Share

Bab 2

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 

Mas Haikal masih merenung dengan tatapan kosong, hati ini begitu penasaran apa yang sudah terjadi padanya?

 

"Ya sudah kalau ga mau cerita, aku mau berangkat sekarang!"

 

Ia mencekal pergelangan tanganku, sepertinya cara ini berhasil untuk membuatnya bersuara.

 

"Aku kesel! Ternyata Neneng sudah ga orisinil lagi, masih mending kamu," ujarnya sambil merengut.

 

Ingin sekali aku tertawa terbahak-bahak. Namun, kutahan demi menjaga wibawa, padahal sejatinya dalam hati aku bersorak ria.

 

Rasain! Emang enak!

 

"Kasian banget sih kamu, Mas," tuturku sambil menyunggingkan sebelah bibir, Mas Haikal mendelik menanggapi experesiku yang seolah mengejek.

 

"Kamu berdosa, Mas, menceritakan aib istri sendiri, nikmati saja bukannya Neneng itu wanita pilihanmu, dia itu masih muda, cantik dan katanya subur, ga kaya aku yang berusia hampir kepala tiga," cerocosku sambil memainkan ponsel.

 

Kini, ada tembok yang menjulang tinggi diantara kami tembok itu menciptakan jarak yang terbentang jauh, tak ada lagi kehangatan seperti biasanya, tak ada canda dan tawa yang berbalut cinta dan mesra.

 

Semua itu terkikis tak bersisa, bukan karena Neneng melainkan karena ibu mertua yang tak memiliki lautan kesabaran seluas samudra.

 

Tak bisakah ia bersabar menunggu hasil usaha kami berdua, bukankah artis pasangan Irwansyah dan Zaskia mendapat momongan di usia pernikahan yang tak jauh dengan usia pernikahan kami?

 

"Mas, aku pergi dulu ya, hari ini akan ada meeting dengan para manager terutama bagian marketing, aku harus belajar mengatur tugas yang selama ini kamu kerjakan."

 

Kuukir senyum termanis sebelum meraih tas dan melenggang meninggalkannya.

 

"Tapi aku belum sarapan, Mutia, kenapa kamu ga masak," ujarnya menahan langkah kaki ini.

 

"Ada istri barumu, kenapa ga minta dibuatkan sarapan sama dia," jawabku ketus.

 

Ketahuilah, tak mudah bersikap biasa saja di saat hati ini tercabik-cabik, di dalam sana ada pertarungan antara kata hati dan logika, antara meminta perpisahan dan bersabar dalam penderitaan.

 

Entah harus bagaimana akhirnya aku tak bisa menyimpulkan, untuk saat ini hanya mengikuti roda kehidupan yang berputar setiap detiknya.

 

"Apa kita ga bisa seperti dulu?" 

 

Lagi-lagi tubuhku tertahan karena pertanyaannya.

 

"Bayangkan saja jika gelas itu pecah, apakah bisa kembali utuh seperti semula?"

 

Mendengar itu ia menundukkan kepala, kini ia diam bagaikan sebuah patung pajangan, membiarkan aku pergi ke tempat kerja.

 

Sebelum menginjak pedal gas, aku merenung sejenak mengenang sedikit kenangan di mobil ini.

 

Ia yang fokus menyetir sedangkan aku banyak mengoceh mengganggu konsentrasinya, semua begitu indah, siapa sangka kebahagiaan itu akan sirna dalam sekejap mata.

 

Kukemudikan mobil ini dengan pelan, melewati jalan yang sering kami lewati sama saja mengiris hati ini dengan belati, ada kenangan di setiap penjuru jalan, kami biasa bersenda gurau saat melihat apapun di jalanan sana.

 

Tiba di pabrik, aku langsung melangkah melewati ruang produksi dan ruang para staff karyawan, mereka semua memandangku dengan iba.

 

Acara pernikahan kedua Mas Haikal yang megah juga ditayangkan langsung di sosial media, membuat berita duka itu menyebar pesat ke setiap mata dan telinga.

 

Untung saja posisiku tertinggi di sini, jadi tak ada orang sembarangan yang mengucapkan bela sungkawa atas perginya separuh kebahagiaan.

 

"Mut, berkas yang ini belum sempat dikerjain sama Haikal, gimana nih?" tanya Alex, ia sudah mengetahui jika Mas Haikal takkan lagi menginjakkan kaki di pabrik ini sesuai perjanjian.

 

"Ya sudah sini biar aku kerjain ya." Aku mengulurkan tangan. Namun, pria tinggi itu malah menelisik wajahku.

 

"Kamu baik-baik aja 'kan? sabar ya," ujarnya mengasihani, padahal aku tak butuh belas kasihan siapapun.

 

"Kalau aku ga baik-baik aja pasti ga akan datang hari ini." Kuukir senyum untuk meyakinkannya jika diri ini baik-baik saja.

 

Ia mengangguk dan menyerahkan map itu padaku.

 

"Aku ke ruang kerja dulu ya, meetingnya setengah jam lagi."

 

Lepas pria itu pergi, baru aku tersadar jika laptopku tertinggal di rumah, tak ada pilihan lain selain kembali, rasanya lelah harus kembali melihat wajah Mas Haikal, tapi bagaimana lagi.

 

Dua puluh menit aku tiba di rumah, mobil sengaja parkir di luar gerbang, di luar dugaan ternyata Neneng dan ibu mertua sedang berdiri di hadapan pintu, memencet bel beberapa kali.

 

"Ehmmm."

 

Mereka terperanjat mendengar suara dehemanku.

 

"Ngapain ke sini?" tanyaku sedikit angkuh, wanita yang mengenakan dress di atas lutut berwarna merah terang dipadukan dengan warna lipstik yang senada menatapku dengan remeh.

 

"Mau ketemu Aa Haikal, hari ini dia libur 'kan? rencananya sih mau mamy moon ke Bali, ya 'kan, Bu?" cetus perempuan itu, nora sekali!

 

"Honey moon kali, Neng, gimana sih kamu," ujar Ibu sambil merengut.

 

"Ohh gitu ya, aku rasa kamu harus belajar bahasa Inggris lagi, Neng, biar ga belepotan gitu," ujarku sambil terbahak, lalu membuka pintu menggunakan kunci cadangan.

 

Tanpa disuruh kedua perempuan beda generasi itu mengikuti masuk ke dalam istanaku ini, tanpa malu Neneng memanggil Mas Haikal dengan sedikit berteriak, lalu duduk di sofa mahalku seolah ia adalah nyonya di rumah ini.

 

"Bu, aku kapan dibeliin rumah besar kaya gini?" tanya Neneng disertai senyuman terpahitnya.

 

"Tunggu sebentar lagi, Haikal pasti ngasih," jawab ibu santai dan tenang, entah mengapa aku tertarik mendengar obrolan mereka.

 

"Pastinya, Neneng 'kan sebentar lagi akan melahirkan anak untuk Aa Haikal, Eneng juga pengen dibeliin mobil yang ada AC-nya atau yang atapnya bisa dibuka kaya yang di film-film itu lho, Bu," cerocosnya, membuatku ingin tergelak saat itu juga.

 

Tak berselang lama Mas Haikal turun dari lantai dua, mengenakan celana pendek dan kaos rumahan.

 

"Aa ...."

 

Neneng berteriak sambil berlari menghampiri Mas Haikal. Namun, tanpa diduga ia terpeleset dan terjatuh di atas lantai.

 

"Aduuhh sakiiit!" teriak Neneng sambil mengelus-elus b0k0ngnya, seketika ibu panik dan membantu Neneng untuk berdiri.

 

"Ibu bilang jangan pake sepatu yang tinggi begini nanti jatuh, bener 'kan jadinya!" ibu terlihat kesal.

 

"Aduuh sakiit ... ya itung-itung belajar, Bu, Neneng 'kan istri bos masa iya harus pake sendal teplek terus dan kalah sama Teh Mutia, lihat tuh sepatunya bahkan lebih tinggi dari Eneng."

 

Dasar Nora! umpatku dalam hati.

 

"Sayang, kamu balik lagi, ada yang ketinggalan?" tanya Mas Haikal mesra, seketika Neneng membulatkan mata sambil memegang dada.

 

"Cukup, Aa! Jangan mesra-mesraan di hadapan Eneng!" teriak wanita itu mengalihkan perhatian Mas Haikal.

 

"Apaan sih kamu, dia ini istriku!" timpal Mas Haikal ketus.

 

"Eneng ke sini mau nagih janji sama Aa, katanya setelah nikah akan bawa Eneng mamy moon ke Bali, bukannya siap-siap Aa malah pergi pagi-pagi," ujarnya sambil memonyongkan bibir lima senti.

 

"Honey moon, Neneng!" sela ibu sambil geleng-geleng kepala.

 

"Ga jadi! Aa ga punya duit!" jawab Mas Haikal ketus, seketika Neneng menganga, lalu mendelik saat melihat bibirku tersenyum mengejek.

 

"Aa ini 'kan bos, punya pabrik yang besar masa ga punya duit," sela Neneng sambil menatap ibu heran.

 

Mas Haikal menghela napas sebelum memulai kata.

 

"Maaf, Neng, pabrik itu bukan milikku tapi milik Mutia, aku hanya karyawan di situ, pemiliknya tetap Mutia karena dana untuk membangun pabrik itu berasal darinya."

 

Mata Neneng semakin membulat hampir keluar dari tempatnya, ia menggelengkan kepala tak menerima apa yang diucapkan suaminya.

 

"Sekarang Aa nganggur, karena sesuai kesepakatan kalau aku nikahi kamu maka, aku bukan lagi bagian dari pabrik itu," ucap Mas Haikal datar, ia tak peduli pada istri keduanya yang sedang sesak napas.

 

"Apa?! Jadi Eneng nikah sama lelaki pengangguran?" Napas Neneng tersengal-senggal, tak lama kemudian tubuhnya ambruk tak sadarkan diri.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Novi Anggraeni
bagus cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 3

    Dengan malas kulihat Mas Haikal mengangkat tubuh mungil Neneng ke atas sofa, sedangkan ibu sibuk mengambilkan air dan minyak kayu putih.Beberapa menit kemudian mata Neneng yang dihiasi bulu mata anti badai itu mengerjap lalu terbuka sepenuhnya, ia memandang kami satu persatu."Kamu ga apa-apa'kan, Neng?" tanya ibu.Entah mengapa aku belum ingin beranjak pergi, masih asyik menonton drama gratisan yang lebih seru dari drama Korea yang sedang hits saat ini.Wanita bertubuh pendek dan mungil itu bergegas bangun, menatapku laksana seorang musuh."Apa maksud Teh Mutia membuat Aa Haikal ga punya kerjaan?! Teteh jangan egois! Kalau dia ga kerja gimana mau nafkahin Eneng," ujarnya ketus."Itu bukan urusanku, Neneng! Bukannya kamu cinta sama Mas Haikal, terima dia apa adanya dong."Aku melipat tangan di dada, berdiri dengan pongahnya, sedangkan Neneng kulihat semakin memanas."Dia itu orang Sunda! Panggil dia Aa," ujarnya sambil mendelik.Bodo amat!"Haikal, apa bener yang dikatakan Mutia?" ki

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 4

    Pembalasan yang simple tapi menusuk, itulah yang dilakukan Mutia, ia tak ingin bersikap rendah hanya demi merusak citra orang lain termasuk adik madunya yang rese itu.Seperti hari ini ia dan Areta berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan paling besar dan megah di pusat kota, barang-barangnya tak ada yang berharga murah, semua berharga fantastis puluhan juta.Lelah memanjakkan mata, Mutia duduk di salah satu restoran favorit semua orang, tempat yang bernuansa indah dan megah saat ditangkap layar kamera, juga makanan yang tak kalah lezat di lidah, kini ia nikmati semua itu tanpa sosok seorang Haikal seperti biasanya.Mutia tak ingin tenggelam dalam laut kesepian yang mematikan, ia lebih memilih memanjakan mata, diri juga lidahnya di luar rumah sebelum hatinya terbiasa menerima kenyataan ini.Lelah berada di luar kini Mutia singgah d hotel berbintang lima, ia rela membayar harga fantastis agar bisa tidur nyenyak di tempat ini, tanpa dihantui bayang-bayang sang suami yang sedang bersama w

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 5

    Beberapa kali Haikal menelpon tapi Mutia tak kunjung menjawabnya, membuat hati menjadi resah dan gundah, ditambah omongan Neneng yang menambah panas suasana."Teh Mutia mah enak belanja di mall, makan di restoran, nginep di hotel bagus, Eneng kapan di bawa ke situ? Aa harus adil atuh?" rujuk Neneng sambil menyentuh tubuh Haikal..Akan tetapi, lelaki itu malah sibuk dengan gawainya, memastikan jika Mutia tak bersama lelaki lain, ia sungguh cemas takut kehilangan istri tercintanya."Aa!"Neneng merajuk lagi, sungguh wanita itu tengah dilanda kehausan kasih sayang, bak Padang pasir yang gersang."Diam, Neneng!" tegas Haikal merasa jengah.Setelah selesai menelpon Areta baru Haikal merasa lega, rasa gundah dan resah itu sirna karena ternyata Mutia menginap seorang diri mengusir rasa sepi dan dinginnya malam panjang."Aa, kapan atuh kita mamy moon? kalau ga ke Bali ya minimal ke hotel kek kaya Teh Mutia." Neneng merengut, benci merasa dikalahkan oleh kakak madunya yang rese."Maksud kamu H

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 6

    Mereka bertiga duduk di meja bundar mengelilingi makanan yang telah dipesan, Mutia sengaja memesan makanan paling enak dan mahal yang tersaji di restoran ini."Ayo di makan steak-nya, Neng," tawar Mutia dengan elegan."Kamu juga makan dong, Mas, kok cuma di liatin aja."Haikal terpaku menatap makanan begitu banyak dari mulai menu pembuka, menu utama juga menu penutup yang tak kalah menggugah selera, ditambah minuman spesial sebagai pelepas dahaga.Tentu semua ini akan memakan banyak biaya, bisa tekor! Batin Haikal nelangsa, ia mencoba mengukir senyum semanis mungkin agar istri pertamanya itu tak curiga."Mau aku suapin, Mas?" tawar Mutia so romantis.Seketika Neneng membulatkan mata, perutnya mendadak mual melihat tingkah kakak madunya yang menyebalkan."Emmm, boleh-boleh," jawab Haikal sambil mengangguk.Tentu saja Neneng tak terima, dengan sekuat tenaga ia memotong steak menggunakan tangan kanannya, dengan usaha extra akhirnya daging panggang itu terbelah juga."Nih, A, makan!" Dil

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 7

    "Malam ini giliran aku nginap di rumah Mutia, ayo turun aku mau cepat istirahat di rumahnya," titah Haikal teramat menyayat hati Neneng.Perempuan itu turun dari mobil dan melangkah dengan lunglai, ia hanya menatap mobil suaminya yang menjauh, meninggalkan sekeping kenangan yang teramat menyakitkan.Hari ini waktu terasa begitu cepat berputar, tak ada kebersamaan yang mengesankan seperti yang ia impikan, tanpa sadar bulir bening itu rembes membasahi pipinya."Kamu nangis, Neng?" tanya ibu sambil menelisik wajah Neneng yang berantakan."Engga, lagi ketawa," jawab Neneng culas.Sudah tahu lagi nangis malah nanya! Kini, giliran Neneng yang tidur seorang diri, berselimutkan rasa sepi, semalaman matanya tak bisa terlelap, bayangan Haikal dan Mutia yang sedang memadu cinta benar-benar menghantuinya, menghasilkan rasa resah tak berkesudahan.Tuhan, sesakit inikah berbagi suami? sepedih inikah menjadi yang kedua? di luar sana istri kedua banyak yang diutamakan. Namun, apa yang terjadi pada t

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 8

    Tak terasa waktu cepat berlalu, kini pernikahan Neneng menginjak bulan kedua. Namun, belum ada tanda-tanda jika dirinya sedang berbadan dua.Kehidupan Haikal pun sudah sedikit mengalami kemajuan, ia bekerja di sebuah perusahaan asing menduduki jabatan yang cukup tinggi dan bergengsi, membuat dirinya begitu dipuja dan dipuji oleh para bidadari.Neneng semakin bangga bersuamikan dia yang berpenghasilan besar, yang setiap hari mengenakkan mobil bagus dan pakaian berdasi, perempuan itu menjadi kalap dan tinggi hati.Apapun yang ia mau pasti dibeli, uang nafkah dari Haikal cukup untuk menyenangkan dirinya sendiri.Akan tetapi, tak ada yang berubah dari Haikal dan Mutia, keduanya masih sama saling cinta dan membagi duka, tak ada yang ingin berpisah diantara mereka, walau begitu banyak badai yang menerpa."Sayang, kita jadi 'kan?" tanya Haikal pada istri pertamanya.Dalam suka maupun duka, cinta pria itu tak pernah sirna walau sang bunga tak jua memberikan hadiah terindahnya yaitu seorang pe

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 9

    "Astaghfirullah ... Astaghfirullah."Semua yang duduk dalam mobil itu menyebut kalimat istighfar, dengan napas yang tersengal Haikal memandang tajam kedua istrinya satu persatu."Kalian mau kita mati konyol sama-sama?!" teriak Haikal bertanya.Mutia ataupun Neneng tak ada yang bersuara, keduanya sibuk mendamaikan perasaan yang semula terguncang hebat."Kalau kalian masih tetap ribut, lebih baik kita pulang masing-masing!" tegasnya lagi sambil memandang keduanya dengan tajam."A-aku minta maaf, Mas, semua ini gara-gara Neneng," ujar Mutia lemas tak bertenaga."Jika saja barusan aku ga menghindar mungkin kita sudah mati dihantam truk tadi, jadi aku mohon selama perjalanan jangan ada yang bersuara!" tegas Haikal yang dibalas anggukan oleh kedua istrinya yang masih gemetaran.*Tiga jam perjalanan dilalui dengan kebisuan, mereka melalui jalanan yang menanjak dan menurun yang cukup terjal dengan keheningan.Memasuki kawasan perbatasan desa, Neneng mulai merapikan rambutnya yang sedikit ber

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 10

    Pov MutiaSaat Neneng keluar dari kamar mandi jantung ini berpacu hebat, aku takut wanita itu yang akan mengabulkan impian Mas Haikal.Tidak! Rasanya hatiku belum siap menerima."Gimana hasilnya, Neng?" tanya ibu antusias, ia memang yang paling semangat menunggu hasilnya.Neneng memperlihatkan benda berukuran mungil itu dengan ragu, hati ini berdegup kencang menantinya."Gimana hasilnya?" tanya Uwa mewakili rasa penasaranku."Garis satu, Teh," jawab ibu membuatku bisa bernapas lega.Aku membawa diri ini ke teras depan untuk menikmati segarnya udara di depan, dari kejauhan kulihat Mas Haikal tercenung seorang diri menatap cakrawala luas di depannya.Perlahan langkah kaki ini mendekatinya tanpa suara, sengaja aku mengendap-endapl agar tak menimbulkan suara, terlihat pandangannya beralih pada benda pipih di tangannya.Apakah yang ia lihat? Ya Tuhan, hampir berderai air mata ini, ia memandang poto bayi yang begitu lucu dan menggemaskan, tak sampai di situ ia juga memutar kelucuan Vidio b

Bab terbaru

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   ENDING

    Aku mulai membaca lembar pertama surat yang ditulis oleh Neneng, begitu pula dengan Mas Haikal ia pun ikutan membaca karena penasaran."Assalamualaikum, Teh Mutia, Eneng tuh nulis surat karena ga berani ngomong ini sama Teteh secara langsung karena selama ini kita ga pernah akur.""Entah kenapa Eneng pengen banget nulis surat ini karena merasa ajal sudah dekat, sudah sering sakit-sakitan selama hamil, Teteh akan baca surat ini kalau Eneng udah ga ada, tapi kalau Eneng berumur panjang mungkin surat ini sudah hangus dibakar api."Semua orang pernah berbuat salah dan kesalahan terbesar Eneng yaitu sudah masuk ke kehidupan Teh Mutia dan A Haikal, harusnya waktu itu Eneng nolak lamaran suami orang bukan Nerima dan nyakitin Teteh.""Eneng minta maaaf sekali karena pernah buat Teteh menangis dalam kesendirian, udah pernah buat hidup Teteh putus asa, semoga rasa sakit yang Teteh rasakan bisa jadi penggugur dosa dan meninggikan derajat Teteh di akhirat."Aku merenung, ada rasa sesal yang terbe

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 32

    "Neneng kenapa, Mas?" tanyaku dengan perasaan yang mulai gelisah, tak biasanya Mas Haikal menangis seperti perempuan.Ia masih sesenggukan, mungkin lidahnya kelu untuk mengungkapkan sesuatu, aku menunggu sampai tangisan itu mereda dan ia mau mengungkapkan segala yang aku risaukan."Mas, kamu baik-baik aja 'kan?" tanyaku lagi, kali ini suara isakan itu tak terdengar lagi."Neneng, Mut, dia ... dia sudah meninggal," ujar Mas Haikal dengan suara lemah.Seketika badanku luruh lalu terduduk di kasur mendengar kabar ini, bagaimana mungkin Neneng pergi secepat itu, padahal aku belum meminta maaf karena sering menyakitinya."Mas kamu jangan bercanda ya, aku ga suka," cetusku sambil geleng-geleng kepala."Engga, Mut, Mas serius Neneng udah ga ada, tadi di ambulans dia juga sempat nitip kata maaf buat kamu." Suara Mas Haikal tercekat."Ya Allah, harusnya aku yang minta maaf karena selama ini ...." Suaraku tertahan, bayangan masa lalu hadir di depan mataku, di mana kami tak pernah akur malah ser

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 31

    (POV Mutia)Aku tak mengerti jalan fikir Mas Haikal, katanya ia tak lagi mencintai Neneng, tapi kenyataannya ia selalu gelisah memikirkan wanita itu, bahkan bolak balik menjenguknya."Mut, kayanya Neneng mau lahiran, Mas mohon kamu ngerti ya, bagaimanapun juga dia mau lahirkan anakku." Mas Haikal berlari menghampiriku di kamar.Aku tetap dia membisu, rasanya ingin sekali pergi dari sini dan memulai hidup bersama si kembar di tempat asing, hati ini sakit seperti dipermainkan melihatnya tak bisa tegas seperti itu."Ayolah, Mut, jangan ngambek, Mas cuma khawatir sama anaknya takut kenapa-napa, mana dia sendirian di rumah," bujuknya lagi, ia sampai bersimpuh "Yaudah lah sana pergi," jawabku ketus.Air mata hampir merembes di pipi."Kok kamu kaya ga ikhlas gitu sih, senyum dong," pinta Mas Haikal ngeselin.Bukannya cepet pergi malah menggodaku untuk tersenyum."Sana pergi urus istri kesayanganmu itu, aku ga apa-apa bisa sendiri," ujarku masih ketus.Sejujurnya hati ini tak ikhlas membiark

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 30

    (POV Haikal)Hari ini hari aqiqah si kembar, tujuh hari sudah usia mereka, di rumah banyak tetangga dan saudara ibu yang sedang memasak.Dua ekor kambing sudah disembelih dan siap dibagikan untuk para tetangga juga kerabat jauh, hari ini kami semua sibuk melayani tamu-tamu yang datang melihat si kembar.Tamu yang paling banyak yaitu karyawan Mutia dari mulai karyawan bagian produksi hingga bagian management, mereka hadir memberikan kado terbaik untuk anak kami yang bernama Aisyah Putri Abimana, sedangkan adiknya Asiyah Putri Abimana.Nama belakang mereka kompak diambil dari belakang namaku yaitu Haikal Abimana, banyak yang memuji kecantikan Aisyah dan Asiyah, mereka juga mengatakan jika si kembar merupakan kembar identik, memiliki kesamaan wajah yang begitu mirip.Kado si kembar sudah numpuk di dalam kamar, sedangkan di ruang tamu dan teras banyak kerabat dan saudara jauh kami yang datang.Acara ini sebenarnya di gelar sederhana hanya mengundang kerabat dan saudara, tak ada pesta mewa

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 29

    Aku geleng-geleng kepala melihat tingkah Bu Minah yang tak lain ibunya Neneng, kelihatan sekali matrenya."Mana aku tahu, Bu, kerja aja belom udah nanya gaji," jawab Mas Haikal sewot."Palingan juga tiga jutaan gajinya," celetukku, sengaja untuk mematahkan harapan Neneng.Aku tak ingin wanita itu berubah fikiran untuk berpisah dengan Mas Haikal, aku tak ingin si kembar kekurangan kasih sayang seorang ayah."Mas pergi dulu ya." Mas Haikal mencium keningku dan berlalu begitu saja mengabaikan Neneng."Halaaah gaji tiga juta aja bangga! Apa bedanya dengan buruh, anakmu itu memang b*d*h, Ningsih, punya pabrik sendiri malah kerja di tempat orang, begitu kalau suami l3mb3k sama istri aja takut," cerocos Bu Minah ngegas.Sepertinya ia kesal karena Mas Haikal tak seperti yang diharapkan, emang enak! Makanya jangan berharap pada manusia."Mau gajinya tiga juta ataupun satu juta tapi aku tetap akan menerima, jadi istri itu jangan terlalu matre lah, giliran suami banyak duit disayang giliran ga p

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 28

    (POV Mutia)Akhirnya aku tiba di klinik khusus bersalin, perawat segera menolong dan membawaku ke ruang bersalin menggunakan kursi roda.Mas Haikal menggendongku dan meletakkan tubuh ini di kasur khusus melahirkan, tiba lah Dokter Rista, ia adalah dokter langganan yang biasa memeriksa saat aku kontrol kandunganNyeri ini semakin sering kurasakan, Dokter Rista mengatakan bahwa aku siap untuk mengejan, mengikuti aba-aba darinya sambil mengucap basmallah.Aku mulai mengejan hingga beberapa kali, Mas Haikal berdiri di sampingku sambil menggenggam tangan ini, terkadang ia mengusap keningku yang basah oleh keringat."Ayo, Sayang, kamu pasti bisa," ujarnya menyemangati.Bayi pertama berhasil keluar, karena bayinya kembar maka dokter menyarankan untuk mengejan kembali, tak lama kemudian bayi kedua berhasil keluar melihat dunia ini.Kuucapkan Hamdallah tiada henti begitu pula dengan Mas Haikal, Dokter Rista ditemani oleh asistennya segera mengeluarkan placenta dari rahimku, terasa sangat ngilu

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 27

    (POV Haikal)"Mutiaa!" teriakku menggema sampe ludah ini muncrat sana sini.Matanya masih terpejam, oh Tuhan aku harus bagaimana? masa ke rumah sakit lagi duit dari mana?"Sayang, kamu kenapa? ayo bangun." Kuguncangkan lagi tubuhnya.Tak berselang lama bibirnya sedikit menyungging seperti nahan tawa, jangan-jangan ini prank? seperti konten-konten para youtubers itu.Beberapa detik kemudian air liurnya muncrat ke udara sambil terbahak-bahak, tuh bener ternyata si mbeb lagi ngeprank, hampir aja jantungku mau copot, untung sayang coba kalau engga sudah aku kentutin."Hahahaha." Ia masih belum puas tertawa sambil menengadah, untung ga ada cicak."Ya ampun, Maas, kasihan banget sih kamu." Ia mencubit pipiku, padahal tidak tembem seperti pipinya."Kalau Mas kena serangan jantung gimana? siap jadi janda?" sergahku mengelus dada, di rumah istri muda terasa darah tinggi, di rumah istri tua hampir jantungan, hadeuhh nasib nasib."Ya jangan mati dulu lah, Mas, kamu belom tobat 'kan," jawabnya sa

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 26

    (POV Haikal)"Kamu ini gimana sih, Ningsih! Katanya anakmu itu bos pemilik garmen expor-impor yang banyak duitnya, kok pengangguran?" Ibu mertua melotot memarahi ibuku.Ingin membela tapi ibuku memang salah sudah mengatakan kebohongan yang berlebihan, wanita yang sudah melahirkanku itu nampak salah tingkah, wajahnya terlihat tegang dan merah."Gini loh Minah, biar aku jelaskan, sebenarnya pabrik itu milik Haikal kok cuma sekarang dikelola istri pertamanya, aku akan bujuk Mutia supaya seperti dulu lagi Haikal mengelola pabrik itu dan putrimu akan tercukupi hidup di sini," ujar ibu dengan suara bergetar.Kenapa ibu mengarang cerita lagi coba, jangankan masih jadi suami Neneng sudah bercerai dengannya saja aku tak berani kembali bekerja di pabrik itu, terkesan banget kalau aku ini laki matre."Apa ucapanmu bisa dipercaya, Ningsih?" Mertuaku sedikit tegas.Gawat kalau sampai rayuan maut ibu berhasil meluluhkan hati mertuaku, gagal sudah aku bercerai dari Neneng, aku harus bertindak."Bu,

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 25

    (Pov Haikal)Ibu Tak Setuju"Loh, Neng, kenapa kamu nangis?" tanya ibu saat menyadari suara sesenggukan Neneng.Entah ini drama atau nyata, apa mungkin ia cari perhatian minta di kasihani oleh ibu? entahlah, ada rasa gembira dan tak enak saat mengetahui keputusan Neneng."Neng." Ibu membalikkan tubuh Neneng hingga ia terlentang, kini wajah Neneng yang basah oleh air mata sempurna terlihat."Kamu kenapa nangis? anakmu baik-baik aja, cepetan tidur besok ibumu mau jenguk ke sini," ujar ibu lembut.Wanita itu hanya menganggukkan kepala sedangkan ibu tercenung merasa heran, entah mengapa hatiku terus memikirkan Mutia walau raga ini sedang bersama Neneng.Sungguh, aku ingin menua bersamanya tak ingin lagi membagi cinta ini, tapi bagaimana dengan wanita itu yang mengorbankan masa mudanya demi bisa hidup enak bersamaku.Nyatanya kehidupan indah yang diimpikan Neneng hanyalah sebuah angan, ibu memang keterlaluan memujiku hingga berlebihan..Memikirkan derita Mutia membuatku gelisah di penghuj

DMCA.com Protection Status