"Permisi, apakah tuan Ashton ada di tempat? Bisakah saya menemuinya?" Seseornag datang ke mera resepsionis.
"Selamat pagi, maaf, dengan siapa saya berbicara?" balas Sarah sopan.
"Saya Mattew, dari perusahaan RnB."
"Baik, Tuan Mattew, apakah anda sudah memiliki janji dengan tuan presdir?" tanya Sarah menjalankan prosedur yang ada.
"Ya, Tuan Ashton yang memintaku untuk datang untuk mengantar desain perhiasan yang akan segera launching pada musim ini," jelas Mattew menunjukkan kesopanannya, tidak seperti perempuan dari perusahaan RnB yang datang benerapa waktu lalu.
"Mohon tunggu sebentar, saya akan menghubungi tuan presdir terlebih dahulu, silakan anda duduk dulu." Sarah dengan sopan mempersilakan Mattew duduk pada kursi yang tersedia.
"Ya, terima kasih," balas Mattew sambil mengangguk lalu ia pergi duduk.
Sarah pun segera menelpon Freddy.
"Selamat pagi, Tuan. Saya ingin memberitahu anda bahwa tuan Mattew dari perusahaan RnB datang untuk
"Dad, boleh aku pulang denganmu?""Kenapa tidak? Tapi kemana mobilmu, Ainsley?" tanya Freddy ingin tahu."Emily ada urusan yang mendesak jadi aku minta dia pakai mobilku saja," balas Ainsley."Oh, ya sudah ayo, daddy tunggu di mobil," kata Freddy."Baik, aku ambil barang-barangku dulu." Ainsley langsung berlari ke ruangannya untuk mengambil tasnya sebelum menyusul Freddy.Setelah selesai mengambil barang-barangnya, Ainsley menyusul ayahnya segera."Oh ya, Dad, aku lupa belum memberitahumu," kata Ainsley memulai obrolan."Hm, memeritahu apa?" tanya Freddy."Kemarin Dixon sempat mengajakku ke tempat pelatihan yang dia rekomendasikan. Metode pelatihan disana bagus, Dad, aku pikir aku akan latihan disana saja.""Oh ya? Dimana? Coba besok daddy cek," balas Freddy."Weekend besok aku akan mengajakmu kesana, Dad, kita lihat sama-sama," kata Ainsley."Siap, Tuan Putri.""Oh ya, Dad. Di mobilku banyak sekali senjata tapi
Ainsley sama sekali tak melepaskan pandangannya dari ayahnya. Ia terus saja memperhatikan ayahnya yabg bergerak lincah namun kalah jumlah. Ayahnya sudah mengalahkan dua diantara musuh-musuhnya. Namun masih ada dua musuh yang sangat tangguh, menyerang ayahnya bertubi-tubi secara bersamaan. Ainsley meringis melihatnya. Ia tak tega melihat ayahnya di pukuli seperti itu. Ayahnya mulai lemah, gerakannya tak segesit tadi, pukulannya tak sekuat tadi. Pikiran Ainsley mulai melayang membayabgkan hal yang tidak seharuanya ia bayangkan."Ya Tuhan ... kumohon ... lindungilah daddy. Jika aku bisa aku pasti akan membantunya." Ainsley tak henti-hentinya memanjatkan doa.Ainsley meraih ponselnya, hendak menghubungi Dixon lagi namun ia urungkan. Karena ia takut mengganggu konsentrasi menyetir Dixon.Ainsley mulai tak tenang karena ayahnya sudah hampir kalah. Tidak, ayahnya sudah kalah. Dua penjahat itu mengeroyok ayahnya tanpa memberi ampun. Sepertinya mereka memang ingin merenggut
Tok tok tok!Suara pintu di ketuk mengusik pemilik rumah yang tengah dusuk santai menikmati serial televisi yang ia tonton. Seorang itu pergi untuk membukakan pintu meski masih ingin menonton.Ceklek."Bibi, tolong—""Ainsley! Dixon, ada apa dengan Ainsley? Kenapa dia?" Brianna sangat terkejut melihat Ainsley yang terlihat berantakan dan ia terpejam berada dalam gendongan Dixon."Nanti aku ceritakan, tolong panggilkan dokter Louis, Bibi. Aku akan membawa Ainsley ke kamarnya lebih dulu. Paman Freddy masih ada di dalam mobil," terang Dixon sambil berlari mengantar Ainsley ke dalam kamarnya."Apa?" Brianna menutup mulutnya yang terbuka lebar. Ia langsung pergi ke mobil untuk memeriksa keadaan suaminya."Freddy!" pekik Brianna histeris."Ya Tuhan ... Freddy, apa yang terjadi dengan dirimu dan putri kita?" Brianna menangis."Bibi, tolong bantu aku memapah paman ke dalam," kata Dixon yang sudah kembali dari kamar Ainsley."Iya, a
Emily mengendarai mobil Ainsley dengan sangat hati-hati. Bukan apa-apa, itu adalah mobil yang dirancang khusus, yang spesial dihadiahkan untuk Ainsley dari ayahnya. Emily tidak ingin mobil itu lecet sedikitpun.Emily memiliki urusan mendesak dan mengharuskan ia datang ke kampus karena urusan kelulusannya itu. Dan setelah ia menyelesaikan urusannya Emily langsung mengendarai mobil Ainsley untuk di pulangkan.Sebenarnya Ainsley sudah menyuruh Emily untuk membawa pulang mobilnya saja, tetapi entah mengapa tiba-tiba Emily merasa perasaannya tidak enak. Ia tiba-tiba terpikirkan Ainsley, dan itu sangat mendorong Emily untuk segera menemui Ainsley.Sambil menyetir Emily sambil menelpon Ainsley karena sudah sangat gelisah. Ini pertama kalinya Emily merasa seperti ini. Perasaannya mengatakan bahwa sesuatu yang buruh terjadi pada Ainsley. Namun Emily berdoa semoga Ainsley selalu dalam lindungan Tuhan.Tuut ... tuut ....Cukup lama Emily menunggu panggilannya terj
"Ainsley, Sayang, k-kau sudah bangun?" Brianna seketika menghampiri Ainsley dan memeluknya. Dixon hanya bisa tersenyum lega, ia ingin memeluk kekasihnya tetapi Brianna masih memeluknya."Ainsley, kau tidak apa-apa, Sayang?" tanya Brianna lagi.Ainsley mengangguk-angguk. "Aku baik-baik saja, Mom," balas Ainsley."Syukurlah, Sayang, mommy lega.""Daddy, Mom, daddy kenapa? Mengapa daddy ... tidur?" tanya Ainsley pelan dan hati-hati. Karena seingatnya tadi ayahnya masih sadar, dan bahkah memeluknya erat. Ainsley sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa terbaring di kamarnya.Apakah dia pingsan, ayahnya juga pingsan? Apa yang terjadi sebenarnya?"Dixon, ada apa dengan daddy? Dan kenapa aku tiba-tiba ada di kamar?" tanya Ainsley karena Brianna tak kunjung menjawab.Dixon melukis senyum tipis. "Tidak apa-apa, Ainsley. Tadi kau pingsan, paman Freddy juga pingsan setelah kelelahan bertarung. Paman Freddy masih butuh istirahat, biarkan dia memulihka
Ainsley memajukan kepalanya dan mendaratkan bibirnya di pipi Dixon.Cup!Dixon tersenyum. Ia mulai terbiasa dengan sikap kekasihnya yang terkadang manja, terkadang bawel, terkadang galak, dan terkadang-terkadang lainnya."Hanya itu?" Goda Dixon."Apa?""Hanya pipi? Aku ingin lebih," kata Dixon sambil menampilkan senyum miring.Ainsley langsung mencubit perut Dixon gemas."Kau pikir aku sedang lemah dan kau bisa seenaknya menindasku?' kata Ainsley ketus."Hei, siapa yang menindasmu? Aku memintanya baik-baik," balas Dixon."Dan aku tidak akan memberinya," kata Ainsley mendengus.Dixon terkekeh lalu menjulurkan tangannya untuk mengelus pipi pucat Ainsley."Bagaimana perasaanmu?" tanya Dixon lembut, membuat Ainsley merasa hangat seketika, dengan sentuhan dan tutur lembut yang Dixon berikan."Aku baik. Dan lebih baik lagi karena kau ada disini," tutur Ainsley tanpa malu-malu.Dixon menatap Ainsley dengan mengan
Tiba-tiba Dixon menarik diri. Mundur saat ia sadar ia hampir melakukan kesalahan."Shit!" Umpat Dixon dengan mata yang berkabut gairah.Ainsley menatap Dixon dengan mata yang sedikit menyipit. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Dixon. Ainlsey merasa ada yang salah."Dixon," panggil Ainsley.Dixon langsung berdiri seketika. "Aku harus pergi," kata Dixon hampir tanpa spasi, sangat cepat."Kenapa tiba-tiba? Kau bilang kau akan menemaniku sampai aku tidur," kata Ainsley merengek."Ainsley, aku—" Dixon tak melanjutkan kalimatnya, ia mengepalkan tangannya sangat kuat."Kenapa?" tanya Ainsley lagi. Entah, mengapa dia sangat polos?"Ainsley, aku tidak bisa. Aku ... aku tidak ingin kalau aku sampai lepas kendali. Aku laki-laki normal, Ainsley, aku bisa saja melakukan hal buruk terhadapmu, hal yang tidak kau inginkan." Dixon berujar panjang. Ia sengaja berbicara sejelas-jelasnya karena dia pikir Ainsley terlalu polos untuk diajak bicara denta
Beberapa hari kemudian ....Freddy sudah kembali pulih. Dua hari kemarin dia tidak pergi ke kantor karena lebam-lebamnya yang menyeramkan takut akan menakuti para karyawannya. Tapi hari ini Freddy sudah beraktifitas seperti biasa."Dad," seru Ainsley yang masuk ke ruangan ayahnya tanpa permisi."Ainsley, ada apa?""Aku hanya ingin melaporkan hasil penjualan RSE BRIGHTENING. Kau mau lihat sekarang atau nanti, akan aku simpan dulu kalau kau masih ada pekerjaan lain," jelas Ainsley."Hm, letakkan saja disini, Ainsley, daddy sudah hampir selesai memeriksa data ini," balas Freddy."Baiklah, Dad." Ainsley meletakkan map yang ia bawa tadi."Ah ya, Ainsley, apa Dixon akan menjemputmu nanti?" tanya Freddy tidak mengalihkan landangannya dari laptopnya."Hm, dia belum mengatakan apapun. Memangnya kenapa, Dad?""Tidak, daddy akan tenang jika kau pulang bersamanya karena sepertinya daddy memiliki kepentingan di luar nanti," jelas Freddy.
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang