Home / Romansa / Supirku Sayang / Ustadz Tampan

Share

Ustadz Tampan

Author: Ria Fachria
last update Last Updated: 2021-10-20 21:19:18

Sore hari Zaid mengajar di masjid dekat rumah. Luka memar masih menghiasi pelipis dan tungkai lengannya.

"Assalamualaikum," ucap Zaid saat bertemu anak-anak yang sudah berkumpul di dalam masjid.

"Waalaikumsalam," sahut mereka bersamaan.

"Maafkan Ustad telat hari ini," pintanya.

"Iya Ustadz," sahut seorang santri.

"Ustadz kenapa itu," seorang dari mereka menunjuk pelipis Zaid yang memar.

" Oh, ini, ini Ustadz jatuh." Tangannya menunjuk pelipis. Namun Ia tak ingin membahas mengenai peristiwa itu dengan anak-anak karena akan memperpanjang cerita dan mengurangi waktu mengaji mereka yang juga sudah telat.

"Ternyata Ustadz kayak anak kecil. Bisa jatuh juga." Celetukan itu membuat tawa menggema sementara waktu hingga Zaid menegur mereka untuk berhenti.

Saat pengajian selesai. Ustadz Hafiz teman Zaid menemuinya.

"Kamu kenapa, Za?" Netranya penuh selidik pada bagian memar di tubuh Zaid.

"Aku kecelakaan," jawabnya.

"Kok, bisa sih. Kamu ngebut?" 

"Aku ditabrak dari belakang," jawab Zaid memegang tungkai lengannya yang nyeri ditepuk Hafiz.

"Loh, motormu gimana? Jadi kamu ke mari nggak pake motor?" Cecar Hafiz sambil celingukan ke halaman masjid yang tak begitu luas.

Zaid menggeleng. " Rusak. Sekarang di bengkel." 

"Tapi ada ganti rugikan?"

Zaid tersenyum dan menggeleng.

"Gimana sih. Mana bisa begitu!" ucap Hafiz.

"Nggak tanggung jawab udah nabrak orang." Keningnya berkerut dan matanya memindai tubuh Zaid. Ia khawatir ada tubuh yang lain lagi yang memar namun temannya itu tak sadar. 

"Wajah gantengmu jadi rusak begini," gerutunya lagi.

Zaid hanya tersenyum melihat sahabatnya yang terus mengoceh.

"Apa tabrak lari?" tanya Hafiz masih penasaran dengan kejadian sebenarnya.

"Bukan. Aku ditabrak mobil dari belakang."

"Lalu yang punya mobil ganti rugi?" Ia masih mencecar.

" Dengar dulu, dong. Ceritanya belum selesai." Pemuda tampan dengan luka di pelipis itu menenangkan temannya 

"Gadis itu tidak tahu minta maaf, dia malah menjejaliku dengan uangnya. Aku tidak bisa terima kelakuan begitu. Tidak punya perasaan. Walaupun ia minta maaf saja itu sudah cukup bagiku. Tak perlu ia memamerkan hartanya di depan orang miskin sepertiku." 

Hafiz tertawa mendengar cerita Zaid hingga semua mata tertuju pada mereka dan membuat Zaid salah tingkah.

"Hei, apanya yang lucu? Kau pun sama dengan gadis itu. Tidak berperikemanusiaan. Kurasa semakin banyak orang yang tak waras di dunia ini, kalau seorang guru ngaji seperti kau pun tak waras," ledeknya kesal pada Hafiz.

"Jadi, yang menabrakmu seorang gadis?" Ia tidak menggapai ocehan Zaid.

Kulit wajah Zaid yang putih bersih kini nampak merah padam karena emosi.

Mata yang sipit bak aktor Korea itu memicing ke arah Hafiz.

"Kau makin marah makin tampan. Kurasa gadis itu bakalan jatuh cinta padamu." 

"Ah, sudahlah. Aku pulang dulu." Zaid memutus obrolan mereka. Ia mulai terganggu dengan godaan Zaid. 

Memang tak dipungkiri hatinya terus saja terusik oleh wajah gadis itu. Gadis itu tampak seperti boneka barbie yang dipakaikan jilbab dalam pandangannya. Seumur hidup, baru kali ini ia bertemu gadis seperti. Tak dipungkiri jantungnya sedikit berdegup lebih cepat saat melihat gadis itu membuka jendela mobilnya. Bibir mungil dipoles merah merona. Alis mata yang tertata rapi berwarna hitam pekat, mata bulat kecil dengan bukunya yang lentik dan hidung bangir terpasang serasi di wajahnya yang juga imut itu. 

Lelaki mana sih yang takkan terpesona melihat wanita cantik. Namun bukan berarti Zaid telah jatuh cinta begitu saja padanya. Bagi Zaid, cinta itu tidak memandang rupa dan penampilan. Ia lebih suka wanita yang biasa saja tetapi memiliki akhlak terpuji dan berhati mulia. Gadis seperti itu bukanlah tipenya. 

"kau jadi pulang? Atau kau sedang melakukan gadis itu sekarang," seloroh Hafiz membuat Zaid gerah. Kupingnya menjadi merah karenanya.

"Ayolah cerita. Gadis itu cantik, tidak?" rajuk Hafiz. Zaid sudah bersiap-siap berdiri dan beranjak pergi.

"Kau sudah menikah masih bertanya tentang gadis lain. Ingat, jaga hati dan pandanganmu." 

Hafiz terkekeh mendengar perkataan Zaid.

"Aku bertanya bukan untukku. Aku tak mungkin cari wanita lain. Tapi kamu, Mblo. Kamu." tunjuk Hafiz di dada Zaid.

"Ah, sudahlah. Perempuan binal seperti itu tak berharga bagiku." Zaid mengibaskan tangannya.

Ia pergi meninggalkan Hafiz yang masih larut dalam tawa. Rasanya tak pernah puas ia menggoda Zaid tentang wanita. Sahabatnya yang satu itu sangat pemilih. Pantas saja, ia pun punya wajah yang cukup tampan. Zaid memang sangat berkelas. Mesti ia tidak punya pekerjaan tetap, ia enggan merendahkan diri depan orang lain. Penampilannya tetap terjaga, mesti ia tak hanya memakai pakaian itu-itu saja. Namun bersih dan rapi. Ketika ia memakai pakaian takwa banyak gadis-gadis yang terpesona karenanya. Masjid jadi ramai oleh gadis-gadis saat jadwal Zaid azan dan mengajar ngaji anak-anak. Hafiz tidak bisa memungkiri bila Zaid cukup memiliki pesona di depan para gadis. Terutama pada remaja belasan tahun.

"Bang, Bang Zaid!" panggil seorang gadis tanggung usia SMP.

"Sebentar!" teriaknya lagi.

"Bang, Mila melihat pelipis Abang memar. Mila punya plester luka keren untuk Abang," ujarnya.

Ia langsung mendekati wajah Zaid dan mengganti plester luka yang melekat di pelipis Zaid dengan plester miliknya tanpa sungkan. Zaid jadi serba salah dibuatnya. Namun, ia tak dapat menghindar dari gerakan gadis itu yang begitu cepat di wajahnya.

"Nah, sudah. Terlihat lebih tampan." Gadis itu menangkupkan kedua telapak tangannya di depan wajah.

"Lekas sembuh ya, Bang. Biar wajah Abang lebih tampan lagi," ucapnya malu-malu dan berlalu dari hadapan Zaid.

Di kejauhan teman-teman Mila tertawa-tawa melihat ulah gadis itu mendekati Zaid. 

Hafiz yang sedari tadi memerhatikan, makin tergelak dalam tawa. Ia sulit berhenti tertawa melihat peristiwa di hadapannya tadi.

"Kau harus segera menentukan siapa pasanganmu, Mblo. Gadis yang menabrakmu atau gadis yang memasang plester di wajahmu," tawanya makin menggema, hingga ia tak tahan dan memegang perutnya sendiri.

"Kau ini tak puas juga menggodaku, hah!"

"Antar aku pulang. Semakin lama aku di sini makin gerah dengan ulah makhluk macam kau dan Mila," serunya lagi.

Hafiz menuju ke parkiran dengan tawanya yang masih membahana.  Sementara Zaid yang malu memindai sekeliling. Ia ingin memastikan bila ada para santriyang memperhatikan kondisinya yang sedang ditertawakan Hafiz sehabis Mila menempelkan plester di luka memarnya.

Sempat-sempatnya para gadis itu memberikan perhatian kecil padanya. Sebenarnya sudah banyak santriwati yang terang-terangan menunjukkan rasa suka pada Zaid. Bahkan ada yang sudah meminta Zaid melamar mereka tanpa malu-malu. Namun Zaid tak mengindahkanya. Ia merasa belum sanggup bertanggung jawab dengan ikatan pernikahan sebelum hutang-hutangnya lunas terlebih dahulu. Walaupun usianya sudah cukup matang untuk menikah. Bahkan Hafiz pun menasihatinya agar tak menunda pernikahan. Menurutnya wajah Zaid yang ganteng bisa mengundang banyak fitnah di kalangan wanita.

Bersambung...

Related chapters

  • Supirku Sayang   Kenangan Pahit

    "Dasar lelaki bodoh. Payah. Begitu banyak duit di depan mata malah memilih jalur hukum. Dia pikir dapat mengalahkan orang kaya," jerit Sheila dalam perjalanan pulang dari kantor polisi."Lihat saja nanti, dia harus mendapatkan pelajaran dari perbuatannya!" Sheila berkata dengan lantang. Kini mobilnya dikemudikan oleh Pak Rahman. Pria paruh baya itu melihat Sheila sekilas dari kaca depan mobil."Pak, Sheila ingin pemuda tak tahu diri itu mendapatkan pelajaran seberat-beratnya. Biar dia tahu rasa." Gadis itu memajukan tubuhnya dan mengajak Pak Rahman berbicara.Namun Pak Rahman bergeming. Dalam hatinya ia tidak bisa membenarkan keinginan Sheila. Baru saja Pak Banta mengirimkan pesan agar tak mencampuri kasus Sheila. Biarlah Sheila menyelesaikan kasusnya ini dengan keadilan semestinya jika pemuda itu tak mau berdamai. Kali ini, ia mesti bersabar melihat Sheila merasakan hukuman akibat kelalaiannya. Walau, kadang hatin

    Last Updated : 2021-10-20
  • Supirku Sayang   Butuh Pertolongan

    Sheila menerima panggilan sidang. Ia amat murka karenanya. Entah berapa gelas dan piring yang pecah setelah surat itu dibaca."Pak Rahman. Mana Pak Rahman?" cecarnya pada Mak Cik Limah di dapur."Tenanglah Sheila. Ada apa sebenarnya?" Limah tidak paham mengapa tiba-tiba Sheila mengamuk hari ini. Padahal ia belum melakukan kegiatan apapun dan belum pergi ke mana-mana."Sheila bilang, mana Pak Rahman!" teriaknya membuat Limah terperanjat."Sheila! Berhenti bersikap kekanak-kanakan!" Perintah Papa yang baru tiba dari ruang tengah.Sheila kaget mendengar suara Banta."Papa!""Lihat ni, Pa. Pak Rahman. Sheila jadi dipanggil ke persidangan gara-gara dia." Sheila mendekati Banta. Tangannya bergelayut di lengan Banta sembari memperlihatkan sebuah surat panggilan.Banta membenarkan letak kaca matanya.Kemudi

    Last Updated : 2021-10-20
  • Supirku Sayang   Sheila Harus Menikah

    Suatu pagi hari yang cerah. Di halaman rumah Sheila yang tertata indah, Papa sedang sarapan pagi di meja makan mungil berwarna putih. Di atas meja itu telah tertata cangkir teh dan teko keramik berwarna putih. Di sampingnya ada roti dan selai yang tersusun rapi. Sheila sedang mengoles rotinya dengan selai kacang kesukaannya."Sheila, Papa punya sebuah keinginan. Papa harap, kamu dapat memenuhi keinginan Papa kali ini." Papa meletakkan cangkir teh itu di atas piring kecil yang terletak di meja."Kalau Sheila bisa, tentu saja Sheila akan penuhi, Pa," jawab Sheila."Papa ingin kamu menikah." Papa memandang lekat ke arah Sheila."Papa!" Sheila terkejut dengan permintaan Papa padanya."Sheila masih muda, Pa!""Kalau kamu tidak kuliah dan tidak bekerja, sebaiknya menikah saja, Sheila. Supaya hidupmu lebih berarti," ucap Papa.Sheila mengg

    Last Updated : 2021-10-20
  • Supirku Sayang   Perjodohan

    "Mak Cik dari mana saja?" Wajah Sheila memerah karena amarah."Mak Cik baru belanja." Mak Cik Limah meletakkan barang belanjaannya.Sheila memindai sejenak barang belanjaan Mak Cik Limah."Duduklah. Mak Cik akan buatkan teh untukmu." Mak Cik Limah mengambil 2 cangkir di lemari dapur dan menatanya di atas nampan. Kemudian menyeduh teh dan menuangkannya ke dalam cangkir.Sheila menanti Mak Cik Limah di meja makan dengan sambil sesekali mengetuk-ngetuk meja makan dengan tangannya."Sudah, marahnya?"Mak Cik Limah meletakkan nampan berisi dua cangkir teh di atas meja. Mengarahkan secangkir untuk Sheil, dan mengambil secangkir untuknya."Sheila benci Papa!"Sheila mengetuk meja dengan jari tergenggam."Minum dulu tehnya," ujar Mak Cik Limah.Sheila menghid

    Last Updated : 2021-12-03
  • Supirku Sayang   Sheila dan Arkan

    Sheila dan ArkanSheila mengabaikan pertanyaan Mak Cik Limah ia bergegas masuk ke dalam rumah. Saat membuka pintu, Papa Banta, Pak Rahman dan beberapa orang telah berada di ruang tamu.Apakah tamu yang diundang papa untuk acara perjodohan itu telah datang?Mata Sheila menyipit menatap ke arah penghuni ruang tamu di hadapannya.Mak Cik Limah menyampaikan kalau mereka sudah bisa menikmati makan malam.Banta mengarahkan para tamu ke ruang makan. Sheila masih mematung saat semuanya telah beranjak ke ruang makan. Papa memandang Sheila memberi kode agar ia menyusul ke ruang makan.Sheila celingukan seakan mencari seseorang."Hei, kamu! Tunggu hukuman dariku!" Telunjuknya diarahkan ke wajah pemuda bermata sendu yang sedari tadi masih berada di belakangnya. Lantas, Sheila melengos dan meninggalkan Zaid yang tak berkedip menatap punggungnya.Andaikan saja dia bukan seorang gadis, Zaid ingin sekali melabra

    Last Updated : 2021-12-06
  • Supirku Sayang   Permintaan Banta

    "Sheila, Arkan! sebaiknya duduk dulu. Nggak baik berbicara sambil berdiri di depan meja makan begin."Bu Retno hendak menyentuh tangan Sheila. Namun gadis itu mengabaikannya dan melangkah maju semakin mendekati Arkan.Seperti apa kelanjutan hubungan Sheila dan Arkan ini ya? Sepertinya mereka berdua sama-sama keras kepala.Sekarang, jarak mereka semakin dekat. Dengan cepat dia mengayunkan telapak tangannya ke arah pipi Arkan. Setelah itu ia berlalu meninggalkan ruang makan.Arkan mengelus pipinya. Bu Retno mendekati Arkan dan membimbing putranya duduk kembali. Papa Banta dan Pak Wahyu mulai menunjukkan wajah masam. Tidak suka dengan keadaan ini.Sementara Zaid yang sedari tadi berdiri di dekat Banta memperhatikan apa yang dilakukan majikannya. Ia mengikuti kepergian Sheila dan ikut meninggalkan ruang makan."Gadis yang sangat emosional," ujar Pak Wahyu."Sepertin

    Last Updated : 2021-12-08
  • Supirku Sayang   Pertemuan Tak Terduga

    Setelah mengemudi selama satu jam, Sheila dan Zaid tiba di sebuah mall yang berada tepat di tengah kota. Sheila segera turun dari mobil diikuti oleh Zaid. Mereka masuk ke dalam mall melalui pintu kaca.Sheila menuju ke bagian pakaian wanita dan memilih beberapa pakaian yang disukainya. Saat sedang asyik memilih pakaian, seorang pria menyapanya."Ternyata kita bertemu lagi di sini." Sapanya membuat Sheila kaget.Mata pria itu menatapnya, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sheila sedikit bergidik karenanya. Namun bukan Sheila namanya kalau takut berlebihan."Kau membuntutiku?" Sheila kembali menatap pakaian yang tergantung di depannya."Huh, apa gunanya membuntuti gadis bengal sepertimu." Arkan tersinggung dengan tuduhan Sheila padanya."Lalu, kenapa kau bisa di sini?""Aku bebas pergi kemanapun kumau,""Lalu, kaupikir bisa seenaknya membuntutiku?""Hei! Aku tidak membuntutimu!""Kaup

    Last Updated : 2021-12-10
  • Supirku Sayang   Rumahjin

    Zaid menarik paksa lengan Sheila. Mudah saja baginya menyeret wanita mungil itu ke luar dari situ, karena tubuhnya yang tinggi dengan dada yang lumayan bidang dan lengan berotot, tentu itu adalah hal kecil.Ia menyeret Sheila hingga memaksanya masuk ke dalam mobil. Kemudian dengan cepat Zaid masuk ke bagian kemudi. Ia tak mengindahkan Sheila yang masih mengomelinya."Kau gila!""Minta dipecat, hah?""Aku akan bilang sama Papa!"Sheila terus mengomel sepanjang jalan. Sesekali ia memukul Zaid dari belakang hingga mobil kadang oleng karena Zaid tidak bisa fokus akibat pukulan Sheila."Berhentilah memukuliku! Atau kita akan mati bersama!" Teriak Zaid setelah menghentikan mobil secara mendadak.Sheila memegang dadanya dan tubuhnya oleng tiba-tiba akibat kaget dengan tindakan Zaid yang menghentikan mobil mendadak."Ish, aku tak sudi mari bersama kacung sepertimu,"Zaid tersenyum sinis mendengar ce

    Last Updated : 2021-12-16

Latest chapter

  • Supirku Sayang   Kembalinya Zaid 

    Sheila turun dari mobil dengan penuh amarah. Ia berteriak-teriak menceracau tak jelas sepanjang perjalanannya menuju kamar dan merusak beberapa pajangan yang ada di ruang tengah. "Kenapa dia?" tanya Mak Cik Limah pada seorang pelayan di dapur. Pelayanan itu menggelengkan kepala. Jelas saja dia tak tahu apa yang terjadi, karena Sheila baru pulang setelah pergi tanpa pamit dari rumah dan menginap di rumah Aisha. Pak Banta melewati Mak Cik Limah yang memandang kepergian Sheila dari bawah tangga. "Ada apa, Pak?""Anak itu sungguh terlalu Limah." "Apa yang telah dia lakukan sebenarnya?"Pak Banta merebahkan tubuh di sofa." Buatkan aku kopi Limah." Pintanya. Makcik Limah bergegas ke dapur. Mengambil cangkir dan menuangkan kopi ke dalamnya dengan kening mengkerut. Limah membawa nampan berisi kopi dan juga sedikit camila ke meja Pak Banta."Aku kehabisan cara menasihati Sheila. Menikah dengan Damar pun kurasa belum tentu efektif menjadikannya lebih baik. Sebagai ayah aku benar-benar ta

  • Supirku Sayang   Perhatian Zaid

    "Assalamualaikum," terdengar suara salam di ambang pintu. Daun pintu masih terbuka lebar. Di sana ada sesosok pemuda berdiri dan menatap ke arah Aisha dan Sheila dengan raut khawatir. "Kamu kok kemari? ""Huss. kok gitu tanyanya?" Celutuk Aisha. Damar menunduk. Kemudian menatap Sheila. "Masuk Damar," ajak Aisha. Damar mengangguk dan melangkahkan kakinya masuk. Ia duduk di samping Aisha dan Sheila. Sheila segera melipat kakinya seakan tak terjadi apapun. "Aww!" jerit Sheila. "Kakimu kenapa? Sini aku lihat." Damar mengarahkan tangannya hendak meraih kaki Sheila. Namun Sheila menepis tangan Damar. "Kenapa?" tanya Damar. "Sakit tau!" bentak Sheila. "Oh, maaf." "Kita ke dokter, ya" ajak Damar. "Enggak! " Tolak Sheila. "Sheila di sini aja,""Kakimu terluka, bagaimana aku membiarkan kamu di sini?" Damar kembali membujuk. "Hanya luka kecil. Nanti juga sembuh."Aisha memberi kode dengan kedipan mata pada Sheila agar ia menurut. Aisha tahu kondisi kaki Sheila tidak baik-baik saja

  • Supirku Sayang   'Not Your Business'

    "Kami dan Damar baik-baik saja, kan?" Zaid bertanya kembali."Kenapa aku harus bercerita padamu?" Kilah Sheila."Lalu kamu mau cerita sama siapa? Memangnya kamu punya teman selain aku?" "Not your business," kilah Sheila lagi."Ya sudah, kalau begitu aku pulang dulu." Zaid mohon izin."Eh, Zaid kamu mau kemana?" "Kamu nggak mau cerita ke aku. Untuk apa lagi aku berada di sini?" "Kamu mau mendengar ceritaku?" "Tentu saja, Sheila. Sampai kapanpun, walaupun aku bukan supirmu lagi aku tetap mau mendengar ceritamu." "Kamu mau kuajak ke suatu tempat?" Mereka berdua pun mampir di sebuah waduk yang indah dekat masjid. Mereka duduk di rerumputan di tepi waduk."Dulu, ibuku sering mengajakku main di tepi waduk ini." Cerita Zaid. "Ketika mulai remaja, aku sering menghabiskan waktu membaca dan menulis di tepi waduk ini. Bagiku waduk ini adalah taman bermain yang tak pernah dapat kuraih seperti anak-anak lain." Zaid mulai bercerita."Dan keindahan waduk ini masih sama seperti dulu." Zaid men

  • Supirku Sayang   Makan Siang

    Makan Siang"Masuklah Zaid. Bang Hafiz di kamar mandi. Bentar lagi juga selesai." Aisha membujuk Zaid.Sheila beranjak ke belakang tanpa berkata apa-apa.Zaid diam sebentar."Yuk, masuk," ajak Aisha kembali.Zaid pun melangkahkan kaki ke dalam rumah petak Aisha dan Hafiz."Kamu ini. Kayak tamu aja," celutuk Aisha.Zaid terkekeh, wajahnya nampak memerah dan ia mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Duduk dulu ya, aku ke belakang." "Ada Zaid di depan. Sudah masuk?" tanya Hafiz begitu keluar dari kamar mandi."Udah. Malu, malu diatu." Aisha tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan.Mereka berdua melirik Sheila yang sedang berada di westafel dapur. Sheila membalas lirikan mereka."Kalian berdua mencurigakan, deh," usik Sheila."Sssst. Sini, sini. Kita makan dulu, yuk." Aisha merangkul bahu Sheila dan mengajaknya pindah dari dapur."Sheila belum siap nyupir, nih." "Nggak papa. Nanti aja. Kayak kamu rajin aja nyuci piring. Padahal nggak pernah. Alesan!" goda Aisha.Wajah

  • Supirku Sayang   Pertama Bagi Sheila

    "Kamu mau cerita tentang pertunanganmu?" Aisha langsung menebak. "Iih. Rupanya kamu lebih nyebelin dari Pak Rahman." Mereka berdua pun tertawa lepas. "Aku ragu dengan Damar, Aisha," sungut Sheila. "Apakah kau tidak percaya pada Damar?" "Sepertinya aku dan Damar beda tujuan sekarang." Sheila menunduk. "Apakah kalian pernah memiliki tujuan yang sama?" Sheila memandang Aisha, lama. "Aku hanya ingin berubah Aisha. Menjadi perempuan yang lebih berharga. Mencintai diriku sendiri. Apa itu salah?" Aisha hanya tersenyum. "Bagaimana mungkin aku bisa mencintai orang lain jika diriku saja tak kuhiraukan. Bukankah itu katamu?" Aisha kembali tersenyum. "Aku memang tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Namun bukan berarti aku boleh menghancurkan diriku sendiri. Aku sudah dewasa dan dapat memilah apa yang terbaik untukku." Aisha menunduk dan tersenyum. "Jalan hijrah memang tidak mudah Sheila. Kau akan menemui banyak tantangan. Jalan hijrah adalah jalan menuju Allah dan Ras

  • Supirku Sayang   Pertengkaran Sheila dan Damar

    "Kamu ngapain kemari?" Sheila mempertanyakan keberadaan laki-laki yang telah menjadi tunangannya."Memang ya Aku nggak boleh ya, jenguk tunangan sendiri?" Pria itu menunduk. Mendekatkan wajahnya pada Sheila yang duduk di sofa. Ia menyentuh ujung hidung Sheila."Ih, jangan sentuh-sentuh," rutuk Sheila menghapus bekas sentuhan di hidungnya."Sedikit aja pun." "Sedikit pun nggak boleh. Lihat si Zaid itu. Kalau aku tarik lengannya saja langsung ditepisnya. Padahal nggak bersentuhan langsung," ujar Sheila." Zaid. Dia itu kampungan." Damar tidak mau kalah."Lagi pula kamu sudah jadi tunanganku," sambungnya lagi."Aku, aku nggak mau jadi gadis murahan." Damar tertawa mendengar perkataan Sheila."Siapa yang bilang kamu gadis murahan?" Damar semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Sheila. Membuat Sheila mengkerut."Aku tidak akan melamarmu jika kamu murahan, Sheila. Aku menyentuhmu sedikit kupikir bukan masalah besar. Cepat atau lambat kita kan pasti menikah."Damar terus mencecar Sheila."S

  • Supirku Sayang   Sheila Tidak Enak Badan

    Mentari mengintip dari jendela kamar Sheila yang lebar dengan gorden putih.Gadis mungil itu masih meringkuk dalam selimut tebal. Ia meninggalkan kewajiban sebagai muslim yang mulai rutin ia lakoni. Semua sejak bertemu Aisha. Gadis itu telah menginspirasi banyak perubahan pada diri Sheila dalam semalam. Pak Rahman dan Makcik Ramlah sudah berada di sisi pembaringan Sheila. Mereka telah berulang kali membangunkannya. "Apa sih," gerutu Sheila masih dengan netra terpejam."Sheila. Kenapa belum bangun? Sheila udah ketinggalan waktu subuh kalau begini. Katanya mau rajin salat. Gimana sih, Sheila!" cecar Mak Cik Limah. "Sheila juga harus ke kantor," tambah Pak Rahman yang sedang menyingkap gorden kamar Sheila."Ahhh, Sheila nggak mau," rajuknya."Eh kenapa sih ini." Mak Cik Limah mengerutkan dahi."Tadi malam senang. Sekarang berubah. Sheila kenapa, sih?" cecar Makcik Limah."Sheila capek." Sheila memeluk selimut tebalnya."Kamu harus ke kantor. Nggak ada libur." Pak Rahman bersitegas."E

  • Supirku Sayang   Kesedihanmu Membuat Hatiku Perih

    Terdengar suara tawa gembira dari ruang makan rumah Sheila. Di sana ada Pak Banta, Sheila, Damar dan orang tuanya sedang makan siang sembari berbincang ringan."Saya berharap kalau Sheila kelak akan bahagia bersama Damar."Sheila tampak tersenyum simpul mendengar uraian papanya."Saya akan membahagiakan Sheila, Om. Jangan khawatir. Meski banyak gadis yang mengejarku, hanya Sheila di hatiku." Mereka pun kembali larut dalam gelak tawa.Di tempat lain, Zaid terlihat gelisah sendiri. Ia berdiri di tepi pantai dan menatap jauh ombak yang begantian hadir ke permukaan seakan menyapa dirinya dalam kesendirian.Ia berdiri di sisi motor dan memasukkan tangan ke saku celana. Matanya menatap lurus dan hanya membayangkan seseorang yang belakangan ini mengisi harinya. Bukan hanya hari, tapi ia merasa gadis itu pun telah mengisi hatinya. Namun Zaid tak kuasa mengakui dan berusaha sekuat tenaga meredam perasaan yang terlarang itu. Bukankah sangat tak pantas memiliki rasa aneh terhadap majikan sendiri

  • Supirku Sayang   Selera Zaid memang Tinggi

    "Wah, Sheila cantik sekali!" Seru Makcik Limah begitu Sheila tiba di ambang pintu."Zaid yang pilihkan," kata Sheila malu-malu. Makcik Limah sibuk menelisik pakaian Sheila dari ujung kaki sampai kepala.Senyum menghiasi wajah Zaid. Lelaki bermata sipit itu memasukkan tangannya ke saku celana dan menunduk sembari mengulum senyum."Oh, ya!""Selera Zaid memang tinggi.""Tapi. Kenapa Sheila ingin berpakaian begini?" Makcik Limah menelisik wajah Sheila.Sheila menyenggol siku Zaid. Pria itu malah menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal."Enak aja kayaknya," sahut Sheila sebelum berlalu meninggalkan Makcik Limah yang terheran-heran."Heh. Zaid! Kamu apakah Sheila?" Makcik Limah melirik sinis sambil menyenggol siku Zaid."Tidak. Zaid nggak apa-apakan. Sheila tadi minta sendiri. Katanya dia ingin seperti Aisha." Zaid menjelaskan."Aisha?""Istri Hafiz. Teman Zaid." jawab Zaid."Ah. Semoga itu yang terbaik buat Sheila. Makcik senang aja jika itu memang keinginannya sendiri." Makcik Lim

DMCA.com Protection Status