Home / Romansa / Surat Dari Venus / BAB 7 - Gadis Bertopi Merah

Share

BAB 7 - Gadis Bertopi Merah

Author: Aster Chronos
last update Last Updated: 2022-02-24 01:26:59

Matahari mulai kehilangan kegagahannya dibalik mendung. Hari yang seharusnya diakhiri dengan keindahan senja, menjadi gelap gulita. Senja yang biasa menghangatkatkan hati para manusia, setelah seharian bergulat dengan kesibukannya. Para manusia yang pada pukul itu selalu memenuhi trotoar atau jalan raya menggunakan kendaraannya untuk pulang ke rumah. Seperti pelajar, buruh pabrik, pekerja kantoran, pedagang dan manusia dengan profesi lainnya.

Di pertigaan jalan lampu lintas, berbaris rapi kendaraan bermesin seperti motor, mobil dan angkutan umum. Lampu – lampu kota yang berdiri dengan kokoh di pinggir jalan, mulai memancarkan sinarnya untuk menerangi kegelapan, menggantikan matahari. Seorang pengamen dengan alat musik biola terlihat menghampiri satu persatu kendaraan sembari memainkannya, berharap diberi imbalan. Beberepa orang yang berempati padanya, akan memberi sejumlah uang. Namun tidak sedikit juga orang yang acuh tak acuh padanya.

Gadis bertopi merah dengan dua kepangan rambut di kepalanya dan tas ransel coklat di pundaknya. Ia berkuasa di area pertigaan itu, dan orang – orang yang sering melalui jalan itu akan mengenalnya.

Gadis berumur sembilan tahun yang setiap pukul satu siang akan berdiri dekat tiang lampu memainkan biola tuanya. Ia begitu murah hati selalu menunjukan senyum manis setiap memainkan biola itu hingga sore hari. Semangatnya tak pernah luntur sekalipun beberapa kali menerima makian dari pengendara yang merasa terganggu olehnya.

Selama ini, biola tua itu menjadi penyambung rezeki yang membantu menutupi kekurangan finansial keluarganya. Mempunyai ibu yang bekerja menjadi pencuci keliling dan seorang ayah pengangguran juga pemabuk, membuatnya harus mencari uang tambahan sepulang sekolah. Ia tidak malu dengan pekerjaan sampingannya itu, sekalipun teman – teman sekolahnya tahu. Karena jika malu, dia dan ibunya tidak akan bisa melanjutkan hidup.

“Hei nak, ini mau hujan, kenapa tidak pulang?” tanya seorang laki – laki berumur dua puluh tahun, dari dalam mobil yang berada di depan gadis itu.

Gadis itu mendongakkan kepala ke atas, melihat ke arah langit. Ia tidak menyadari bahwa hari sudah gelap oleh mendung. Namun, uang yang ia dapat hari ini masih sedikit dan tidak cukup untuk membeli sekantong beras. Beras di rumahnya sudah habis sejak dua hari lalu, yang membuatnya harus makan umbi – umbian dari kebun belakang rumah.

Rintik air hujan mulai turun, membasahi wajah gadis itu. Angin yang tadinya berhembus dengan lembut, berubah tempi menjadi cepat dan melebur bersama hujan. Dingin menusuk tubuh kurusnya.

“Nak, masuklah ke dalam mobil mari kuantar pulang,” kata pria itu.

Gadis itu menurunkan pandangannya dan berdiri melamun menatap pria itu. Kemudian, terdengar klakson dibunyikan karena lampu sudah hijau, sedangkan mobil pria itu yang berada di barisan paling depan masih diam di tempatnya.

Dengan panik, pria itu keluar dari mobil dan menarik gadis itu ke dalam mobil yang masih melamun.

Pria itu mulai melajukan mobilnya meninggalkan pertigaan. Dari kaca mobil, pria itu memperhatikan gadis yang masih diam dengan wajah murung di kursi belakang.

“Hei, perkenalkan namaku Raka. Siapa namamu nak?” kata pria bernama Raka itu, membuka obrolan.

“Namaku Lorraine Estelle, dipanggil Ran,” jawab Ran dengan antusias, setelah melupakan sekantong beras yang harus dibelinya. Ia sudah tidak khawatir, dan dalam hati berdoa semoga ayahnya tidak pulang malam ini.

Raka tersenyum melihat Ran yang juga tersenyum. “Okee Ran, panggil aku abang ya,” balasnya.

“Iya bang.”

“Sebelumnya, maaf tadi abang maksa kamu masuk ke mobil. Hari sudah sore dan mendung, anak seusiamu harusnya sudah di rumah. Dunia luar terlalu bahaya Ran.”

“Tidak masalah, aku yang berterimakasih karena abang sudah menolongku.” jawab Ran sembari memperlihatkan senyum manisnya.

Hati Raka terasa sesal, ketika melihat kondisi Ran saat itu. Penampilan yang kotor dan tubuh kurus. Seorang anak yang seharusnya mendapat perlindungan dari orang tua, harus mencari uang. Dalam hati, ia teringat mendiang adik perempuannya yang sering sakit – sakitan. Padahal adiknya tidak pernah lepas dari perhatian, dan mendapat kehidupan yang baik karena keluarganya berada. Namun dalam kondisi sebaik itu, harus meregang nyawa dan meninggalkannya. Sedangkan anak perempuan yang saat ini bersamanya, harus menghadapi kerasnya dunia di umur sekecil itu. Seberapa banyak sakit yang telah diperoleh gadis itu? Batinnya.

“Ran, sebutkan rumahmu dimana.”

“Di jalan Anggrek Putih, dekat terminal pasar fajar bang, nanti masuk ke gang. Rumahnya di depan persawahan cat warna putih,” jelas Ran.

Mendengar itu, Raka langsung menoleh ke belakang, “Jauh sekali, kamu tadi naik apa?”

“Sekolahku tak jauh dari tempatku mengamen tadi bang. Kalo berangkat sekolah biasanya aku ikut mobil pedagang sayur yang membuka gerai di pinggir jalan dekat perumahan tak jauh dari area sekolahku. Naik angkutan mahal, aku harus berhemat.”

“Begitu ya.. kenapa kamu mengamen? Kalo gak nyaman untu jawab, gak usah dijawab gapapa Ran.”

“Mungkin abang udah nebak, aku harus cari uang. Oh ya, abang kerja kah?” kata Ran mengalihkan pembicaraan.

“Aku kuliah Ran, tahun ini lulus, doain ya,” jawab Raka.

“Kuliah apakah sama dengan sekolah SD?” tanya Ran.

Raka terkekeh mendengar pertanyaan polos dari gadis itu. “Tentu saja! Kamu belajar, mengerjakan PR dan berdiskusi bersama teman – teman. Suatu saat, Ran mau jadi apa?” ujar Raka.

Tanpa berpikir panjang, Ran menjawab dengan antusias, “ Aku ingin jadi seorang penulis novel dan aku ingin keliling dunia, seperti penulis lainnya setelah nanti memiliki banyak uang. Aku ingin mengajak ibu mengunjungi Kanada, tepatnya di Desa Avonlea, tempat dimana Anne tinggal dalam seri novel Lucy Maud Montgomery yang berjudul Anne Of Green Gables.”

Raka kagum pada kefasihan berbicara Ran dan pengetahuan gadis itu. “Sepertinya seru... semoga terkabul Ran, mungkin aku bisa ikut serta dalam petualanganmu?” ujar Raka.

“Tidak. Itu adalah perjalanan romantis yang khusus aku rencanakan bersama ibu. Aku bahkan memberi judul perjalanan kami kelak, yaitu Kepakan Sayap Dua Wanita Yang Mengarungi Samudera,” jelas Ran bersemangat.

Raka tertawa. Baru beberapa menit lalu ia mengenal Ran, ia sudah menyukai gadis itu. Gadis itu memiliki kepribadian yang unik dan menyenangkan. “Ran, apakan kamu memiliki bukunya? Bolehkan aku meminjam buku itu? Sepertinya aku penasaran terhadap isi buku yang kamu bicarakan,” ujarnya.

Ran terlihat murung. “Untuk membeli beras saja sudah kesulitan, bagaimana mungkin aku membeli novel yang harganya ratusan ribu? Tetapi, Tuhan memberiku buku dengan gratis. Aku biasanya membaca di perpustakaan yang terletak di dekat gereja, selesai ibadah bersama ibu. Kadang sepulang dari mengamen, aku akan mampir sebentar dan meminjam buku untuk dibaca di rumah. Ada banyak buku yang aku sukai, aku bisa merekomendasikan ke abang jika mau, atau aku bisa mengantarmu kesana,” jelas Ran.

Raka lega, karena Ran memiliki kegemaran yang bisa membuat gadis itu tersenyum di tengah kepedihannya itu. Gadis yang begitu ceria, pikirnya.

“Ran mau membeli buku – buku itu dan buku lainnya?” tanya Raka.

“Sangat mau! Tapi jika memilih, lebih baik aku membeli beras untuk makan bersama ibu,” jawab Ran.

Raka merasa aneh pada Ran, yang sejak tadi menyebutkan ayahnya sama sekali. “Ran, dimana ayahmu?” tanyanya kemudian.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dito Adimia
raka , tahan kepomu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Surat Dari Venus   BAB 8 - Dua Kali Ke Swalayan

    “Ran ayo turun bentar, aku mau cari sesuatu,” katanya sembari keluar dari mobil.Ran keluar dari mobil itu sembari menggendong biola dan tas ranselnya. Kemudian, ia berjalan mengikuti Raka memasuki swalayan. Ia ingat tempat itu. Dulu ibunya pernah mengajaknya mengunjungi tempat itu, untuk membeli bahan – bahan makanan. Kala itu, ibunya mendapat banyak bonus dari pelanggan karena idul fitri. Lebaran yang dirayakan oleh umat islam setahun sekali, tiap usai puasa ramadhan. Ini kedua kalinya ia mengunjungi tempat itu.Ran menyaksikan keramaian swalayan dengan kagum. Rata – rata pengunjung adalah sepasang pasutri yang memiliki seorang anak. Anak – anak dari para pasutri itu pun terlihat bahagia menghampiri tempat mainan dan snack. Dan, orang tua mereka tidak keberatan ketika anaknya meminta salah satu barang dari sana. Ia berhenti melihat pantulan diri sendiri di cermin, yang berada di bagian peralatan rumah tangga. Penampilan lusuh da

    Last Updated : 2022-02-25
  • Surat Dari Venus   BAB 9 - Bingkisan Untuk Ibu

    “Ibu!!!” teriak Ran di depan pintu rumah.Seketika, pintu yang tertutup itu terbuka, memunculkan sosok seorang wanita berumur tiga puluh tahun yang wajahnya terlihat letih.“Ini semua, apa Ran?” tanya wanita itu yang terkejut melihat tas belanjaan tergeletak di tanah.“Aku akan ceritakan nanti Bu, ayo bantu aku memasukkan barang – barang ini ke dalam, segera sembunyikan sebelum Ayah datang.”Kemudian, dua perempuan itu saling bekerja sama untuk menyimpan barang di area yang sulit dijangkau. Namun ketika mereka menemukan frozen food, mereka bingung akan diletakkan dimana. Mereka tidak punya lemari pendingin, dan frozen food adalah jenis makanan yang cepat basi jika tidak diletakkan di suhu dingin.“Sepertinya kita harus menjual ini sebagian Ran, uanngnya kita tabung. Daripada basi disimpan lama – lama. Kalo dititipkan di tetangga, tidak enak,” ujar Ibunya memberi saran.Ran menganggu

    Last Updated : 2022-02-26
  • Surat Dari Venus   BAB 10 - Aku Ingin Mati

    Ran tertawa hingga suaranya menggema di ruangan itu. “Pria tidak becus, hanya bisa memeras dan kasar pada wanita,” balasnya. Kalimat barusan berhasil mendorong amarah Sudirman lebih jauh. Sehingga Sudirman mendorong Ran hingga terbentur dinding, dan melucuti pakaian putri semata wayangnya itu. “Kau akan tau rasanya, nikmatilah... sayang sekali jika tubuhmu tidak kunikmati lebih dulu sebelum diberikan pada para saudagar itu,” kata Sudirman. Kepercayaan diri yang tadi Ran bangun, menjadi porak – poranda atas perlakuan Sudirman barusan. Ia tahu apa yang akan dilakukan pria itu terhadapnya, karena ia pernah membaca kisah seorang anak yang dilecehkan oleh Ayah kandung sendiri. Ia bahkan tidak menyangka, dirinya akan mengalami hal serupa. Mungkin makian dan pukulan dari pria itu masih bisa ia terima. Namun, tindakan barusan telah melukai bagian terakhir dan paling berharga baginya. Tubuh Ran membeku, ketika angin yang masuk dari jendela kamar itu membelai s

    Last Updated : 2022-02-27
  • Surat Dari Venus   Bab 11 - Pride And Prejudice

    Setelah membuat dirinya sendiri dan Pak Aksa jatuh dari tangga, Ran menatap guru itu dengan penuh sesal. "Maafkan saya," ujarnya. "Tidak masalah Ran, ayo berdiri," balas Pak Aksa sembari membantu Ran untuk bangkit. Kalimat barusan tidak membuatnya lega, dan semakin merasa bersalah. Perasaan itu disusul kembali dengan tangisannya yang semakin menjadi - jadi. "Aku ingin mati saja, aku gak berguna, kenapa aku harus lahir? Kenapa aku harus hidup? Aku selalu menyusahkan orang lain," teriak Ran seketika dengan meledak - ledak. Tanpa banyak kata, Aksa lantas menarik Ran dalam pelukannya. Namun Ran langsung mendorong Aksa, menolak pelukan itu. Ran berlari di ujung ruangan dan berjongkok sembari memukul - mukul kepalanya sendiri dengan keras. Ia meneriakan bahwa dirinya ingin mati secara berulang - ulang. Aksa menyusul Ran dan berjongkok tepat di depan gadis itu. Dengan lembut ia meraih dua tangan Ran yang menyakiti kepalanya send

    Last Updated : 2022-02-28
  • Surat Dari Venus   BAB 12 - Perjodohan

    Kinan berjalan ke depan cermin sebelah lemari pakaiannya. Ia diam menatap pantulan wajahnya, dengan tatapan kosong. Wajah cantiknya telah dipoles oleh sentuhan make up dari tangan profesional. Rambut sebahunya disulap menjadi sanggulan modern, berhiaskan sirkam rambut dengan permata yang menyilaukan. Ia mengenakan knee length a line dress berwarna biru donker, dengan renda di sekitar dada. Sepatu hak setinggi 5 cm berwarna silver kecoklatan terpasang manis di kakinya. "Apakah ada yang kurang Nona?" ujar penata rias Kinan yang kini berdiri di sebelahnya. Kinan tersenyum tipis sembari menggeleng. Terdengar suara decitan pintu terbuka, diiringi langkah kaki seseorang yang hentakan haknya menggema di kamar Kinan. “Kamu cantik sekali Kinan, Ben akan menyukaimu,” kata wanita itu. Seorang pria yang berjalan di sebelah wanita itu mendekati Kinan, dan berkata, "Putri Ayah sudah besar, kamu cantik sekali." "Terimakasih, Ayah juga sangat menawan

    Last Updated : 2022-03-01
  • Surat Dari Venus   BAB 13 - Bintang Lima

    Sunny turun dari motornya dengan terburu - buru tanpa melepaskan helm yang ia kenakan. Kemudian ia melangkahkan kakinya masuk ke sebuah restoran ayam goreng yang cukup terkenal di kalangan anak muda. Selain harganya yang worth it bagi kantong pelajar dan mahasiswa, cita rasa ayamnya beraneka ragam. Terbukti seluruh tempat duduk penuh dengan pembeli. Bahkan di depan kasir ada deretan panjang pengunjung yang mengantri untuk memesan. Restoran itu buka dari pukul sepuluh pagi hingga sembilan malam. Seorang pria, menyambut Sunny dengan senyuman ramah. Pria itu mengenakan seragam dan sebuah topi berlogo restoran tersebut. Tak lupa, sebuah tag nama menempel manis di dada sebelah kanan pria itu, yang bertuliskan Rendi. "Mbak ojol kita udah sampai nih? Mau ambil orderan?" tanya Rendi "Iya, seperti biasa." Kemudian Rendi meraih dua paperbag yang berisi pesanan dari customer Sunny, dan memberikannya pada gadis itu. "Pembayaran lewat e-wallet ya

    Last Updated : 2022-03-02
  • Surat Dari Venus   BAB 14 - Hujan Di Malam Hari

    Aksa membulatkan matanya, ketika mendapati Ran yang muncul di balik pintu rumahnya. Pakaian yang ia berikan pada gadis itu, wujud aslinya telah berubah. Kaos hitam berlengan panjang, menjadi lengan pendek dengan model crop top. Celana training panjang menutup mata kaki, menjadi di atas mata kaki.Ran menutup pintu rumah gurunya itu sesuai intruksi. Kemudian ia berjalan dengan langkah panjang, menghampiri gurunya.“Emm bajunya tadi sangat besar di badan saya Pak, jadi saya ubah sesuai style saya, karena saya merasa tidak pede mengenakannya. Saya akan ganti harga bajunya, apakah tidak masalah?”“Cantik,” balas Aksa singkat, lalu masuk ke dalam mobil.Ran bengong di tempatnya, dan menatap ke satu arah yang sama.Kemudian Aksa menurunkan kaca mobilnya dan berkata, “Ayo masuk.”Dengan gugup Ran berlari menuju pintu mobil yang berada di seberang, lalu masuk ke dalam. Ketika ia memposisikan diri duduk di kursi mo

    Last Updated : 2022-03-03
  • Surat Dari Venus   BAB 15 - Kode Rahasia 612

    “Syukurlah tidak ada luka serius pada tubuh Sunny. Hasil rontgen pada bagian tulang rusuk Sunny juga bagus, tidak ada yang patah. Rasa nyeri di perutnya terjadi akibat dinding perut yang tadi terbentur, dan luka pada kaki juga tangan bisa diobati dengan obat luar secara rutin setiap dua kali sehari,” jelas dokter pada Ran dan Aksa. Ran hanya diam menatap Sunny sembari menggenggam tangan mungil gadis itu dengan air mata yang masih mengalir. Sambungan telepon yang Ran terima tadi adalah kabar dari saksi tempat Sunny mengalami kecelakaan. Ia dan Pak Aksa langsung bergegas menuju TKP setelah mendapatkan kabar itu. Mereka sampai tepat waktu ketika ambulance dan polisi datang untuk menyelidiki. Ternyata dari cctv salah satu toko yang ada di jalan itu menunjukkan Sunny dikejar oleh dua orang bermotor, kemudian terjadi keributan antara mereka. Salah satu motor terlihat menyenggol motor yang Sunny kendarai, hingga Sunny terjatuh dan tidak sadarkan diri. "Baik, terimak

    Last Updated : 2022-03-04

Latest chapter

  • Surat Dari Venus   BAB 60 - Penebusan

    Terdengar ledakan dahsyat dari dalam hutan, membuat langkah Ran, Sunny dan Grace terhenti. "Ben meledakan gubuk agar tidak meninggalkan bukti," gumam Grace. Ran menatap tajam Grace, lalu berkata penuh dengan penekanan, "Kejam sekali kalian." Grace tidak berani mengangkat pandangannya pada Ran, karena merasa bersalah. Ia juga merasa malu setelah menjadi bagian dari kejahatan itu, yang akhirnya menjadikannya korban. Dari balik semak Adit dan Angga berlari kearah mereka dengan tergesa-gesa. "Guys kenapa kalian berhenti! Ayo lari!" teriak Adit dari kejauhan. Lalu, Ran, Sunny dan Grace melanjutkan langkahnya. Terdengar suara tembakan beberapa kali dari arah kejauhan, membuat mereka panik, sampai berlari tak tahu arah. Hanya mengandalkan insting untuk memilih jalan mana yang mudah dilewati, karena mereka terjebak dengan ilalang yang membutakan arah. "Tinggalkan saja aku disini! Kalian kabur saja," ujar Grace semakin merasa bersalah, karena menjadi beban. "Tutup mulutmu brengsek!" Be

  • Surat Dari Venus   BAB 59 - Menembak Langit

    "Sialan!!! Ulah siapa ini?" Gerutu Ben sembari membanting pecut yang ia pegang, penuh emosi karena lampu seketika padam di tengah kegiatan yang ia lakukan. Kemudian terdengar sirine alarm kebakaran yang membuat panik orang-orang dalam ruangan itu. Ben lantas bangkit dari tempat tidur dan meraih jubah mandi yang tergantung di dekat pintu dan memakainya. Ia keluar dari ruangan dengan langkah penuh amarah sembari meneriakkan nama anak buahnya. Empat orang pria yang merupakan teman-teman Ben, menyusul pria itu keluar ruangan. Meninggalkan Sunny dan Grace. Sunny memanfaatkan keadaan itu dengan bergegas melepas ikatan tangan dan kakinya. Dengan tubuh telanjang di tengah kegelapan, ia memungut pakaiannya yang berceran di lantai. Sedangkan Grace yang masih terkuai lemas di tempat tidur, hanya bisa menangis menahan perih di kulitnya, akibat pecut yang diayunkan oleh Ben sejak tadi. "Grace ayo kabur dari sini," tukas Sunny. "Aku tidak bisa menggerakkan kaki," ujar Grace. Sunny mengeluarka

  • Surat Dari Venus   BAB 58 - Hasrat Gila Pria Biadab (21+)

    WARNING!!! Isi Bab ini terdapat kekerasan seksual yang tidak cocok untuk anak dibawah umur. Mohon bijak memilih bacaan yang cocok dengan umur anda. ** "Kalian mengenal orang-orang itu?" tanya Ran. Adit dan Angga menggeleng bersamaan. "Melihat dari postur tubuh dan wajah kedua orang itu, sepertinya sudah berumur," kata Angga. "TOLONG!" Teriak seseorang yang membuat dua pria bertubuh kekar tadi masuk ke dalam gubuk. Sedangkan Ran, Angga dan Adit bergetar ketakutan mendengar suara pekikan yang begitu putus asa itu. "Apa sebenarnya yang mereka lakukan dalam gubuk itu?" tanya Adit. Tidak ada jawaban dari Ran dan Angga. Angga lantas menutup laptopnya, dan berjalan mendekat ke Adit. Kemudian ia membuka tas yang digendong oleh temannya itu, dan memasukan laptopnya. "Mumpung dua orang itu tidak ada, ini kesempatan kita mencari tahu," ujar Angga seraya menutup resleting tas kembali. "Benar ayo kita masuk," balas Ran. "Tunggu... apa kalian gak takut? Melihat dua orang tadi, sepertinya

  • Surat Dari Venus   BAB 57 - Gubuk Di Tengah Hutan

    Angga telah menyelesaikan surat izin mereka bertiga dan dikirim melalui email pada Aksa yang masih menjadi wali kelas.Sebuah kertas yang terdapat coretan dibentangkan di atas kasur. Ran, Adit dan Angga menatap kertas-kertas itu dengan seksama, agar tidak ada kesalahan dalam menjalankan misi mereka nanti. Sebuah misi yang menjadi pengalaman baru dalam hidup mereka, karena berurusan dengan anak-anak petinggi sekolah."Mereka adalah geng yang bisa melakukan kekerasan, kalian harus hati-hati nanti. Terutama kamu Ran, cewek harus tetap bersama kami," ujar Adit.Ran mengangguk."Baik, mari ganti pakaian yang nyaman, setelah itu kita menuju ke lokasi," kata Angga.Adit berjalan menuju kopernya, dan meraih sebuah jaket beserta masker, lalu memberikannya pada Ran. "Pakailah..""Terimakasih, aku kembali ke kamarku dulu untuk membersihkan diri."**Ran menghentikan langkahnya sembari menatap gedung hotel yang menjulang tinggi di belakangnya. Matanya berhenti di kaca jendela lantai 3, tempat dim

  • Surat Dari Venus   BAB 56 - Penyiksaan

    "Kamu memimpikan apa, sampai berteriak begitu?" tanya Adit. "Aku bisa minta kertas dan pulpen?" Adit mengernyitkan dahinya bingung. Namun ia tidak bertanya lebih dan meraih sebuah buku catatan kecil fasilitas dari hotel beserta pulpennya. Ia berikan dua barang itu pada Ran. Ran kemudian menulis ulang hal-hal yang Sunny tidak suka, dan mengurutkannya seperti di mimpi. "Apa ini?" tanya Adit bingung. "Coba kamu baca dari huruf awalnya, urut ke bawah." "Aku minta tolong..." gumam Adit. "Mungkin kamu bakal mikir aku gila. Semalam Sunny menyebutkan hal-hal ini. Awalnya aku pun merasa aneh, karena yang dia sebutkan random. Dia memintaku membuatkan puisi dari awalan kata hal-hal yang dia sebutkan ini." "Kamu memimpikannya," ujar Adit menebak. Ran menatap Adit kagum. "Bagaimana kau tahu?" "Bukankah tadi waktu kamu bangun, yang kamu teriakan nama Sunny? Sudah tentu yang kamu impikan gadis itu," jawab Adit, "Aku tidak menganggapmu gila, karena hal-hal seperti ini pernah terjadi padaku.

  • Surat Dari Venus   BAB 55 - Dimensi Tak Terbatas

    "Sikapmu tidak perlu terlalu jelas begitu, kalo orang lain sadar, akan timbul skandal. Menarik juga kisah cinta masa kecil yang bodoh masih kau pertahankan. Dia gadis itu bukan?" gumam Elina. Aksa tersenyum kecut. Kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop berukuran kecil berwarna cokelat dari saku jas nya. "Kau juga, jangan terlalu jelas," balas Aksa sembari melemparkan amplop itu di meja. Elina menatap amplop itu cukup lama, kemudian menoleh pada suaminya. "Apa ini?" "Padahal setelah proyek berhasil, kita bisa bercerai seperti perjanjian. Kalo proyek rusak, itu akan jadi salahmu." Elina bergegas meraih amplop itu dan melihat isinya. Betapa terkejutnya ia melihat foto-foto yang ada di dalam amplop itu. Foto dirinya yang tertangkap basah sedang berkencan dengan seorang pria. Bahkan, fotonya yang sedang berciuman dan telanjang ada disana. Bibir Elina bergetar ketakutan. Ia langsung mengembalikan foto-foto itu ke dalam amplop, dan menatap Aksa tajam. "Tujuanku mendekati Raka hanya un

  • Surat Dari Venus   BAB 54 - Permainan Lempar Api

    Ran menghentikan langkahnya sembari mendongakkan kepala ke lantai dua. Ia tidak bisa mengabaikan sesuatu yang masih terasa ganjil dalam benaknya. Dadanya terasa sesak, dengan alasan yang dia tidak ketahui. Adit ikut menghentikan langkah dan menatap gadis itu. "Apa kamu merasa ada sesuatu yang mengganjal juga?" Ran mengangguk, dengan pandangan yang masih menuju lantai dua. "Kamu juga Dit?" "Yah apapun itu, biarlah jadi urusan mereka." "Kamu benar." "Yaudah ayo makan di pestanya Sunny, sebelum acara itu berakhir," kata Adit. Ran menatap pria itu. "Dit, makan di resto hotel aja ya, aku gak terlalu nyaman sama keramaian." Adit tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Kemudian mereka berjalan menuju restoran yang berada di sebelah lobi hotel. Pemandangan restoran itu langsung mengarah ke view kota Jogja, yang akan indah bila disaksikan malam hari. Jalanan yang begitu ramai dengan gemerlap lampu kota dan lampu kendaraan. Mereka mem

  • Surat Dari Venus   BAB 53 - Dibungkam Dalam Tempat Sampah

    "Sialan lu, kita hampir ketahuan!" ujar Ben kesal. PLAK!!! Sebuah tamparan mendarat di pipi Sunny. Sunny yang lemas, tak bisa melakukan apa-apa. "Udah ngechat Ran belum?" tanya Ben. "Barusan gua chat," jawab Grace sembari menunjukan ponsel Sunny yang berada dalam genggamannya. Ben menghembuskan napas kasar, sembari melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Kemudian ia berkacak pinggang menatap ke arah luar jendela. Seketika terdengar suara langkah kaki seseorang dari jauh, yang membuat mereka bersiaga. Sunny yang sudah dimasukkan ke dalam tempat sampah besar, diletakkan di pojok ruangan. Kemudian Ben menarik Grace dalam pelukannya, dan mendorong gadis itu ke dinding. "Kalian kalo mau bermesuman jangan disini," ujar Adit. Jantung Ben dan Grace seolah disambar petir, mendapati kehadiran pria itu bersama Ran. "Kalian juga kenapa berduaan?" ujar Ben. Ran mendengus kesal. "Sialan kau Ben, menakutiku hanya untuk melindungi hubungan rahasi

  • Surat Dari Venus   BAB 52 - Arwah Pengantin

    Ran mendorong Aksa dengan sekuat tenaga, hingga pria itu terjatuh di lantai. Kemudian ia keluar dari kamar itu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hatinya bingung dengan kenyataan yang tadi ia lihat, bahwa pria itu telah menikah dengan seorang wanita. Pernyataan cinta tadi, membuat hatinya kian kesal karena merasa dipermainkan. Terjawab sudah semua teka-teki yang selama ini ia simpan sendiri di hati, kenapa pria itu menghilang tak berkabar. Ran tidak memilih lift untuk turun ke lantai utama. Ia menggunakan tangga darurat, menghindari Aksa yang mengejarnya. Napas Ran mulai tersenggal-senggal, ketiika ia sampai di lantai tiga. Kakinya pun terasa ngilu, akibat menuruni tangga menggunakan heels. Ia cukup menyesali keputusannya yang menggunakan tangga darurat. Menyiksa diri sendiri, hanya untuk seorang pria yang sama sekali tidak menghargainya. Ran melepas heelsnya, dan menuruni tangga tanpa alas kaki. Seketika saat ia mencapai lantai dua, terlihat sekelebatan se

DMCA.com Protection Status