Falisha hanya diam malas menjawab pertanyaan itu yang akan membuatnya salah bicara.Kini mereka sedang bersantai di sebuah cafe di mana di tempat itu juga banyak permainan yang disukai oleh anak yang berusia enam tahun itu. “Apa yang kamu lakukan selama enam tahun ini, Lis? Kamu tidak ingin menikah? Nggak mungkin kan kamu bertahan sendiri atau kamu memang tidak bisa move on dariku sehingga kamu tetap melajang?” tanya Sadam ingin tahu. Mata Falisha membulat sempurna, terkejut dengan pertanyaan yang dia ajukan. “Apa kamu pikir aku menunggumu? Jangan salah paham, kamu saja yang nggak tahu apa yang harus aku lalui setelah kamu tega melakukan hal itu. Jadi tolong berhenti mencari tahu tentangku lagi, kamu akan menyesal jika kamu sebenarnya! Hubungan kita sudah tidak ada dan jangan berusaha mengakrabkan dirimu lagi, Mas!” tegas Falisha kesal.“Lis, aku sudah menjelaskan apa yang terjadi denganku, sungguh aku nggak bermaksud untuk ...”“Mas, kita di sini karena Fahri yang memintanya ti
Sadam terkejut dengan ekspresi wajah Falisha seperti sangat murka. Dengan cepat wanita cantik itu pun melerai pelukannya dengan memicingkan matanya ke arah yang berlawanan.Sadam penasaran dan ikut melihat arah mata Falisha. Dan benar saja bukan karena dia tapi melihat orang yang dia kenal sedang memeluk pinggang ramping seorang wanita cantik yang berlenggang masuk ke hotel itu. “Mas Fattan?” Falisha memastikan terlebih dahulu apakah memang dia atau bukan meskipun hatinya mengatakan kalau orang itu adalah dia. Buru-buru Falisha mengambil ponselnya. Dan langsung menghubungi nomor ponsel Fattan. Dari jauh gerak gerik orang itu sama dan mengambil ponselnya. Orang itu pun berbalik dan terlihat jelas sudah wajah orang itu yang tak lain adalah Fattan. “Halo?”“Mas, kamu di mana, kenapa dari tadi aku menghubungi nggak jawab? Bertemu klien lagi atau tidur nyenyak dengan selingkuhan kamu?”“Jaga ucapan kamu Falisha, dari awal pernikahan kita hanya sebatas surat wasiat Farah tidak lebih, j
“Kenapa Tante? Apakah Tante juga sudah menikah dengan orang lain? Tapi Tante tinggal di rumah papi dan Fahri nggak pernah melihat orang lain, lagian Tante juga mau menjaga Fahri?” tanyanya dengan polos. “Sayang, tidak semua masalah orang dewasa kamu mengerti bahkan belum waktunya. Sekarang nggak usah pikirkan yang lain. Bukannya kita ingin makan enak lagi di restoran baru milik Om Tampan atau Fahri sudah capek, kita bisa pulang yuk,” ajaknya berharap Fahri mau ikut pulang ke rumah tanpa harus menghadapi dua pria itu sekaligus. “Duh malas banget ini aku, jika ke restoran Mas Sadam pasti aku akan bertemu Mas Fattan yang menunjukkan kemesraan di depan umum bersama wanitanya, tapi jika aku pulang pasti Mas Sadam akan banyak bertanya denganku , lagian si Fahri pasti akan sedih kecuali kalau memang capek pasti Fahri akan memintaku untuk pulang,” gerutunya dalam hati. “Tante, Fahri mau ke sana!” tunjuk Fahri dengan tangan mengarah ke restoran itu. Falisha sedikit syok dan kecewa karen
“Mas, aku sudah buatkan teh jahe kesuakaanmu, aku letakkan di meja,” ucapnya saat melihat Fattan sudah keluar dari kamar mandi.Namun, pria itu tampak masih mengacuhkan Farah. Dia hanya diam dan langsung pergi menuju lemari ganti pakaian. Farah menjadi bingung karena pakaian yang suaminya ambil pakaian resmi dan rapi.Sebuah setelan jas berwarna hitam lengkap dengan dasi. Tak dipungkiri seorang pria yang bergelar suami itu memang terlihat tampan dan berkelas. Pantas saja banyak yang ingin menjadi istrinya atau hanya sebagai wanita simpanan agar bisa selalu bersama pria tampan itu. Pintar, kaya dan juga sangat tampan satu paket komplit lengkap yang membuat banyak wanita sangat mengagumi Fattan.Farah melirik ke jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Biasanya Fattan tidak akan keluar rumah kecuali kebutuhan mendesak.“Mas Fattan mau pergi lagi? Ke mana Mas, apakah aku boleh ikut?” tanya Farah berharap akan diajak oleh suaminya sendiri. Lagi-lagi Fattan tak menjawab
Falisha memeluk hangat Fahri meskipun anak tampan itu bukanlah anak kandungnya tapi rasa kasih sayang dan cintanya untuk anak itu seperti anak kandung sendiri. “Selama Mami hidup kamu tidak akan kekurangan kasih sayang Mami, apakah Fahri sayang sama Mami?” tanya Farah dalam pelukannya. “Kenapa Mami mengatakan hal itu? Tentu saja Fahri sayang sama Mami karena hanya Mami yang sayang dan peduli sama Fahri,” sahutnya dengan menatap sendu wajah Farah yang semakin terlihat pucat.Tangan kecil itu mengusap lembut wajah Farah lalu berkata, “Mami, teman Fahri ada yang bilang kalau wajah Mami nggak mirip dengan Fahri, bahkan Papi juga, apakah itu benar? Apakah Fahri bukan anak kandung kalian? Kenapa wajah Fahri nggak mirip dengan kalian semua? Apakah yang dikatakan teman -teman Fahri di sekolah benar kalau Fahri adalah anak pungut?” tanya Fahri ingin mengetahuinya secara langsung dari Farah.Farah terkejut bahkan syok mendengarkan celoteh anak itu. Menatap lebih dalam manik-manik mata Fahri
Fahri menatap Falisha, jujur wanita cantik itu ingin mengatakan tidak tapi dia juga tak ingin melihat Fahri bersedih apalagi mata Fahri seakan memohon untuk bisa ikut pergi ke sana. Mau tak mau melihat Fahri begitu bersemangat sehingga Falisha pun akhirnya menyetujui untuk pergi ke restoran baru milik Sadam. Falisha tersenyum menandakan kalau dia menyetujui untuk pergi ke sana. Fahri pun begitu bahagia dengan berloncat kegirangan setelah itu masuk ke kamar untuk bersiap. “Kamu lihat sendiri kan, bagaimana tingkah anak itu?” pancing Sadam.“Terus, kenapa?” ketus Falisha. Sadam mendekat sehingga hampir saja tak ada jarak diantara mereka. Falisha pun sadar dan sedikit menjauh darinya.“Kamu akan terlihat sangat cantik jika memakai pakaian yang aku berikan,” ucapnya tersenyum menatap lekat wajah Falisha yang kini langsung merona. Falisha buru-buru menutup pintu kamar hotel itu. Selain malas melihat terlalu lama wajah Sadam. Wajah yang sebenarnya yang tak pernah hilang dan sang
“Kamu akan cantik memakainya, maaf aku baru bisa membelikannya untukmu, Sayang.”Cintamu yang dulu – Sadam .Falisha meremas kertas itu dengan kuat. Hatinya begitu terenyuh saat membaca isi dari kertas itu. Bukan tanpa sebab karena dulu Falisha sangat menginginkan gaun muslim itu tapi Sadam tak mampu membelinya karena uangnya kurang. Tanpa terasa bulur-bulir air mata pun kembali menghiasi wajahnya. Falisha pun kembali mengingat masa lalu itu yang penuh masalah. “Kamu masih mengingat gaun ini Mas, tapi apakah masih muat dengan tubuhku sekarang? Kamu membelinya tanpa sepengetahuan aku,” ucapnya lirih. Entah kenap hatinya merasa kasihan sehingga tanpa dia sadari tangannya mulai mengambil dan memakaikan baju itu di tubuhnya sendiri. Dia pun terkejut karena baju itu sangat pas di tubuh Falisha tidak terlihat melihatkan lekuk tubuh Falisha tapi begitu nyaman dipakai oleh Falisha sendiri. Kainnya tidak panas dan terkesan dingin. Warnanya pun memang disukai oleh Falisha yang tidak ter
Kamu terlihat sangat cantik, Lis,” ucap Sadam dengan mata yang tak lepas memandanginya.Falisha hanya diam tak merespons ucapan Sadam.“Kamu tahu aku tidak pernah bisa melupakan kamu dan ....” “Kita berangkat sekarang? Sudah lama kita di luar dan aku enggak mau kamu mengambil kesempatan lagi,” potong Falisha dengan nada ketus.“Maksudmu apa Lis, aku nggak ada niatan untuk ....” “Mas!” Falisha kembali memotong ucapan Sadam dengan tatapan yang tajam. Seketika Sadam mengerti dan tidak ingin memperpanjang masalah. “Ayuk Om, Fahri sudah nggak sabar untuk makan di restoran Om yang baru,” ajak Fahri menghentikan obrolan mereka. Falisha pun langsung menggandeng tangan Fahri dan berjalan mendahului Sadam. “Kenapa kamu masih di sana, Mas?” tanya Falisha sedikit kesal karena Sadam hanya diam dan menatap Falisha.Sadam pun mulai melangkah menghampiri mereka dan sekarang mereka pun berjalan beriringan. Sesekali Sadam mencuri pandang kepada Falisha. Wanita cantik itu pun tahu kalau pri