Kubanting ponsel itu ke pembaringan berukuran king size, di mana aku dan Mas Haikal selalu membagi kehangatan di sana.Jika diperhatikan sepertinya Mas Haikal sedang tertidur pulas, bukan karena kelelahan karena telah memanjakan dirinya, percaya diri sekali kau, Neneng! Kamu kira aku akan panas dan membabi buta gitu?Oh tidak, aku tak seliar itu dalam menghadapi situasi, akan kubalas semua perbuatanmu dengan cantik, hingga membekas dalam hati.Selir tetaplah selir, jangan harap bisa menggeser posisi ratu sesungguhnya!Di bawah cahaya rembulan aku duduk merenung sambil mengelus perut yang masih rata ini, begitu banyak impian dan harapan di masa depan sana, merajut keluarga bahagia penuh cinta dan kehangatan.Dan satu lagi impian yang terkubur dalam angan, yaitu memiliki cintaku seutuhnya tanpa berbagi dengan siapapun, bukankah kini kebahagiaan kami hampir sempurna? untuk apa lagi Neneng ada diantara kami, keberadaannya sungguh tak dibutuhkan lagi.Terdengar kejam. Namun, bahkan lebih k
Tak banyak yang bisa dilakukan suamiku, meski hatinya tak pernah memendam cinta terhadap istri kedua. Namun, itu tak menjadikannya alasan untuk melepaskan, ia masih mengurung semua dilema itu dalam sangkar kebimbangan.Hatinya hanya terpaut untukku dan anak ini, sejatinya tak pernah ada ruang untuk Neneng walau secuil. Akan tetapi, ia tak berdaya jika Neneng selalu menggunakan tameng ancaman akan bunuh diri jika Mas Haikal menceraikan.Ia bukan tipe lelaki b3j*t yang akan mencampakkan wanita begitu saja, meski tanpa cinta ia tetap menganggap wanita itu istrinya, tetap pulang dan mungkin selalu memberikan nafkah batinnya.Sakit?Tentu saja, aku tak memiliki hati dan iman sekuat baja seperti istri-istri para nabi yang di poligami, air mataku kerap meleleh kala Mas Haikal berkunjung ke rumah ibu dan menghabiskan malam di sana, sementara malamku terlewati dengan dingin begitu saja.Bagiku, berbagi cinta itu sakit dan butuh perjuangan, padahal dokter katakan jika aku harus bahagia, tak bol
"Ternyata Neneng lagi hamil, Haikal, nih lihat hasil tespek-nya garis dua," ujar ibu semringah sambil memperlihatkan benda mungil di tangannya.Aku mengerling malas, sungguh berita yang sangat tidak penting untuk dibahas, kini aku tak lagi merasa iri, karena di dalam perut ini sudah ada dua bayi sekaligus yang menghuni rahimku.Mau dia hamil kek, ambeien kek, ga ngaruh! Buodo amat!"Haikal! Kok kamu malah bengong sih, lihat ini istrimu lagi hamil, sebentar lagi Ibu akan punya dua cucu sekaligus," ungkap ibu dengan jumawa."Bukan dua, Bu, tapi tiga." Mas Haikal menyangkal."Maksudnya?" Ibu melongo"Kata dokter Mutia mengandung anak kembar," jawab Mas Haikal penuh suka cita."Haaah, anak kembar!" Neneng dan ibu serentak menjawab."Ya ampuun akhirnya ibu akan memiliki banyak cucu, Ibu harus segera update status di WA dan pesbuk, supaya temen-temen arisan dan alumny tahu kalau Ibu akan punya tiga cucu sekaligus."Dengan heboh ia mencari-cari ponselnya yang entah di taruh di mana."Duhh ha
"Kamu jangan egois, Mutia! Dia juga anak Haikal dan cucu Ibu!" tegas wanita yang bergelar mertua itu.Wajahnya terlihat cemas bukan main, memandangku dengan penuh emosi, sedangkan Neneng masih membesi."Jangan gitu dong, Sayang, aku yakin kita bisa hidup rukun bersama," ujar Mas Haikal merayu.Kupasang tampang sejudes mungkin, diri ini tak ingin lagi dikalahkan oleh ia yang bergelar istri kedua, enak saja aku yang harus mengalah demi dirinya.Jika Mas Haikal tegas dan memegang prinsip dengan kokoh tentu aku takkan mengambil langkah sekejam ini, tapi yang terjadi saat ini Mas Haikal berubah lembek dan plin-plan.Apa ia telah berubah menjadi serakah? aku takkan biarkan kamu bisa memperlakukanku semena-mena, Mas!"Aku tanya sama Ibu, kalau misal Ibu dimadu mau engga? sakit ga?" tanyaku sambil memandang tajam wajah menornya.Anak dan menantu sama saja, sama-sama ganjen!"Ya ... kalau misal itu yang terbaik kenapa engga," jawab ibu gelagapan."Hallah jawabnya aja kaya yang ga yakin." Aku m
Antara meninggalkan atau bertahan"Hallo Mbak Mutia, apa Mbak jadi menggugat cerai Pak Haikal-nya? kalau jadi saya minta berkas-berkas yang kurang ya," tanya Bu Farah, pengacara yang kupilih untuk membantu proses perceraian.Aku terdiam sambil memandang Mas Haikal yang sedang termenung di dekat jendela, wajahnya kusut seperti orang yang putus asa.Bagaimana tak putus asa setelah beberapa kali melamar ke berbagai perusahaan di antara mereka tak ada yang menerima, sedangkan Neneng dan ibu banyak menuntut darinya.Minta dibeliin skincare Korea yang berharga fantasis, minta baju dan barang-barang branded, kadang minta jalan-jalan ke luar negri, jika kutegur maka dia akan menjawab."Eneng lagi ngidam, ini bawaan bayi."Heeuuh padahal aku saja yang sedang mengandung dua bayi sekaligus tak pernah menginginkan hal-hal konyol macam Neneng."Hallo, apa Mbak masih di sana." Pengacara itu kembali menyapa."Emmm iya, Bu, nanti saya kabari lagi ya," jawabku gelagapan."Baik, Mbak, semoga saja Anda
"Haikal, bawa Neneng ke rumah sakit sekarang!" Ibu nampak panik bukan main, sedangkan si cempreng itu masih meringis menahan rasa perih.Dipikir ke rumah sakit ga pake duit kali, siapa yang bayar, aku? Ogaahh!Baiklah mungkin harus ada sedikit pelajaran bagi orang tukang bohong dan caper."Neneng! Ada tikus di belakang p4nt4t kamu itu!" teriakku heboh sambil bergidik jijik"Apa?! Tikus! Ihh gelii! Mana tikusnya." Neneng berdiri sambil berjingkat-jingkat dan mengibaskan daster kedodorannya.Tuh 'kan ketahuan, katanya sakiit."Itu tikusnya gelantungan di dalam daster kamu, Neneng!" teriakku masih so panik.Wanita itu menjerit histeris sambil lari dan loncat-loncat, membuat ibu dan Mas Haikal melongo tajam, ibu dan anak itu saling berpandangan dengan tatapan aneh.Saatnya jadi kompor diantara mereka nih!"Lihat, Bu, si Neneng itu ga sakit, masa lagi sakit tapi loncat-loncat sambil lari-lari gitu," bisikku yang hanya didengar oleh kedua orang itu."Iya, Bu, berarti Neneng bohong perutnya
Suasana mendadak dingin dan mencekam, Ibu mertua fokus pada jalan pemikirannya sendiri, sedangkan Neneng merasa putus asa atas pilihan dari Mutia, bagaimana tidak belakangan ini wanita itu selalu saja menyudutkannya, seolah Neneng tak pantas lagi menjadi bagian dari hidup Haikal.'Aku sudah terlanjur mencintainya tak mungkin kita berpisah begitu saja,' bisik Neneng dalam hatinya sambil memandang dengan sendu lelaki yang sedang duduk berdampingan dengan kakak madunya.'Harusnya aku yang menjadi istri satu-satunya A Haikal, bukan wanita itu.' Neneng mendelik tajam pada wanita yang duduk di sebelah orang tercintanya."Bagaimana, Bu? apa pilihan Ibu? Apa Ibu sudah punya jawaban?" pertanyaan bruntun Mutia kembali menggema di telinga Neneng yang hampir saja merobek gendang telinganya.Sementara Mutia duduk manis sambil melipat tangannya di dada, sesekali pandangannya tajam memandangi adik madunya yang mati gaya tiba-tiba.'Lihat saja akau kubalas perbuatanmu itu Teh!' Neneng berbisik, dadan
Neneng menatap ke bawah jembatan dengan mata sayu, pandangannya berkabut karena air mata yang terus mengalir tanpa jeda.Ibu mertua yang matre juga suami yang tak peka membuatnya putus asa, umurnya belum cukup untuk berpikir bijaksana, emosinya masih labil bak anak sekolah menengah pertama.Walau mulutnya pedas tapi hatinya rapuh, tak disangka ternyata menaklukan Haikal tidak semudah membalikkan telapak tangan, ia berambisi ingin membuat Haikal cinta mati dan meninggalkan istri keduanya, tapi ternyata malah dia sendiri yang terjebak dalam ikatan pernikahan tanpa cinta.Melepaskan sulit bertahan pun rasanya sakit."Neneng!" sapa seseorang sambil menepuk bahunyaBahunya terguncang karena terkejut, lalu ia menoleh ke samping sambil menyeka sisa tetesan bening di pipinya."Kamu ngapain di sini sendirian? nangis lagi, mau bunuh diri?" tanya lelaki itu."Raka, kok kamu ada di sini?" tanya Neneng keheranan."Iya, sekarang aku kerja di kota ini, kamu ngapain di sini sambil nangis?" Lelaki y