Karena pintu tidak terkunci dan masih sedikit terbuka membuat Nabila mendengar suara benturan yang terdengar sangat keras hingga membuatnya langsung berlari ke kamar utama untuk melihat apa yang terjadi.
Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat sudah berada di depan pintu.
"A-aku masuk tidak, ya? Nanti salah," gumam Nabila, ia ragu untuk masuk namun pada akhirnya ia tetap melangkahkan kakinya.
"Ya Allah, Mas Ilham," teriak Nabila histeris ketika melihat darah keluar dari sudut siku Ilham.
Kedua mata Siska langsung tertuju pada Nabila yang sedang berdiri diambang pintu dan kini berjalan ke arah dirinya dan Ilham.
"Ngapain pake ke sini segala sih? Ikut campur aja," desis Siska seraya melirik sekilas Nabila dengan sinis.
Siska mencoba membantu Ilham berdiri dan membawanya untuk duduk di kasur. Ia tak sudi berlama-lama melihat wajah adik madunya itu
Nabila seketika tersentak dengan ucapan Siska, dirinya merasa tidak ada yang salah dengan apa yang baru ia katakan. "Dasar tidak tahu malu!" gumam Siska seraya menatap Nabila dengan tajam. Sudah merebut suaminya dan sekarang juga mencoba untuk mendekati putrinya jelas saja Siska akan marah dan tidak akan membiarkan Nabila bersikap seolah ia juga orangtua dari putri kandungnya itu. "Nabila...." panggil Ilham seraya menggeleng ringan. Untuk saat ini Ilham lebih memilih agar putrinya jangan mengetahui dulu jika ia punya ibu baru, Ilham takut putrinya itu belum bisa mengerti dan justru akan membenci dirinya karena telah menyakiti hati Bundanya. "Ma... ma?" "Kok Mama, Yah? Nama Tante itu Mama, ya?" tanya Aqila pada Ayahnya. Ia memang masih sangat kecil untuk memahami hal-hal baru seperti ini. "Untung saja kamu belum paham, Nak. M
Bibir Siska bergetar, kedua matanya memanas menyaksikan suaminya sedang bermesraan dengan istri mudanya itu. Apalagi, mereka melakukannya di kamar utama. Kamar yang sudah satu tahun ini menjadi saksi cinta Siska bersama dengan sang suami.Ia menekan dadanya kuat-kuat, perih dan sangat nyeri. Tak mampu ia membendung air matanya hingga kini pun mengalir deras membasahi kedua pipinya.Dengan segera Siska menarik tangan putrinya untuk segera pergi.mengambil kunci mobil yang ada di sarkas dan langsung mengajak putrinya untuk masuk."Loh, Bund. Katanya Bunda mau makan? Kok malah masuk mobil? Mau beli makan di lual ya, Bund?" tanya Aqila bingung.Siska berkali-kali mencoba untuk menyeka air matanya namun, tak bisa dipungkiri bahwa kejadian itu sungguh menyayat hatinya dan kini pun ia hanya bisa menangis tersedu-sedu di hadapan putri kecilnya."Bunda kenapa? Kok nan
Terdengar suara mobil yang baru keluar dari bagasi.Ilham mengeryit heran seraya melepaskan kedua tangannya yang berada di pipi Nabila."Kenapa, Mas?" tanya Nabila, ia merasa sedikit kesal karena Ilham dengan tiba-tiba langsung menjauhkan wajahnya dan melepaskan tangannya.Kedua bola mata Ilham bergerak ke sana ke mari, ia langsung bangkit dari kasur tanpa menjawab pertanyaan dari istri mudanya itu."Mas..." panggil Nabila yang juga ikut bangkit dan mengikuti langkah Ilham yang berjalan menuju ruang keluarga."Ada apa, Mas? Kenapa dari tadi Nabila tanya Mas Ilham nggak jawab apa-apa," keluh Nabila lalu menghembuskan napasnya lesu."Maaf, Nab! Bukan maksud Mas nggak mau jawab tapi... Mas lagi bingung, seperti Siska keluar. Kunci mobilnya yang ada di atas sarkas juga tak ada, mau kemana dia? Kenapa tidak memberitahuku dulu?" balas Ilham dan segera mengambil kun
Ilham dengan cepat langsung melajukan kendaraannya menuju rumah mertuanya. Walau ia tak begitu yakin bahwa istrinya itu ada di sana namun, ia tetap menuju ke rumah mertuanya itu terlebih dahulu untuk memastikan.Karena, Siska memang tak mempunyai siapa pun kecuali kedua orangtuanya itu."Ya Allah, sayang.... kok nggak pamitan dulu sama, Mas?" gumam Ilham lalu mengembuskan napasnya lesu."Apa.... tadi Siska melihatku dan Nabila, ya?""Arhggg... bodoh sekali aku ini," sesal Ilham lalu, menambah kecepatan kendaraanya.Ia mengendari sebuah motor Vario berwarna putih yang sudah ia punyai sebelum menikah dengan Siska. Karena, memang hanya ada satu mobil yang ia miliki dan kini telah dibawa oleh Siska yang Ilham sendiri pun tak tahu kemana istrinya itu pergi."Mas harap kamu hanya pergi ke rumah bapak, Sayang! Mas nggak akan bisa hidup tanpa kamu dan putri manis kit
Mana mungkin Siska bisa ihklas begitu saja dengan keadaan yang telah menimpanya? Ia bisa saja mengikhlaskan suaminya itu tapi ia tidak akan pernah mau untuk dimadu, lebih baik ia bercerai saja dengan Ilham dari pada harus menderita sepanjang hari melihat suami dan adik madunya itu bersamaan di depan kedua mata kepalanya. Memang ada yang mampu menahan rasa cemburu?Mustahil jika ada wanita yang tak cemburu melihat suaminya bersama dengan wanita lain. Kecuali, memang tak mempunyai rasa sedikit pun kepada suaminya itu."Siska.... ayo lah! Mas mohon... turun ya, Sayang! Nggak enak sama bapak," bujuk Ilham dengan suara lemah lembutnya."Sudah lah, Mas! Cukup! Aku tak tahan dan aku tidak akan pernah bisa satu atap dengan gundikm
Bapak menggeleng tak percaya dengan apa yang baru Ilham katakan, ia tersenyum getir lalu membuang pandangannya."Memangnya apa kesalahan Siska sampai kamu tega memadunya?" tanya Bapak yang masih mencoba mengontrol emosinya."Siska nggak salah apa-apa, Pak. Ini semua terjadi karena musibah," balas Ilham lirih dan masih bersimpuh di kaki Bapak dengan segala rasa sesalnya."BOHONG!" sahut Siska yang langsung menatap Ilham dengan penuh amarah dan gejolak api di dada yang sedari tadi masih membara akibat melihat suaminya itu mencumbu adik madunya.Seluruh orang kini memandang Siska, wanita malang yang bernasib tak beruntung ini kini sedang mencoba menyeka air matanya. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat sembari sesekali menahan sesenggukan."Dia..." Tunjuk Siska pada Ilham dengan kedua mata yang sudah membesar akibat sembab itu masih saja terus mengeluarkan cairan bening yang ter
Seketika kedua mata Ibu dan Bapak membelalak mendengar kata 'anak' yang keluar dari mulut Siska.Baru tadi pagi Siska mengetahui bahwa ia sedang mengandung hingga harus menunggu calon anaknya itu lahir terlebih dahulu sebelum menggugat cerai suaminya. Dengan itu, ia tidak bisa tinggal di rumahnya sendiri selama adik madunya masih berada di sana.Yang ada Siska justru akan kehilangan bayinya jika selalu tekanan batin hingga tak mengisi perutnya karena sudah merasa kenyang dengan segala masalah yang ada. Dengan segala rasa hati yang harus ia terima ketika melihat suami dan adik madunya bersama tepat di depan matanya.Menyakitkan, bukan? Siapa yang akan tahan melihat suami tercinta bersama dengan wanita lain? Tidak mungkin ada...."Siska sedang mengandung, Pak... Bu...." ucap Ilham dengan tatapannya yang masih tertuju pada Siska."Sejak kapan? Sudah usai berapa minggu? Kenapa tidak
Seketika kedua mata Ibu dan Bapak membelalak mendengar kata 'anak' yang keluar dari mulut Siska.Baru tadi pagi Siska mengetahui bahwa ia sedang mengandung hingga harus menunggu calon anaknya itu lahir terlebih dahulu sebelum menggugat cerai suaminya. Dengan itu, ia tidak bisa tinggal di rumahnya sendiri selama adik madunya masih berada di sana.Yang ada Siska justru akan kehilangan bayinya jika selalu tekanan batin hingga tak mengisi perutnya karena sudah merasa kenyang dengan segala masalah yang ada. Dengan segala rasa hati yang harus ia terima ketika melihat suami dan adik madunya bersama tepat di depan matanya.Menyakitkan, bukan? Siapa yang akan tahan melihat suami tercinta bersama dengan wanita lain? Tidak mungkin ada...."Siska sedang mengandung, Pak... Bu...." ucap Ilham dengan tatapannya yang masih tertuju pada Siska."Sejak kapan? Sudah usai berapa minggu? Kenapa tidak