengajakmu kesana, Dad, kita lihat sama-sama," kata Ainsley."Siap, Tuan Putri.""Oh ya, Dad. Di mobilku banyak sekali senjata tapi
Ainsley sama sekali tak melepaskan pandangannya dari ayahnya. Ia terus saja memperhatikan ayahnya yabg bergerak lincah namun kalah jumlah. Ayahnya sudah mengalahkan dua diantara musuh-musuhnya. Namun masih ada dua musuh yang sangat tangguh, menyerang ayahnya bertubi-tubi secara bersamaan. Ainsley meringis melihatnya. Ia tak tega melihat ayahnya di pukuli seperti itu. Ayahnya mulai lemah, gerakannya tak segesit tadi, pukulannya tak sekuat tadi. Pikiran Ainsley mulai melayang membayabgkan hal yang tidak seharuanya ia bayangkan."Ya Tuhan ... kumohon ... lindungilah daddy. Jika aku bisa aku pasti akan membantunya." Ainsley tak henti-hentinya memanjatkan doa.Ainsley meraih ponselnya, hendak menghubungi Dixon lagi namun ia urungkan. Karena ia takut mengganggu konsentrasi menyetir Dixon.Ainsley mulai tak tenang karena ayahnya sudah hampir kalah. Tidak, ayahnya sudah kalah. Dua penjahat itu mengeroyok ayahnya tanpa memberi ampun. Sepertinya mereka memang ingin merenggut