Share

Bab 6

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 

Mereka bertiga duduk di meja bundar mengelilingi makanan yang telah dipesan, Mutia sengaja memesan makanan paling enak dan mahal yang tersaji di restoran ini.

 

"Ayo di makan steak-nya, Neng," tawar Mutia dengan elegan.

 

"Kamu juga makan dong, Mas, kok cuma di liatin aja."

 

Haikal terpaku menatap makanan begitu banyak dari mulai menu pembuka, menu utama juga menu penutup yang tak kalah menggugah selera, ditambah minuman spesial sebagai pelepas dahaga.

 

Tentu semua ini akan memakan banyak biaya, bisa tekor! Batin Haikal nelangsa, ia mencoba mengukir senyum semanis mungkin agar istri pertamanya itu tak curiga.

 

"Mau aku suapin, Mas?" tawar Mutia so romantis.

 

Seketika Neneng membulatkan mata, perutnya mendadak mual melihat tingkah kakak madunya yang menyebalkan.

 

"Emmm, boleh-boleh," jawab Haikal sambil mengangguk.

 

Tentu saja Neneng tak terima, dengan sekuat tenaga ia memotong steak menggunakan tangan kanannya, dengan usaha extra akhirnya daging panggang itu  terbelah juga.

 

"Nih, A, makan!" Diluar dugaan Neneng terlebih dulu menyuapi Haikal tanpa belas kasihan.

 

"Aduh, Neng, pelan-pelan dong, tenagamu itu lho kaya tukang kuli," ujar Haikal sambil mendelik, mulutnya penuh dengan daging panggang setengah matang.

 

Mutia cekikikan, ternyata membalas perbuatan Neneng begitu teramat menyenangkan, tak perlu bersikap bar-bar, cukup mengahadapinya dengan santai dan elegan.

 

"Nih, minumnya, Mas." Giliran Mutia yang menyodorkan minum untuk Haikal.

 

Tingkah laku mereka sontak mengalihkan mata pengunjung lainnya, diantara mereka ada yang berbisik ada juga yang terkikik.

 

"Nyuapinnya yang bener dong, Neng, motong dagingnya jangan gede-gede dikira mulut Mas Haikal Segede goa gitu," sindir Mutia sambil mendelik, lalu menyuapkan potongan daging berukuran kecil ke mulut Haikal.

 

Mereka saling memandang penuh cinta, sedangkan Neneng bak obat nyamuk yang bertugas mengusir hewan penghisap darah itu, agar tak mengganggu kenyamanan suami dan kakak madunya.

 

Duh, makan malam ini sungguh mengenaskan sekali.

 

Praaanggg!

 

"E busett!" Haikal kaget hingga tubuhnya reflex terguncang.

 

Begitupun dengan pengunjung lain yang tak kalah terkejut, semua mata memandang mereka bertiga.

 

Neneng menjatuhkan pisau dan garpu ke atas piring bersamaan, membuat pasangan yang sedang bermesraan itu terperanjat dan menoleh.

 

"Kamu tuh kenapa sih, Neng, banting-banting pisau, kalau kena kaki gimana?" seru Haikal sambil mengusap dada.

 

"Biarin! Biar pisaunya kena hati sekalian," cetus Neneng sambil menyuapkan daging ke dalam mulutnya.

 

"Ya kalau kena kaki aku gimana? kalau kena kakimu sih ga masalah, eh ...." Haikal keceplosan.

 

Neneng menghentikan aktivitas mengunyahnya, lalu sepasang bola mata yang dihiasi bulu mata anti badai itu menatap tajam, tangannya memegang pisau dengan erat membuat Haikal bergidik ngeri.

 

"Ka-kamu kenapa, Neng? kok serem gitu kaya  kuntilanak mau makan ayam," ujar Haikal sambil menelisik wajah menor Neneng yang dipenuhi keringat.

 

"Au ah bete!" Neneng memotong daging sekuat tenaga melampiaskan kekesalannya pada makanan itu.

 

"Mas abis makan kita belanja-belanja yuk, aku mau beli kalung berlian kaya gini tapi beda model, terus mau beli baju buat kerja, baju-baju aku udah pada pudar warnanya," pinta Mutia, tak menghiraukan adik madunya yang sudah merengut tersiksa.

 

"Emmm, belanja ya, Sayang." Haikal Menggaruk belakang kepalanya sambil menyeringai.

 

Duh, boro-boro neraktir belanja, bayar semua makanan ini saja hampir kebobolan, fikir Haikal putus asa.

 

"Iya belanja, sekalian beli kolor juga buat kamu Mas, kolormu 'kan warna ijo semua, kali-kali lah beli warna merah kek, atau pink gitu biar aku ga bosen liatnya," jawab Mutia sambil mesem-mesem.

 

"Dih malah nyuruh Mas pake kolor warna pink, dikira aku ini teletubis apa," jawab Haikal sambil terkikik.

 

"Bukan teletubis tapi helo Kity, huaahahaha." Seketika Mutia tergelak membuat Neneng kian muak.

 

"Awas tuh ada laler masuk ke mulut, ketawanya jangan lebar-lebar," ejek Haikal.

 

*

 

Usai makan malam yang bagi Neneng teramat mengenaskan, akhirnya mereka bertiga berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan elit.

 

Haikal berjalan diapit oleh kedua istrinya. Namun, malang Neneng tak sanggup mengimbangi langkah mereka yang lebar, ditambah sepatu high heels yang tinggi membuat langkahnya sedikit terhambat.

 

"Jalannya jangan cepet-cepet atuh," tegur Neneng, ia lelah juga betisnya yang mulai terasa pegal.

 

Mutia sengaja membawa suami dan madunya berputar-putar di tempat itu, dalam hati ia terbahak-bahak menyaksikan betapa nelangsanya seorang Neneng.

 

"Ini bagus ga, Mas?" tanya Mutia sambil memamerkan kalung berlian pilihannya.

 

Neneng diam terpesona menatap benda putih berkilap itu, mulutnya menganga menginginkan benda yang sedang dipegang kakak madunya.

 

"Ba-bagus, kok," jawab Haikal tegang.

 

Masalahnya uang pemberian ibu sudah habis terkikis, hanya tersisa untuk bensin esok hari, padahal ia berniat menyisihkan uang itu untuk bekal kebutuhannya sehari-hari.

 

"Aku beli ya, sekalian sama yang ini." Mutia menunjuk cincin berlian yang tak kalah indahnya.

 

Haikal meneguk ludah, bingung harus berkata apa, ia hanya mengangguk pelan.

 

"Dua ya, Mbak, silakan di totalkan," ujar Mutia membuat degup jantung Haikal berpacu hebat.

 

"Semuanya 150 juta ya, Mbak," jawab pelayan itu.

 

Seketika Neneng dan Haikal menganga.

 

"Apa seratus lima puluh juta?" Neneng mengeja digit angka yang menurutnya sangat fantastis itu, bahkan semua perhiasan emasnya saja tak bernilai sebesar itu jika dijual.

 

"Bayar pakai ini saja ya, Mbak." Mutia menyerahkan kartu kredit, membuat Haikal bernapas lega, hampir saja ia kehilangan nyawa jika Mutia memintanya membayar perhiasan itu.

 

Selesai belanja perhiasan, Mutia mengajak Haikal dan Neneng berputar lagi mencari toko pakaian yang cocok untuknya.

 

Neneng hampir menyerah betisnya hampir keram tak kuat menyangga tubuh mungilnya.

 

"Aa, Eneng cape dari tadi muter-muter terus, belanja kagak!" gerutu Neneng, ia bagaikan seorang pengawal kakak madunya.

 

Menyebalkan! Awas kau Mutia, Neneng merutuk dalam hati.

 

"Oh kamu mau belanja ya, Neng?" tanya Mutia so perhatian padahal dalam hati ia ingin cekikikan, melihat adik madunya yang kelelahan, bahkan sebagian make-up Neneng luntur disapu keringat, membuat tampilan wajahnya sedikit berantakan.

 

Melihat itu Mutia mengulum senyum, tiba-tiba terlintas ide konyol di fikirannya.

 

"Mas, kita Selfi dulu yuk bertiga," ujarnya sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas.

 

Ponsel telah berada di hadapan, alangkah terkejutnya Neneng saat melihat wajahnya sendiri di layar kamera, bedak yang bergeser dengan lipstik yang sebagian memudar juga bulu mata yang hampir terlepas sebelah.

 

Sedangkan Mutia masih terlihat segar dan ceria, wajahnya tak nampak rasa lelah bahkan make-up itu masih menempel dengan baik, tentu saja karena yang ia gunakan buka make-up abal-abal seperti yang Neneng kenakan.

 

"Aku upload ke efbe ya, Mas, biar mereka tahu kalau kita baik-baik aja," ujar Mutia membuat mulut Neneng menganga.

 

Tidak bisa! Masa ia teman-teman sosmednya akan melihat wajahnya dalam keadaan seperti itu, apa kata mereka? batin Neneng menolak paksa.

 

"Jangan atuh, Teh, itu potonya jelek," celetuk Neneng mencoba menghentikan.

 

"Bagus kok, lihat nih aku terlihat cantik dan segar, Mas Haikal juga terlihat tampan dan macho," jawab Mutia sambil memperlihatkan layar ponselnya.

 

Ya iyalah elo cantik sedangkan gue? udah mirip oncom bulukan, Neneng meringis meratapi nasibnya yang tragis.

 

"Nih, Mas udah diunggah ke efbe, aku juga udah tag akun Mas dan Neneng," ujar Mutia membuat perempuan bertubuh mungil itu semakin putus asa, tak terbayang bagaimana orang-orang akan menghujat penampilannya. 

 

"Ayo kita belanja baju, kamu juga, Neng, sekalian belanja," tawar Mutia membuat wajah Neneng mendadak ceria.

 

"Beneran boleh, Teh?" tanya Neneng lagi dengan sumringah.

 

"Boleh tapi ...."

 

"Tapi apa, Teh?" tanya Neneng lagi.

 

"Tapi bayar sendiri, hahahahha." Mutia terbahak-bahak.

 

 

Bab terkait

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 7

    "Malam ini giliran aku nginap di rumah Mutia, ayo turun aku mau cepat istirahat di rumahnya," titah Haikal teramat menyayat hati Neneng.Perempuan itu turun dari mobil dan melangkah dengan lunglai, ia hanya menatap mobil suaminya yang menjauh, meninggalkan sekeping kenangan yang teramat menyakitkan.Hari ini waktu terasa begitu cepat berputar, tak ada kebersamaan yang mengesankan seperti yang ia impikan, tanpa sadar bulir bening itu rembes membasahi pipinya."Kamu nangis, Neng?" tanya ibu sambil menelisik wajah Neneng yang berantakan."Engga, lagi ketawa," jawab Neneng culas.Sudah tahu lagi nangis malah nanya! Kini, giliran Neneng yang tidur seorang diri, berselimutkan rasa sepi, semalaman matanya tak bisa terlelap, bayangan Haikal dan Mutia yang sedang memadu cinta benar-benar menghantuinya, menghasilkan rasa resah tak berkesudahan.Tuhan, sesakit inikah berbagi suami? sepedih inikah menjadi yang kedua? di luar sana istri kedua banyak yang diutamakan. Namun, apa yang terjadi pada t

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 8

    Tak terasa waktu cepat berlalu, kini pernikahan Neneng menginjak bulan kedua. Namun, belum ada tanda-tanda jika dirinya sedang berbadan dua.Kehidupan Haikal pun sudah sedikit mengalami kemajuan, ia bekerja di sebuah perusahaan asing menduduki jabatan yang cukup tinggi dan bergengsi, membuat dirinya begitu dipuja dan dipuji oleh para bidadari.Neneng semakin bangga bersuamikan dia yang berpenghasilan besar, yang setiap hari mengenakkan mobil bagus dan pakaian berdasi, perempuan itu menjadi kalap dan tinggi hati.Apapun yang ia mau pasti dibeli, uang nafkah dari Haikal cukup untuk menyenangkan dirinya sendiri.Akan tetapi, tak ada yang berubah dari Haikal dan Mutia, keduanya masih sama saling cinta dan membagi duka, tak ada yang ingin berpisah diantara mereka, walau begitu banyak badai yang menerpa."Sayang, kita jadi 'kan?" tanya Haikal pada istri pertamanya.Dalam suka maupun duka, cinta pria itu tak pernah sirna walau sang bunga tak jua memberikan hadiah terindahnya yaitu seorang pe

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 9

    "Astaghfirullah ... Astaghfirullah."Semua yang duduk dalam mobil itu menyebut kalimat istighfar, dengan napas yang tersengal Haikal memandang tajam kedua istrinya satu persatu."Kalian mau kita mati konyol sama-sama?!" teriak Haikal bertanya.Mutia ataupun Neneng tak ada yang bersuara, keduanya sibuk mendamaikan perasaan yang semula terguncang hebat."Kalau kalian masih tetap ribut, lebih baik kita pulang masing-masing!" tegasnya lagi sambil memandang keduanya dengan tajam."A-aku minta maaf, Mas, semua ini gara-gara Neneng," ujar Mutia lemas tak bertenaga."Jika saja barusan aku ga menghindar mungkin kita sudah mati dihantam truk tadi, jadi aku mohon selama perjalanan jangan ada yang bersuara!" tegas Haikal yang dibalas anggukan oleh kedua istrinya yang masih gemetaran.*Tiga jam perjalanan dilalui dengan kebisuan, mereka melalui jalanan yang menanjak dan menurun yang cukup terjal dengan keheningan.Memasuki kawasan perbatasan desa, Neneng mulai merapikan rambutnya yang sedikit ber

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 10

    Pov MutiaSaat Neneng keluar dari kamar mandi jantung ini berpacu hebat, aku takut wanita itu yang akan mengabulkan impian Mas Haikal.Tidak! Rasanya hatiku belum siap menerima."Gimana hasilnya, Neng?" tanya ibu antusias, ia memang yang paling semangat menunggu hasilnya.Neneng memperlihatkan benda berukuran mungil itu dengan ragu, hati ini berdegup kencang menantinya."Gimana hasilnya?" tanya Uwa mewakili rasa penasaranku."Garis satu, Teh," jawab ibu membuatku bisa bernapas lega.Aku membawa diri ini ke teras depan untuk menikmati segarnya udara di depan, dari kejauhan kulihat Mas Haikal tercenung seorang diri menatap cakrawala luas di depannya.Perlahan langkah kaki ini mendekatinya tanpa suara, sengaja aku mengendap-endapl agar tak menimbulkan suara, terlihat pandangannya beralih pada benda pipih di tangannya.Apakah yang ia lihat? Ya Tuhan, hampir berderai air mata ini, ia memandang poto bayi yang begitu lucu dan menggemaskan, tak sampai di situ ia juga memutar kelucuan Vidio b

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 11

    "Perjanjian apa hah?!" tanyaku sedikit membentak.Neneng menciut dan mundur beberapa langkah ke belakang, sorot matanya lurus menatapku penuh ketakutan.Hemm, belum tahu dia bagaimana buasnya seorang Mutia."E-engga ada kok, Sayang, dia ini asal bicara, ga usah di dengerin ya," ujar Mas Haikal memegang bahuku dengan mesra.Sontak saja perempuan bersuara cempreng itu terbelalak menatap kemesraan kami."Lepas! Aku tanya sama kamu Neneng! Perjanjian apa yang kalian maksud?!" tanyaku sambil berteriak.Tak peduli berapa pasang mata yang serius memandang kami bertiga, tubuh Neneng kulihat bergetar, mulutnya mengatup dan terbuka seolah ragu untuk bersuara."Jawab Neneng!" tegasku sekali lagi, membuat ibu-ibu berbisik-bisik."Pe-perjanjian itu ... emmm ....""Apa katakan!" tegasku lagi sambil maju dua langkah.Byuuaarr! Tanpa sadar ia terus mundur ke belakang lalu tubuh mungil itu tercebur ke dalam Empang milik Uwa, padahal Empang itu ditanami beratus-ratus ikan lele."Aaa! Tolong!" Neneng b

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 12

    Bahagia dan segala rasa bercampur menghiasi hati ini, sungguh mukjizat Allah itu nyata, saat dokter berkata tidak maka, tak ada yang mustahil baginya.Dialah yang maha kuasa dan berkehendak, jangankan meniupkan ruh pada rahim yang dicap mandul, meniupkan ruh ke dalam rahim wanita suci tanpa suami saja ia bisa.Lihatlah Maryam binti Imran ibundanya Nabi Isa a'laihi salam, ia bisa mengandung walau tubuhnya tak pernah tersentuh oleh lelaki manapun.Air mata ini meleleh laksana lilin yang terbakar api, tak kuasa diriku menahan rasa suka cita yang membuat hati teramat berbunga.Beribu-ribu pujian padanya yang Maha Agung dan ucapan rasa syukur kulangitkan, sebagai bentuk terima kasih padanya yang telah memberikan keajaiban, yang tak mungkin diwujudkan oleh mahluknya."Mas, kita harus bersedekah lebih banyak lagi," ucapku sambil meregangkan pelukannya, terlihat Bidan Risa sedang menyeka air mata, mungkin ia terenyuh terbawa suasana.Bidan Risa tahu segala bentuk perjuanganku, tak jarang aku

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 13

    "Ayo ngaku! Sampai kapan mau bohong hah!" tegasku pada wanita bermata bulat itu."Emmm, Eneng minta maaf Teh, iya Eneng salah," jawabnya dengan menundukk menyembunyikan rasa malu."Jadi gimana? jadi ga lehernya dipotong?" tanya Mas HaikalNeneng tertawa terpaksa, gigi kampaknya terlihat berdiri kokoh."Ta-tadi Eneng bercanda, A, kalau gitu Eneng mau pulang aja ya, Aa temenin Teh Mutia aja," jawabnya gelagapan."Eh tunggu dulu dong, barusan kamu sudah nyakiti istri dan juga calon anakku masa mau pergi gitu aja."Mas Haikal mencegah langkah istri keduanya."Tapi Eneng sudah minta maaf, A, apa lagi?" tanya wanita itu tak punya hati."Kamu harus dihukum, Neng! Enak aja main langsung pergi." Mas Haikal tak terima."Sudahlah biarakan dia pergi! Itu biar jadi urusan Ibu di rumah, Ibu juga kesel sama tingkah lakunya, inget Neng! Kalau kamu kaya gitu lagi, Ibu akan pulangkan kamu ke kampung!"Ancaman Ibu berhasil membuat wanita itu menciut, beberapa detik kemudian matanya terlihat mengembun."

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 14

    Kubanting ponsel itu ke pembaringan berukuran king size, di mana aku dan Mas Haikal selalu membagi kehangatan di sana.Jika diperhatikan sepertinya Mas Haikal sedang tertidur pulas, bukan karena kelelahan karena telah memanjakan dirinya, percaya diri sekali kau, Neneng! Kamu kira aku akan panas dan membabi buta gitu?Oh tidak, aku tak seliar itu dalam menghadapi situasi, akan kubalas semua perbuatanmu dengan cantik, hingga membekas dalam hati.Selir tetaplah selir, jangan harap bisa menggeser posisi ratu sesungguhnya!Di bawah cahaya rembulan aku duduk merenung sambil mengelus perut yang masih rata ini, begitu banyak impian dan harapan di masa depan sana, merajut keluarga bahagia penuh cinta dan kehangatan.Dan satu lagi impian yang terkubur dalam angan, yaitu memiliki cintaku seutuhnya tanpa berbagi dengan siapapun, bukankah kini kebahagiaan kami hampir sempurna? untuk apa lagi Neneng ada diantara kami, keberadaannya sungguh tak dibutuhkan lagi.Terdengar kejam. Namun, bahkan lebih k

Bab terbaru

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   ENDING

    Aku mulai membaca lembar pertama surat yang ditulis oleh Neneng, begitu pula dengan Mas Haikal ia pun ikutan membaca karena penasaran."Assalamualaikum, Teh Mutia, Eneng tuh nulis surat karena ga berani ngomong ini sama Teteh secara langsung karena selama ini kita ga pernah akur.""Entah kenapa Eneng pengen banget nulis surat ini karena merasa ajal sudah dekat, sudah sering sakit-sakitan selama hamil, Teteh akan baca surat ini kalau Eneng udah ga ada, tapi kalau Eneng berumur panjang mungkin surat ini sudah hangus dibakar api."Semua orang pernah berbuat salah dan kesalahan terbesar Eneng yaitu sudah masuk ke kehidupan Teh Mutia dan A Haikal, harusnya waktu itu Eneng nolak lamaran suami orang bukan Nerima dan nyakitin Teteh.""Eneng minta maaaf sekali karena pernah buat Teteh menangis dalam kesendirian, udah pernah buat hidup Teteh putus asa, semoga rasa sakit yang Teteh rasakan bisa jadi penggugur dosa dan meninggikan derajat Teteh di akhirat."Aku merenung, ada rasa sesal yang terbe

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 32

    "Neneng kenapa, Mas?" tanyaku dengan perasaan yang mulai gelisah, tak biasanya Mas Haikal menangis seperti perempuan.Ia masih sesenggukan, mungkin lidahnya kelu untuk mengungkapkan sesuatu, aku menunggu sampai tangisan itu mereda dan ia mau mengungkapkan segala yang aku risaukan."Mas, kamu baik-baik aja 'kan?" tanyaku lagi, kali ini suara isakan itu tak terdengar lagi."Neneng, Mut, dia ... dia sudah meninggal," ujar Mas Haikal dengan suara lemah.Seketika badanku luruh lalu terduduk di kasur mendengar kabar ini, bagaimana mungkin Neneng pergi secepat itu, padahal aku belum meminta maaf karena sering menyakitinya."Mas kamu jangan bercanda ya, aku ga suka," cetusku sambil geleng-geleng kepala."Engga, Mut, Mas serius Neneng udah ga ada, tadi di ambulans dia juga sempat nitip kata maaf buat kamu." Suara Mas Haikal tercekat."Ya Allah, harusnya aku yang minta maaf karena selama ini ...." Suaraku tertahan, bayangan masa lalu hadir di depan mataku, di mana kami tak pernah akur malah ser

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 31

    (POV Mutia)Aku tak mengerti jalan fikir Mas Haikal, katanya ia tak lagi mencintai Neneng, tapi kenyataannya ia selalu gelisah memikirkan wanita itu, bahkan bolak balik menjenguknya."Mut, kayanya Neneng mau lahiran, Mas mohon kamu ngerti ya, bagaimanapun juga dia mau lahirkan anakku." Mas Haikal berlari menghampiriku di kamar.Aku tetap dia membisu, rasanya ingin sekali pergi dari sini dan memulai hidup bersama si kembar di tempat asing, hati ini sakit seperti dipermainkan melihatnya tak bisa tegas seperti itu."Ayolah, Mut, jangan ngambek, Mas cuma khawatir sama anaknya takut kenapa-napa, mana dia sendirian di rumah," bujuknya lagi, ia sampai bersimpuh "Yaudah lah sana pergi," jawabku ketus.Air mata hampir merembes di pipi."Kok kamu kaya ga ikhlas gitu sih, senyum dong," pinta Mas Haikal ngeselin.Bukannya cepet pergi malah menggodaku untuk tersenyum."Sana pergi urus istri kesayanganmu itu, aku ga apa-apa bisa sendiri," ujarku masih ketus.Sejujurnya hati ini tak ikhlas membiark

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 30

    (POV Haikal)Hari ini hari aqiqah si kembar, tujuh hari sudah usia mereka, di rumah banyak tetangga dan saudara ibu yang sedang memasak.Dua ekor kambing sudah disembelih dan siap dibagikan untuk para tetangga juga kerabat jauh, hari ini kami semua sibuk melayani tamu-tamu yang datang melihat si kembar.Tamu yang paling banyak yaitu karyawan Mutia dari mulai karyawan bagian produksi hingga bagian management, mereka hadir memberikan kado terbaik untuk anak kami yang bernama Aisyah Putri Abimana, sedangkan adiknya Asiyah Putri Abimana.Nama belakang mereka kompak diambil dari belakang namaku yaitu Haikal Abimana, banyak yang memuji kecantikan Aisyah dan Asiyah, mereka juga mengatakan jika si kembar merupakan kembar identik, memiliki kesamaan wajah yang begitu mirip.Kado si kembar sudah numpuk di dalam kamar, sedangkan di ruang tamu dan teras banyak kerabat dan saudara jauh kami yang datang.Acara ini sebenarnya di gelar sederhana hanya mengundang kerabat dan saudara, tak ada pesta mewa

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 29

    Aku geleng-geleng kepala melihat tingkah Bu Minah yang tak lain ibunya Neneng, kelihatan sekali matrenya."Mana aku tahu, Bu, kerja aja belom udah nanya gaji," jawab Mas Haikal sewot."Palingan juga tiga jutaan gajinya," celetukku, sengaja untuk mematahkan harapan Neneng.Aku tak ingin wanita itu berubah fikiran untuk berpisah dengan Mas Haikal, aku tak ingin si kembar kekurangan kasih sayang seorang ayah."Mas pergi dulu ya." Mas Haikal mencium keningku dan berlalu begitu saja mengabaikan Neneng."Halaaah gaji tiga juta aja bangga! Apa bedanya dengan buruh, anakmu itu memang b*d*h, Ningsih, punya pabrik sendiri malah kerja di tempat orang, begitu kalau suami l3mb3k sama istri aja takut," cerocos Bu Minah ngegas.Sepertinya ia kesal karena Mas Haikal tak seperti yang diharapkan, emang enak! Makanya jangan berharap pada manusia."Mau gajinya tiga juta ataupun satu juta tapi aku tetap akan menerima, jadi istri itu jangan terlalu matre lah, giliran suami banyak duit disayang giliran ga p

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 28

    (POV Mutia)Akhirnya aku tiba di klinik khusus bersalin, perawat segera menolong dan membawaku ke ruang bersalin menggunakan kursi roda.Mas Haikal menggendongku dan meletakkan tubuh ini di kasur khusus melahirkan, tiba lah Dokter Rista, ia adalah dokter langganan yang biasa memeriksa saat aku kontrol kandunganNyeri ini semakin sering kurasakan, Dokter Rista mengatakan bahwa aku siap untuk mengejan, mengikuti aba-aba darinya sambil mengucap basmallah.Aku mulai mengejan hingga beberapa kali, Mas Haikal berdiri di sampingku sambil menggenggam tangan ini, terkadang ia mengusap keningku yang basah oleh keringat."Ayo, Sayang, kamu pasti bisa," ujarnya menyemangati.Bayi pertama berhasil keluar, karena bayinya kembar maka dokter menyarankan untuk mengejan kembali, tak lama kemudian bayi kedua berhasil keluar melihat dunia ini.Kuucapkan Hamdallah tiada henti begitu pula dengan Mas Haikal, Dokter Rista ditemani oleh asistennya segera mengeluarkan placenta dari rahimku, terasa sangat ngilu

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 27

    (POV Haikal)"Mutiaa!" teriakku menggema sampe ludah ini muncrat sana sini.Matanya masih terpejam, oh Tuhan aku harus bagaimana? masa ke rumah sakit lagi duit dari mana?"Sayang, kamu kenapa? ayo bangun." Kuguncangkan lagi tubuhnya.Tak berselang lama bibirnya sedikit menyungging seperti nahan tawa, jangan-jangan ini prank? seperti konten-konten para youtubers itu.Beberapa detik kemudian air liurnya muncrat ke udara sambil terbahak-bahak, tuh bener ternyata si mbeb lagi ngeprank, hampir aja jantungku mau copot, untung sayang coba kalau engga sudah aku kentutin."Hahahaha." Ia masih belum puas tertawa sambil menengadah, untung ga ada cicak."Ya ampun, Maas, kasihan banget sih kamu." Ia mencubit pipiku, padahal tidak tembem seperti pipinya."Kalau Mas kena serangan jantung gimana? siap jadi janda?" sergahku mengelus dada, di rumah istri muda terasa darah tinggi, di rumah istri tua hampir jantungan, hadeuhh nasib nasib."Ya jangan mati dulu lah, Mas, kamu belom tobat 'kan," jawabnya sa

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 26

    (POV Haikal)"Kamu ini gimana sih, Ningsih! Katanya anakmu itu bos pemilik garmen expor-impor yang banyak duitnya, kok pengangguran?" Ibu mertua melotot memarahi ibuku.Ingin membela tapi ibuku memang salah sudah mengatakan kebohongan yang berlebihan, wanita yang sudah melahirkanku itu nampak salah tingkah, wajahnya terlihat tegang dan merah."Gini loh Minah, biar aku jelaskan, sebenarnya pabrik itu milik Haikal kok cuma sekarang dikelola istri pertamanya, aku akan bujuk Mutia supaya seperti dulu lagi Haikal mengelola pabrik itu dan putrimu akan tercukupi hidup di sini," ujar ibu dengan suara bergetar.Kenapa ibu mengarang cerita lagi coba, jangankan masih jadi suami Neneng sudah bercerai dengannya saja aku tak berani kembali bekerja di pabrik itu, terkesan banget kalau aku ini laki matre."Apa ucapanmu bisa dipercaya, Ningsih?" Mertuaku sedikit tegas.Gawat kalau sampai rayuan maut ibu berhasil meluluhkan hati mertuaku, gagal sudah aku bercerai dari Neneng, aku harus bertindak."Bu,

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 25

    (Pov Haikal)Ibu Tak Setuju"Loh, Neng, kenapa kamu nangis?" tanya ibu saat menyadari suara sesenggukan Neneng.Entah ini drama atau nyata, apa mungkin ia cari perhatian minta di kasihani oleh ibu? entahlah, ada rasa gembira dan tak enak saat mengetahui keputusan Neneng."Neng." Ibu membalikkan tubuh Neneng hingga ia terlentang, kini wajah Neneng yang basah oleh air mata sempurna terlihat."Kamu kenapa nangis? anakmu baik-baik aja, cepetan tidur besok ibumu mau jenguk ke sini," ujar ibu lembut.Wanita itu hanya menganggukkan kepala sedangkan ibu tercenung merasa heran, entah mengapa hatiku terus memikirkan Mutia walau raga ini sedang bersama Neneng.Sungguh, aku ingin menua bersamanya tak ingin lagi membagi cinta ini, tapi bagaimana dengan wanita itu yang mengorbankan masa mudanya demi bisa hidup enak bersamaku.Nyatanya kehidupan indah yang diimpikan Neneng hanyalah sebuah angan, ibu memang keterlaluan memujiku hingga berlebihan..Memikirkan derita Mutia membuatku gelisah di penghuj

DMCA.com Protection Status